• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENETAPAN TAPAL BATAS ZONA EKONOMI

C. Penetapan Tapal Batas Zona Ekonomi Eksklusif

Di dalam hukum internasional negara merupakan subjek hukum yang terpenting dibandingkan subjek-subjek lainnya. Konvensi Montevideo 27 Desember 1933 menyebutkan bahwa negara sebagai subjek hukum internasional harus memiliki empat unsur, yaitu wilayah, penduduk, pemerintahan yang berdaulat dan kapasitas untuk berhubungan dengan negara lain.75

UNCLOS 1982 terdiri dari atas 17 Bab, 320 Pasal, dan 9 Lampiran, serta berisikan pengetahuan atas rezim-rezim hukum laut secara lengkap, menyeluruh dan satu sama lain tidak dapat di pisahkan. Salah satu bagian yang penting dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UNCLOS 1982 dan juga merupan salah satu pengetahuan yang baru dalam hukum laut internasional, adalah ketentuan mengenai ZEE. Konsep ZEE yang berkembang, berawal dari kesadaran bahwa sumber-sumber penangkapan ikan bisa saja akan habis dan dengan demikian sangatlah positif untuk menerapkan ukuran-ukuran konservasi. Ketentuan tersebut merupakan perwujudan usaha dan perjuangan dari negara-negara pantai yang sedang membangun untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan

75 Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif. Jurnal Pendidikan Geografi, Volume 17, Nomor 2, Oktober 2017, hlm 169

negara maju dalam memanfaatkan sumber kekayaan alam yang terdapat dalam perairannya dan yang berdekatan dengan pantainya.76

Konflik yang sering terjadi di perbatasan negara khususnya di daerah Asia Tenggara yaitu negara-negara yang pantainya saling berhadapan sesunggunya hal ini diatur dalam Pasal 74 UNCLOS 1982 tentang Penetapan batas ZEE antar negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan:

(1) Penetapan batas ZEE antara negara yang pantainya berahdapan atau berdampingan harus diadakan dengan persetujuan dengan dasar hukum internasional, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 38 statuta mahkamah internasional, untuk mencapai suatu pemecahan yang adil.

(2) Apabila tidak dicapai persetujuan dalam jangka waktu yang pantas, negara-negara yang bersangkutan harus menggunakan prosedur yang ditentukan dalam Bab XV.

(3) Sambil menunggu suatu persetujuan sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) negara-negara yang bersangkutan, dengan semnagat paling pengertian dan kerjasamam harus melakukan setiap usaha unutuk mengadakan pengaturan sementara yang bersifat praktis dan, selama masa peralihan ini, tidak membahayakan astasu menghalalngi dicapainya penetapan akhir mengenai perbatasan.

(4) Dalam hal ini adnya suatu persetujuan yang berlaku antara, negara-negara yang bersangkutan, maka maslah yang bertalian dengan penetapan batas ZEE harus ditetapkan sesuai dengan ketentuan persetujuan itu.77

76 Lindra Darnela, Upaya Indonesia dalam Mengatur Zona Ekonomi Eksklusif Berdasarkan Hukum Laut Internasional. Jurnal Sosio-Religia, Vol. 10, No.2, Mei 2012, hlm 109

Seharusnya penerbitan dan penetapan peta suatu negara yang memiliki ZEE harus berdasarkan pada Pasal 75 tentang Peta dan daftar koordinat geografis:

(1) Dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan bab ini, garis terluar ZEE dan garis penetapan batas yang ditarik sesuai dengan ketentuan Pasal 4 harus dicantumkan pada peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk menentukan posisinya. Diman perlu, daftar titik-titik koordinat-koordinat goegrafis yang memerinci dalam geodetik, dapat menggantikan garis batas terluar atau garis-garis penetapan perbatasan.

(2) Negara pantai harus mengumumkan sebagaimana mestinya peta atau daftra koordinat geografis demikian dan harus mendepositkan satu copy setiap peta atau daftar demikian pada Sekjen PBB.78

Ketentuan UNCLOS 1982, merupakan penyempurnaan dari konvensi sebelumnya, bahkan pemerintah Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 dalam ketentuan Undang-undang No. 17 Tahun 1985. Konvensi ini disebutkan bahwa negara pantai memiliki hak atas landas kontinen tidak hanya yang berada di bawah laut teritorialnya, namun hingga sejauh 200 mil dari pangkal lebar laut wilayah diukur. Batas luar landas kontinen berdasarkan perkembangan terbaru tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangakal atau tidak boleh melebihi 100 mil dari garis batas kedalaman (isobath) 2.500 meter, dimana dalam ketentuan lama hanya menybutkan batas kedalaman hingga 200 meter + x. dalam hal klaim atas landas kontinen sejauh 350 mil negara pantai harus mengikuti prosedur yang dapat dilakukan oleh Commision on the Continental Sheff (CCS),

77 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut Jakarta, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut Dinas Pembinaan Hukum,1995, hlm. 41

78 Ibid.,hlm.42

pada tanggal 14-18 Mei 2001, yang terdiri dari empat belas negara telah tercatat secara teknis memenuhi syarat untuk mengajukan klaim maksimum landas kontinen, dan Indonesia termasuk di dalamnya.79

Ketentuan-ketentuan mengenai ZEE telah ditentukan dan dimuat dalam Pasal 55 UNCLOS III 1982. ZEE yang terletak di luar laut territorial lebarnya ditentukan 200 mil diukur dari garis pangkal yang mana sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 57 UNCLOS 1982 dibedakan menjadi dua jenis yaitu garis pangkal biasa dan garis pangkal lurus. Garis pangkal biasa adalah garis yang ditarik pada saat air surut terjauh dari pantai, sedangkan garis pangkal lurus adalah garis yang ditarik dengan menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar. Arah luar garis pangkal tersebut, suatu negara dapat menetapkan lebar laut teritorial maksimum 12 mil. Berkenaan dengan hal itu, dikaitkan dengan ketentuan Pasal 57, maka lebar ZEE sesungguhnya adalah 188 mil (200 mil dikurangi 12 mil). Penetapan batas ZEE antara satu negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan dengan negara lain harus diatur dengan suatu perjanjian internasional. Apabila kesepakatan tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa harus ditempuh sesuai Bab XV yang pada pokoknya mengisyaratkan penyelesaian dengan jalan damai.80

Garis batas ZEE harus dicantumkan dalam peta dengan skala-skala yang memadai, dimana perlu wajib dicantumkan daftar titik-titik koordinat-koordinat geografis yang memerinci datum geodetic. Negara pantai harus mengumumkan sebagai mana mestinya peta atau daftar koordinat geografis dan harus

79 Boer Mauna. Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global. Bandung,Alumni, 2011, hlm 351

80 I Made Padek Diantha. Loc.Cit, hlm.1

mendepositkan suatu salinan setiap peta pada Sekretaris Jenderal PBB sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 75 UNCLOS III. 81

UNCLOS 1982 memberikan kesempatan besar bagi negara-negara berkembang untuk berpartisipasi secara penuh dan bersama-sama dalam membentuk bagian yang sangat penting dari sistem hukum internasional. Pada masa lalu hukum internasional dibuat dengan jumlah yang relatif kecil oleh negaranegara barat. Pada tahun 1973 masyarakat dunia telah berubah secara substansial dengan disintegrasi kekaisaran kolonial dan perkembangan negara-negara baru di Asia dan Afrika. Kemudian negara-negara-negara-negara Amerika Latin memiliki pemerintahan yang tegas demi kepentingan nasional mereka, bahkan jika ketegasan tersebut membawa mereka ke dalam konflik dengan kekuatan dominan belahan bumi barat, Amerika Serikat. Memahami kurangnya pengaruh mereka dalam negosiasi internasional secara individual, negara-negara itu mencari kekuatan kolektif dan, pada tahun 1964, bergabung bersama dalam Kelompok G-77, nama itu kemudian tetap dipertahankan bahkan setelah keanggotaannya meningkat lebih dari jumlah aslinya. Pada UNCLOS 1982, pengelompokan daerah G-77 dan berbagai kelompok kepentingan berusaha mempengaruhi hasil konferensi untuk memenuhi kebutuhan mereka.82

Konvensi baru tentang hukum laut ini menandai perubahan struktur fundamental dalam hukum laut, alasan pertama karena konvensi tersebut merupakan pendekatan komprehensif dalam masalah kelautan. Kedua, karena konvensi tersebut merupakan refleksi dari sebagian besar kebutuhan kontemporer

81 Ibid., hlm 16

82 L. Juda, International Law and Ocean Use Management, Routledge: London, New York, 1996, hlm. 20.9

pengelolaan sumber daya dan pengaturan kegiatan di wilayah yang luas dari lingkungan laut serta merupakan konsekuensi tak terelakkan dari penggunaan ruang laut yang lebih intensif dan beragam. Inovasi penting dalam konvensi ini hampir terlalu banyak untuk dihitung. Beberapa diantaranya, yaitu :

1. Konsep lintas transit melalui selat yang digunakan untuk pelayaran internasional;

2. Konsep garis pangkal kepulauan dan perairan kepulauan;

3. Konsep ZEE;

4. Perubahan mendasar dalam definisi hukum landas kontinen;

5. Pengakuan eksplisit terhadap kebebasan penelitian ilmiah dan kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi lainnya seperti kebebasan tambahan di laut lepas;

6. Tugas kerjasama internasional dalam pengembangan dan transfer ilmu dan teknologi kelautan; dan

7. Konsep hukum lingkungan yang komprehensif dari laut berdasarkan kewajiban semua negara untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut.83

ZEE negara pantai mempunyai hak berdaulat meskipun tidak penuh, karena hanya dapat untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non hayati, dari perairan di atas dasar laut dan tanah di bawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi ekonomi zona tersebut, seperti produksi energi dari

83 Ibid

air, arus dan angin. Selain hak berdaulat, negara pantai mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu antara lain melakukan tindakan konservasi dan pengelolaan yang tepat; menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan; bekerjasama dengan organisasi internasional yang berwenang baik dalam tingkat sub regional, regional, maupun global; menjamin hasil maksimum yang lestari; serta menyumbangkan dan saling mempertukarkan data ilmiah, statistik penangkapan dan usaha perikanan lainnya. Hubunganya dengan pemanfaatan, negara pantai juga mempunyai kewajiban untuk memajukan tujuan pemanfaatan yang optimal, menetapkan kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya alam hayati, serta memberikan kesempatan kepada negara lain untuk memanfaatkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan yang masih tersisa.84

Berdasarkan UNCLOS 1982 bahwa masing-masing negara pantai memiliki hak pada ZEE, yaitu

a. Hak berdaulat untuk mengadakan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengurusan sumber kekayaan alam hayati atau non-hayati dari perairan, dasar laut dan tanah bawah;

b. Hak berdaulat atas kegiatan-kegiatan eksplorasi dan eksploitasi seperti produksi energi dari air dan angin;

c. Yurisdiksi untuk pendirian dan pemanfaatan pulau buatan, instalasi dan bangunan, riset ilmiah kelautan, perlindungan dan pembinaan dari lingkungan maritim.85

84 Lindra Darnela, Op.Cit, hlm 170

85 Chairul Anwar, Horizon Baru Hukum Laut Internasional, Op.Cit, hlm. 45-46

Ketentuan ZEE diatur dalam Pasal 55 UNCLOS III, yaitu suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rezim hukum khusus yang ditetapkan dalam bab ini berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi negara pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan negara lain, diatur oleh ketentuan-ketentuan yang relevan konvensi ini.86

Lain dari pada itu, negara-negara lain juga memiliki hak-hak dan kebebasan-kebebasan serta kewajiban-kewajiban di dalam ZEE. Misalnya, kebebasan pelayaran atau pengoperasian kapal-kapalnya, memasang kabel-kabel dan pipa-pipa saluran di wilayah bawah laut atau di dasar laut, atau penerbangan diatasnya. Dalam melaksanakan hak-hak kebebasan maupun yurisdiksinya tersebut di dalam ZEE, negara pantai berkewajiban untuk menghormatinya.

Sebaliknya, negara-negara lain juga berkewajiban untuk menghormati hak-hak, kekuasaan dan yurisdiksi serta peraturan perundang-undangan dari negara pantai yang bersangkutan.87

86 I Made Pasek Diantha, Op.Cit., hlm. 15

87 Simela Victor Muhamad, Batas Wilayah Negara Dalam Perspektif Hukum Internasional, dalam Batas Wilayah dan Situasi Perbatasan Indonesia: Ancaman Terhadap Integritas Teritorial, Jakarta, Tiga Putra Utama, 2004, hlm 31-32.

BAB IV

PENYELESAIAN SENGKETA BATAS WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

A. Penyelesaian Sengketa dalam Hukum Internasional

Hukum internasional membedakan sengketa internasional atas sengketa yang bersifat politik dan sengketa yang bersifat hukum. Sengketa politik yaitu adalah sengketa dimana suatu negara mendasarkan tuntutannya atas pertimbangan non yuridik, misalnya atas dasar politik atau kepentingan nasional lainnya,88 sedangkan sengketa hukum ialah sengketa dimana suatu negara mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum internasional.89

Mekanisme penyelesaian sengketa dilakukan dengan cara yang begitu beragam dan tidak ada patokan tertentu dalam menggunakannya. Praktiknya, banyak sengketa yang diselesaikan dengan cepat secara informal, namun ada juga yang memakan waktu bertahuntahun untuk diselesaikan. Tidak ada satu metode khusus dalam menangani sengketa, bahkan tidak bisa ditentukan mekanisme mana yang paling umum digunakan. Suatu mekanisme penyelesaian sengketa juga tidak bisa ditentukan berdasarkan besar, tingkat kepentingan, jumlah pihak yang bersengketa, atau jenis perjanjiannya. Sengketa dalam perjanjian multilateral tidak bisa begitu dibedakan dengan perjanjian bilateral karena umumnya sengketa terjadi antara dua belah pihak saja.90

88 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Op.Cit, hlm. 188

89Ibid

90 United Nations, Treaty Handbook, Prepared by the Treaty Section of the Office of Legal Affairs, UN: United Nations Publication, 2012, hlm. 24.

Penyelesaian melalui secara paksa adalah suatu cara penyelesaian sengketa yang dilakukan dengan menggunakan paksaan atau kekerasan yang dapat berupa dengan cara seperti sebagai berikut:

1. Perang yaitu suatu perkelahian antara dua negara dengan menggunakan angkatan bersenjata masing-masing dengan tujuan akan kemenangan suatu pihak yang kemudian memperoleh apa yang diinginkan dari pihak yang kalah.

2. Retorsi yaitu suatu penyelesaian sengketa dengan melakukan pembalasan terhadap suatu negara yang telah melakukan perbuatan tidak sopan menurut hukum internasional.

3. Reprisal yaitu suatu cara penyelesaian sengketa dengan melakukan tindakantindakan yang tidak sah terhadap negara lain.

4. Pacific Blockade yaitu suatu cara penyelesaian sengketa dengan melakukan blokade atau penghalangan terhadap pelabuhan (laut, udara) suatu negara.

5. Intervensi yaitu suatu cara penyelesaian sengketa dengan melakukan tindakan campur tangan urusan di dalam negeri maupun luar negeri suatu negara lain.91

Kemajuan suatu bangsa mempunyai keterkaitan yang erat sekali dengan situasi bagaimana suatu bangsa itu dapat mengambil manfaat dari lajunya globalisasi itu. Era globalisasi itu dimulai dengan bangkitnya teknologi informasi.

Oleh karena itu, dalam menyikapi kenyataan ini potensial kekayaan alam (natural resources) suatu bangsa tidak dapat lagi mengantarkan bangsa itu menjadi welfare state. Sebaliknya, negara-negara yang tidak memiliki atau sedikit memiliki

91 Evert Maximiliaan Tentua. Teknologi Remote Sensing (Penginderaan Jarak Jauh) Dalam Penyelesaian Sengketa Blok Ambalat.Hukum dan Dinamika Masyarakat Vol.5 No.2 April 2008, hlm 201

natural resources tersebut justru dapat mewujudkan rasa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakatnya.92

Prinsip utama dalam setiap penyelesaian sengketa yang terjadi. Prinsip ini dapat ditemukan dalam beberapa penjanjian internasional dan terutama yang terdapat dalam Piagam PBB, yaitu apabila para pihak yang bersengketa telah dapat menyepakati untuk menemukan suatu solusi yang bersahabat. Metode-metode penyelesaiaan sengketa-sengketa internasional secara damai atau persahabatan dapat dibagi dalam klasifikasi berikut ini :

1. Negosiasi.

Negosiasi yaitu perundingan yang dilakukan secara langsung antara para pihak dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga. Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan paling tugas digunakan oleh umat manusia. Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB menempatkan negosiasi sebagai cara pertama dalam menyelesaikan sengketa. Negosiasi kadang-kadang menyebabkan resolusi sengketa dalam bentuk perjanjian atau bentuk lain dari mekanisme penyelesaian sengketa. Negosiasi adalah jauh metode penyelesaian sengketa disukai oleh Amerika dan jalan lainnya dianggap hanya ketika negosiasi kios.

Negosiasi biasanya adalah mekanisme pertama yang ditempuh dalam menyelesaikan sengketa; bahkan ketika penyelesaiannya dirujuk ke arbitrase atau penyelesaian yudisial, poin-poin yang hendak dimintakan penyelesaian ditentukan dengan cara negosiasi. Negosiasi dapat dilaksanakan dalam

92 Syafrinaldi, Kesepakatan ASEAN 1995 dan Hak Milik Intelektual, Jurnal Mahkamah, Pekanbaru, April 2003, hlm 18

suasana yang penuh privasi sehingga lebih mudah untuk mencapai kesepakatan. Ketika suatu sengketa masuk ke tahap yang lebih formal dan publik, akan lebih sulit, setidaknya secara politis, untuk menyelesaikannya.

Hal tersebut dikarenakan para pihak menjadi lebih banyak dan ―berkubu‖ serta di depan publik, para pihak tidak mau terlihat banyak berkompromi.93

2. Enquiry atau Penyelidikan

Penyelidikan adalah merupakn suatu fakta oleh suatu tim penyelidikan yang netral. Prosedur ini dimaksud untuk menyelesaikan sengketa yang timbul karena perbedaan pendapat mengenai fakta, bukan untuk permasalahan yang bersifat hukum murni. Sering fakta yang mendasari suatu sengketa dipermasalahkan. Dalam hal ini penyelesaian komisi yang tidak memihak akan mampu memudahkan penyelesaian.94

3. Mediasi

Melibatkan pihak ketiga (third party) yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Pihak ketiga dapat berupa individu atau kelompok (individual or group), negara atau kelompok negara atau organisasi internasional. Dalam mediasi, negara ketiga bukan hanya sekedar mengusahakan agar para pihak yang bersengketa saling bertemu, tetapi juga mengusahakan dasar-dasar perundingan dan ikut aktif dalam perundingan, contoh: mediasi yang dilakukan oleh Komisi Tiga Negara (Australia, Amerika, Belgia) yang dibentuk oleh PBB pada bulan Agustus 1947 untuk mencari penyelesaian

93 Anthony Aust, Modern Treaty Law and Practice, United Kingdom: Cambridge University Press, 2000, hlm. 285

94Andrew Alexandro Anis, Eksistensi Mahkamah Pengadilan Internasional Dalam Penyelesaian Sengketa Antar Negara Menurut Hukum Internasional Lex Et Societatis Vol. VI/No.

6/Agust/2018, hlm 114-115

sengketa antara Indonesia dan Belanda dan juga mediasi yang dilakukan oleh Presiden Jimmy Carter untuk mencari penyelesaian sengketa antara Israel dan Mesir hingga menghasilkan Perjanjian Camp David 1979.

Mediasi dan jasa-jasa baik pada dasarnya adalah suatu negosiasi antara kedua belah pihak yang bersengketa dengan mediator sebagai pihak yang aktif, berwenang, malah diharapkan untuk mengajukan proposal yang fresh yang tidak terpikirkan oleh kedua pihak serta untuk menginterpretasi dan mempertemukan proposal para pihak yang bersengketa. Hal yang membedakan mediasi dengan konsiliasi adalah bahwa mediasi umumnya mengajukan rekomendasi penyelesaian secara informal dan berdasarkan informasi yang diberikan oleh kedua belah pihak; tidak seperti konsiliasi yang menggunakan jasa investigasi tersendiri, meskipun dalam praktek perbedaanya sangat kabur.95

4. Konsiliasi

Sama seperti mediasi, penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi menggunakan intervensi pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini biasanya adalah negara, namun bisa juga sebuah komisi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak dapat saja terlembaga atau bersifat ad hoc, yang kemudian memberikan persyaratan

95 J.G Merills, International Dispute Settlement. New York, Cambridge University Press, 2011, hlm 26

penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Namun keputusan yang diberikan oleh komisi konsiliasi ini tidak mengikat para pihak96

Penyelesaian sengketa hukum laut berdasarkan konvensi hukum laut tersebut, tidak serta merta harus dilaksanakan, karena apabila pihak-pihak yang berselisih telah memilih cara penyelesaian masalah merekabaik melalui persetujuan bilateral, regional maupun persetujuan umum untuk menyelesaikan perselisihan tersebut kepada suatu prosedur yang akan memberikan suatu keputusan yang mengikat, prosedur tersebut akan diterapkan sebagai pengganti prosedur konvensi.

Piagam PBB secara tegas menyatakan bahwa penyelesaian sengketa secara paksa dilarang untuk dilakukan tetapi penyelesaian sengketa harus dilakukan secara damai yaitu dapat melalui perundingan, penyidikan, perantara, pemufakatan, perwasitan, penyelesaian melalui hukum atau melalui badan-badan internasional, dan untuk dapat meyakinkan di dalam forum internasional maupun peradilan internasional, maka negara Indonesia tidak saja dibekali dengan dasardasar hukum tetapi harus memiliki pula data-data penunjang yang akurat, dan untuk mendapatkan data-data yang akurat tersebut digunakan teknologi remote sensing melalui satelit.97

Sengketa antar negara kebanyakan diselesaikan dengan cara negosiasi dikarenakan para pihak sendiri yang memiliki kebebasan untuk mencapai kesepakatan. Negosiasi bukan merupakan satu-satunya penyelesaian sengketa

96 Ulang Mangun Sosiawan, Penelitian Hukum Tentang Mekanisme Penyelesaian Konflik Antar Negara Dalam Pengelolaan Sumberdaya Kelautan, Jakarta, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI, 2015, hlm 28-32

97 Evert Maximiliaan Tentua, Op.Cit., hlm 204

terbaik terutama apabila negara yang bersengketa tidak memiliki hubungan diplomatik.98 Hal ini biasanya diatasi dengan keterlibatan negara ketiga, yaitu melalui good offices dan mediasi, namun kendalanya adalah sulit untuk mencari negara yang tidak memihak pada salah satu pihak yang bersengketa.99

B. Mekanisme Penyelesaian Sengketa dalam Hukum Internasional

International Court of Justice (ICJ) adalah organ yuridis dari Perserikatan Bangsa Bangsa. Kedudukan Mahkamah berada di Istana Perdamaian (peace palace) di kota Den Haag, Belanda. Mahkamah ini sejak tahun 1946 telah menggantikan posisi dari 14 Mahkamah Permanen untuk Keadilan Internasional (Permanent Court of International Justice) yang sudah beroperasi sejak tahun 1922. Statuta Mahkamah Internasional menjadi bagian yang tidakk terpisahkan dengan Piagam PBB.100

Salah satu alternatif penyelesaian sengketa secara hukum atau judicial settlement dalam hukum internasional adalah penyelesaian melalui badan peradilan internasional. Istilah pengadilan dunia atau world court’ Sebenarnya merupakan istilah yang ditujukan bagi PCIJ yang saat ini telah menjadi sinonim bagi ICJ, yang mana terakhir ini secara substansial merupakan kelanjutan dari PCIJ. PCIJ mulai beroperasi pada tahun 1922 berdasarkan Pasal 14 dari Konvensi Liga Bangsa-Bangsa (LBB) dan sebuah lembaga baru ia menimba pengalamanya dari institusi-institusi sebelumnya. Statuta yang dimiliki ICJ disiapkan oleh sebuah advisory committee yang terdiri dari para ahli hukum yang dipilih oleh

98 Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Cet.IV, Jakarta, Rajawali Pers, 2016, hlm.27.

99 Ida Bagus Wyasa Putra, Bahan Kuliah Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Denpasar, FH UNUD, 2013, hlm 39

100 Ulang Mangun Sosiawan., Op.Cit, hlm 32

Dewan LBB. Draft statuta berasal dari 3 sumber, pertama The Draft Convention of 1907, kedua sebuah proposal dari negara-negara netral untuk memaksa, ketiga rencana bagi pemilihan para hakim.101

Sebagai peradilan internasional, terdapat lima aturan utama yang menjadi

Sebagai peradilan internasional, terdapat lima aturan utama yang menjadi

Dokumen terkait