• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pengambilan keputusan inovasi biogas (selanjutnya disebut PK IB) mencakup lima tahapan yang berurutan, yakni tahap pengenalan, tahap persuasi, tahap pengambilan keputusan, tahap implementasi atau pelaksanaan, dan tahap konfirmasi. Selanjutnya, akan diuraikan setiap tahapan dalam pengambilan keputusan IB pada peternak adopter IB yang terdapat di Desa Haurngombong. Hal ini untuk mengkaji variabel- variabel apa saja yang menentukan dalam proses pengambilan keputusan IB dan perbedaan yang terdapat dalam setiap tahapan PK dapat dilihat pada tabel hasil uji korelasi Rank Spearman sebagaimana telah dikemukakan pada metodologi penelitian ini. Adapun hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tahap Pengenalan Peternak terhadap Inovasi Biogas

Inovasi biogas diintroduksikan pertama kali oleh pihak Perguruan Tinggi di Bandung pada tahun 1998 kepada peternak di Kabupaten Sumedang, termasuk di Desa Haurngombong. Namun, tidak semua adopter IB mengenal pada tahun yang sama. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 19. Waktu pengenalan biogas yang beragam terjadi pada adopter IB dikarenakan penyebaran informasi inovasi biogas dilakukan pula oleh penyuluh pertanian desa pada saat berbagai tipe biogas mulai diterapkan di Desa Haurngombong. Pada saat berbagai tipe biogas mulai diterapkan di Desa Haurngombong, maka pada saat itu pula di tahun yang sama penyuluh pertanian kembali memperkenalkan biogas kepada peternak. Penyebaran informasi IB yang dilakukan baik oleh pihak Perguruan Tinggi maupun oleh pihak penyuluh pertanian desa dilakukan melalui saluran komunikasi (penyuluhan IB), sedangkan pola komunikasi (saluran interpersonal dan media massa) aktif dilakukan oleh masing-masing peternak dengan mencari informasi IB dari peternak yang tergabung dalam kelompok peternak yang berbeda maupun dari berbagai instansi di luar daerah Sumedang, serta memperoleh informasi IB secara mandiri yang dilakukan menggunakan internet.

Pada Tabel 19 disajikan data mengenai sejauh mana kegiatan penyebaran informasi IB (waktu pertama kali mengetahui atau mengenal IB) mampu menarik perhatian peternak sehingga mampu mengenal adanya inovasi biogas dan mau menerapkan inovasi biogas kemudian. Berdasarkan data pada Tabel 19 diketahui bahwa para adopter IB mengalami PK Inovasi dalam empat tahapan untuk berbagai tipe biogas yang diterapkan. Pada penerapan biogas plastik diketahui bahwa sebanyak 6 persen adopter IB telah mengenal adanya biogas plastik dan terus berkembang menjadi dua kalinya pada tahun 2003. Hal ini dimungkinkan karena kepemilikkan ternak pada saat itu banyak dan telah ada adopter IB yang berhasil menerapkan biogas pada tahun 2000 sehingga adopter IB lainnya tertarik untuk mengembangkan biogas untuk memenuhi kebutuhan memasak sehari-hari.

Tabel 19 Jumlah dan persentase adopter IB Desa Haurngombong menurut waktu pengenalan inovasi dan tipe biogas, tahun 2015

Waktu pengenalan

Biogas plastik Biogas fiber Biogas beton Total Jumlah (orang) Persen (%) Jumlah (orang) Persen (%) Jumlah (orang) Persen (%) Jumlah (orang) Persen (%) 2000 3 6.00 0 0.00 0 0.00 3 6.00 2003 6 12.00 9 18.00 1 2.00 16 32.00 2008 0 0.00 3 6.00 2 4.00 5 10.00 2011 0 0.00 0 0.00 26 52.00 26 52.00 Total 9 18.00 12 24.00 29 58.00 50 100.00 Sumber : Data Primer

Lebih lanjut, mayoritas adopter IB mengenal atau mengetahui informasi mengenai biogas fiber pada tahun 2003 atau 12 persen lebih banyak adopter IB mengenal biogas fiber dibandingkan pada tahun 2008. Kondisi ini diduga karena adopter IB mendapatkan informasi melalui sesama peternak yang berhubungan kekeluargaan. Selain itu, pola komunikasi yang dilakukan pun adalah komunikasi interpersonal kosmopolit dan lokalit. Keberhasilan dalam penerapan biogas plastik pun, telah mendorong sejumlah adopter IB untuk mencari informasi mengenai tipe biogas lainnya yang dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang lebih tahan lama. Hal ini dikarenakan pada penerapan biogas plastik, hanya dapat bertahan sekitar 1-2 tahun penerapan karena jenis plastik biogas yang mudah bocor dan rusak oleh kondisi alam maupun rusak oleh hewan ternak. Pada tahun 2008 hanya 3 orang adopter IB yang mengenal biogas fiber dimungkinkan karena belum aktifnya mereka dalam berbagai aktifitas yang diadakan oleh kelompok peternak pada tahun 2003 sehingga mereka baru mengenal tipe biogas tersebut pada saat penyuluh pertanian melakukan penyuluhan biogas sebelum biogas fiber diterapkan pada tahun yang sama.

Pada tahap pengenalan biogas beton mayoritas adopter IB mengenal biogas beton pada tahun 2011. Hal ini dimungkinkan karena adanya upaya pemerintah untuk menjadikan limbah kotoran ternak sebagai sumber energi terbarukan yang mendukung pemberdayaan masyarakat sebagai Desa Mandiri Energi sehingga lebih dari 50 persen adopter IB diperkenalkan dengan biogas yang tergolong lebih tahan lama dalam pemanfaatannya. Meskipun pada tahun yang sama terjadi penurunan jumlah ternak yang dimiliki masyarakat setempat, namun pemanfaatan kotoran ternak sebagai bahan bakar memasak dirasa sangat membantu adopter IB dalam mengurangi biaya pengeluaran rumahtangga sehingga mereka pun terdorong pula untuk mengenal dan kemudian memanfaatkan biogas sebagai bahan bakar memasak rumahtangga. Adapun sebanyak 6 persen adopter IB telah megenal biogas beton sebelum tahun 2011. Hal ini dikarenakan pada tahun 2003 dan 2008, adopter IB tersebut tidak mendapatkan subsidi biogas oleh pemerintah, sedangkan mereka sangat ingin memanfaatkan biogas sehingga pada dua waktu tersebut mereka memutuskan untuk mengikuti kredit biogas pada tetangga sesama pemanfaat biogas yang berada di dusun yang berbeda dan kondisi ini kemudian menuntut adopter IB tersebut untuk mengenal biogas beton lebih awal dibandingkan dengan adopter IB lainnya yang mayoritas baru mengenal biogas beton pada tahun 2011.

Kondisi diatas pun tampaknya berhubungan dengan sumber inovasi biogas bagi adopter IB di Desa Haurngombong. Hal ini selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Jumlah dan persentase sumber informasi tentang inovasi biogas Desa Haurngombong, tahun 2015

Sumber informasi Jumlah (orang) Persen (%)

Perguruan Tinggi 8 16.00

PPL 50 100.00

Pengurus KSU 2 4.00

Ketua poknak 48 96.00

Kepala/Aparat desa 2 4.00

Sesama anggota poktan/poknak 9 18.00

Media massa (internet) 1 2.00

Sumber : Data Primer

Data yang disajikan pada Tabel 20 menunjukkan bahwa mayoritas adopter IB memperoleh informasi biogas dari PPL (Penyuluh Pertanian Lapang) dan kemudian informasi IB diperoleh dari ketua kelompok peternak. Peran PPL yang tinggi dalam penyebaran informasi biogas ini dimungkinkan karena penyuluhan selalu dilakukan sebelum penerapan biogas mulai dilakukan kepada peternak adopter IB sehingga saat biogas dipraktekan, adopter IB telah mengetahui berbagai informasi mengenai biogas meskipun kemudian tidak dilakukan pendamping kepada adopter IB oleh PPL. Adapun peran ketua poknak yang tinggi atau lebih rendah 4 persen dibandingkan peran PPL dalam introduksi biogas dikarenakan ketua poknak rutin mengadakan pertemuan dengan anggota kelompok peternak baik membahas dan mendiskusikan masalah biogas maupun pemeliharaan ternak warga desa.

Pada sumber informasi yang berasal dari media massa (internet) rendah atau masing-masing sebesar 2 persen dikarenakan kurangnya akses pada media massa tersebut. Akses yang rendah dalam pemanfaatan internet dimungkinkan karena sinyal yang kurang baik menjangkau daerah Desa Haurngombong dan jarak yang jauh untuk warga desa dapat memanfaatkan warung internet (warnet) atau sekitar 7 kilometer harus ditempuh ke Tanjungsari untuk dapat mengakses internet dengan sinyal yang lebih baik. Adanya 1 orang adopter IB yang memperoleh informasi dari internet dimungkinkan karena dirinya merasakan manfaat yang berarti dari biogas sehingga mendorong dirinya untuk mencari tau informasi lebih lanjut mengenai biogas dari media massa dan karena adopter IB bekerja di daerah Tanjungsari sehingga bisa dapat dengan mudah menjangkau akses internet di warnet.

Pada Tabel 20 diketahui pula sebanyak 4 persen lebih tinggi informasi IB didapatkan oleh adopter IB melalui sesama anggota kelompok tani maupun kelompok peternak dibandingkan dengan informasi yang diperoleh dari pihak Perguruan Tinggi. Kondisi ini mendukung pula keadaan penerapan IB yang lebih rendah sebelum tahun 2003 dibandingkan dengan penerapan IB setelah tahun 2003. Hal tersebut menunjukkan bahwa persentase adopter IB yang memperoleh

informasi dari sumber komunikasi interpersonal menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber informasi melalui komunikasi massa. Sejumlah adopter IB yang mendapatkan informasi mengenai inovasi biogas dari sesama anggota kelompok tani maupun kelompok ternak dimungkinkan karena adanya hubungan keluarga yang dimiliki oleh masing-masing adopter IB, serta pertemuan yang dapat dilakukan antar sesama anggota kelompok peternak dan petani kapanpun mereka inginkan.

Penyuluhan inovasi biogas yang dilakukan baik oleh pihak Perguruan Tinggi maupun PPL merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan peternak mengenai penerapan inovasi biogas, serta mendukung upaya pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh pihak Perguruan Tinggi melalui pendampingan kepada masyarakat. Berdasarkan pada hasil wawancara terhadap adopter IB di Desa Haurngombong dapat diketahui gambaran persentase dalam hal pengenalan inovasi biogas yang dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Jumlah dan persentase peternak yang mengenal inovasi biogas Desa Haurngombong, tahun 2015

Aktivitas Inovasi Biogas Jumlah (orang) Persen (%)

Penentuan lokasi instalasi 41 82.00

Persiapan bahan dan alat 49 98.00

Ukuran dan kapasitas digester 40 80.00

Pembuatan lubang digester 45 90.00

Pembuatan saluran pemasukan (Inlet) 40 80.00

Pembuatan saluran pengeluaran (Outlet) 45 90.00

Pembuatan bak penampungan 38 76.00

Pemasangan instalasi 45 90.00

Pemasangan pipa saluran gas 45 90.00

Menyiapkan kotoran ternak (kotnak) 49 98.00

Mengaduk kotnak dengan air (2:1) 43 86.00

Memasukkan adukan kotnak 42 84.00

Mengatur kran kontrol (13-20 hari) 4 8.00

Membuka gas kontrol hari ke-14 3 6.00

Pengoperasian biogas 45 90.00

Pengolahan limbah digester biogas 50 100.00

Pembelian kompor gas 44 88.00

Sumber : Data Primer

Pada Tabel 21 tersebut diketahui bahwa tidak semua adopter IB yang menerapkan inovasi biogas mengenal setiap panduan kegiatan inovasi biogas. Lebih lanjut, hal ini mendukung data pada Tabel 22 mengenai distribusi adopter IB pada kategori komponen inovasi biogas pada tahap pengenalan.

Tabel 22 Distribusi adopter IB pada kategori tingkat pengenalan komponen inovasi biogas

Kategori tingkat pengenalan Tingkat pengenalan adopter Jumlah (orang) Persen (%)

1-6 komponen 4 8.00

7-12 komponen 8 16.00

13-17 komponen 38 76.00

Total 50 100.00

Sumber : Data Primer

Data pada Tabel 22 menunjukkan bahwa mayoritas adopter IB telah mengenal 13-17 komponen dan terendah hanya mengenal 1-6 komponen. Adanya dua aspek dalam kegiatan inovasi biogas yang sedikit diketahui oleh adopter IB, yakni sebanyak delapan persen pada aspek mengatur kran kontrol (13-20 hari) dan sebanyak enam persen pada aspek membuka gas kontrol hari ke-14, serta penentuan lokasi instalasi bangunan biogas baku dengan luas area digester sekitar 18 m2 tidak diketahui oleh adopter IB dimungkinkan karena tidak adanya penjelasan mengenai aspek tersebut saat penyuluhan dilakukan. Meskipun hal ini menjadi hal mendasar yang perlu diketahui adopter IB, namun peternak adopter menggunakan ukuran baku yang diketahui dari pemborong dalam pembangunan instalasi biogas, yakni sekitar 24 m2. Adapun sebagian kecil peternak adopter lainnya memanfaatkan lahan seluas 20 m2 untuk pembangunan instalasi biogas karena dirasa sudah cukup untuk membangun digester biogas dan karena lahan yang dimiliki tidak lebih luas, namun adopter IB merasa sangat membutuhkan dan ingin untuk menggunakan biogas. Jarak instalasi biogas dari kandang dan dapur disadari dan diketahui oleh adopter IB pada jarak yang dekat dengan kandang dan dapur. Hal ini bertujuan untuk pengangkutan kotoran ternak yang lebih mudah, tidak jauh, dan tidak merepotkan, serta agar hasil gas biogas yang dihasilkan untuk memasak mengeluarkan api dengan nyala api besar dan dapat lebih lama untuk dimanfaatkan memasak.

Pada aspek ukuran dan kapasitas digester biogas, pembuatan saluran inlet- outlet, pembuatan bak penampungan, pemasangan instalasi, pemasangan pipa saluran gas, mengaduk kotoran ternak, memasukkan adukan kotoran ternak, pengoperasian biogas, serta pembelian kompor biogas diketahui secara umum adanya aspek kegiatan tersebut, namun tidak mengetahui ukuran baku yang seharusnya digunakan untuk membangun instalasi biogas sehingga peternak adopter biogas menggunakan ukuran kisaran yang diketahui langsung dari pemborong dalam membangun instalasi biogas. Berbeda halnya pada aspek pembuatan lubang digester biogas yang diketahui adopter biogas dengan ukuran lubang sebesar enam meter. Hal ini dimungkinkan karena keterlibatan langsung peternak adopter dalam penggalian lubang digester tersebut. Penggalian lubang digester biogas tersebut dilakukan oleh empat hingga lima orang setiap satu lubang digester biogas. Adopter IB yang ikut membantu menggali lubang digester biogas kemudian akan diberi upah sebesar Rp 400 000 per lubang oleh pemborong.

Tahap Persuasi Peternak terhadap Inovasi Biogas

Pada tahap persuasi ini diartikan sebagai tahapan dimana adopter IB membentuk sikap suka atau tidak suka maupun setuju atau tidak setuju terhadap aspek kegiatan inovasi biogas secara baku. Untuk melihat pembentukan suka atau tidak suka maupun setuju atau tidak setuju adopter IB terhadap inovasi biogas, ditanyakan persetujuan mereka terhadap setiap aspek kegiatan IB secara baku. Berdasarkan hasil wawancara terhadap adopter IB di Desa Haurngombong diperoleh informasi mengenai sikap mereka terhadap setiap aspek kegiatan inovasi biogas sebagaimana terlihat pada Tabel 23.

Pada Tabel 23 diketahui bahwa tidak semua adopter IB yang mengenal aspek kegiatan IB secara baku mau menerapkan setiap aspek kegiatan IB. Tidak semua adopter IB setuju terhadap tahapan inovasi biogas. Secara umum, diketahui bahwa jumlah dan persentase adopter IB yang setuju terhadap setiap aspek kegiatan inovasi biogas tergolong tinggi, kecuali pada aspek mengatur kran kontrol (13-20 hari) dan membuka gas kontrol pada hari ke-14. Hal ini dikarenakan pada dua aspek kegiatan tersebut dirasa tidak terlalu berpengaruh terhadap biogas yang dihasilkan.

Tabel 23 Jumlah dan persentase peternak yang setuju terhadap inovasi biogas Desa Haurngombong, tahun 2015

Aktivitas Inovasi Biogas Jumlah (orang) Persen (%)

Penentuan lokasi instalasi 42 84.00

Persiapan bahan dan alat 49 98.00

Ukuran dan kapasitas digester 47 94.00

Pembuatan lubang digester 48 96.00

Pembuatan saluran pemasukan (Inlet) 42 84.00

Pembuatan saluran pengeluaran (Outlet) 49 98.00

Pembuatan bak penampungan 43 86.00

Pemasangan instalasi 48 96.00

Pemasangan pipa saluran gas 48 96.00

Menyiapkan kotoran ternak (kotnak) 45 90.00

Mengaduk kotnak dengan air (2:1) 43 86.00

Memasukkan adukan kotnak 43 86.00

Mengatur kran kontrol (13-20 hari) 6 12.00

Membuka gas kontrol hari ke-14 6 12.00

Pengoperasian biogas 46 92.00

Pengolahan limbah digester biogas 49 98.00

Pembelian kompor gas 45 90.00

Sumber : Data Primer

Pada saat kotoran ternak telah dimasukkan ke dalam digester biogas, hanya salah satu dari dua kran kontrol gas yang terdapat di dekat digester biogas yang dibuka dan salah satu lainnya ditutup agar gas tidak keluar meskipun kran ini digunakan untuk membuang air hasil pembakaran gas di dalam digester. Kran gas kontrol lainnya yang terdapat di dekat kompor masak diatur dibuka dan ditutup saat akan digunakan. Berikut penuturan DYL (35 tahun) mengenai pengaturan kran control (13-20 hari) dalam penelitian ini.

“… kalo kotoran ternak udah dimasukkin, kran yang untuk buang air ditutup, tapi kran gas yang ada di digester dibuka dan kran gas yang di dekat kompor dibuka bila biogas akan digunakan saja. Kran kontrol yang diatur kurang lebih satu minggu sambil dilihat di monometer kalo gas sudah mencukupi, biogas sudah bisa dipake untuk memasak. Tapi masukkin kotoran ternak juga harus mencukupi, kalo tidak

baru dua minggu atau sampai satu bulan biogas baru bisa digunakan.”

Berdasarkan hasil wawancara kepada responden dalam penelitian ini diketahui bahwa tidak ada waktu baku yang berlaku kepada adopter IB untuk membuka kran gas kontrol pada hari ke-14. Sejumlah adopter IB menyatakan bahwa sejak instalasi biogas selesai dibangun, jeda dari waktu tersebut hingga biogas dapat digunakan untuk memasak sekitar satu minggu hingga dua minggu. Namun, bila kotoran ternak yang dimasukkan ke dalam digester berjumlah sedikit maka akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat menghasilkan biogas yang dapat digunakan untuk memasak. Berikut penuturan UUD (62 tahun) dari hasil wawancara dalam penelitian ini.

“… kotoran ternak kalo sudah dimasukkan ke digester biogas dengan jumlah

secukupnya, nanti tunggu satu minggu dulu baru buka kran gas kontrolnya supaya apinya keluar nyala dan bisa dipake untuk memasak. Tapi kalo seminggu apinya ga keluar, tambah lagi kotoran ternak yang banyak, supaya cepat ada apinya yang

dihasilkan.”

Lebih lanjut, Tabel 24 menyajikan data mengenai distribusi komponen aspek biogas pada tahap persuasi.

Tabel 24 Distribusi adopter IB pada kategori tingkat persuasi komponen inovasi biogas

Kategori tingkat persuasi Tingkat persuasi adopter Jumlah (orang) Persen (%)

1-6 komponen 3 6.00

7-12 komponen 4 8.00

13-17 komponen 43 86.00

Total 50 100.00

Sumber : Data Primer

Data pada Tabel 24 menunjukkan bahwa mayoritas adopter IB menyetujui diterapkannya 13-17 komponen inovasi biogas dan terendah menyetujui diterapkannya 1-6 komponen inovasi biogas. Jumlah aspek kegiatan inovasi biogas yang tinggi disetujui oleh adopter IB untuk dilakukan dikarenakan kesadaran masing-masing adopter IB akan pentingnya masing-masing aspek tersebut dilakukan dan dimungkinkan karena pengaruh sesama adopter yang mayoritas menganggap bahwa semua aktivitas pembuatan biogas dan instalasinya disetujui. Hal ini pun disadari oleh mereka bahwa setiap kegiatan merupakan tahapan yang tidak dapat dihilangkan dari keseluruhan proses pembuatan instalasi biogas, dan ukuran maupun waktu yang dibutuhkan untuk menerapkan masing- masing aspek kegiatan dapat disesuaikan kemudian karena tidak terlalu berpengaruh dalam menghasilkan gas biogas.

Tahap Keputusan Peternak terhadap Inovasi Biogas

Tahap keputusan ini merupakan tahap ketiga dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Tahap ini merupakan aktivitas keterlibatan adopter IB untuk menerima maupun menolak aspek-aspek kegiatan dalam inovasi biogas. Pada sub bab ini akan dikemukakan unsur-unsur dari inovasi biogas yang diputuskan untuk diterima atau tidak diterima oleh adopter IB di Desa Haurngombong pada awal diintoduksikannya inovasi biogas sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25 Jumlah dan persentase adopter IB yang memutuskan untuk menerima inovasi biogas menurut unsur panduan inovasi biogas secara baku di Desa Haurngombong, tahun 2015

Aktivitas Inovasi Biogas Jumlah (orang) Persen (%)

Penentuan lokasi instalasi 43 86.00

Persiapan bahan dan alat 48 96.00

Ukuran dan kapasitas digester 46 92.00

Pembuatan lubang digester 46 92.00

Pembuatan saluran pemasukan (Inlet) 44 88.00

Pembuatan saluran pengeluaran (Outlet) 47 94.00

Pembuatan bak penampungan 45 90.00

Pemasangan instalasi 49 98.00

Pemasangan pipa saluran gas 48 96.00

Menyiapkan kotoran ternak (kotnak) 45 90.00

Mengaduk kotnak dengan air (2:1) 45 90.00

Memasukkan adukan kotnak 43 86.00

Mengatur kran kontrol (13-20 hari) 3 6.00

Membuka gas kontrol hari ke-14 3 6.00

Pengoperasian biogas 45 90.00

Pengolahan limbah digester biogas 47 94.00

Pembelian kompor gas 43 86.00

Sumber : Data Primer

Pada Tabel 25 diketahui bahwa tidak semua adopter IB yang menyetujui aspek kegiatan IB secara baku mau menerima dan memutuskan untuk menerapkan setiap aspek kegiatan IB. Tidak semua adopter IB memutuskan untuk menerima tahapan dalam inovasi biogas. Lebih lanjut, Tabel 26 menyajikan data mengenai distribusi komponen aspek biogas pada tahap keputusan.

Tabel 26 Distribusi adopter IB pada kategori tingkat keputusan komponen inovasi biogas

Kategori tingkat keputusan Tingkat keputusan adopter Jumlah (orang) Persen (%)

1-6 komponen 4 8.00

7-12 komponen 3 6.00

13-17 komponen 43 86.00

Total 50 100.00

Secara umum, data pada Tabel 26 menunjukkan bahwa jumlah dan persentase adopter IB yang memutuskan untuk menerima aspek kegiatan IB tergolong tinggi atau mayoritas memutuskan menerima 13-17 komponen aspek inovasi biogas dan terendah adopter IB memutuskan untuk menerima 1-6 komponen aspek inovasi biogas. Hal ini dapat dilihat pada aspek mengatur kran kontrol (13-20 hari) dan membuka gas kontrol pada hari ke-14. Selain itu, sejumlah aspek pun memiliki persentase lebih rendah dibandingkan dengan persentase pada saat menyetujui aspek kegiatan IB, antara lain pada aspek persiapan bahan dan alat, ukuran dan kapasitas digester, pembuatan lubang digester, pembuatan saluran pengeluaran (outlet), pengoperasian biogas, pengolahan limbah digester biogas, serta pembelian kompor gas.

Pada sejumlah aspek tersebut diatas memiliki persentase yang lebih rendah dari tahapan sebelumnya dimungkinkan karena panduan baku inovasi biogas yang telah ada dapat disesuaikan kembali dengan kebutuhan dan kondisi dari adopter IB. Hal ini dapat dilihat pada aspek persiapan bahan dan alat, beberapa diantara adopter IB mengakui bahwa tidak selamanya saat menggunakan biogas plastik maupun biogas fiber, biogas yang dihasilkan harus ditampung kembali ke dalam plastik penampung sebelum biogas dimanfaatkan untuk memasak. Jika digester biogas dibangun dengan konstruksi yang baik dan kotoran ternak menghasilkan biogas yang memadai maka dapat pula selang gas disambungkan langsung ke digester biogas sehingga tidak diperlukan kembali bak penampungan gas dengan menggunakan plastik. Kondisi ini pun kemudian dapat menghemat pengeluaran bahan dan alat yang diperlukan untuk pembangunan instalasi biogas. Berikut penuturan EEA (37 tahun) berdasarkan hasil wawancara dalam penelitian ini.

“… untuk bahan dan alat bisa saja disiasati dengan menggunakan bahan-bahan lainnya atau merubah tahapan kegiatan pembangunan instalasi biogas supaya hemat uang yang digunakan untuk membangun biogas. Bisa saja seperti tidak menggunakan plastik penampungan gas tapi langsung memasangkan selang aliran

gas ke reaktor biogas. Pake cara ini pun tetap ada biogas yang dihasilkan kok…”

Pada ukuran dan kapasitas digester maupun bak-bak penampungan pun diakui oleh adopter IB bahwa tidak selamanya ukuran baku sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Ukuran-ukuran tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi kebutuhan adopter IB tanpa harus mengurangi fungsi dari setiap bangunan untuk biogas. Berikut penuturan WYR (44 tahun) berdasarkan hasil wawancara dalam penelitian ini.

“… sesuaikan aja ukuran-ukuran bangunannya neng, jangan terpaku dengan aturan di buku-buku atau yang dari pemborong. Soalnya kadang ada juga tanah warga yang dipake untuk bangun biogas ga cukup luas. Asalkan, misal kalo kaya saluran pengeluaran ada yang bikin 1 meter, 2 meter, atau lebih kecil dari 2 meter terus gak pake bak penampungan pengeluaran limbahnya yaa gak papa, asalkan nanti limbahnya ada tempat pembuangan akhirnya dan gak mengganggu biogas yang dihasilkan gak masalah. Semua bisa diakal-akalin atau disesuaikan gitu.”

Pada aspek pengoperasian biogas, tidak semua adopter IB selalu