• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengakuan (recognition) berbeda dengan pelaksanaan (executie). Menurut Sudargo Gautama pengakuan tidak begitu mendalam akibatnya dari pada pelaksanaan. Melaksanakan keputusan meminta lebih banyak tindakan-tindakan, seperti tindakan aktif dari instansi tertentu yang berkaitan dengan peradilan dan administrasi. Sedangkan terhadap pengakuan tidak diperlukan atau diharapkan tindakan yang demikian itu. Oleh karena itu, kiranya mudah dimengerti mengapa orang dapat dengan mudah sampai pada pengakuan keputusan yang diucapkan di luar negeri dari pada pelaksanaannya.137

Pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional terdapat dalam Konvensi New York Tahun 1958 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan

137 Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid III Bagian II (Buku 8), (Bandung: Alumni, 1979). hal. 278.

Arbitrase Asing yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Keppres Nomor 34 Tahun 1981. Ratifikasi tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan mengeluarkan UUA dan APS serta Perma Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing.

Mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing termasuk putusan arbitrase internasional di Indonesia dan ketentuannya telah digariskan dalam Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 69 UUA dan APS. Pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional diatur dalam UUA dan APS jo Perma Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing. Pasal 66 UUA dan APS jo Pasal 3 Perma Nomor 1 Tahun 1990 ditentukan bahwa putusan arbitrase internasional hanya diakui dan dapat dilaksanakan di wilayah hukum Indonesia apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan arbitrase internasional;

2. Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan;

3. Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum;

4. Putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari ketua pengadilan negeri Jakarta Pusat; dan

5. Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang menyangkut negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari amhkamah agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Berdasarkan ketentuan tersebut jelaslah bahwa putusan arbitrase internasional hanya diakui dan dapat dilaksanakan di wilayah hukum Indonesia apabila memenuhi syarat-syarat sebagaimana dalam Pasal 66 UUA dan APS jo Pasal 3 Perma Nomor 1 Tahun 1990. Ini berarti putusan arbitrase internasional tidak dibenarkan berdasarkan prinsip teritorial dilaksanakan secara serta merta di Indonesia.

Jika putusan arbitrase internasional yang didaftarkan tersebut di Indonesia ternyata bertentangan dengan ketertiban hukum di Indonesia, maka putusan ini hanya bisa diakui sebagai putusan arbitrase internasional tetapi tidak bisa dilaksanakan. Putusan arbitrase internasional tersebut bukan berarti tidak dapat dilaksanakan di Indonesia, tetapi perlu diketahui berdasarkan ketentuan di atas, harus tidak bertentangan dengan ketertiban umum yang berlaku di Indonesia.

Berbeda dengan konteks pembatalan putusan arbitrase internasional. Jika pembatalan putusan arbitrase internasional berdasarkan Konvensi New York 1958 tidak dapat sama sekali dibatalkan di negara di mana putusan itu hendak dieksekusi misalnya di Indonesia, tetapi pengajuan pembatalan itu harus dilakukan di pengadilan di negara dimana putusan itu dijatuhkan. Anehnya dalam UUA dan APS pada Pasal 70 s/d Pasal 72 ternyata juga dibolehkan pengajuan pembatalan putusan arbitrase internasional di wilayah Republik Indonesia.

Selain alasan bertentangan dengan ketertiban umum, putusan arbitrase internasional tersebut hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia jika putusan tersebut dijatuhkan oleh majelis arbitrase Indonesia terkait dengan perjanjian bilateral dan/atau perjanjian multilateral tentang pengakuan

dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa putusan arbitrase internasional adalah putusan yang dijatuhkan di luar wilayah hukum Republik Indonesia. Untuk pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional tersebut, maka harus didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam hal menyangkut negara Republik Indonesia, maka pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional tersebut ditangani oleh Mahkamah Agung.138

Putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh exequatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan terhadap putusan ini tidak dapat diajukan banding ke pengadilan tinggi maupun kasasi.139 Namun jika keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ternyata menolak untuk mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase internasional, maka terhadap putusan ini dapat diajukan kasasi.140

Perma Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing merupakan aturan pelaksanaa UUA dan APS mengenai pelaksanaan putusan arbitrase intrenasional. Lahirnya Perma Nomor 1 Tahun 1990 ini ditujukan untuk mengantisipasi permasalahan pengakuan dan pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase asing/internasional. Jangkauan kekuatan Perma ini tidak hanya meliputi arbitrase asing yang telah ada sebelum Perma dikeluarkan, tetapi berlaku bagi semua putusan,

138 Frans Hendra Winarta, Op. cit., hal. 72.

139

Pasal 66 huruf d jo Pasal 68 ayat (1) Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

140 Ibid., Pasal 68 ayat (2) Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

baik terhadap putusan yang belum pernah diajukan, maupun yang sudah pernah ditolak eksekusinya. Penolakan atau pernyataan eksekusi putusan arbitrase asing tidak dapat diterima atas alasan peraturan pelaksana belum ada seperti yang terjadi di masa sebelum Perma Nomor 1 Tahun 1990 berlaku.141

1. Lembar asli atau salinan otentik Putusan arbitrase internasional, sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia;

Berdasarkan Pasal 67 UUA dan APS permohonan pelaksanaan putusan arbitrase internasional dilakukan setelah putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada panitra Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Penyampaian berkas permohonan pelaksanaan tersebut harus disertai dengan:

2. Lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar Putusan arbitrase internasional sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam bahas Indonesia; dan

3. Keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di negara tempat Putusan arbitrase internasional tersebut ditetapkan, yang menyatakan bahwa negara pemohon terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral dengan negara Republik Indonesia perihal pengakuan dan pelaksanaan Putusan arbitrase internasional.

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak dapat diajukan banding maupun kasasi dan penolakan terhadap pengakuan dan pelaksanaan terhadap putusan arbitrase asing dapat diajukan di tingkat kasasi, serta dengan pertimbangan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Untuk lebih jelasnya di dalam Pasal 68 dinyatakan sebagai berikut:

1. Terhadap putusan ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 huruf d yang mengakui dan melaksanakan Putusan arbitrase internasional, tidak dapat diajukan banding atau kasasi;

2. Terhadap putusan ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 huruf d yang menolak untuk mengakui dan melaksanakan suatu Putusan arbitrase internasional, dapat diajukan kasasi; 3. mahkamah agung mempertimbangkan serta memutuskan setiap kasasi

sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, dalam jangka waktu paling lama 90 hari setelah permohonan kasasi tersebut diterima oleh mahkamah agung; dan 4. Terhadap putusan mahkamah agung sebagaiman dimaksud dalam pasal 66

huruf e, tidak dapat diajukan upaya perlawanan.

Untuk pelaksanaan sita eksekusi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memiliki kewenangan relatif di bidangnya. Dalam Pasal 69, telah disebutkan secara tegas sebagai berikut:

1. Setelah ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan perintah eksekusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64, maka pelaksanaan selanjutnya dilimpahkan kepada ketua Pengadilan Negeri yang secara relatif berwenang melaksanakannya;

2. Sita eksekusi dapat dilakukan atas harta kekayaan serta barang milik termohon eksekusi; dan

3. Tata cara penyitaan serta pelaksanaan putusan megikuti tata cara sebagaimana ditentukan dalam hukum acara perdata.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional ternyata selain diakui dapat pula dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.142

Pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional dewasa ini di banyak negara masih menjadi soal yang sulit. Meskipun Konvensi New York 1958 berlaku di Indonesia dan Perma Nomor 1 Tahun 1990 menjadi berkekuatan self Hal itu sesuai pula dengan Konvensi New York 1958 yang mengatur pula pelaksanaan putusan arbitrase internasional di negara tereksekusi.

142 Maqdir Ismail, Pengantar Praktek Arbitrase di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan

execution, namun dalam praktenya sering kali bagi pihak yang kalah (termohon

tereksekusi) merasa tidak puas dan mencari alasan-alasan untuk menghindar dari tanggung jawab dengan cara mengajukan keberatannya yakni mengajukan upaya penolakan (non eksekuatur) terhadap putusan arbitrase internasional yang telah didaftarkan tersebut.

Sehingga sifat sukarela dalam pelaksanan putusan arbitrase internasional hanyalah dalam teori saja tetapi dalam praktek sulit dilaksanakan. Menurut Cicut Sutiarso sikap sukarela dari pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia berdasarkan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak banyak terjadi kesukarelaan dari pihak yang kalah (termohon tereksekusi) untuk secara sukarela melaksanakan putusan arbitrase internasional tersebut di Indonesia, tetapi lebih cenderung pihak yang kalah (termohon tereksekusi) tersebut mengajukan upaya penolakan bahkan melakukan upaya pembatalannya di Indonesia.143

Dokumen terkait