• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh tunggal CMA sangat nyata dalam meningkatkan P tersedia, kandungan P total, dan karbon organik di dalam tanah. Peningkatan P tersedia ini tidak terlepas dari aktivitas CMA itu sendiri dalam melarutkan P yang terfiksasi melalui aktifitas enzim fosfatase yang dihasilkannya sehingga P tersedia bagi tanaman. Sesuai dengan pernyataan Lambers et al., (1998), bahwa dalam aktivitasnya mikoriza akan mengeluarkan enzim fosfatase dimana enzim tersebut mampu melarutkan P yang terfiksasi oleh ion Al dan Fe, sehingga P yang tersedia ditanah akan meningkat. Asam fosfatase yang terdapat pada hifa CMA yang sedang aktif menimbulkan aktivitas fosfatase pada permukaan akar yang menyebabkan P inorganik dibebaskan dari sumber P organik tanah pada daerah dekat permukaan sel sehingga dapat diserap melalui mekanisme penyerapan hara (Bolan, 1991). Hasil penelitian Musfal (2008), menyatakan bahwa dengan pemberian CMA pada tanaman jagung di tanah Inseptisol, P tersedia meningkat 16.94 ppm (85%). Demikian juga dengan penelitian Hasanudin (2003), bahwa dengan pemberian CMA pada tanaman jagung di tanah Ultisol, P tersedia meningkat 14.75 ppm. Bila dilihat pada Tabel 1, bahwa rata-rata P tersedia tertinggi di dalam tanah yang disebabkan oleh penambahan CMA yaitu sebesar 1.96 ppm, masih digolongkan sangat rendah. Hal ini diduga tanaman yang diberi CMA akan meningkatkan serapan P tanaman yang akan

digunakan dalam proses pertumbuhannya, sehingga P tersedia menjadi rendah. Disisi lain, karena kandungan P total tanah yang digunakan dalam penelitian ini seperti disajikan pada Lampiran 20 juga masih tergolong rendah, yaitu 9.76 ppm.

Nyatanya Peningkatan kandungan P total disebabkan oleh CMA memberikan kontribusi dalam penambahan P, baik dalam bentuk tersedia maupun tidak tersedia atau P anorganik yang disebut P labil dan P organik yang disebut P stabil di dalam tanah. Dibuktikan dengan penambahan CMA, rata-rata P total tanah mengalami peningkatan 26.03% lebih tinggi dari pada tanpa pemberian CMA. Peningkatan kandungan karbon organik di dalam tanah akibat pengaruh tunggal CMA diduga akibat meningkatnya aktivitas akar tanaman padi gogo yang terinfeksi CMA mengeluarkan eksudat berupa karbon organik. Disisi lain, C organik juga berasal dari sel-sel CMA itu sendiri dan mikroorganisme lainnya di dalam tanah yang berperan sebagai sumber energi bagi perkembangannya. Namun demikian kandungan karbon organik di dalam tanah ini juga masih tergolong sangat rendah (0.77%-0.94%). Hal ini diduga karbon yang dihasilkan baik dari eksudasi akar atau dari mikroorganisme lainnya juga digunakan sebagai sumber energi bagi aktivitas CMA. Menurut Hairiah

et al., (2000), karbon merupakan sumber makanan mikroorganisme tanah dalam hal

ini CMA, sehingga keberadaan unsur ini dalam tanah akan memacu kegiatan mikroorganisme sehingga meningkatkan proses dekomposisi tanah dan juga reaksi- reaksi yang memerlukan bantuan mikroorganisme, misalnya pelarutan P, fiksasi N dan sebagainya.

Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa pengaruh tunggal CMA sangat nyata dalam meningkatkan serapan P tanaman dan derajat infeksi CMA. Dapat dilihat pada Tabel 5, bahwa rata-rata serapan P meningkat dengan meningkatnya dosis CMA. Akar yang terinfeksi CMA akan semakin luas daya jelajahnya karena adanya hifa eksternal yang berkembang di luar akar, sehingga serapan P tanaman akan meningkat. Pengaruh CMA yang mampu meningkatkan serapan hara P tanaman juga berkaitan dengan peran CMA dalam meningkatkan penyerapan air, transpirasi dan fotosintesis dari tanaman inang mempunyai kaitan yang erat dengan pembentukan polifosfat pada hifa sehingga dapat mempertahankan internal fosfat yang rendah (low internal phosphate) atau mengurangi kebutuhan eksternal P (Chang, 1994). Mikoriza menghasilkan enzim fosfatase yang mampu mengkatalis hidrolisis komplek fosfat tidak larut yang terdapat di dalam tanah menjadi bentuk fosfat larut yang tersedia bagi tanaman (Marshner, 2002) dan (Fakuara dan Setiadi, 1990 dalam Niswati, et al., 1996). Selanjutnya fosfat larut ini dengan cepat akan diserap langsung oleh hifa eksternal mikoriza dan kemudian ditransfer ke tanaman inang. Dengan demikian tanaman yang diinokulasi mikoriza mempunyai kemampuan untuk menyerap fosfat yang terikat dalam tanah (Manske, 1998 dalam Sastrahidayat, et al., 1999), sehingga penyerapan P menjadi lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinokulasi mikoriza.

Hasil penelitian Musfal (2008) juga membuktikan bahwa dengan pemberian CMA, rata-rata serapan P pada tanaman jagung meningkat 10.71 mg batang-1 (23.22%). Kabirun (2002), menyatakan bahwa pemberian beberapa jenis CMA pada

padi gogo, serapan P (35.40 mg pot-1) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian (15.56 mg pot-1). Sastrahidayat et al., (1999) melaporkan bahwa kandungan unsur P tanaman kapas (Gossypium hirsutum L.) lebih tinggi pada perlakuan inokulasi mikoriza daripada tanpa inokulasi, dengan efisiensi serapan P 20 - 23%.

Nyatanya derajat infeksi CMA akibat pengaruh tunggal CMA menunjukkan adanya kompatibilitas antara CMA dengan akar tanaman padi gogo. Simbiosis yang saling menguntungkan ini disebabkan oleh adanya fotosintat yang berguna bagi CMA di sekitar perakaran tanaman padi gogo, sehingga CMA berkembang baik disekitar perakaran. Peningkatan kecepatan fotosintesis juga akan meningkatkan kandungan karbohidrat yang selanjutnya meningkatkan infeksi CMA. Menurut Marschner (2002) infeksi dipengaruhi oleh spesies jamur, tumbuhan inang dan faktor lingkungannya. Dibuktikan pada Tabel 6, bahwa rata-rata derajat infeksi cenderung meningkat dengan bertambahnya dosis CMA. Hal ini menunjukkan bahwa besar kecilnya infeksi akar mungkin ditentukan oleh populasi dan distribusi spora yang ada di dalam tanah, sedangkan populasi dan distribusi spora sendiri ditentukan oleh kemampuan akar bermikoriza untuk membentuk spora-spora baru (Mansur, 2003). Dalam penelitian ini masih ditemukan akar tanaman padi gogo yang terinfeksi tanpa adanya aplikasi CMA, yaitu sekitar 20%, hal ini membuktikan bahwa masih terdapat CMA alami, karena spora-spora dari CMA mampu bertahan hidup pada kondisi tanah yang tidak subur (Lampiran 5). Menurut Mansur (2003), bahwa spora merupakan sumber inokulum yang paling penting karena ketahanannya terhadap

pengaruh lingkungan. Spora juga dapat bertahan hidup sampai 2 tahun sebelum berkecambah.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman, pengaruh tunggal CMA nyata dalam meningkatkan bobot kering tajuk dan sangat nyata dalam peningkatan bobot kering jerami dan penurunan persentase gabah hampa. Hal ini membuktikan bahwa dalam jaringan akar tanaman, CMA berpengaruh positif terhadap aspek fisiologis tanaman inang. Pengaruh utamanya adalah meningkatnya pengambilan P dan naiknya bobot kering tanaman terutama pada tanah-tanah yang mempunyai P tersedia rendah (Ojala et al, 1983, Sanders dan Seikh, 1983 dalam Santosa, 1986). Adanya peningkatan bobot kering tajuk dan bobot kering jerami ini mencerminkan bahwa dengan inokulasi CMA mampu memacu produksi berat kering tajuk (Nurlaeny et al., 1996). Secara umum tanaman yang diinokulasi CMA pertumbuhannya akan lebih baik dari pada tanaman tanpa CMA sehingga aktivitas fotosintesa juga berjalan baik. Disamping itu CMA juga dapat memacu sintesis fitohormon yang berperanan dalam pertumbuhan tanaman dan proses fotosintesa (Lynch, 1983; Mosse, 1981). Fenomena ini didukung oleh pernyataan Lakitan (1995) yang menyatakan bahwa unsur hara yang diserap tanaman akan memberikan kotribusi terhadap peningkatan berat berangkasan kering tanaman.

Mosse (1981) telah mempelajari pengaruh penggunaan mikoriza pada beberapa jenis tanaman pertanian, bahwa dengan pemberian mikoriza terjadi peningkatan bobot kering dan kandungan fosfat tanaman yang sangat signifikan dibandingkan tanpa mikoriza. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Kabirun (2002) bahwa dengan

pemberian CMA pada padi gogo di tanah entisol mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman serta bobot kering tanaman. Hasil penelitian Musfal (2008), juga membuktikan bahwa CMA nyata dalam meningkatkan bobot kering tajuk tanaman jagung. Peningkatan bobot kering tajuk terjadi disebabkan oleh adanya peningkatan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara N. Karena menurut Setiadi, (1998), tanaman yang bermikoriza selain dapat meningkatkan penyerapan unsur hara P, juga menyerap unsur hara lain seperti N, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Na, S, Mn, dan Zn. Penyerapan unsur-unsur hara ini sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman seperti pembentukan tajuk. Hasil penelitian Purba et al., (2005), bahwa dengan pemberian CMA (Glomus fassciculatum) bobot kering tajuk kelapa sawit meningkat 166% pada tanah ultisol. Pengaruh CMA terhadap pertumbuhan dan kandungan fosfor pada tanaman singkong diperoleh peningkatan bobot kering terbesar yaitu 833.33%. Penurunan persentase gabah hampa akibat pengaruh tunggal CMA disebabkan oleh tanaman yang terinfeksi mikoriza melalui jaringan hifanya mampu memperluas bidang serapan akar sehingga tanaman mendapat suplai hara yang cukup untuk pertumbuhan dan peningkatan hasil tanaman (Cruz, 1991). Bagi jamur mikoriza, hifa eksternal berfungsi mendukung fungsi reproduksi serta untuk transportasi karbon serta hara lainnya kedalam spora, selain fungsinya untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman (Pujianto, 2001). Dibuktikan pada Tabel 14, bahwa pemberian CMA rata-rata persentase gabah hampa menurun hingga 19.75% dibandingkan dengan tanpa pemberian CMA, rata-

rata persentase gabah hampa 24.42%. Hal ini membuktikan bahwa CMA efektif dalam menurunkan persentase gabah hampa pada tanaman padi gogo.

Pengaruh tunggal CMA tidak nyata dalam meningkatkan bobot kering akar, anakan maksimum, anakan produktif, gabah isi, persentase gabah hampa, dan hasil gabah. Tidak nyatanya pengaruh CMA terhadap bobot kering akar ini sangat kontradiktif dengan teori yang ada bahwa CMA dapat menyebabkan peningkatan sistem perakaran misalnya percabangan akar, panjang akar sekunder, menginduksi pembentukan akar kuartier, dan peningkatan intensitas percabangan akar lateral (Kaldorf and Muller, 2000). Kondisi ini diduga unsur hara P yang diserap akar masih digunakan untuk pertumbuhan di bagian tajuk tanaman. Pengamatan terhadap bobot kering akar ini juga dilakukan pada saat tanaman berumur 63 hari, diduga masih ada penambahan bobot kering akar akibat perlakuan CMA, sehingga perlakuan CMA belum menunjukkan pengaruh yang nyata. Sedangkan tidak nyatanya pengaruh tunggal CMA terhadap anakan maksimum, disebabkan oleh peran CMA yang lebih dominan terhadap ketersediaan hara P dibandingkan dengan unsur N yang sangat berguna dalam pembentukan anakan padi gogo. Tidak nyatanya pengaruh tunggal CMA terhadap anakan produktif, gabah isi, persentase gabah hampa, dan hasil gabah diduga P tersedia yang disumbangkan oleh CMA dan fotosintat yang dihasilkan masih sangat rendah sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan tanaman dalam meningkatkan parameter tersebut. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa P tersedia di dalam tanah akibat penambahan dosis CMA yang masih sangat rendah, yaitu 1.52 ppm-1.96 ppm. Faktor lain juga disebabkan oleh kandungan Al yang sangat tinggi di

dalam tanah, seperti yang disajikan pada hasil analisis tanah awal (Lampiran 5), sehingga banyak P yang terfiksasi oleh Al. Kondisi ini juga dapat dilihat dari rata- rata kandungan P total tanaman yang disajikan pada Lampiran 19, bahwa kandungan P total tanaman tergolong rendah yaitu antara 0.017%-0.030%. Karena menurut Thomas et al., (2001), bahwa kandungan P total tanaman padi < 0.2% tergolong rendah. Akibatnya, walaupun CMA mampu meningkatkan P tersedia di dalam tanah dan serapan P tanaman, tetapi belum cukup untuk mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman seperti penambahan bobot kering akar, pembentukan anakan, anakan produktif, gabah isi dan hasil gabah.

B. Pengaruh Aplikasi Kompos Jerami terhadap Pertumbuhan dan Produksi

Dokumen terkait