• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.3 Langkah-langkah Merancang Sistem Pelatihan

2.3.2. Penetapan Tujuan dan Sasaran Pelatihan

Tujuan adalah pernyataan formal yang jelas dari suatu hasil akhir yang diharapkan, dan dapat dicapai melalui serangkaian kegiatan yang terperinci dalam suatu program. Dalam menetapkan tujuan terdapat beberapa hal yang harus menjadi acuan agar tujuan yang ditetapkan jelas dan terukur. Acuan dalam menetapkan tujuan tersebut adalah apa yang harus diketahui atau yang dapat dikerjakan oleh para peserta pada akhir pelatihan, bagaimana peserta memperagakan hasil dari pelatihan, berbagai standart yang diperlukan untuk mencapai tingkat kompetensi baru, hambatan yang akan mengganggu upaya mewujudkan sasaran.

Pada dasarnya sasaran dan tujuan pelatihan dapat dibedakan dalam tiga jenis kategori pokok yaitu:

1. Pengetahuan (cognitive), yaitu sasaran pelatihan yang berkaitan dengan aspek pengetahuan.

2. Keterampilan (psychomotor), yaitu sasaran pelatihan yang berkaitan dengan aspek keterampilan.

3. Sikap (affective), yaitu sasaran pelatihan yang berkaitan dengan sikap dan tingkah laku.

2.3.2.1 Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan

indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya.

Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki yang melekat di benak seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan memprediksi sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Jika informasi dan data sekedar berkemampuan untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan (www.wikipedia.com).

Menurut Widayana, (2005:13) pengetahuan adalah informasi yang dilengkapi dengan pemahaman pola hubungan dari informasi disertai pengalaman, baik individu maupun kelompok dalam organisasi. Terdapat dua tipe pengetahuan yaitu pengetahuan implisit dan pengetahuan ekspisit.

Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang sebagian besar berada dalam organisasi. Pengetahuan ini merupakan sesuatu yang diketahui dengan alami, namun sulit untuk diungkapkan secara jelas dan lengkap. Pengetahuan implisit sangat sulit untuk dipindahkan kepada orang lain, karena pengetahuan tersebut tersimpan pada masing-masing pikiran (otak) indvidu dalam organisasi sesuai dengan kompetensinya.

Dalam buku knowledge management yang dituliskan oleh widayana, pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan dan pengalaman seseorang tentang “bagaimana untuk”, yang diuraikan secara lugas dan sistematis. Contoh konkretnya

adalah sebuah buku petunjuk pengoperasian sebuah mesin atau penjelasan yang diberikan oleh seorang instruktur dalam sebuah program latihan.

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan adalah merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Overt Behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Menurut Nonaka dalam Munir (2008: 26) pengetahuan ekspisit dan pengetahuan implisit dapat diekspresikan dengan rumus sebagai berikut:

Pengetahuan = Pengetahuan Eksplisit + Pengetahuan Implisit…..….(2.1) Pengetahuan eksplisit selanjutnya disebut sebagai pengetahuan yang dapat diekspresikan dengan kata-kata dan angka, serta dapat disampaikan dalam bentuk formula ilmiah, spesifikasi, prosedur operasi standar, bagan, manual-manual dan sebagainya. Pengetahuan jenis ini dapat segera diteruskan dari satu individu ke individu lainnya secara formal dan sistematis. Di pihak lain pengetahuan implisit merupakan pengetahuan yang terletak pada benak manusia, bersifat sangat personal dan sulit dirumuskan, sehingga membuatnya sulit untuk dikomunikasikan atau disampaikan pada orang lain. Perasaan pribadi, intuisi, bahasa tubuh, pengalaman fisik, petunjuk praktis termasuk jenis pengetahuan ini.

Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman cendrung bersifat terbatinkan, fisik dan subjektif. Dilain pihak, pengetahuan yang diperoleh melalui

Notoadmodjo (1993), berpendapat pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni:

a. Tahu (Know).

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

b. Memahami (Comprehension).

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis).

Analisis adalah suatu komponen untuk menjabarkan analisis atau suatu objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti menggambarkan (membuat bagan) membedakan memisahkan, mengelompokkan dan lain sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis).

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation).

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

2.3.2.2 Keterampilan (Skill)

Menurut Gordon (1994: 55) keterampilan merupakan kemampuan untuk mengoprasikan pekerjaan secara mudah dan cermat. Pengertian ini biasanya cenderung pada aktivitas psikomotor. Iverson (2001:133) menambahkan bahwa selain training yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan, keterampilan juga membutuhkan kemampuan dasar (basic ability). Di sisi lain Robbins (2000:494) menyatakan bahwa keterampilan dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu:

1. Kemampuan Dasar (Basic literacy skill).

Keahlian dasar merupakan keahlian seseorang yang pasti dan wajib dimiliki oleh kebanyakan orang, seperti membaca, menulis, dan mendegar.

2. Kemampuan Teknikal (Technical skill).

Keahlian teknik merupakan keahlian seseorang dalam pengembangan teknik yang dimiliki, seperti menghitung secara tepat, dan mengoprasikan komputer.

3. Kemampuan Beriteraksi (Interpersonal skill).

Keahlian interpersonal merupakan kemampuan seseorang secara efektif untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan kerja, seperti pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan bekerja dalam satu tim.

4. Kemampuan Memecahkan Masalah (Problem solving).

Menyelesaikan masalah adalah proses aktivitas untuk menajamkan logika, berargumentasi dan penyelesaian masalah serta kemampuan untuk mengetahui penyebab, mengembangkan alternatif dan menganalisa serta memilih penyelesaian yang baik.

Sedangkan keterampilan kerja yang dimiliki seseorang menurut Kost dan Rosenweig (1998: 77) dapat dibagi sebagai berikut:

1. Technical Skill, terampil dan pakar dalam pekerjaan tertentu, berupa metoda-metoda, proses-proses dan prosedur-prosedur atau teknik-teknik pelaksanaan kerja.

2. Human Skill, yaitu kemampuan untuk kekerja sama secara efektif sebagai anggota kelompok.

Keterampilan adalah hasil dari latihan berulang, yang dapat disebut perubahan yang meningkat atau progresif oleh orang yang mempelajari keterampilan tadi sebagai hasil dari aktivitas tertentu (Whiterington, 1991 : 22). Keterampilan dari kata dasar terampil yang artinya cakap menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan sedangkan keterampilan artinya kecakapan untuk menyelesaikan tugas (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999).

Menurut Graeff, dkk (1996: 102), pelatihan keterampilan merupakan aktivitas utama selama fase implementasi suatu program kesehatan. Selama implementasi pelatihan bertujuan untuk membangun dan memelihara perilaku-perilaku yang sangat penting dalam kelangsungan program, maka pelatihan tersebut akan mengarah kepada perolehan keterampilan. Keterampilan adalah kemampuan melaksanakan tugas/pekerjaan dengan menggunakan anggota badan dan peralatan kerja yang tersedia. Ada 3 jenis kemampuan dasar bersifat manusia (human skill), kemampuan teknik (technicall skill), dan kemampuan membuat konsep (conceptual skill). Keterampilan teknik adalah kemampuan untuk menggunakan alat, prosedur, dan teknik yang berhubungan dengan bidangnya. Keterampilan manusia adalah kemampuan untuk dapat bekerja, mengerti, dan mengadakan motivasi kepada orang lain. Keterampilan konsep adalah kemampuan untuk melakukan kerja sama dalam pekerjaan dan pekerjaan itu dapat memberikan keterampilan.

Dalam proses pendidikan atau pelatihan, Notoatmodjo, (1993: 53) menyebutkan bahwa suatu sikap belum tentu terwujud dalam praktek atau tindakan.

Masih diperlukan kondisi tertentu yang memungkinkan terjadinya perubahan sikap menjadi praktek. Kondisi tersebut antara lain tersedianya fasilitas untuk belajar yaitu:

1. Peserta diberi kesempatan untuk melihat dan mendengar orang lain melakukan keterampilan tersebut dan diberi kesempatan melakukan sendiri.

2. Peserta diberi kesempatan untuk menguasai sub-sub komponen keterampilan sebelum menguasai keterampilan secara keseluruhan.

3. Peserta harus melakukan sendiri keterampilan baru.

4. Pelatih mengevaluasi hasil keterampilan baru dan memberi umpan balik. Menurut Green (1991), ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku atau sikap seseorang, yaitu:

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan dan persepsi individu.

b. Faktor-faktor penguat (enabling factors), meliputi sikap dan perilaku petugas kesehatan dan orang lain disekitarnya.

c. Faktor-faktor pemungkin (reinforcing factors), seperti kebijakan teknis kesehatan seperti adanya revitalisasi, ketersediaan sumberdaya kesehatan yang ada.

Sedangkan pengetahuan seseorang sangat dipengaruhi oleh adanya pengalaman dan juga informasi dari orang lain, buku dan media massa WHO (1992). Menurut Notoatmodjo, (1995), pendidikan kader sangat berpengaruh terhadap pengetahuannya, sehingga kader perlu tambahan pengetahuan melalui kursus ulang

kader, bimbingan dan penyuluhan di lapangan. Ada 5 (lima) faktor yang dapat diidentifikasi berpengaruh terhadap perilaku positif atau tindakan seseorang dalam bentuk keterampilan seperti:

1. Faktor interpersonal atau individual, yaitu karakteristik seseorang yang meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan dan ciri-ciri kepribadian.

2. Faktor interpersonal yaitu proses hubungan antar manusia dan kelompok-kelompok utama yang berpengaruh seperti keluarga, teman yang memberikan informasi.

3. Faktor institusional, yaitu undang-undang, peraturan dan kebijakan.

4. Faktor kelompok masyarakat, yaitu norma, standar formal maupun informal dan organisasi masyarakat.

5. Faktor kebijakan publik, yaitu adanya kebijakan yang berhubungan dengan tenaga kerja dan dikeluarkan oleh pemerintah berupa undang-undang yang mendukung program tenaga kerja.

2.3.2.3 Sikap

Thurstone mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis Azwar, (2005: 4). La Pierre mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Definisi Petty & Cacioppo secara

lengkap mengatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu (Azwar, 2005: 5).

Menurut Fishben & Ajzen, sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu. Sherif menyatakan bahwa sikap menentukan ciri khas perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen kognitif, afektif dan konatif.

Sikap memiliki 3 komponen (Fisbein dan Ajzen, 1975) dalam (Azwar, (2005: 8) yaitu:

a. Komponen Kognitif.

Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

b. Komponen Afektif.

Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

c. Komponen Konatif (Perilaku).

Komponen konatif atau komponen prilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

Dokumen terkait