• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGAMATAN DAUN BARU KE-4

Daun baru ke-4 dihasilkan pada 10 MST. Perlakuan bibit berdaun 0 hingga pengamatan berakhir belum menghasilkan daun baru ke-4. Pada pengamatan daun baru 4 perlakuan memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata pada ke-seluruhan peubah, akan tetapi pengaruh tersebut mulai terlihat pada akhir peng-amatan.

0 1 2 3 4 5 6 10 12 h e lai MST

Jumlah Anak Daun (Daun Baru ke-4)

d1 (perlakuan bibit berdaun 1) d2 (perlakuan bibit berdaun 2) d3 (perlakuan bibit berdaun ≥ 3) d0 (perlakuan bibit berdaun 0) Jumlah anak daun (daun baru ke-4)

Jumlah anak daun terbanyak dihasilkan pada perlakuan bibit berdaun 2, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan bibit berdaun ≥ 3 (Tabel 16). Perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata di awal kemunculan daun baru pada 10 MST, perlakuan baru menunjukkan pengaruhnya pada umur tanam 12 minggu. Gambar 19 menunjukkan perlakuan terbaik ditunjukkan oleh perlakuan bibit berdaun 2

Tabel 16. Jumlah Anak Daun (Daun Baru ke-4)

Perlakuan MST ke- 10 12 ...(helai)... D0 0.0000 0.000c D1 0.8888 1.185bc D2 1.7458 5.507a D3 0.8439 3.394ab Uji F tn ** kk 51.8 36.2

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Panjang racis daun baru ke-4

Perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata di awal ke-munculan daun baru yaitu pada 10 MST (Tabel 17). Perlakuan mulai memberi-kan pengaruh sangat berbeda nyata pada 12 MST. Nilai rata-rata racis terpanjang dihasilkan perlakuan D2 (Gambar 20).

0 1 2 3 4 5 10 12 cm MST

Panjang Racis Daun Baru ke-4

d1 (perlakuan bibit berdaun 1) d2 (perlakuan bibit berdaun 2) d3 (perlakuan bibit berdaun ≥ 3) d0 (perlakuan bibit berdaun 0) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 cm MST

Panjang Anak Daun (Daun Baru ke-4)

d1 (perlakuan bibit berdaun 1) d2 (perlakuan bibit berdaun 2) d3 (perlakuan bibit berdaun ≥ 3) d0 (perlakuan bibit berdaun 0) Tabel 17. Panjang Racis daun baru ke-4

Perlakuan MST ke- 10 12 ...(cm)... D0 0.0000 0.0000c D1 0.3703 0.5112bc D2 1.0588 4.1562a D3 0.5437 2.1552b Uji F tn ** kk 37.7 32.7

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Panjang anak daun daun baru 4

Panjang anak daun terpanjang dihasilkan pelakuan D2 tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan D3 (Tabel 18). Perlakuan jumlah daun memberikan peng-aruh yang sangat berbeda nyata terhadap panjang anak daun pada 12 MST. Pengaruh terbaik ditunjukkan perlakuan D2 hingga 12 MST (Gambar 21).

Gambar 20. Panjang racis daun baru ke-4

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 10 12 cm MST

Lebar Anak Daun (Daun Baru ke-4)

d1 (perlakuan bibit berdaun 1) d2 (perlakuan bibit berdaun 2) d3 (perlakuan bibit berdaun ≥ 3) d0 (perlakuan bibit berdaun 0) Tabel 18. Panjang Anak Daun (Daun Baru ke-4)

Perlakuan MST ke- 10 12 ...(cm)... D0 0.000 0.000c D1 1.524 1.868bc D2 1.870 6.804a D3 1.299 3.846ab Uji F tn ** kk 63 42.1

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5% Lebar anak daun daun baru 4

Lebar anak daun daun baru 4 dipengaruhi oleh perlakuan jumlah daun pada bibit (Tabel 19). Pengaruh sangat berbeda nyata ditunjukkan pada minggu ke-12 (12 MST). Perlakuan D2 menghasilkan anak daun yang lebih lebar dibandingkan perlakuan lainnnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan D3 (Gambar 22).

Tabel 19. Lebar Anak Daun (Daun Baru ke-4)

Perlakuan MST ke- 10 12 ...(cm)... D0 0.0000 0.0000c D1 0.1150 0.1333bc D2 0.1283 0.5383a D3 0.1033 0.3867ab Uji F tn ** kk 12.6 13.4

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 d1 (perlakuan bibit berdaun 1) d2 (perlakuan bibit berdaun 2) d3 (perlakuan bibit berdaun ≥ 3) d0 (perlakuan bibit berdaun 0)

Pengamatan Daun Baru ke-5 (12 MST)

jumlah anak daun (helai) panjang racis (cm) panjang anak daun (cm) lebar anak daun (cm) PENGAMATAN DAUN BARU KE-5

Secara keseluruhan pada daun baru ke-5, perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah anak daun, panjang racis, panjang anak daun, dan lebar anak daun (Tabel 20). Daun ke-5 mulai muncul saat 12 MST. Perlakuan D0 belum menghasilkan daun baru ke-5. Dari hasil analsis statis-tik perlakuan D2 menunjukkan nilai rata-rata terbesar untuk semua peubah. Tabel 20. Pengamatan Daun Baru ke-5 (12 MST)

Perlakuan Jumlah anak daun (helai) Panjang racis (cm) Panjang anak daun (cm) Lebar anak daun (cm) D0 0.000 0.0000 0.0000 0.0000 D1 0.2593 0.02600 0.3667 0.02667 D2 0.4445 0.06850 0.8148 0.06833 D3 0.2292 0.03133 0.3958 0.03167 Uji F tn tn tn tn kk 38.6 8.4 53.1 8.4

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Pembahasan

Sejak awal permasalahan mengenai persentase hidup bibit tanaman sagu pada saat tanam di lapangan menjadi perhatian yang sangat penting. Bibit sagu

banyak mengalami kematian di lapangan pasca pemindahan bibit dari tempat per-semaian (rakit). Perper-semaian bibit sagu di rakit menjadi metode aklimatisasi untuk memberikan kondisi yang sesuai bagi bibit sagu yang baru dipisahkan dari induknya untuk kemudian ditanam di lapangan. Hasil pengamatan menunjukkan persentase hidup bibit sagu tertinggi di lapangan mencapai 65% dan terendah 15%. Persentase hidup tertinggi ditunjukkan perlakuan bibit sagu berdaun 2. Persentase tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan bibit sagu berdaun ≥3 (kontrol) yang memiliki persentase hidup sekitar 64%. Persentase hidup terendah ditunjuk-kan perlakuan D0.

Pada Tabel 1 terlihat bahwa pada tiap minggu pengamatan selalu terjadi penurunan persentase hidup. Penurunan persentase hidup tersebut diduga akibat perbedaan kemampuan bibit sagu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan tumbuh. Kondisi lahan yang tergenang air menjadi salah satu penyebab yang mengakibatkan banyak tanaman yang mati. Faktor lain juga disebabkan oleh kemampuan bibit menyediakan nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan bibit sagu. Hal tersebut dapat dilihat dari perbedaan jumlah daun mempengaruhi tanaman untuk mengefisienkan pemanfaatan radiasi matahari dan fiksasi karbon. Menurut Gardner et al (2008) daun merupakan organ utama untuk menyerap cahaya dan untuk melakukan fotosintesis (fiksasi karbon). Pertumbuhan tajuk tanaman juga merupakan laju pertumbuhan tanaman budidaya yang berarti ber-kaitan erat dengan kemampuan hidup bagi tanaman tersebut.

Gardner et al (2008) menyebutkan spesies tanaman budidaya yang efisien cenderung menginvestasikan sebagian besar awal pertumbuhan mereka dalam bentuk penambahan luas daun. Berdasarkan hal tersebut diduga bibit tanaman sagu menginvestasikan cadangan makanan yang ada pada banir untuk pembentuk-an daun baru pertama. Hal tersebut menjadi sebuah asumsi bahwa kecenderungpembentuk-an penurunan persentase hidup bibit di lapangan juga disebabkan berkurangnya cadangan makanan pada banir karena telah diinvestasikan untuk pembentukan daun baru pertama. Pada penelitian terkait aspek pertumbuhan bibit di lapangan Ahyuni (2011) menyebutkan kematian bibit setiap minggu di lapangan seiring dengan berkurangnya cadangan makanan pada banir.

Selama pengamatan ketinggian tanaman terlihat begitu siginfikan per-ubahannya. Adapun kenaikan yang terjadi hanya pertambahan tinggi beberapa cm dari tinggi saat pengamatan awal. Pertambahan tinggi yang cukup baik terlihat pada minggu ke-2 setelah tanam hingga 6 MST. Pada minggu-minggu tersebut merupakan awal musim hujan sehingga kebutuhan tanaman akan air di lapangan menjadi tercukupi. Pada minggu berikutnya terlihat tanaman mulai melambat dalam pertambahan tingginya. Diduga hal tersebut disebabkan air yang tergenang cukup lama (2-12 MST). Berdasarkan pendapat Flach dan Schuilling (1991) air yang tergenang terlalu lama dapat menghambat pertumbuhan tanaman sagu. Tana-man membutuhkan oksigen dalam tanah untuk pernapasan dan pertumbuhannya. Apabila terjadi penggenangan, maka pori-pori tanah tertutupi sehingga tidak ter-jadi pertukaran gas antara tanah dan udara yang mengakibatkan menurunnya ke-tersedian oksigen pada akar. Air yang tergenang juga menyebabkan unsur nitro-gen tidak tersedia bagi tanaman, sehingga tanaman kekurangan unsur yang mem-bantu pertumbuhan fase vegetatifnya.

Jumlah pertambahan daun pada perlakuan selalu meningkat pada setiap minggunya. Terdapat beberapa tanaman yang belum menghasilkan daun baru hingga pengamatan berakhir (12 MST). Total daun baru diakhir pengamatan sebanyak 5 helai daun tetapi hanya 3 perlakuan yang telah menghasilkan daun baru ke-5 yaitu D1. D2, dan D3. Perlakuan D0 hanya mampu menghasilkan daun sebanyak tiga helai. Hal tersebut disebabkan kemampuan perlakuan D0 untuk menghasilkan daun baru lebih lambat dibandingkan perlakuan lainnya, karena hanya memanfaatkan cadangan makanan pada banir diawal pembentukan daun pertama.

Secara keseluruhan daun terbanyak dihasilkan oleh perlakuan bibit ber-daun 2. Pertambahan jumlah ber-daun tersebut diduga disebabkan oleh pengaruh jum-lah daun pada tanaman dan cadangan makanan yang tersedia pada banir. Bila dibandingkan dengan perlakuan D3, bibit yang memiliki jumlah daun 2 cenderung menghasilkan daun baru yang lebih banyak. Hal tersebut erat kaitannya dengan cadangan makan yang tersedia pada banir. Pada proses persemaian sebelum pe-nanaman di lapangan sebelumnya telah terbentuk daun ditempat persemaian, akibatnya cadangan makan yang terdapat pada banir telah berkurang ataupun

habis karena untuk pembentukan daun baru. Proses tersebut menyebabkan bibit sagu di lapangan bergantung pada sisa cadangan makanan ataupun hanya pada hasil fotosintesis dari daun. Diduga pada perlakuan D3 cadangan makanan pada banir mulai menipis ataupun habis, sehingga pembentukan daun bergantung pada hasil fotosintesis dari daun yang ada dan cadangan makanan yang tersisa. Bila dibandingkan dengan perlakuan D2, cadangan makan pada banir masih lebih banyak dibandingkan perlakuan D3. Pertumbuhan bibit pada perlakuan D2 masih mendapat suplai energi dari banir yang lebih banyak dari perlakuan D3 dan ditam-bah dari proses fotosintesis yang dihasilkan daun.

Pada perlakuan D1 dan D0 mendapati permasalahan pada kemampuan kedua perlakuan tersebut untuk menghasilkan daun baru dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pada perlakuan D1 daun baru telah dihasilkan tetapi jumlah daun tersebut terlalu sedikit untuk membantu menyuplai nutrisi bagi pertumbuhan. Pada Tabel 2, pertambahan daun pada perlakuan D1 cukup lambat dan hampir sama dengan perlakuan D0 yang sama sekali belum memiliki daun pada saat ta-nam di lapangan.

Pengamatan daun baru pertama dilakukan setelah 4 MST. Pada satu bulan pertama daun pertama telah mulai terbentuk dan telah mekar sempurna. Beberapa tanaman masih ada yang belum menghasilkan daun baru pada satu bulan pertama. Tabel 4 menampilkan data nilai rata-rata jumlah anak daun yang dihasilkan pada setiap perlakuan. Hasil diminggu terakhir pengamatan (12 MST) menunjukkan jumlah anak daun yang dihasilkan tidak berbeda nyata.

Perlakuan yang menghasilkan anak daun terbanyak dihasilkan oleh per-lakuan D1. Pada minggu sebelumnya perper-lakuan D2 menghasilkan anak daun ter-banyak dibandingkan dengan perlakuan D1. Kondisi tersebut terjadi akibat be-berapa faktor, yaitu faktor pertumbuhan tanaman dan faktor lingkungan. Perla-kuan D1 menampilkan hasil lebih baik dikarenakan bibit melakukan pembentuk-an daun baru lebih lambat dibpembentuk-andingkpembentuk-an bibit berdaun 2, sehingga energi ypembentuk-ang di-butuhkan untuk melakukan pembentukan daun lebih terkonsentrasi pada satu daun. Pada bibit berdaun 2 proses pembentukan daun baru lebih cepat demikian juga pada perlakuan D3. Tenggang waktu antara pembentukan daun baru 1 ke daun baru berikutnya cukup dekat. Gambar 5 menunjukkan perlakuan D1 cukup lambat

dalam menghasilkan daun baru pertama. Terkonsentrasinya energi dalam pemben-tukan daun baru 1 tersebut mempengaruhi jumlah anak daun yang dihasilkan pada daun baru tersebut. Menurut Wibisono (2011) pembentukan anak daun diperlukan banyak energi untuk pertumbuhan yang diperoleh dari air yang diserap melalui akar sebelum mempunyai daun. Pembentukan daun yang lambat merupakan dam-pak dari pertumbuhan tanaman yang lambat.

Perlakuan bibit berdaun 2 dan kontrol (perlakuan D3) memberikan peng-aruh terbaik pada panjang racis daun baru 1 yang dihasilkan. Pengpeng-aruh tersebut hanya berlangsung selama satu setengah bulan pertama. Pada bulan berikutnya (10-12 MST) perlakuan menunjukkan hasil yang hampir sama menurut uji statistik. Pengaruh yang bebeda nyata pada satu setengah bulan pertama disebab-kan perlakuan D2 dan D3 lebih cepat dalam proses pembentudisebab-kan daun baru diban-dingkan perlakuan lainnya. Perlakuan D0 mulai memberikan respon yang cepat dalam pertumbuhan daun baru pertama pada 10 MST menuju 12 MST. Diduga pada umur tersebut bibit dengan perlakuan tanpa daun (D0) berada dalam kondisi optimum untuk pertumbuhan daun

Perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata pada panjang anak daun yang dihasilkan. Perlakuan D1 memiliki jumlah anak daun yang lebih banyak tetapi nilai rata-rata panjang anak daun daun baru 1 lebih pendek dibandingkan perlakuan lainnnya. Tanaman kontrol (D3) menghasilkan anak daun yang paling panjang tetapi tidak berbeda jauh dengan panjang anak daun yang dihasilkan perlakuan daun 2. Pada Tabel 5 perlakuan D0 terlihat memberikan respon yang lebih lambat dalam pemanjangan anak daun, respon tertinggi mulai terlihat pada 10 MST ke 12 MST. Pembentukan daun baru 1 mulai melambat pada perlakuan D2 dan D3 yaitu saat umur tanam 8-12 MST. Pada saat tersebut perlakuan telah terfokus pada pembentukan daun baru berikutnya.

Jumlah daun pada bibit tidak memberikan pengaruh pada lebar anak daun baru 1. Secara keseluruhan lebar anak daun memiliki ukuran yang sama. Respon terhadap perlakuan ditunjukkan pada awal pengamatan yaitu ketika perlakuan D2 dan D3 lebih cepat dalam menghasilkan daun baru dibandingkan perlakuan lainnya. Pada bulan selanjutnya perlakuan D2 dan D3 telah terkonsentrasi pada pembentukan daun baru berikutnya.

Sejak awal pengamatan beberapa perlakuan telah menghasilkan daun baru 2 tetapi perlakuan D0 masih belum melakukan pembentukan daun baru 2. Per-lakuan D0 masih terkonsentrasi pada pembentukan daun baru 1 karena untuk membentuk daun baru bibit berdaun 0 hanya mengandalkan cadangan makanan yang tersedia pada banir. Perlakuan bibit berdaun 0 mulai menghasikan daun baru 2 pada 8 MST.

Jumlah anak daun yang dihasilkan pada daun baru 2 menunjukkan hasil yang hampir sama dengan pengaruh perlakuan terhadap jumlah anak daun pada daun baru 1. Perlakuan D1 menghasilkan anak daun yang lebih banyak dibanding-kan perlakuan D2 dan Kontrol. Asumsi yang diberidibanding-kan sama dengan pengaruh yang ditunjukkan pada jumlah anak daun daun baru 1. Proses pembentukan daun baru 2 pada perlakuan D1 lebih lama terkonsentrasi akibat respon perlakuan yang lambat dalam inisiasi pembentukan daun baru selanjutnya.

Nilai rata-rata panjang racis yang dihasilkan pada daun baru 2 hanya me-nunjukkan pengaruh pada minggu ke-8 tepat di bulan kedua setelah penanaman. Pada bulan kedua telah banyak perlakuan yang menghasilkan daun baru 2. Perlakuan D2 dan D3 pada minggu ke-8 menampakkan peningkatan panjang racis yang cukup pesat. Hal tersebut menandakan bahwa pada umur tanam tersebut perlakuan bibit berdaun 2 dan kontrol mulai menunjukkan pertumbuhan yang optimum dalam pembentukan daun baru 2. Proses tersebut berlangsung hingga perlakuan mulai menginisiasi pembentukan daun baru berikutnya. Seperti peng-aruh pada peubah sebelumnya, diakhir pengamatan (12 MST) perlakuan bibit berdaun 1 menghasilkan nilai rata-rata racis terpanjang diantara perlakuan lainnya.

Panjang anak daun pada daun baru ke-2 tidak menunjukkan hasil yang mirip dengan panjang anak daun pada daun baru ke-1. Perlakuan memberikan pengaruh pada waktu pertumbuhan daun baru ke-2 mulai memasuki titik optimum yaitu saat 8 MST (2 bulan). Titik optimum pertumbuhan daun baru ke-2 pada perlakuan D1 dan D0 terlihat pada umur 12 MST. Lebar anak daun pada daun baru ke-2 juga menunjukkan pengaruh yang sama seperti panjang anak daun pada setiap perlakuannya. Lambatnya proses pembentukan daun baru ke-1 diduga menjadi penyebab keterlambatan pembentukan daun baru ke-2 pada perlakuan D1 dan D0.

Pertumbuhan daun baru 3 telah mulai diinisiasi sejak bulan kedua (8 MST). Perlakuan bibit berdaun 0 mulai menghasilkan daun pada 12 MST (3 bulan). Perlakuan D1, D2, dan D3 menghasilkan daun baru 3 lebih cepat 2 minggu dari waktu normal (asumsi satu daun setiap bulan). Perlakuan bibit berdaun 1 paling sedikit menghasilkan anak daun. Perlakuan D2 dan D3 dalam pembentukan daun baru 3 telah banyak mendapat suplai energi dari daun sebelumnya, sehingga pada umur 2,5 bulan perlakuan menunjukkan pengaruh yang baik pada jumlah anak daun yang dihasilkan. Perlakuan D1 pada akhir pengamatan tidak menunjukkan pengaruh yang biasa ditunjukkan pada daun baru sebelumnya. Dalam hal ini perlakuan D1 kurang mampu dalam mengoptimalkan pembentukan anak daun pada daun baru 3. Hal tersebut diduga bahwa perlakuan bibit berdaun 1 memper-oleh suplai energi dari daun yang dimiliki lebih sedikit dibandingkan energi yang disuplai daun pada perlakuan D2 dan D3, demikian juga yang terjadi pada per-lakuan D0.

Hal sama juga ditunjukkan pada panjang racis yang dihasilkan. Perlakuan bibit berdaun 1 menghasilkan panjang racis terpendek diantara keseluruhan per-lakuan. Perlakuan D0 menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan perlaku-an D1 (12 MST). Hal tersebut disebabkperlaku-an pada umur 10 MST perlakuperlaku-an D1 telah menginisiasi pembentukan daun baru ke-4, sedangkan pada perlakuan D0 pem-bentukan daun hanya berlangsung sampai daun baru ke-3. Pada kasus ini saat umur 12 MST perlakuan D0 lebih memfokuskan pembentukan daun baru ke-3, sedangkan perlakuan D1 sudah mulai mengalihkan energi untuk pembentukan daun baru ke-4.

Perlakuan menunjukkan pengaruhnya pada panjang anak daun yang di-hasilkan. Respon daun terhadap pelakuan ditunjukkan pada 10-12 MST. Per-lakuan D3 menghasilkan anak daun terpanjang mencapai 14 cm pada minggu ke-12 setelah tanam. Demikian juga pada perlakuan bibit berdaun 2, panjang anak daun yang dihasilkan mencapai 13 cm sedikit dibawah panjang anak daun pada perlakuan D3. Hal yang sama juga ditunjukkan pada lebar anak daun yang dihasilkan. Perlakuan memberikan pengaruh terhadap lebar anak daun pada daun baru 3. Diduga pengaruh tersebut disebabkan suplai energi dari hasil fotosintesis

pada perlakuan D2 dan D3 cukup banyak, sehingga dioptimalkan dalam pem-bentukan panjang dan lebar anak daun.

Pengamatan pada daun baru 4 menunjukkan bahwa setiap peubah pada daun baru 4 dipengaruhi oleh perlakuan yang ada. Pengaruh tersebut terlihat pada umur 12 MST. Perlakuan D2 menunjukkan pengaruh yang paling baik pada keseluruhan peubah yang diamati. Perlakuan D2 menghasilkan daun baru ke-4 dengan jumlah nilai rata-rata anak daun, panjang racis (cm), panjang anak daun (cm), lebar anak daun (cm) berturut-turut 5.5, 4.1, 6.8, 0.5. Hal yang sama juga ditunjukkan pada daun baru 5. Nilai rata-rata untuk jumlah anak daun, panjang racis, panjang anak daun, dan lebar anak daun terbesar juga ditunjukkan oleh bibit yang telah memiliki 2 daun, akan tetapi semua perlakuan masih belum mem-berikan pengaruh yang berbeda nyata pada peubah yang ada. Pembentukan daun baru oleh perlakuan D1, D3, dan D0 dilakukan lebih lambat dibandingkan D2, hal tersebut yang mengakibatkan nilai rata-rata setiap peubah pada daun baru ke-4 dan 5 rendah. Pembentukan daun tanaman yang lambat merupakan dampak dari pertumbuhan tanaman yang lambat. Kemampuan tanaman dalam membentuk daun menjadi berkurang. Lambatnya pertumbuhan pada perlakuan tersebut dapat dikaitkan pada pertambahan tinggi yang dihasilkan (Tabel 3). Pertumbuhan semakin melambat dari 6 MST hingga 12 MST. Pada 12 MST hanya perlakuan D2 yang menunjukkan pertambahan tinggi, hal tersebut menjadi penyebab per-lakuan D2 menghasilkan nilai rata-rata terbaik di setiap peubah pada daun baru ke-4 dan 5.

Dokumen terkait