BAB VI FAKTOR DIDAERAH ASAL, DAERAH TUJUAN, DAN
7.2. Pengalaman Mobilitas Penduduk Perempuan Desa Karacak
Apabila bersandar pada definisi mobilitas penduduk menurut Lee (1984)
yang mendefinisikan migrasi atau mobilitas penduduk sebagai semua macam
perpindahan akibat perubahan tempat tinggal baik yang bersifat permanen
maupun semi permanen tanpa dibatasi jarak tempat pindah baik dipaksa ataupun
kemauan sendiri, maka seluruh responden memiliki pengalaman dalam melakukan
mobilitas penduduk. Ketika definisi tersebut dipersempit mengenai batasan jarak
yang ditempuh, yaitu melewati batas desa, maka hanya sebanyak 28 orang (93,33
persen) responden saja yang dikatakan memiliki pengalaman dalam melakukan
mobilitas penduduk, sedangkan sisanya yaitu 2 orang (6,67 persen) responden
tetap berdiam diri di desa mereka tanpa pernah melakukan mobilitas penduduk
sedikitpun.
Pada penelitian ini, mobilitas penduduk perempuan didefinisikan sebagai
suatu perpindahan tempat tinggal baik sementara maupun permanen yang
dilakukan oleh perempuan minimal melewati batas desa dengan batasan waktu
minimal 6 bulan meninggalkan desanya, dengan tujuan sekolah, bekerja, ataupun
mengikuti suami/keluarganya. Definisi inilah yang menjadikan responden terbagi
menjadi tiga golongan, yaitu stayer, return migrant, dan pendatang. Ketiga jenis
responden ini memiliki pengalaman mobilitas penduduk (tanpa batasan waktu)
yang berbeda-beda, ketiganya juga memiliki latar belakang dan motivasi yang
berbeda dalam melakukan kegiatan tersebut. Berikut adalah latar belakang dari
1) Stayer
Penduduk perempuan stayer merupakan penduduk perempuan desa yang
semasa hidupnya belum pernah melakukan mobilitas penduduk yang sesuai
dengan batasan dalam penelitian ini, kepergian mereka ke luar desa hanya
berjangka waktu pendek, tidak ada perubahan tempat tinggal yang biasa, dan
hanya sebatas untuk keperluan sosial atau rumah tangga. Sebanyak 80 persen di
antara mereka memilki pengalaman bepergian melewati batas desa walau dalam
jangka waktu yang pendek. Daerah tujuan mereka dalam melakukan mobilitas
penduduk jangka pendek ini adalah Leuwiliang, Ciawi, Kota Bogor dan Jakarta.
Alasan mereka melakukan mobilitas penduduk jangka pendek tersebut
adalah berbelanja, mengikuti pengajian, rekreasi, bekerja dan mengunjungi sanak
keluarga dengan proporsi yang digambarkan dalam Gambar 5.
Gambar 5. Alasan Stayer Melakukan Mobilitas Penduduk Jangka Pendek di Desa Karacak Tahun 2010
25% 25% 25% 12% 13% Berbelanja Mengikuti Pengajian Rekreasi Bekerja Mengunjungi famili
Jika ditinjau dari alasan-alasan yang melatarbelakangi kepergian para stayer
ini, maka mayoritas hal-hal yang mendorong mereka dalam melakukan mobilitas
penduduk bukanlah tergolong dalam motivasi ekonomi, melainkan lebih kepada
motivasi sosial. Adapun responden yang melakukan mobilitas penduduk dengan
motivasi ekonomi bekerja di Leuwiliang, sehingga ia dapat pulang setiap hari.
Selain jangka waktunya yang pendek, kepergian para stayer ini juga hanya
menjangkau daerah-daerah yang berjarak pendek, seperti Pasar Leuwiliang. Hal
ini membuat para stayer tidak memiliki pengalaman mobilitas penduduk dengan
jarak yang jauh.
2) Return Migrant
Penduduk perempuan yang digolongkan sebagai return migrant merupakan
mereka yang semasa hidupnya pernah melakukan mobilitas penduduk yang sesuai
dengan batasan dalam penelitian ini. Dengan demikian, mereka memiliki
pengalaman mobilitas penduduk yang lebih banyak dibandingkan dengan
penduduk perempuan stayer.
Return migrant yang kini tentu sudah kembali ke desa pada awalnya merupakan para pelaku mobilitas penduduk yang kebanyakan memburu
daerah-daerah perkotaan dengan didorong oleh motif-motif tertentu. Motif ekonomi
adalah salah satu motif yang banyak mendorong para perempuan untuk
melakukan mobilitas penduduk ke kota.
Menurut teori kebutuhan dan tekanan (need and stress), keputusan seseorang
melakukan mobilitas penduduk terkait erat dengan masalah kebutuhan yaitu
kebutuhan ekonomi, sosial, dan psikologi. Apabila kebutuhan tersebut tidak dapat
kebutuhan ekonomi tidak dapat terpenuhi di desa, maka beberapa penduduk
perempuan melakukan mobilitas penduduk ke luar desa (kota) guna mencari
kehidupan yang lebih layak dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka. Selain
motif ekonomi, ada pula responden yang mengaku melakukan mobilitas penduduk
karena permasalahan keluarga dan karena pernikahan dengan orang luar desa.
Alasan-alasan return migrant meninggalkan Desa Karacak dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6. Alasan Return Migrant Meninggalkan Desa Karacak Tahun 1981-2005
Berdasarkan Gambar 6 jelas terlihat bahwa sebagian besar para penduduk
perempuan yang tergolong return migrant sempat pergi meninggalkan desa
dengan tujuan untuk bekerja. Menurut pengakuan mereka, kepergian mereka ke
kota karena di desa sangat sulit sekali mendapatkan pekerjaan yang mereka
inginkan. Sektor-sektor pekerjaan yang tersedia di desa hanya sebatas sektor
pertanian dan perkebunan. Sektor-sektor ini kurang diminati oleh para penduduk
perempuan, khususnya penduduk perempuan yang masih tergolong usia produktif
70% 10% 10% 10% Bekerja Permasalahan keluarga Program pemerintah (transmigrasi)
Pernikahan dengan orang luar desa
muda (di bawah 35 tahun). Hal ini sesuai dengan penuturan salah seorang
penduduk perempuan Desa Karacak:
“…..Ah, males ka sawah na ge da teu tiasa naon-naon….” (Tuti, 25 tahun) (Ah, malas ke sawah juga, kan saya ga bisa apa-apa)
“….Ari nu ka sawah mah biasana nu tos sarepuh wae, Neng..” (Kartini, 48 tahun)
(Yang ke sawah biasanya orang-orang tua saja, Neng)
Dari pernyataan di atas, maka dapat diketahui bahwa salah satu alasan
penduduk perempuan tidak menyukai pekerjaan di sektor pertanian dan
perkebunan karena ketidakmampuan mereka dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaan di bidang tersebut. Padahal, hampir seluruh tanah di kampung tempat
penelitian ini masih dimiliki dan dikuasai oleh penduduk sekitar, sebagaimana
yang diungkapkan oleh salah seorang petani perempuan:
“..Di dieu mah ari tanah teh milik urang dieu sadaya..” (Icah, 43 tahun) (Di sini sih tanah milik orang sini semua)
Ketidakmampuan penduduk perempuan usia produktif muda dalam
melakukan pekerjaan-pekerjaan di bidang pertanian dan perkebunan ini
disebabkan oleh tidak diturunkannya kebiasaan bertani oleh para orang tua yang
berprofesi petani kepada anak mereka, seperti yang disampaikan oleh salah
seorang petani perempuan di desa tersebut yang menceritakan mengenai anaknya
yang bernama Nia (32 tahun):
“…..Komo si Nia mah tacan pernah pisan ka sawah, diajak ge da sok alimeun, jadi wae teu tiasa nandur-nandur acan….” (Runasih, 63 tahun) (Apalagi si Nia, belum pernah ke sawah, diajak juga tidak mau, jadi sekarang nandur saja dia tidak bisa)
Hal inilah yang menjadikan para perempuan muda di Desa Karacak enggan
meminati pekerjaan-pekerjaan di sektor industri karena menurut mereka jauh lebih
menjanjikan dalam segi pendapatan. Oleh karena itu mereka pergi meninggalkan
desa untuk menuju ke kota. Bahkan ada satu responden yang pergi sampai ke luar
negeri karena desakan ekonomi keluarga. Namun sayangnya, kepergian mereka ke
kota banyak yang harus kembali ke desa karena perubahan status pernikahan
mereka dan permasalahan keluarga yang menimpa selama ia berada di luar desa.
Selain untuk bekerja, ada pula perempuan yang pergi meninggalkan desa
karena ikut keluarganya bertransmigrasi. Pada tahun 1980-an Desa Karacak
merupakan salah satu desa yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan
transmigrasi. Pada saat itu ada lima puluh kepala keluarga yang diberangkatkan
menuju Jambi, yaitu daerah Muara Bungo yang merupakan daerah pasang surut.
Jaminan hidup selama transmigrasi yang dijanjikan pemerintah adalah salah satu
alasan yang memperkuat para penduduk untuk mengikuti program tersebut pada
saat itu. Kesulitan mereka dalam beradaptasi dengan lingkungan alam serta
kebiasaan di sana membuat mereka memutuskan untuk kembali ke desa.
3) Pendatang
Penduduk perempuan yang digolongkan sebagai pendatang adalah mereka
yang berasal dari daerah lain (minimal berbeda desa) dan kini bertempat tinggal di
Desa Karacak. Para perempuan pendatang yang kini tinggal di desa ini berasal
dari berbagai daerah, diantaranya adalah: Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan
Lampung.
Sebelum mereka datang ke Desa Karacak, mereka memiliki pengalaman
mobilitas penduduk yang berbeda-beda. Kebanyakan dari mereka, awalnya adalah
lelaki asal Desa Karacak yang akhirnya membawa mereka untuk bermigrasi ke
desa tersebut. Begitu juga penduduk pendatang asal Jakarta, mereka datang ke
desa ini karena dibawa oleh suami mereka yang berasal dari daerah ini yang
awalnya merupakan migran sirkuler di kota tersebut. Bukan hanya pernikahan
yang membawa para penduduk pendatang ini untuk tinggal di Desa Karacak,
namun ada juga penduduk yang kini menetap di Desa Karacak karena tugas
sebagai guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ada pula karena diajak oleh
kakaknya yang telah lebih dulu pindah. Berikut adalah proporsinya:
Gambar 7. Alasan Pendatang Bermigrasi ke Desa Karacak Tahun 1978-2009
Cukup banyaknya penduduk perempuan pendatang yang datang ke desa ini
karena pernikahan mengindikasikan cukup banyaknya laki-laki Desa Karacak
yang pergi ke luar desa di masa lampau. Rendahnya bekal pendidikan dan
keterampilan yang dimiliki para migran ini membuat mereka hanya mendapatkan
pekerjaan-pekerjaan di bidang informal yang bergaji minim, sehingga membuat
mereka tergusur di kota besar dan memutuskan untuk kembali ke desa dengan
membawa istri mereka. Bahkan, salah satu responden yang bernama Jannah (30
tahun), membawa serta seluruh keluarganya di Jakarta untuk pindah ke Desa
Karacak bersamanya, sehingga ia sudah benar-benar tidak ada niatan untuk ke
70% 20% 10% Pernikahan Tugas bekerja Ajakan Saudara
Jakarta, karena keluarganya kini sudah berkumpul di Desa Karacak, padahal sang
suami masih melakukan mobilitas sirkuler ke Jakarta.
7.2.2.Proses Mobilitas Penduduk Perempuan
Proses mobilitas penduduk perempuan dari wilayah asal ke wilayah tujuan
yang dialami oleh para penduduk perempuan Desa Karacak dapat berjalan karena
adanya faktor-faktor pelancar berupa ketersediaan sarana dan prasarana
transportasi, kebijakan pemerintah, dan kehadiran agen tenaga kerja. Selain itu,
proses mobilitas penduduk perempuan juga dapat terlaksana karena adanya faktor
pendukung berupa dukungan dari keluarga dan kerabat.
Faktor pelancar berupa ketersediaan sarana dan prasarana transportasi telah
mempermudah para penduduk perempuan yang hendak melakukan mobilitas
penduduk guna menjangkau daerah-daerah tujuan mereka yang kebanyakan
adalah menuju ibu kota yaitu Jakarta. Adapun kebijakan pemerintah mengenai
program transmigrasi juga memperlancar terjadinya mobilitas penduduk terutama
untuk para penduduk yang berniat melakukan transmigrasi. Kerjasama antara
pemerintah pusat dan pemerintah Desa Karacak dalam menjalankan program ini
telah mampu meyakinkan masyarakat akan jaminan hidup yang lebih baik di
daerah tujuan transmigrasi kelak. Walau pada akhirnya, kebanyakan warga tidak
bertahan dan kembali ke desa tersebut. Faktor pelancar berikutnya adalah
kehadiran agen tenaga kerja yang memudahkan akses warga dalam mendapatkan
pekerjaan di luar negeri. Hal ini seperti yang dialami oleh salah seorang responden
yang bernama Hj. Maryam (57 tahun). Ia pernah melakukan mobilitas penduduk
guna bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke Arab Saudi pada tahun
tenaga kerja. Agen tersebut memudahkan ia, baik dalam keberangkatan, selama di
sana, dan saat ia pulang kembali ke tanah air.
Hal yang tidak kalah penting andilnya dalam mendukung terjadinya
mobilitas penduduk perempuan adalah dukungan dari keluarga dan kerabat.
Dukungan tersebut berupa pemberian ijin bagi perempuan untuk bekerja di luar
rumah. Dengan pemberian ijin ini, tak jarang keluarga yang memberikan modal
bagi para calon migran untuk pergi ke luar desa. Berdasarkan hasil penelusuran di
lapangan, mayoritas perempuan yang diberikan ijin untuk bekerja di luar rumah
ini berstatus belum menikah. Ketika perempuan sudah berstatus menikah, maka
tanggung jawab untuk bekerja berada di pihak suami. Oleh karena itu, pernikahan
tak jarang membuat para perempuan ini berhenti bekerja dan kembali ke desa.
7.2.3.Arah dan Pola Mobilitas Penduduk Perempuan
Mobilitas penduduk perempuan Desa Karacak, terutama yang pernah
dialami oleh para return migrant, cenderung mengarah ke daerah yang
menjanjikan kesempatan kerja yang lebih besar dibandingkan dengan di desa
yaitu perkotaan dan bahkan luar negeri. Motif ekonomi yang mendorong mereka
untuk pergi, mengarahkan kepergian mereka ke pusat-pusat perkotaan yang kaya
akan sektor industri dan jasa pembantu rumah tangga.
Kepergian penduduk perempuan yang bersifat mandiri atau bukan karena
mengikuti keluarga cenderung memilih perkotaan yang berjarak tidak terlalu jauh
dari desa, sehingga memungkinkan mereka untuk pulang sewaktu-waktu. Daerah
tersebut adalah wilayah Jabodetabek. Adapun kepergian perempuan yang didasari
karena faktor mengikuti keluarganya, cenderung berani untuk pergi dengan jarak
juga cenderung mengarah ke daerah-daerah yang sebelumnya pernah mereka
datangi. Petimbangan lainnya adalah ada tidaknya teman atau kerabat yang berada
di daerah tersebut yang dapat membantu mereka selama mereka berada di daerah
tujuan, terutama saat mereka belum mendapatkan pekerjaan.
Kepergian para penduduk perempuan Desa Karacak ke luar desa bukanlah
merupakan suatu pola mobilitas penduduk yang bersifat permanen. Bagi para
stayer, kepergian mereka bahkan tidak bisa dikatakan komutasi. Mereka pergi hanya sewaktu-waktu, dan pulang ke desa dalam waktu yang singkat pula. Daerah
tujuan mereka pun dekat, yaitu Pasar Leuwiliang.
Bagi para return migrant, kepergian mereka cenderung bersifat sirkulasi.
Tidak ada niatan dalam hati mereka untuk pindah tempat tinggal secara
sepenuhnya ke kota, walaupun ada pula salah seorang responden yang sempat
pindah tempat tinggal ke luar desa karena mengikuti tempat pekerjaan suaminya.
Kebanyakan dari mereka acap kali pulang ke desa dalam momen-momen tertentu.
Adapun para pendatang, kedatangan mereka ke desa ini bersifat permanen.
Mayoritas para pendatang ini awalnya adalah para migran yang bertemu jodoh
dengan lelaki asal Desa Karacak saat mereka bekerja di Jakarta dahulu. Kini
mereka menjadi penduduk Desa Karacak dan banyak di antara mereka yang sudah
tidak berniat lagi kembali ke daerah asalnya. Tingkat mobilitas mereka pun kini
cenderung lebih rendah dibanding saat mereka masih bekerja dulu. Daerah tujuan
mobilitas mereka pun kini hanya sebatas di desa, kecamatan, dan sewaktu-waktu