• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.4. Pengambilan Sampel Beton Dengan Uji Core Drill

Uji core drill merupakan suatu metode pengambilan sampel beton dengan cara dibor pada struktur bangunan yang sering disebut juga dengan pengambilan sampel beton inti. Pengambilan sampel dengan cara ini tergolong uji yang bersifat merusak (destructive test), yang mana material beton diambil dengan alat core drill yang diperlukan untuk penelitian lebih lanjut di laboratorium. Metode ini mengacu pada SNI 03-2492-2002 tentang Metode Pengambilan dan Pengujian Beton Inti. Sampel yang diambil berbentuk silinder dengan ukuran yang bervariasi tergantung pada kriteria yang direncanakan, dengan diameter beton inti yang disyaratkan adalah minimum 100 mm.

Pengujian core drill dilakukan jika sebelumnya telah dilakukan uji hammer

yang menunjukkan nilai yang rendah pada beberapa titik bangunan. Pengambilan sampel beton inti harus memenuhi beberapa kriteria untuk meminimalisir dampak kerusakan yang dapat ditimbulkan, yaitu:

1) Titik pengambilan yang jauh dari sambungan (joint) balok-kolom, namun disarankan di titik dengan jarak 1/4L pada balok dan jarak 1/2H pada kolom. 2) Hindarkan pengambilan di daerah tepi dan terdapat tulangan.

3) Pengambilan sampel beton inti harus tegak lurus terhadap bidang struktur yang akan dibor.

4) Panjang sampel beton yang diambil harus dilebihkan beberapa centimeter untuk proses capping atau perataan permukaan bidang tekan.

5) Lubang bekas pengeboran harus segera ditutup kembali dengan beton yang mutunya sama.

Gambar 3.3. Alat Core Drill

Sampel beton inti yang diambil selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk proses pemeriksaan karakteristiknya. Pengujian di laboratorium yang dilakukan hanya berupa pengujian kuat tekan beton. Melalui pengamatan secara visual pada sampel juga dapat diketahui mengenai material-material penyusun beton seperti jenis dan ukuran agregat serta lekatan antar agregat. Batu kerikil alam sebagai agregat kasar pada campuran beton tidak disarankan penggunaannya saat ini, karena batu kerikil mempunyai sifat lekatan yang kurang baik jika dibandingkan

batu pecah. Hal ini akan berpengaruh terhadap kuat tekan dan mutu beton tersebut. Kuat tekan sampel beton inti dinyatakan masih baik atau tidak membahayakan jika kuat tekan rata-rata silinder beton tidak kurang dari 0,85f’c (85% dari mutu beton rencana) dan kuat tekan masing-masing silinder tidak kurang dari 0,75f’c. Jika kondisi tersebut tidak terpenuhi, maka perlu adanya teknik perkuatan struktur (structural strengthening) untuk mempertahankan fungsi bangunan dan mencegah terjadinya keruntuhan/kegagalan struktur akibat beban tambahan yang dipikul oleh bangunan.

Pengujian bor inti (core drill) yang akan dilakukan di lapangan telah ditentukan untuk mengambil sampel beton dengan keterangan sebagai berikut:

1) Sampel beton diambil sebanyak 4 buah, masing-masing 1 buah dari kolom dan balok di lantai 3 (lokasi terjadinya kebakaran), dan masing-masing 1 buah dari kolom dan balok di lantai 2.

2) Ukuran tiap sampel (benda uji) berbentuk silinder dengan perbandingan 1:1, yaitu diameter 4 inci dan tinggi 4 inci.

Penentuan nilai kuat tekan pada sampel beton inti mempertimbangkan faktor koreksi setelah dilakukan pengujian kuat tekan di laboratorium. Berikut beberapa faktor koreksi tersebut.

a) Faktor pengali C0

Faktor pengali C0 mengacu pada ketentuan berikut.

 C0 merupakan faktor pengali yang ditinjau berdasarkan arah pengambilan sampel beton inti.

 C0 digunakan untuk menghitung kuat tekan beton inti terkoreksi (fc’c).

Di bawah ini diberikan besar faktor pengali C0 berdasarkan arah pengambilan sampel beton inti.

Tabel 3.1. Faktor Pengali C0

Arah pengambilan benda uji beton inti

Faktor Pengali,

C0 Horizontal (tegak lurus pada arah tinggi dari struktur beton) 1 Vertikal (sejajar dengan arah tinggi dari struktur beton) 0,92

b) Faktor pengali C1

Faktor pengali C1 mengacu pada ketentuan berikut.

 C1 merupakan faktor pengali yang ditinjau berdasarkan rasio panjang setelah diberi lapisan capping (l) dengan diameter (Φ) dari sampel beton inti.

 C1 digunakan untuk menghitung kuat tekan beton inti terkoreksi

(f’cc).

 Jika rasio panjang setelah diberi lapisan capping pada kisaran 1,94

l/Φ 2,10 ; maka C1 tidak dapat digunakan untuk menghitung f’cc.

 Nilai C1 pada tabel 3.2 hanya berlaku untuk beton dengan kuat tekan benda uji silinder antara 13,8 – 41,4 MPa.

 Jika rasio panjang setelah diberi lapisan capping pada kisaran l/Φ 1,94 ; nilai kuat tekan harus dikalikan terhadap faktor C1 sebagai berikut.

Tabel 3.2. Faktor Pengali C1 Perbandingan panjang dan

diameter, l/Φ Faktor Pengali, C1 1,75 0,98 1,5 0,96 1,25 0,93 1,00 0,87 c) Faktor pengali C2

Faktor pengali C2 mengacu pada ketentuan berikut.

 C2 merupakan faktor pengali yang ditinjau berdasarkan adanya tulangan pada sampel beton inti yang arahnya tegak lurus terhadap sumbu.

 Jika jumlah tulangan pada sampel beton inti berjumlah 1 (satu) batang, maka :

 Jika jumlah tulangan pada sampel beton inti berjumlah 2 (dua) batang, apabila jarak antara tulangan d terbesar, maka C2 ditentukan menurut rumus berikut:

= 1,0 1,5

...(3.2) Dimana:

d = diameter batang tulangan (mm) Φ = diameter rata-rata benda uji (mm)

h’ = jarak terpendek antara sumbu batang tulangan dengan benda uji

l = panjang benda uji sebelum diberi lapisan untuk caping

(mm)

Kuat tekan terkoreksi beton inti dihitung dengan ketelitian hingga 0,5 Mpa berdasarkan rumus:

...(3.3) Dimana:

fc’c = kuat tekan beton inti terkoreksi (Mpa) fc’ = kuat tekan awal (Mpa)

3.5 Pengujian Kuat Tekan Dengan Compression Testing Machine (CTM)

Pengujian kuat tekan beton menggunakan alat Compression Testing Machine–Double Gauge tenaga hidrolik, kapasitas 2000 kN, merk ELE. Benda uji berbentuk silinder yang diambil dari pengujian bor inti (core drill) di lapangan sebanyak 4 buah yang sebelumnya permukaannya telah diratakan (capping).

Prosedur pengujian kuat tekan dapat ditunjukkan sebagai berikut.

1) Memberi tanda untuk tiap benda uji

2) Mengukur dimensi dan menimbang benda uji, kemudian dicatat

3) Letakkan benda uji pada ruang penekan alat Compression Testing Machine (CTM) secara simetris atau tepat di tengah

4) Pastikan jarum pengukur pada dial tepat pada titik nol, kemudian hidupkan mesin hidrolik, yang mana mesin akan secara otomatis melakukan penekanan

5) Amati setiap peningkatan/penambahan kuat tekan yang ditunjukkan oleh jarum pengukur pada dial

6) Amati perubahan yang dialami oleh benda uji jika mulai terjadi pengelupasan dan retak-retak pada permukaan

7) Jika jarum pengukur sudah tidak lagi bergerak, maka mesin hidrolik dapat dimatikan. Ini menunjukkan bahwa benda uji beton sudah hancur

8) Baca dan catat angka pada jarum pengukur yang merupakan besar beban tekan maksimum benda uji beton yang diuji

Gambar 3.4. Alat Compression Testing Machine (CTM)

Besarnya kuat tekan benda uji beton dapat dihitung berdasarkan rumus:

...(3.4)

Dimana:

f’c = Kuat tekan beton yang diperoleh benda uji (N/mm2 atau Mpa) P = Beban tekan maksimum (N)

A = Luas permukaan tekan benda uji (mm2)

Dokumen terkait