• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. METODOLOGI

3.3 Pengamatan dan Analisis Produk

Kerupuk ikan yang telah dikeringkan kemudian dikemas dengan menggunakan plastik polipropilen setelah itu dilakukan penyimpanan dengan lama penyimpanan yang berbeda-beda yaitu 0 minggu, 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu.

3.3.1 Pengukuran rendemen (AOAC 1995)

Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input dan output. Rendemen dihitung berdasarkan berat basah.

% Rendemen = 100% awal ikan berat akhir daging berat x

3.3.2 Analisis sifat fisik

Analisis sifat fisik dilakukan pada setiap titik pengamatan yaitu pada minggu ke-0, ke-1, ke-2, ke-3 dan minggu ke-4. Analisis sifat fisik yang dilakukan adalah kekerasan, volume pengembangan, dan derajat putih.

3.3.2.1 Uji kekerasan metode penetrometri (Ranganna 1986)

Uji kerenyahan dilakukan terhadap kerupuk matang dengan menggunakan penetrometer. Kerupuk direntangkan pada dasar alat penetrometer, kemudian ditusukkan jarum kedalam kerupuk selama 5 detik. Nilai kekerasan dapat dilihat

pada angka yang ditunjukkan oleh meter. Semakin kecil nilai yang didapatkan, maka tingkat kekerasan semakin besar.

Ikan sapu-sapu segar

Penyiangan dan pengambilan daging

Pelumatan

Pencampuran

Pemanasan (55-60 °C, ± 5 menit) Pengadonan (diuleni) (+ ¾ bagian tepung tapioka)

Pencetakan (dodolan) Pengukusan (1,5 – 2 jam, 80 - 90 °C)

Pendinginan (suhu ruang, 24 jam)

Pengirisan (tebal : 1 – 2 mm)

Penjemuran ( 2 hari)

kerupuk ikan

Gambar 3. Skema proses pembuatan kerupuk ikan (Modifikasi metode Wiriano, 1984)

Daging lumat (0, 10, 20, 30, 40, 50 %) Bawang putih , garam,

gula, putih telur, air, ¼ bagian tepung tapioka

3.3.2.2 Uji volume pengembangan (Zulviani 1992)

Pengukuran volume mengembang kerupuk dilakukan dengan menggunakan 5 keping kerupuk untuk setiap kali pengukuran. Sampel dimasukkan dalam posisi vertikal dalam gelas ukur yang ¼ bagiannya telah diisi manik-manik, kemudian gelas ukur diisi kembali dengan manik-manik sampai penuh dengan membentuk permukaan yang rata. Volume manik-manik yang digunakan baik tanpa atau dengan contoh diukur dengan gelas ukur. Volume jenis kerupuk ditentukan dengan rumus:

Volume jenis kerupuk =

sampel gram V2 - V1

Keterangan: V1 = volume manik-manik dalam wadah gelas tanpa berisi contoh V2 = volume manik-manik dalam wadah gelas berisi contoh

Selisih volume jenis kerupuk goreng dengan volume jenis kerupuk mentah merupakan volume mengembang kerupuk yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Volume mengembang kerupuk (%) = x 100% Vm

Vm - Vg

Keterangan: Vg = volume jenis kerupuk goreng

Vm = volume jenis kerupuk mentah

3.3.2.3 Uji derajat putih (Kett Whiteness Electric Laboratory 1981 diacu dalam Nurhayati 1994)

Analisis derajat putih dilakukan terhadap kerupuk mentah. Sampel berupa kerupuk dimasukkan kedalam cawan whiteness meter hingga padat dan penuh. Kemudian cawan berisi sampel serta cawan berisi standar (berupa white plate atau serbuk BaSO4) dimasukkan kedalam sistem Kett Whiteness Meter. Derajat putih diukur dengan membandingkan warna sampel dengan warna kontrol, ditunjukkan oleh jarum meter pada monitor.

3.3.3 Analisis proksimat

Analisis proksimat dilakukan terhadap kerupuk mentah yaitu pada awal (minggu ke-0), pertengahan (minggu ke-2) dan akhir penyimpanan (minggu ke-4)

kecuali pada analisis kadar air dilakukan setiap kali pengamatan (minggu ke-0 hingga minggu ke-4)

3.3.3.1 Analisis kadar air (AOAC 1995)

Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan dalam oven selama 15 menit atau sampai didapat berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3 – 4 jam pada suhu 105-110 º C. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air (%) =

B B B1− 2

x 100 %

Keterangan :B = berat sampel (gram)

B1 = berat (sample + cawan) sebelum dikeringkan B2 = Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan 3.3.3.2 Analisis kadar abu metode gravimetri (AOAC 1995)

Cawan kosong dipanaskan dalam oven kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Sampel ditimbang kurang lebih 3 gram dan diletakkan dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan dalam tanur. Pengabuan dilakukan pada suhu 550 º C selama 2-3 jam. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, setelah dingin cawan kemudian ditimbang. Persentase dari kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% Kadar abu = x 100% (g) sampel Berat (g) abu Berat

3.3.3.3 Analisis kadar lemak (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 0,5 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang diatas kondensor serta labu lemak dibawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks

selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Lebu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105º C selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus:

% Lemak = x 100% (g) sampel Berat (g) lemak Berat

Berat lemak = (berat labu + lemak) – berat labu

3.3.3.4 Analisis kadar protein metode mikro kjeldahl (AOAC 1995)

Analisis kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode kjeldahl mikro. Sampel sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan K2SO4 (1,9 g), HgO (40 mg), H2SO4 (2,5 ml) serta beberapa tablet kjeldahl. Sampel dididihkan sampai berwarna jernih (sekitar 1 – 1,5 jam); didinginkan dan dipindahkan ke alat destilasi. Lalu dibilas dengan air sebanyak 5 –6 kali dengan akuades (20 ml) dan air bilasan tersebut juga dimasukkan dibawah kondensor dengan ujung kondensor terendam didalamnya. Ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan NaOH 40 % sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dengan erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran metil merah 0,2 % dalam alkohol dan metilen blue 0,2 % dalam alkohol dengan perbandingan 2:1) yang ada dibawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunkan rumus sebagai berikut:

% Nitrogen = x 100% sampel mg 14.007 x NHCl x blanko) - HCl (ml

3.3.3.5 Analisis kadar karbohidrat by difference (Winarno 1997)

Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100 % dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh kepada zat gizi lainnya. Analisis kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

% Kadar karbohidrat = 100 % - (kadar air + kadar abu +kadar lemak + kadar protein) 3.3.4 Kapang (SNI 1992)

Pengujian terhadap kapang dilakukan setiap kali pengamatan yaitu pada minggu ke-0, ke-1, ke-2, ke-3 dan minggu ke-4. Pengujian terhadap kapang ini dilakukan secara visual yaitu dengan cara mengamati permukaan kerupuk dengan menggunakan kaca pembesar (loupe).

3.3.5 Uji aktivitas air (Apriyantono et al 1989)

Analisa aktivitas air (aw) dilakukan dengan menggunakan aw meter Shibaura WA-360. Sampel diletakkan dalam cawan pengukur aw. Setelah cawan ditutup dan dikunci, kemudian aw meter di dijalankan. Sebelum digunakan untuk pengukuran untuk terlebih dahulu aw meter dikalibrasi dengan menggunakan garam NaCl (suhu 30 ° C).

3.3.6 Uji sensori (Soekarto 1985)

Pengujian sifat organoleptik dilakukan berdasarkan uji kesukaan berskala hedonik. Sampel disajikan dengan memberi nomor secara acak dan panelis sebanyak 30 orang diminta memberikan penilaian kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, kerenyahan dan penampakan kerupuk ikan setelah digoreng. Pengujian organoleptik dilakukan pada setiap waktu penyimpanan.

Dokumen terkait