• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Konsep dan Teori 1.Implementasi Kebijakan

3. Pengaduan Masyarakat a.Defenisi Pengaduan

“Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.” (Pasal 1 angka 25 KUHAP).

Ruang lingkup materi dalam pengaduan adalah adanya kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk dalam delik aduan, dimana tindakan seorang pengadu yang mengadukan permasalahan pidana delik aduan harus segera ditindak

25

lanjuti dengan sebuah tindakan hukum berupa serangkaian tindakan penyidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Artinya dalam proses penerimaan pengaduan dari masyarakat, seorang pejabat yang berwenang, harus bisa menentukan apakah sebuah peristiwa yang dilaporkan oleh seorang pengadu merupakan sebuah tindak pidana delik aduan ataukah bukan.

b. Prinsip Pengaduan Masyarakat

Suatu perubahan ke arah yang lebih baik tanpa melibatkan masyarakat lebih tepat disebutkan sebagai mobilisasi, dan bukan pembangunan. Oleh karena itu salah satu unsur utama dalam proses pembangunan yang harus dilakukan adalah dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk terlibat langsung dalam setiap perubahan ke arah yang lebih baik dan terencana. Dalam konteks ini partisipasi merupakan salah satu bentuk yang sangat mendasar dan sekaligus mengajak seluruh komponen masyarakat untuk bertanggungjawab dalam setiap proses pembangunan mulai dari tajap perencanaan sampai pada pengawasan dan evaluasi.

Pada hakekatnya partisipasi merupakan kemandirian, kemauan dan kemampuan diri sendiri melakukan kegiatan, bukan karena pemaksaan. Sedangkan menurut Ismawan (dalam Mubyarto, 1984) merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya suatu program, sesuai kemampuan setiap orang tanpa harus mengorbangkan diri sendiri. Kemudian Margono dalam Yustina & Sudradjat (2003) partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, dan ikut serta memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Berbagai pengertian partisipasi tersebut di atas, maka dapat

26

diartikan bahwa partisipasi pada dasarnya adalah kerelaan individu, kelompok untuk ikut serta melakukan kegiatan pembangunan. Untuk melakukan partisipasi diperlukan beberapa syarat mutlak yaitu :

a. merasa senasib dan sepenanggungan, b. ada keterkaitan dari tujuan hidup, c. kemahiran menyesuaikan diri, d. ada prakarsa,

e. ada iklim partisipasi, yang meliputi, (i) kedaulatan peserta dihormati, (ii) wewenang yang dilimpahkan dihormati, (iii) tenggangrasa, (iv) mempunyai perasaan bahwa keikutsertaannya berarti bagi dirinya dan masyarakat (Pasaribu dan Simanjuntak, 1986).

Sementara itu, menurut Margono S (dalam Yustina & Sudradjat, 2003) syarat-syarat yang diperlukan agar masyarakat dapat berpartisipasi terbagi atas 3 golongan yaitu:

a. Adanya kesempatan untuk membangun kesempatan dalam pembangunan;

b. Adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu; dan (3) adanya kemauan untuk berpartisipasi.

Menurut Listyawati (2003), bentuk-bentuk dari pada partisipasi meliputi: a. Partisipasi langsung dalam kegiatan bersama secara fisik dan tatap muka; b. Partisipasi dalam bentuk iuran atau barang, dana dan praswarana sebaiknya datang dari masyarakat sendiri dan masyarakat pada umumnya, kalaupun terpaksa diperlukan dari luar hanya bersifat sementara dan sebagai umpan; c. Partisipasi dalam

27

bentuk dukungan; d. Partisipasi dalam bentuk pengambilan keputusan e. Partisipasi representative dalam memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang duduk dalam organisasi. Proses penyadaran masyarakat tentang betapa pentingnya pembangunan dalam menjaga proses kelangsungan hidup individu dan masyarakat itu sendiri perlu ditingkatkan.

Kemudian siapa yang harus melakukan proses penyadaran masyarakat tersebut juga adalah masyarakat itu sendiri, yang telah memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan dalam mendorong masyarakat lain yang buta pembangunan ke arah melek pembangunan “learning process”. Upaya tersebut dilakukan berkesinambungan agar tujuan pembangunan, sesuai harapan masyarakat dapat diwujudkan. Pencapaian tujuan pembangunan sebagai harapan kolektif masyarakat, membutuhkan kerja sama produktif antar individu dalam menggerakkan aktivitas sosial, ekonomi di kota dan desa yang lahir dan berkembang melalui proses prakarsa yang ada di lingkungan masyarakat sendiri. Oleh karena itu, peran individu sebagai mahluk sosial dibutuhkan proses saling berinteraksi dalam upaya untuk menggerakkan dinamika kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Upaya menggerakkan aktivitas dalam melakukan perubahan ke arah yang lebih baik membutuhkan proses penyadaran untuk melakukan perubahan terencana terhadap masyarakat. Proses penyadaran tersebut tentunya tidak dapat dilakukan secara invidu, melainkan secara kolektif masyarakat dengan mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya yang tersedia untuk digunakan yang juga demi kepentingan kolektif.

28

Upaya kolektif tersebut dilakukan agar lebih efisien dan efektif dalam melakukan perubahan ke arah yang lebih baik (Muksin dan Bustang, 2010)

Tujuan umum penanganan pengaduan (PP) adalah menyediakan sistem, prosedur, dan mekanisme yang memungkinkan segala keluhan ataupun protes dari semua pihak dapat terkelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan gejolak dan mengganggu kelancaran jalannya kegiatan suatu institusi pemerintah. Adapun prinsip dasar dalam pengaduan adalah :

a. Prinsip dasar pertama adalah jawaban atas pertanyaan “kepada siapa anda mengabdi?” di dalam hatinya pastilah bertujuan untuk mengabdi dan membantu masyrakat. Maka, dasar penanganan pengaduan haruslah ”demi kepentingan masyarakat.”

b. Tidak Mengontrol Sumber dan Alur Masuk Pengaduan. Prinsip ini didasarkan pada tiga fakta berikut: (a) pilihan strategi dan pendekatan dalam menjalankannya memang mendorong masyarakat untuk lebih meningkatkan kualitas partisipasi psikis dan intelektual,

c. Sangat luasnya wilayah dan letak geografis Indonesia, dsb. Dua fakta ini mengakibatkan hampir mustahil bagi siapapun untuk dapat mengontrol masyarakat sebagai sumber pengaduan. Artinya, nyaris mustahil kita “memaksa” masyarakat hanya menyalurkan pengaduan melalui jalur formal yang tersedia, yaitu jalur internal institusi, atau melalui kotak pos, atau jalur telelpon/email khusus.

Sangat mungkin terjadi bahwa masyarakat akan menyalurkan pengaduan mereka secara menyebar, misalnya melalui media massa, melalui LSM, atau bahkan

29

ke DPR atau DPRD. Dalam kadar tertentu, keberanian masyarakat mengadu ke lembaga-lembaga tersebut harus membuat kita bangga karena kita tengah mendampingi masyarakat yang memiliki kesadaran kritis tinggi. Mengontrol Responds Kelembagaan. Karena hampir mustahil mengontrol sumber dan jalur masuk pengaduan, maka yang harus dikontrol adalah respon kelembagaan atas berbagai kemungkinan jenis dan asal pengaduan. Manajemen Pengaduan sebaiknya menerapkan sistem berjenjang sesuai dengan jenis pengaduan dan jenis penanganannya.

Jenis pengaduan yang cukup ditangani di tingkat pemerintahan yang paling rendah akan direspon oleh para fasilitator di tingkat desa atau kelurahan. Meskipun pengaduannya ditujukan langsung kepada instansi pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota. Hanya jika fasilitator tidak sanggup menangani, maka pengaduan tersebut akan direspon oleh spesialis atau manajemen yang lebih tinggi tingkatannya, dan seterusnya. Jenis pengaduan yang memerlukan respon oleh pengambil keputusan di tingkat manajemen, meskipun disalurkan secara berjenjang melalui Fasilitator, akan direspon oleh Manajemen yang paling berkompeten.