• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi IMPLEMENTASI PELAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN (PINDU) DI KABUPATEN PINRANG. Disusun dan Diusulkan Oleh RAHMAYANI SAFIRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Skripsi IMPLEMENTASI PELAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN (PINDU) DI KABUPATEN PINRANG. Disusun dan Diusulkan Oleh RAHMAYANI SAFIRA"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

IMPLEMENTASI PELAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN (PINDU) DI KABUPATEN PINRANG

Disusun dan Diusulkan Oleh RAHMAYANI SAFIRA Nomor Stambuk : 105610456012

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

i

IMPLEMENTASI PELAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN (PINDU) DI KABUPATEN PINRANG

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara

Disusun dan Diajukan Oleh

RAHMAYANI SAFIRA Nomor Stambuk: 105610456012

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(3)
(4)
(5)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Rahmayani Safira Nomor Stambuk : 10561 04560 12

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akandemik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, 3 Januari 2020 Yang Menyatakan,

(6)

v

IMPLEMENTASI PELAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN (PINDU) DI KABUPATEN PINRANG

Rahmayani Safira1 Mappamiring2 Abdi3

1) Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fisip Unismuh Makassar 2) Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fisip Unismuh Makassar 3) Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fisip Unismuh Makassar

ABSTRAC

The Purpose Of This study was To Know The Implementation Of PINDU Information And Complaints Services In Pinrang Regency. To Know the PINDU Structure Factor in Pinrang Regency. Research Type was Qualitative Research Prioritizing Data In The Form Of Sentences/Statements Sourced From Primary/Informant Data. The Informant was Selected from The Informant Related To The Research Object. In This Case Implementation of Information and Complaints Service (PINDU) in Pinrang Regency. The type of research used qualitative descriptive approach, which aimed to clearly described something about the problem of implementing information and complaint services (PINDU) in Pinrang district. Research Type used Systematic and Standard Procedures for Obtaining Data Using Observation, Interview, Documentation. The Results of This study showed That The Implementation of Pindu Program Services Had Been Running In Accordance with the Rules of the Standard Operational Procedure (Sop) of PINDU As well as PINDU Program Policy Services From Structural Factors Already Running In Accordance with Several Service Indicators From Terms of Structural Factors.

Keywords: Implementation, Service, Information

ABSTRAK

Tujuan Di Laksanakannya Penelitian Adalah Untuk Mengetahui Implementasi Pelayanan Informasi Dan Pengaduan PINDU Di Kabupaten Pinrang. Untuk Mengetahui Faktor Struktur PINDU Di Kabupaten Pinrang. Tipe Penelitia Adalah Kualitatif Yaitu Penelitian Yang Mengutamakan Data Dalam Bentuk Kalimat/Pernyataan Yang Bersumber Dari Data Primer/Informan. Informan Tersebut Di Pilih Sesuai Dengan Informan Terkait Dengan Obyek Penelitian. Dalam Hal Ini Implementasi Pelayanan Informasi Dan Pengaduan (PINDU) Di Kabupaten Pinrang. Tipe Penelitian Yang Digunakan Adalah Dengan Pendekatan Deskriptif Kualitatif Yaitu Bertujuan Mendeskripsikan Sesuatu Secara Jelas Terhadap Masalah Implementasi Pelayanan Informasi Dan Pengaduan (PINDU) Di Kabupaten Pinrang. Tipe Penelitian Yaitu Prosedur Yang Sistematis Dan Standar Untuk Memperoleh Data Dengan Menggunakan Observasi, Wawancara, Dokumentasi. Hasil Penelitian Ini Menunjukkan Bahwa Implementasi Pelayanan Program Pindu Telah Berjalan Sesuai Dengan Aturan Pada Standar Operasional Proedur (Sop) PINDU Serta Pelayanan Kebijakan Program PINDU Dari Faktor Struktur Sudah Berjalan Sesuai Dengan Beberapa Indikator Pelayanan Dari Segi Faktor Struktur.

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, tercurah segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya kepada penulis. Tak lupa shalawat serta salam penulis ucapkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di yaumil akhir kelak. Aamiin. Atas segala kehendak dan kekuasaan dari Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “IMPLEMENTASI PELAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN (PINDU) DI KABUPATEN PINRANG” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara, pada jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Makassar.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua

pihak yang telah memberikan banyak bantuan, arahan, bimbingan, saran, serta dorongan baik secara moril maupun materil dari awal penyusunan hingga akhir sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. kepada yang terkasih dan terhormat:

1. Bapak Dr. H. Mappamiring , M.Si selaku Penasehat Akademik dan sekaligus sebagai pembingbing 1 dan Bapak Dr. Abdi, M.pd. selaku selaku pembimbing II dalam menyusun skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan IlmuPolitik Universitas Muhammadiyah Makassar.

(8)

vii

3. Bapak Nasrul Haq, S.Sos, M.Pa selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Seluruh staf dan Para Dosen jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

5. Kedua orangtua tercinta Bapak Jamal dan Ibu Mahira, terima kasih atas kasih sayang, bantuan, dorongan, nasihat serta doa yang tak henti-hentinya dipanjatkan untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. kepada Suami tercinta terimakasih telah mensupport saya dalam segala

hal, untuk anakku Rashdan tersayang makasih telah mengerti kesibukan mami, dan Adik-adik saya tercinta Awi, Aqshal, Biya, dan Abyan terimakasih serta Kakek/Nenek terimaksih telah membantu dalam menjaga anak saya Rashdan serta support, didikan dan semangat yang diberikan, Sepupuku Hamdan, kak Eri, Juli, Nur, Hikma, Masni, Nurul, Nana, kak Lisna serta teman-temanku kak Dilla kak Hajrah adek Nora dan Risma terimakasih telah banyak membantu dalam segala hal Kepada Seluruh keluarga besar dari pihak Bapak dan Ibu yang selalu memberikan doa dan dukungannya yang sangat berarti bagi penulis

7. Sahabatku, Asmaul Fadilah, Dina Oktaviana, Tetty nengsih, Sriyuiana, Harmiati sahabat sekaligus sepupuku yang sudah bersama-sama dari beberapa semester ini hingga sekarang, tempat berbagi keluh-kesah dalam

(9)

viii

segala hal, tawa canda bersama, terima kasih atas semangat, doa, dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Terimakasih kepada seluruh Petugas PINDU Pinrang yang telah bersedia peneliti wawancara dan telah membantu dalam proses penelitian saya ucapkan banyak terimakasih. Dan Untuk semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih yang tidak terhingga pada semua pihak yang terlibat. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak sekali kekurangan, keterbatasan dan ketidaksempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT dan setiap kesalahan yang ada pada diri penulis merupakan proses pembelajaran bagi penulis untuk menjadi lebih baik lagi di kemudian hari.

Aamiin.

Makassar, 22 Desembera 2019 Penulis

(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman Pengajuan Skripsi ... i

Halaman Persetujuan ...ii

Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... iii

Abstrak ... iv Kata Pengantar ... v Daftra Isi...vii Daftar Tabel ... ix Daftar Gambar ... x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 6 B. Rumusan Masalah ... 6 C. Tujuan Penelitian ... 6 D. Keguaan Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian, Konsep dan Teori ... 8

B. Kerangka Pikir ... 29

C. Fokus Penelitian ... 31

D. Deskripsi Fokus Penelitian ... 31

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 33

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 33

C. Sumber Data ... 34

D. Informan Penelitian ... 34

E. Teknik Pengumpulan Data ... 36

F. Teknik Analisis Data ... 37

G. Pengabsahan Data ... 38

(11)

x

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40 Implementasi Pelayanan Informasi Dan Pengaduan (PINDU) di Kabupaten Pinrang ... 50

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 67 B. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA ... 70

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. kerangka fikir ... 30 Tabel 2. Informan Penelitian ... 35

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terciptanya suatu tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) (SOP), kesesuaian proses pemberian pelayanan dengan SOP yang ada, keterbukaan informasi, keadilan dan kecepatan dalam pemberian pelayanan serta kemudahan pengaduan masyarakat (BAPPENAS: 2011). Sesuai dengan fokus pembangunan aparatur negara, yaitu peningkatan kualitas pelayanan publik dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), upaya peningkatan kualitas pelayanan publik selain dimulai dari sistem pelayananannya, tetapi dimulai dengan memfokuskan pada perbaikan pelayanan yang didasarkan pada penjaringan informasi melalui keterlibatan partisipasi masyarakat. Penjaringan partisipasi dari masyarakat ini sejalan dengan Surat Edaran Menpan No. SE/20/M.PAN/6/2004 tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.

Pelayanan merupakan tugas utama yang hakiki dari sosok aparatur, sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Tugas ini telah jelas digariskan dalam pembukaan UUD 1945 alenia keempat, yang meliputi 4 (empat) aspek pelayanan pokok aparatur terhadap masyarakat, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan

(15)

2

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Ruang lingkup pelayanan dan jasa-jasa publik (public services) meliputi aspek kehidupan masyarakat yang sangat luas. Pelayanan dan jasa publik bahkan dimulai sejak seseorang dalam kandungan ketika diperiksa oleh dokter pemerintah atau dokter yang dididik di universitas, mengurus akta kelahiran, menempuh pendidikan di universitas negeri, menikmati bahan makanan yang pasarnya dikelola oleh pemerintah, menempati rumah yang disubsidi pemerintah, memperoleh macam-macam perijinan yang berkaitan dengan dunia usaha yang digelutinya hingga seseorang meninggal dan memerlukan surat pengantar.

Luasnya ruang lingkup pelayanan dan jasa publik cenderung sangat tergantung kepada ideologi dan sistem ekonomi suatu negara. Negara-negara yang menyatakan diri sebagai Negara-negara sosialis cenderung memiliki ruang lingkup pelayanan lebih luas dibandingkan negara-negara kapitalis. Tetapi luasnya cakupan pelayanan dan jasa-jasa publik tidak identik dengan kualitas pelayanan itu sendiri. Karena pelayanan dan jasa publik merupakan suatu cara pengalokasian sumber daya melalui mekanisme politik, bukannya lewat pasar, maka kualitas pelayanan itu sangat tergantung kepada kualitas demokrasi. Konsekuensi dari hal ini adalah negara-negara yang pilar-pilar demokrasinya tidak bekerja secara optimal tidak memungkinkan pencapaian kualitas pelayanan publik yang lebih baik. Bahkan sebaliknya, pelayanan

(16)

3

publik tanpa proses politik yang demokratis cenderung membuka ruang bagi praktek-praktek korupsi.

Sebagai bagian dari sistem kenegaraan dengan konstitusi yang pekat dengan norma keadilan, ekonomi Indonesia dicirikan oleh ruang lingkup pelayanan publik yang sangat luas. Sayangnya, pelayanan publik yang menyentuh hampir setiap sudut kehidupan masyarakat tidak ditopang oleh mekanisme pengambilan keputusan yang terbuka serta proses politik yang demokratis. Karena itu tidak mengherankan jika pelayanan publik di Indonesia memiliki ciri yang cenderung korup, apalagi yang berkaitan dengan pengadaan produk-produk pelayanan publik yang bersifat kewajiban.

Kendati mungkin fenomena korupsi yang berkaitan dengan jenis-jenis produk tadi hanya melibatkan biaya transaksi (antara sektor publik dengan individu masyarakat) yang relatif kecil (pretty corruption), tetapi biaya-biaya transaksi tersebut melibatkan porsi populasi yang sangat besar. Karena itu pola korupsi dengan menggunakan instrumen produk-produk pelayanan tersebut bisa jadi memiliki dampak yang sangat luas.

Masalahnya kemudian adalah bagaimana meminimalkan biaya-biaya transaksi tersebut. Teramat sulit tentunya menjawab pertanyaan ini, kendati jawabannya merupakan bagian terpenting dari strategi pemberantasan korupsi di sektor publik. Karena itu kajian mengenai mekanisme pelayanan publik, berikut biaya-biaya transaksinya menjadi elemen penting dari strategi pemberantasan korupsi.

(17)

4

Sejalan dengan itu, prinsip market oriented organisasi pemerintahan harus diartikan bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah (aparatur) harus mengutamakan pelayanan terhadap masyarakat. Demikian juga prinsip catalytic government, mengandung pengertian bahwa aparatur pemerintah harus bertindak sebagai katalisator dan bukannya penghambat dari kegiatan pembangunan, termasuk di dalamnya mempercepat pelayanan masyarakat. Dalam konteks ini, fungsi pemerintah lebih dititikberatkan sebagai regulator dibanding implementator atau aktor pelayanan. Sebagai imbangannya, pemerintah perlu memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat sendiri sebagai penyedia atau pelaksanaan jasa pelayanan umum. Dengan kata lain, tugas pemerintah adalah membantu masyarakat agar mampu membantu dirinya sendiri (helping people to help themselves). Inilah sesungguhnya yang dimaksud dengan prinsip self-help atau steering rather than rowing.

Dalam upaya menciptakan pelayanan publik yang berkualitas pemerintah kabupaten pinrang telah menyiapkan sarana bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas, baik melalui informasi produk jasa yang diberikan oleh pemerintah maupun mengoptimalkan pelayanan dalam bentuk pengaduan dari masyarakat mengenai buruknya pelayanan hal tersebut dapat diperoleh masyarakat melalui jaringan sistem informasi dan pengaduan berbasis online. Pesatnya perkembangan media digital. Di Indonesia sendiri, pengguna media digital kian bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Media digital menjadi suatu kebutuhan pada

(18)

5

masyarakat dalam mendapatkan sumber informasi. Dengan adanya fenomena tersebut, hal ini dijadikan sebagai potensi bagi pemerintah untuk melakukan pemantauan kinerja Kementerian dan Lembaga pemerintahan. Sistem Informasi Manajemen sekarang tidak lagi berkembang dalam bidang usaha saja, tapi sudah digunakan dalam berbagai bidang, dari mulai pendidikan, pelayanan, industri, dan masih banyak lagi. Ini menandakan bahwa Informasi yang akurat dan cepat dibutuhkan di berbagai bidang. Sistem adalah satu kesatuan komponen yang saling terhubung dengan batasan yang jelas bekerja bersama-sama untuk mencapai seperangkat tujuan. Sistem informasi adalah kombinasi dari people, hardware, software, jaringan komunikasi, sumber-sumber daya.

Perkembangan Sistem In-formasi Manajemen juga telah menyebabkan perubahan-perubahan peran dari para manajer dalam pengambilan keputusan, Mereka dituntut untuk selalu dapat memperoleh informasi yang paling akurat dan terkini yang dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Dengan perkembangan teknologi, semua pelayanan publik bisa dilakukan menggunakan teknologi yang memudahakan dalam pelayanan. Pelayanan publik yang meggunakan media elektronik seperti pengaduan masyarakat. Pengaduan masyarakat yang terdapat di Kabupaten Pinrang yang sering dikeluhkan oleh masyarakat, seperti keluhan mengenai lalulintas, pendidikan, kesehatan, administrasi kependudukan serta sengketa tanah. Dengan banyak pengaduan yang ada, masyarakat dan pemerintah dapat menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat.

(19)

6

Mengenai pengaduan ini masyarakat dibutuhkan karena selama ini masyarakat kabupaten Pinrang dibuat bingung harus mengeluh kepada siapa atas buruknya pelayanan publik, Hal ini karena tidak ada mekanisme yang jelas atas aduan dari masyarakat. Mekanisme pengaduan masyarakat di Kabupaten Pinrang belum sepenuhnya terpublikasikan secara optimal dan kurangnya sosialisasi. Sehingga masyarakat tidak berani untuk melaporkan keluhannya karena tidaki tahu dimana letak lembaga pengaduan. Dengan adanya pengaduan masyarakat, pemerintah kabupaten Pinrang memfasilitasi pengaduan tersebut untuk di proses, dari uraian latar belakang diatas penulis merasa berkepentingan untuk melakukan penelitian dengan judul Implementasi Pelayanan Informasi dan Pengaduan (PINDU) Di Sekretariat Daerah Kabupaten Pinrang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya maka rumusan maslahnya adalah:

1. Bagaimana Implementasi Pelayanan Informasi dan Pengaduan (PINDU) di Kabupaten Pinrang ?

2. Bagaimana faktor struktur PINDU di Kabupaten Pinrang? C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Implementasi Pelayanan Informasi dan Pengaduan (PINDU) di Kabupaten Pinrang.

(20)

7 D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah: 1. Kegunaan Teoritis

a. Diharapkan bahwa dalam Implementasi Pelayanan Informasi dan Pengaduan dapat terlaksana dengan baik.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi peneliti-peneliti yang lain sebagai bahan referensi dan perbandingan

2. Kegunaan Praktis

a. Sebagai masukan kepada Pemerintah di Kabupaten Pinrang agar kedepannya Implementasi Pelayanan Informasi dan pengaduan lebih di tingkatkan lagi.

b. Sebagai bahan masukan untuk melakukan evaluasi diri dan meningkatkan kinerja serta profesionalitas kerja.

c. Memenuhi kewajiban utama sebagai mahasiswa dalam menyelesaikan studi agar memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) serta menambah wawasan pengetahuan dan keilmuan

(21)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Konsep dan Teori 1. Implementasi Kebijakan

a. Definisi Implementasi Kebijakan

Secara umum, implementasi kebijakan adalah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta, baik secara individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu dalam kebijakan. Sedangkan secara sederhana implementasi dapat dikatakan suatu kegiatan penjabaran rumusan kebijakan yang bersifat abstrak menjadi tindakan yang bersifat konkrit, atau dengan kata lain pelaksana keputusan atau formulasi kebijakan yang menyangkut aspek manejerial atau teknis proses implementasi setelah tujuan-tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah disusun, serta dana telah tersedia dan disalurkan untuk mencapai sasaran tersebut. (Mutiarin dan Arif, 2014:20)

Van Meter dan Van Horen (Sholthan, 2011:53) membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada pencapai tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. Jadi implementasi kebijakan dapat dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Kasmad (2014:62) mengatakan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu aktivitas atau kegiatan dalam rangka mewujudkan atau merealisasikan kebijakan

(22)

9

yang telah ditetapkan sebelumnya, yang dilakukan oleh organisasi, badan pelaksana melalui proses administrasi dan manajemen dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Howleyt dan Ramesh (Mutiarain dan Arif, 2014:20) mengatakan bahwa implementasi kebijakan adalah proses pelaksana program-program atau kebijakan-kebijakan, yang merupakan upaya penerjemahan dari rencana ke dalam praktek. karena implementasi dikatakan sebagai pelaksana program-program maka dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan tahapan yang sangat penting dalam proses kebijakan publik, hal tersebut senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Odoji (Nawawi, 2009) yang mengatakan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu yang penting bahkan lebih penting dari pembuat kebijakan.

Sholtan (2011:52) juga mengatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Implementasi kebijakan dikataakan sebagai tahap yang sangat penting dalam kebijakan karena implementasi merupakan tahap yang sangat menetukan dalam proses kebijakan publik. Tujuan kebijakan tersebut tidak akan tercapai tanpa adanya proses implementasi. Dalam proses implementasi sekurang-kurangnya ada tiga unsur mutlak yang harus ada (Mutiarin dan Arif, 2014:23)

1. Adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan

2. Adanya kelompok target, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran, dan diharapkan akan menerima manfaat dari dari program tersebut.

(23)

10

3. Adanya pelaksana (implementor) baik organisasi atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksana maupun proses implementasi tersebut.

Dewi (2016:15) mengatakan bahwa implementasi kebijakan adalah aturan yang tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, mengatur perilaku dengan tujuan menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Sedangkan implementasi kebijakan menurut Ripley dan Franklin (Winarno, 2012:148) adalah apa yang terjadi setelah undang-undang yang ditetapkan memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit) atau jenis keluaran yang nyata (Tangible) output.

Implementasi kebijakan juga dapat dikatakan sebagai pelaksana keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang di atasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstruktur atau mengatur proses implementasinya. Hal tersebut berarti bahwa setelah keputusan diambil, langkah selanjutnya adalah melaksanakan keputusan tersebut.

Masmanian dan Sabatier (Mutiarin dan Arif, 2014 : 19) juga menjelaskan konsep implementasi, bahwa di dalam mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dijalankan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang

(24)

11

terjadi setelah proses pengesahan kebijakan negara, baik itu menyangkut usaha-usaha pengadministrasian maupun juga usaha-usaha memberikan dampak tertentu dalam masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa.

Kebijakan dianggap berkualitas dan dapat diimplementasikan, ditentukan oleh beberapa elemen sebagai berikut (Mulyadi, 2016:62)

1. Tujuan yang ingin dicapai atau alasan yang dipakai untuk mengadakan kebijakan itu. Tujuan atau alas an suatu kebijakan dapat dikatakan baik jika

Tujuan atau alasan itu memenuhi kriteria berikut: a. Rasional

Artinya tujuan tersebut dapat dipahami atau diterima oleh akal sehat ini terutama dilihat dari faktor-faktor pendukung yang tersedia. Suatu kebijakan yang tidak mempertimbangkan faktor pendukung, tidak dapat dianggap sebagai kebijakan yang rasional.

b. Diinginkan

Artinya tujuan dari kebijakan tersebut menyangkut kepentingan orang banyak, sehingga memperoleh dukungan dari banyak pihak.

2. Asumsi yang dipakai dalam proses perumusan kebijakan itu realistis. Asumsi tersebut tidak mengada-ada. Asumsi ini menentukan tingkat validitas suatu kebijakan.

3. Informasi yang digunakan cukup lengkap dan benar. Suatu kebijkan menjadi tidak tepat apabila didasarkan pada informasi yang tidak benar atau sudah kadaluarsa.

(25)

12

Sementara itu, kebijakan yang didasarkan pada informasi yang kurang lengkap boleh jadi tidak sempurna atau tidak lengkap.

Keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari proses dan tujuan yang ingin dicapai sebagaimana yang dikemukakan oleh Marrile Grindle (Agustino, 2012:139) yang mengatakan bahwa untuk pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksana program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individu projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai.

b. Model Implementasi Kebijakan

Model adalah sebuah kerangka yang digunakan untuk memudahkan penjelasan terhadap suatu fenomena.. Model banyak digunakan untuk memudahkan dalam melakukan penelitian bagi pelajar tingkat awal, karena tanpa model maka akan banyak kesulitan yang akan ditemui jika fenomena sosial harus dijelaskan dengan konsep yang abstrak. Oleh karena itu, model diperlukan untuk menyampaikan fenomena yang rumit dan kopleks, dengan tujuan menyamakan persepsi terhadap sebuah fenomena. (Indiahono, 2017:19).

a. Model implementasi Steelman

Konsep implementasi pelayanan yang diikemukakan Steelman (2010: 16) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan ada kondisi ideal yang mendorong pelayanan dari waktu ke waktu. Kondisi ideal tersebut tergambarkan dari beberapa faktor atau kegiatan yang saling terkait. Faktor yang dimaksud adalah faktor individu, faktor struktur dan faktor budaya. Faktor-faktor ini menggambarkan bagaimana individu

(26)

13

dipengaruhi oleh struktur yang mengelilingi mereka dan bagaimana budaya mempengaruhi baik struktur dan individu.

1. Faktor Individu

Faktor individu meliputi: (1) motivasi, (2) norma-norma dan harmoni, dan (3) keselarasan. Motivasi merupakan stimulus yang mendorong individu untuk mengubah situasi dan status dengan memilih pilihan rasional dari gambaran teori kelembagaan, teori kebijakan dan teori manajemen. Motivasi memperhitungkan apa yang mendorong kebijakan pengusaha atau pemimpin untuk melakukan perubahan. Teori motivasi sebagai pendukung orang-orang termotivasi untuk melakukan perubahan. Demikian juga, orang-orang yang paham teori mampu merancang solusi alternatif. Hal ini menunjukkan bahwa mereka harus memiliki beberapa tingkat kewenangan untuk melakukan perubahan.

Norma dan harmoni menggambarkan keinginan individu untuk menjalin hubungan kerja yang baik. Teori implementasi bottom-up dan institusionalisme sosiologis mengatakan bahwa jika norma kerja konsisten dengan implementasi inovasi, maka keharmonisan kerja akan bertahan sehingga lebih mudah bagi individu untuk bekerja sama dan melakukan praktek inovatif. Jika inovasi tidak konsisten dengan norma-norma kerja, maka individu yang ingin mengejar praktek inovatif kemungkinan akan mengalami ketidakharmonisan dengan teman kerja lainnya.

(27)

14

Keselarasan/kesesuaian menyiratkan nilai-nilai individu dalam budaya organisasi. Jika nilai individu tidak sesuai atau tidak selaras dengan nilai-nilai lembaga (budaya organisasi), maka sulit bagi individu tersebut untuk melakukan praktek inovatif.

2. Faktor Struktur

Struktur mencakup (1) aturan dan komunikasi, (2) insentif, (3) keterbukaan, dan (4) penolakan. Aturan dan komunikasi yang berasal dari teori implementasi top-down, menunjukkan bahwa struktur dalam inovasi yang berlangsung harus menyediakan dukungan administrasi yang jelas untuk praktek inovatif. Jika struktur administrasi mendorong jalur komunikasi yang jelas, aturan tertulis, dan pertukaran informasi jelas, maka kesempatan untuk melaksanakan atau mengimplementasikan inovasi berpeluang besar.

Insentif ditarik dari pilihan rasional institusionalisme dan teori implementasi top-down, yang menyiratkan bahwa kalkulus untung-rugi individu untuk berpartisipasi dalam praktek inovatif dapat diarahkan sesuai dengan insentif yang tepat. Jika struktur memberikan insentif yang tepat, maka kesempatan praktik inovasi akan lebih baik atau lebih mudah dilaksanakan dari waktu ke waktu.

Keterbukaan menunjukkan bahwa struktur politik harus terbuka untuk mengubah dan membuka kesempatan agar semua struktur politik tidak sama baik

(28)

15

individu atau kelompok. Jika struktur kesempatan politik tertutup dalam memilih kelompok hal tersebut sulit menciptakan sebuah perubahan inovatif. Jika struktur bersifat terbuka maka lebih mudah untuk menciptakan perubahan pada tingkat operasional dalam struktur politik. Hal ini dikarenakan inovasi tidak terlepas dari struktur yang ada dan dinamika kekuasaan.

Penolakan dalam hal ini akan mengatasi kekuatan dinamika, kelompok kepentingan, dan monopoli kebijakan dalam struktur yang dapat menghambat pelayanan.

3. Faktor Budaya

Budaya memerlukan (1) guncangan, (2) pengelompokkan, dan (3) pengakuan. Guncangan merujuk pada peristiwa katalitik yang memberikan kesempatan untuk megingat kembali sesuatu yang kemungkinan akan menghasilkan perubahan. Sebuah guncangan dapat memberikan dorongan untuk melihat dunia secara berbeda dan memotivasi perubahan.

Pengelompokkan menyiratkan bahwa definisi masalah yang lebih luas sehingga menghasut tindakan untuk melakukan sebuah alternatif solusi. Dengan kata lain, pengelompokkan dilakukan sesuai persepsi masyarakat untuk membuat mereka merasa dirugikan sehingga memberikan dorongan untuk mengambil tindakan dan melakukan perubahan.

(29)

16

Pada prinsipnya matrik matland memiliki “empat tepat” yang perlu dipengaruhi dalam hal keefektifan implementasi kebijakan, yaitu:

1) Ketetapan kebijakan 2) Ketetapan Pelaksanaan 3) Ketetapan Target 4) Ketetapan Lingkungan

c. Model implementasi kebijakan Goggin

Variabel-variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan yang meliputi yaitu:

a) Federal-level inducements and constraints b) State and local level inducements and constraints c) Organizational capacity

d) Ecologycal capacity

e) Feedback and policy redesign (Suratman, 2017: 131)

2. Pelayanan Publik

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota

(30)

17

masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional.

Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tadi adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998), diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupu dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat (Thoha dalam Widodo, 2001). Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan

(31)

18

aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya.

Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri (Effendi dalam Widodo, 2001). Arah pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya untuk mengatur dan menentukan masa depannya sendiri.

Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut :

1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran; 2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara

mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan;

3. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung akan arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai :

a. Prosedur/tata cara pelayanan;

(32)

19

c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan;

d. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya; e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta;

5. Efisiensi, mengandung arti :

a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan;

b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.

6. Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan;

7. Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani;

8. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh kembang.

(33)

20

Dalam kondisi masyarakat yang semakin kritis di atas, birokrasi publik dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan pelayanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayanai, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaboratis dan dialogis dan dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara-cara-cara kerja yang realistik pragmatis (Thoha dalam Widodo, 2001). Dengan revitalitas birokrasi publik (terutama aparatur pemerintah daerah) ini, pelayanan publik yang lebih baik dan profesional dalam menjalankan apa yang menjadi tugas dan kewenagan yang diberikan kepadanya dapat terwujud.

Secara teoritis sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayan masyarakat (public service function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan (protection function).

Hal yang terpenting kemudian adalah sejauh mana pemerintah dapat mengelola fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa (pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada seluruh masyarakat yang membutuhkannya. Selain itu, pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip equity dalam menjalankan fungsi-fungsi tadi. Artinya pelayanan pemerintah tidak boleh diberikan secara diskriminatif. Pelayanan diberikan tanpa memandang status, pangkat, golongan dari masyarakat dan semua warga masyarakat mempunyai hak yang sama atas pelayanan-pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(34)

21

Meskipun pemerintah mempunyai fungsi-fungsi sebagaimana di atas, namun tidak berarti bahwa pemerintah harus berperan sebagai monopolist dalam pelaksanaan seluruh fungsi-fungsi tadi. Beberapa bagian dari fungsi tadi bisa menjadi bidang tugas yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada pihak swasta ataupun dengan menggunakan pola kemitraan (partnership), antara pemerintah dengan swasta untuk mengadakannya. Pola kerjasama antara pemerintah dengan swasta dalam memberikan berbagai pelayanan kepada masyarakat tersebut sejalan dengan gagasan reinventing government yang dikembangkan Osborne dan Gaebler (1992).

Namun dalam kaitannya dengan sifat barang privat dan barang publik murni, maka pemerintah adalah satu-satunya pihak yang berkewajiban menyediakan barang publik murni, khususnya barang publik yang bernama rules atau aturan (kebijakan publik). Barang publik murni yang berupa aturan tersebut tidak pernah dan tidak boleh diserahkan penyediaannya kepada swasta. Karena bila hal itu dilakukan maka di dalam aturan tersebut akan melekat kepentingan-kepentingan swasta yang membuat aturan, sehingga aturan menjadi penuh dengan vested interest dan menjadi tidak adil (unfair rule). Karena itu peran pemerintah yang akan tetap melekat di sepanjang keberadaannya adalah sebagai penyedia barang publik murni yang bernama aturan.

Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat sebenarnya merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan masyarakat. Karena itu, kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum (public services) sangat strategis karena akan sangat menentukan sejauhmana

(35)

22

pemerintah mampu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi masyarakat, yang dengan demikian akan menentukan sejauhmana negara telah menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tujuan pendiriannya.

Dipandang dari sudut ekonomi, pelayanan merupakan salah satu alat pemuas kebutuhan manusia sebagaimana halnya dengan barang. Namun pelayanan memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dari barang. Salah satu yang membedakannya dengan barang, sebagaimana dikemukakan oleh Gasperz (1994), adalah outputnya yang tidak berbentuk (intangible output), tidak standar, serta tidak dapat disimpan dalam inventori melainkan langsung dapat dikonsumsi pada saat produksi.

Karakteristik pelayanan sebagaimana yang dikemukakan Gasperz tadi secara jelas membedakan pelayanan dengan barang, meskipun sebenarnya kaduanya merupakan alat pemuas kebutuhan. Sebagai suatu produk yang intangible, pelayanan memiliki dimensi yang berbeda dengan barang yang bersifat tangible. Produk akhir pelayanan tidak memiliki karakteristik fisik sebagaimana yang dimiliki oleh barang. Produk akhir pelayanan sangat tergantung dari proses interaksi yang terjadi antara layanan dengan konsumen.

Dalam konteks pelayanan publik, dikemukakan bahwa pelayanan umum adalah mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu pelaksanaan urusan publik dan memberikan kepuasan kepada publik (publik=umum). Senada dengan itu, Moenir (1992) mengemukakan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu

(36)

23

dalam usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya. Dalam versi pemerintah, definisi pelayanan publik dikemukakan dalam Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993, yaitu segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam buku Delivering Quality Services karangan Zeithaml, Valarie A. (et.al), 1990, yang membahas tentang bagaimana tanggapan dan harapan masyarakat pelanggan terhadap pelayanan yang mereka terima, baik berupa barang maupun jasa. Dalam hal ini memang yang menjadi tujuan pelayanan publik pada umumnya adalah bagaimana mempersiapkan pelayanan publik tersebut yang dikehendaki atau dibutuhkan oleh publik, dan bagaimana menyatakan dengan tepat kepada publik mengenai pilihannya dan cara mengaksesnya yang direncanakan dan disediakan oleh pemerintah.

Kemudian, untuk tujuan tersebut diperinci sebagai berikut : 1. Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa saja macamnya; 2. Memperlakukan pengguna pelayanan, sebagai customers;

3. Berusaha memuaskan pengguna pelayanan, sesuai dengan yang diinginkan mereka; 4. Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik dan berkualitas;

(37)

24

Berangkat dari persoalan mempertanyakan kepuasan masyarakat terhadap apa yang diberikan oleh pelayan dalam hal ini yaitu administrasi publik adalah pemerintah itu sendiri dengan apa yang mereka inginkan, maksudnya yaitu sejauhmana publik berharap apa yang akhirnya diterima mereka.

Dengan demikian dilakukan penilaian tentang sama tidaknya antara harapan dengan kenyataan, apabila tidak sama maka pemerintah diharapkan dapat mengoreksi keadaan agar lebih teliti untuk peningkatan kualitas pelayanan publik.

Selanjutnya dipertanyakan apakah terhadap kehendak masyarakat, seperti ketentuan biaya yang tepat, waktu yang diperhitungkan dan mutu yang dituntut masyarakat telah dapat terpenuhi. Andai kata tidak terpenuhi, pemerintah diharapkan mengkoreksi keadaan, sedangkan apabila terpenuhi dilanjutkan pada pertanyaan berikutnya, tentang berbagai informasi yang diterima masyarakat berkenaan dengan situasi dan kondisi, serta aturan yang melengkapinya.

3. Pengaduan Masyarakat a. Defenisi Pengaduan

“Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.” (Pasal 1 angka 25 KUHAP).

Ruang lingkup materi dalam pengaduan adalah adanya kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk dalam delik aduan, dimana tindakan seorang pengadu yang mengadukan permasalahan pidana delik aduan harus segera ditindak

(38)

25

lanjuti dengan sebuah tindakan hukum berupa serangkaian tindakan penyidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Artinya dalam proses penerimaan pengaduan dari masyarakat, seorang pejabat yang berwenang, harus bisa menentukan apakah sebuah peristiwa yang dilaporkan oleh seorang pengadu merupakan sebuah tindak pidana delik aduan ataukah bukan.

b. Prinsip Pengaduan Masyarakat

Suatu perubahan ke arah yang lebih baik tanpa melibatkan masyarakat lebih tepat disebutkan sebagai mobilisasi, dan bukan pembangunan. Oleh karena itu salah satu unsur utama dalam proses pembangunan yang harus dilakukan adalah dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk terlibat langsung dalam setiap perubahan ke arah yang lebih baik dan terencana. Dalam konteks ini partisipasi merupakan salah satu bentuk yang sangat mendasar dan sekaligus mengajak seluruh komponen masyarakat untuk bertanggungjawab dalam setiap proses pembangunan mulai dari tajap perencanaan sampai pada pengawasan dan evaluasi.

Pada hakekatnya partisipasi merupakan kemandirian, kemauan dan kemampuan diri sendiri melakukan kegiatan, bukan karena pemaksaan. Sedangkan menurut Ismawan (dalam Mubyarto, 1984) merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya suatu program, sesuai kemampuan setiap orang tanpa harus mengorbangkan diri sendiri. Kemudian Margono dalam Yustina & Sudradjat (2003) partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, dan ikut serta memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Berbagai pengertian partisipasi tersebut di atas, maka dapat

(39)

26

diartikan bahwa partisipasi pada dasarnya adalah kerelaan individu, kelompok untuk ikut serta melakukan kegiatan pembangunan. Untuk melakukan partisipasi diperlukan beberapa syarat mutlak yaitu :

a. merasa senasib dan sepenanggungan, b. ada keterkaitan dari tujuan hidup, c. kemahiran menyesuaikan diri, d. ada prakarsa,

e. ada iklim partisipasi, yang meliputi, (i) kedaulatan peserta dihormati, (ii) wewenang yang dilimpahkan dihormati, (iii) tenggangrasa, (iv) mempunyai perasaan bahwa keikutsertaannya berarti bagi dirinya dan masyarakat (Pasaribu dan Simanjuntak, 1986).

Sementara itu, menurut Margono S (dalam Yustina & Sudradjat, 2003) syarat-syarat yang diperlukan agar masyarakat dapat berpartisipasi terbagi atas 3 golongan yaitu:

a. Adanya kesempatan untuk membangun kesempatan dalam pembangunan;

b. Adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu; dan (3) adanya kemauan untuk berpartisipasi.

Menurut Listyawati (2003), bentuk-bentuk dari pada partisipasi meliputi: a. Partisipasi langsung dalam kegiatan bersama secara fisik dan tatap muka; b. Partisipasi dalam bentuk iuran atau barang, dana dan praswarana sebaiknya datang dari masyarakat sendiri dan masyarakat pada umumnya, kalaupun terpaksa diperlukan dari luar hanya bersifat sementara dan sebagai umpan; c. Partisipasi dalam

(40)

27

bentuk dukungan; d. Partisipasi dalam bentuk pengambilan keputusan e. Partisipasi representative dalam memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang duduk dalam organisasi. Proses penyadaran masyarakat tentang betapa pentingnya pembangunan dalam menjaga proses kelangsungan hidup individu dan masyarakat itu sendiri perlu ditingkatkan.

Kemudian siapa yang harus melakukan proses penyadaran masyarakat tersebut juga adalah masyarakat itu sendiri, yang telah memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan dalam mendorong masyarakat lain yang buta pembangunan ke arah melek pembangunan “learning process”. Upaya tersebut dilakukan berkesinambungan agar tujuan pembangunan, sesuai harapan masyarakat dapat diwujudkan. Pencapaian tujuan pembangunan sebagai harapan kolektif masyarakat, membutuhkan kerja sama produktif antar individu dalam menggerakkan aktivitas sosial, ekonomi di kota dan desa yang lahir dan berkembang melalui proses prakarsa yang ada di lingkungan masyarakat sendiri. Oleh karena itu, peran individu sebagai mahluk sosial dibutuhkan proses saling berinteraksi dalam upaya untuk menggerakkan dinamika kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Upaya menggerakkan aktivitas dalam melakukan perubahan ke arah yang lebih baik membutuhkan proses penyadaran untuk melakukan perubahan terencana terhadap masyarakat. Proses penyadaran tersebut tentunya tidak dapat dilakukan secara invidu, melainkan secara kolektif masyarakat dengan mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya yang tersedia untuk digunakan yang juga demi kepentingan kolektif.

(41)

28

Upaya kolektif tersebut dilakukan agar lebih efisien dan efektif dalam melakukan perubahan ke arah yang lebih baik (Muksin dan Bustang, 2010)

Tujuan umum penanganan pengaduan (PP) adalah menyediakan sistem, prosedur, dan mekanisme yang memungkinkan segala keluhan ataupun protes dari semua pihak dapat terkelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan gejolak dan mengganggu kelancaran jalannya kegiatan suatu institusi pemerintah. Adapun prinsip dasar dalam pengaduan adalah :

a. Prinsip dasar pertama adalah jawaban atas pertanyaan “kepada siapa anda mengabdi?” di dalam hatinya pastilah bertujuan untuk mengabdi dan membantu masyrakat. Maka, dasar penanganan pengaduan haruslah ”demi kepentingan masyarakat.”

b. Tidak Mengontrol Sumber dan Alur Masuk Pengaduan. Prinsip ini didasarkan pada tiga fakta berikut: (a) pilihan strategi dan pendekatan dalam menjalankannya memang mendorong masyarakat untuk lebih meningkatkan kualitas partisipasi psikis dan intelektual,

c. Sangat luasnya wilayah dan letak geografis Indonesia, dsb. Dua fakta ini mengakibatkan hampir mustahil bagi siapapun untuk dapat mengontrol masyarakat sebagai sumber pengaduan. Artinya, nyaris mustahil kita “memaksa” masyarakat hanya menyalurkan pengaduan melalui jalur formal yang tersedia, yaitu jalur internal institusi, atau melalui kotak pos, atau jalur telelpon/email khusus.

Sangat mungkin terjadi bahwa masyarakat akan menyalurkan pengaduan mereka secara menyebar, misalnya melalui media massa, melalui LSM, atau bahkan

(42)

29

ke DPR atau DPRD. Dalam kadar tertentu, keberanian masyarakat mengadu ke lembaga-lembaga tersebut harus membuat kita bangga karena kita tengah mendampingi masyarakat yang memiliki kesadaran kritis tinggi. Mengontrol Responds Kelembagaan. Karena hampir mustahil mengontrol sumber dan jalur masuk pengaduan, maka yang harus dikontrol adalah respon kelembagaan atas berbagai kemungkinan jenis dan asal pengaduan. Manajemen Pengaduan sebaiknya menerapkan sistem berjenjang sesuai dengan jenis pengaduan dan jenis penanganannya.

Jenis pengaduan yang cukup ditangani di tingkat pemerintahan yang paling rendah akan direspon oleh para fasilitator di tingkat desa atau kelurahan. Meskipun pengaduannya ditujukan langsung kepada instansi pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota. Hanya jika fasilitator tidak sanggup menangani, maka pengaduan tersebut akan direspon oleh spesialis atau manajemen yang lebih tinggi tingkatannya, dan seterusnya. Jenis pengaduan yang memerlukan respon oleh pengambil keputusan di tingkat manajemen, meskipun disalurkan secara berjenjang melalui Fasilitator, akan direspon oleh Manajemen yang paling berkompeten.

B. Kerangka Pikir

Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik, maka salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Pinrang adalah dengan membuka aduan dan pelayanan informasi kepada masyarakat, upaya ini ditujukan agar mengetahui apa yang menjadi keluhan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan.

(43)

30

Alur kerangka pikir yang dibangun dalam penelitian ini, adalah menempatkan undang-undang pelayanan publik sebagai dasar pelaksanaan pelayanan dimasyarakat, undang-undang ini juga menjadi dasar bagi pemerintah kabupaten Pinrang untuk membuat pengaduan pelayanan dan informasi.

Indikator yang akan diteliti yaitu bagaimana manajemen pelayanan Pengaduan yang dimiliki pemerintah kabupaten Pinrang dalam mendukung program pengaduan pelayanan dan infomasi, selanjutnya regulasi atau perangkat peraturan yang dimiliki untuk mendukung program pengaduan dan pelayanan informasi, selanjutnya aparatur pelaksana yang akan menjalankan sistem pengaduan.

Bagan I Kerangka Pikir

PINDU

Implementasi

Pelayanan Informasi dan

Pengaduan Masyarakat

Terkelola dengan baik

Faktor Struktur

-

Aturan dan

komunikasi

-

Insentif

-

Keterbukaan

-

penolakan

(44)

31 C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian adalah mengarahkan perhatian tempat, aktor, tindakan. Pada penelitian ini yang menjadi fokus tempat adalah bidang informasi dan pengaduan pada sekertariat daerah kabupaten Pinrang. Sementara yang aktor adalah seluruh dan pengaduan kepada masyarakat kaitanya dengan pemberian Pelayanan kepada masyarakat. pegawai yang bertugas pada bidang informasi dan pengaduan kabupaten Pinrang, Aktifitas adalah serangkaian tindakan yang diberikan oleh petugas Informasi.

D. Definisi Fokus Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka peneliti ingin melihat bagaimana implementasi PINDU di kabupaten Pinrang dari segi Faktor struktur dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Steelman. Indikator tersebut ialah sebagai berikut:

1. Aturan dan komunikasi menunjukkan bahwa dukungan administrasi yang jelas akan mendukung suatu pelayanan. Aturan adminstrasi yang teratur dan jelas akan memudahkan pertukaran informasi sehingga kesempatan untuk melaksanakan atau mengimplementasikan pelayanan tersebut berpeluang besar.

(45)

32

2. Insentif menyiratkan bahwa kesediaan sarana dan prasarana yang sesuai dan tepat, maka akan mendukung pelayanan yang dapat diarahkan sesuai dengan insentif yang tepat.

3. Keterbukaan ditunjukkan dari struktur politik yang terbuka. Jika struktur bersifat terbuka maka lebih mudah untuk melakukan sebuah pelayanan.

4. Penolakan dilihat dari dinamika, kelompok kepentingan, dan monopoli kebijakan dalam struktur yang dapat menghambat proses pelayanan.

Dengan indikator tersebut maka akan menghasilkan hasil penelitian implementasi dari PINDU.

(46)

33 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu dalam penelitian ini akan dilaksanakan selama tiga bulan. Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pinrang. Pemilihan Kabupaten Pinrang, karena Kabupaten Pinrang adalah Kabupaten yang memiliki pusat pelayanan informasi dan pengaduan.

B. Jenis dan Tipe Penelitian 1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif yaitu penelitian yang mengutamakan data dalam bentuk kalimat/pernyataan yang bersumber dari data primer/informan. Informan tersebut di pilih sesuai dengan informan terkait dengan obyek penelitian. Dalam hal ini Manajemen Pelayanan Informasi dan Pengaduan di Sekretariat Daerah Kabupaten Pinrang.

2. Tipe penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu menghadirkan gambaran tentang situasi atau penomena sosial secara detail. Yang bertujuan mendeskripsikan sesuatu secara jelas terhadap masalah manajemen pelayanan informasi dan pengaduan di kantor Bupati Pinrang.

(47)

34 C. Sumber Data

Sehubungan dengan permasalahan penelitian maka data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer

Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan dari informan. Data ini diperoleh dari hasil observasi dan wawancara langsung dengan informan melalui daftar pertanyaan wawancara yang dicatat oleh peneliti secara langsung tentang Implementasi Pelayanan Informasi dan Pengaduan di Sekretariat Daerah Kabupaten Pinrang.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung kepada obyek penelitian yang dapat berupa dokumen, buku, catatan-catatan, makalah, laporan, arsip, monografi, dan lain-lain, terutama yang berkenaan dengan Implementasi Pelayanan Informasi dan Pengaduan di Sekretariat Daerah Kabupaten Pinrang

D. Informan penelitian

Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Informan adalah orang-orang yang benar-benar mengetahui permasalahan yang akan diteliti,

(48)

35

dalam penelitian ini terdapat informan utama yang terdiri dari lima orang dengan tujuan untuk mengetahui manajemen pelayanan pengaduan di Sekretariat Daerah Kabupaten Pinrang serta tanggapannya Terhadap Manajemen Pengaduan di Sekretariat Daerah Kabupaten Pinrang yaitu :

NAMA JABATAN JUMLAH

BUPATI PINRANG Pembina 1 Orang

SEKRETARIS DAERAH KAB. PINRANG

Pengarah 1 Orang

KABAG ORGANISASI DAN TATA LAKSANA

Penanggung Jawab

KOORDINATOR PINDU Koordinator

1. JUMIATI 2. ANDI NISWATI Pengelola Informasi 2 Orang 1. ASTIASARI, SH 2. HARTSIATY NAJIB Pengelola Pengaduan 2 Orang SKPD/OPD/PPID Operator Masyarakat JUMLAH

(49)
(50)

37 E. Tekhnik Penumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperoleh. Teknik yang digunakan untuk memperoleh data-data dilapangan antara lain:

1. Observasi

Observasi adalah pengumpulan data yang dikumpulkan secara langsung dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap cara kerja aparat dalam melayani masyarakat. Serta langsung pada instansi terkait pada yang ada kaitannya langsung dengan masalah yang akan diteliti guna melengkapi data yang diperoleh dari teknik wawancara dan teknik dokumentasi.

2. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (pedoman wawancara/ daftar pertanyaan) yang telah disiapakan. Tujuan penulis menggunakan metode ini, untuk memperoleh data secara jelas dan kongkrit tentang perilaku kebiasaan dalam manajemen pelayanan informasi dan pengaduan dikantor Bupati Pinrang.

(51)

38 3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah bahan baik melalui kajian literature Undang-Undang, Dokumen, Surat-surat, keputusan-keputusan, majalah, surat kabar, dan foto-foto di lokasi penelitian. Pencatatan berupa pengumpulan data dengan cara mencatat data yang telah ada pada instansi terkait yang belum tercantum didalam pedoman wawancara. Tujuan di gunakan metode ini untuk memperoleh data secara jelas dan kongkrit yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti yang dimaksudakan disini adalah laporan keuangan manajemen pelayanan informasi dan pengaduan yang diteliti.

F. Tekhnik Analisis Data

Untuk menganalisa data yang diperoleh tentang manajemen pelayanan pengaduan di Sekretariat Daerah Kabupaten Pinrang, maka menggunakan teori Miles dan Huberman (Emzir, 2010) menyatakan bahwa terdapat tiga macam kegiatan analisis data kualitatif yaitu :

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu di catat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memeilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal-hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.

2. Model data ( Data Display)

Setelah data di Reduksi, maka langkah berikutnya adalah mendisplaykan data. Display data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk, uraian

(52)

39

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sebagainya.yang paling sering digunakan dalam untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif dengan teks yang bersifat naratif. Selain dalam bentuk naratif, display dapat juga berupa grafik, matriks, network (jejearing kerja).

3. Penarikan/Verifikasi kesimpulan

Penarikan kesimpulan verifikasi merupakan kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Namun bila kesimpulan telah didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten maka kesimpulan yang di kemukakan adalah kesimpulan yang kredibel (dapat dipercaya).

G. Keabsahan Data

Dalam pengujian pengabsahan data, peneliti menggunakan validitas data sebagai alat pembuktian bahwa data yang diperoleh peneliti sesuai dengan apa yang benar-benar terjadi dilapangan. Untuk menguji validitas data maka peneliti menggunakan metode triangulasi, yaitu:

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

(53)

40 3. Triangulasi Waktu

Triangulasi waktu untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan pengecekan data melalui wawancara, observasi, dan teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda (Sugiono, 2012: 241)

(54)

41 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Profil Kabupaten Pinrang

Kabupaten Pinrang adalah salah satu daerah tingkat 2 di provinsi Sulawesi selatan, Indonesia. Kabupaten ini terletak 185 km dari Makassar arah utara yang berbatasan dengan Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat, Luas Wilayah 1.961,77 km2 yang terbagi dalam 12 Kecamatan, meliputi 68 Desa dan 36 Kelurahan yang tediri dari 86 Lingkungan dan 189 Dusun.

Kabupaten Pinrang dengan ibu kota Pinrang terletak disebelah 185 km utara ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, berada pada posisi 3.19’13’’ sampai 4.10’30’’ bujur timur. Secara administratif, Kabupaten Pinrang terdiri atas 12 Kecamatan, 39 Kelurahan dan 65 Desa. Batas Wilayah Kabupaten ini adalah sebelah Utara dengan Kabupatn Tanah Toraja, sebelah Timur dengan Kabupaten Sidenreng Rappang dan Enrekang, sebelah Barat Kabupaten Polmas Provinsi Sulawesi Barat dan Selat Makassar, Luas Wilayah Kabupaten mencapai 1.961,77 km2.

Kabupaten Pinrang memiliki garis pantai sepanjang 93 Km sehingga terdapat areal pertambakan sepanjang pantai, pada dataran rendah Didominasi oleh areal persawahan, bahkan sampai perbukitan dan pegunungan. Kondisi ini mendukung Kabupaten Pinrang sebagai daerah Potensial untuk sektor pertanian

(55)

42

dan pemungkinkan berbagai komoditi pertanian (Tanaman Pangan, Perikanan, Perkebunan dan Peternakan), untuk dikembangkan. Ketinggian Wilayah 0-500 mdpl (60,41%), ketinggian 500-1000 mdpl (19,69% ) dan ketinggian 1000 mdpl (9,90%)

2. Pemerintah Kabupaten Pinrang

Pemerintahan Kabupaten Pinrang dipimpin oleh H. A. Aslam Patonangi, SH, M.Si selaku Bupati dan Muh. Darwis Bastama, SP sebagai Wakil Bupati dengan masa kepemimpinan tahun 2014 hingga 2019. Adapun visi, misi dan motto Kabupaten Pinrang tahun 2014 – 2019 adalah sebagai berikut:

a. Visi:

“Terwujudnya Masyarakat Sejahtera Secara Dinamis Melalui Harmonisasi Kehidupan, Akselerasi, Produktivitas Kawasan Dan Revitalisasi Peran Poros Utama Pemenuhan Pangan Nasional.”

b. Misi:

 Meningkatkan apresiasi dan pengamalan nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal sebagai nilai utama kemasyarakatan dan pengembangan karakter pemuda yang tangguh.

 Memperkokoh toleransi, soliditas dan kohesivitas sosial serta pengembangan nilai-nilai demokrasi.

 Meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia termasuk pengarusutamaan gender.

(56)

43

 Memantapkan tatakelola pemerintahan dan reformasi birokrasi.

 Mengembangkan kerjasama dan integrasi pembangunan.

 Meningkatkan fungsional infrastruktur serta jaringan pengairan dan koridor perdagangan komoditas unggulan.

 Mengembangkan kawasan andalan dan kegiatan ekonomi produktif masyarakat.

 Mengentaskan penduduk miskin dan perluasan kesempatan kerja melalui pendekatan multi sektor.

 Melestarikan lingkungan dan pengelolaan potensi bencana.

 Mengembangkan penciptaan masyarakat sejahtera dan derajat kesehatan yang semakin meningkat dan kualitas pendidikan yang semakin membaik.

c. Motto:

“PINRANG BERSERI (Pinrang Bersih, Sehat, Elok, Rapih dan Indah)” 3. PINDU

a. Latar belakang terbentuknya pindu

Pemerintahan yang baik dan berintegrasi merupakan pondasi untuk melaksanakan reformasi birokrasi. Dalam perspektif tersebut terdapat 2 (dua) aspek pokok yaitu membangun kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan memberikan pelayanan terbaik bagi warga masyarakat. Dalam pembangunan, warga masyarakat tidak hanya sebagai sasaran atau

(57)

44

penerima manfaat saja (beneficeris of development), melainkan sekaligus sebagai pelakunya (subject of development). (Fatimah, 2015: 67)

Setiap warga masyarakat dijamin haknya oleh undang-undang untuk mendapatkan informasi dan pelayanan yang baik. Ketersediaan informasi akan membantu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pada semua tingkatan sehingga melahirkan SDM yang berwawasan baik, produktif dan kompetitif. Pelayanan terbaik bagi publik akan mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan khususnya dalam pelaksanaan aktivitas ekonomi warga masyarakat, pembangunan sarana dan prasarana transportasi, sanitasi dan kesehatan, pendidikan, energi, pariwisata, serta administrasi dan kependudukan.

Dalam upaya mendekatkan warga masyarakatnya dengan sumber informasi serta menyediakan pelayanan yang baik, Bupati Kabupaten Pinrang membentuk Pusat Pelayanan Informasi dan Pengaduan (PINDU). PINDU hadir dalam rangka meningkatkan praktek demokrasi pemerintahan dengan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengawasan program pembangunan, peningkatan kinerja pemerintah dan pelayanan publik. Selain itu, PINDU menjadi sarana masyarakat dalam memperoleh informasi dan menyampaikan pengaduan melalui berbagai media yang mudah diakses dan terpadu dengan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam lingkup Pemerintah Kabupaten Pinrang.

(58)

45 b. Tugas pokok dan fungsi organisasi

1. Melaksanakan etika dalam memberia pelayanan, sebagaimana diatur dalam peratura Bupati ini;

2. Menerima permohonan informasi dari pengguna layanan sesuai dengan etika dan tata cara pelayanan informasi PINDU Pemkab Pinrang;

3. Menanyakan/Mengecek identitas pengguna layanan;

4. Mengisi formulir permohonan sebagaimana terdapat pada lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan peraturan Bupati; 5. Menggali informasi terkait permohonan pengguna layanan dengan

menggunakan pertanyaan apa, siapa, dimana, kapan, kenapa, dan bagaimana;

6. Melakukan verifikasi kemudian konfirmasi terhadap isi formulir permohonan informasi kepada pengguna layanan. Bila pengguna layanan telah menyetujui isi formulir tersebut maka petugas PINDU meminta pengguna layanan untuk menandatangani formulir yang telah diisi;

7. Memberikan nomor registrasi/ID tiket penerimaan permohonan informasi kepada pengguna layanan dan menjelaskan cara penggunaannya dalam memantau tindak lanjut permohonan informasi/penanganan pengaduannya;

Gambar

Tabel 1. kerangka fikir ...........................................................................
Gambar 1. Struktur Organisasi PINDU .................................................

Referensi

Dokumen terkait