• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, BBLR lebih banyak ditemukan pada ibu dengan pola makan tidak baik (83,9%) dibandingkan dengan ibu yang pola makan baik (16,1%). Secara statistik uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pola makan yang tidak baik dengan BBLR (p=0,000). Hasil analisis multivariat menunjukkan ada pengaruh antara pola makan yang tidak baik dengan BBLR.

M.S. Kramer menegaskan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya BBLR adalah makanan yang dikonsumsi ibu selama masa kehamilan. Penyebab terjadinya BBLR adalah faktor makanan.

Asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhan selama hamil adalah penting untuk mencapai gizi yang baik untuk ibu dan bayi yang dikandungnya. Pola makan yang baik akan cukup menyediakan gizi yang dibutuhkan untuk kesehatan kehamilan, dan mengurangi risiko lahirnya bayi cacat. Pola makan yang salah pada ibu hamil membawa dampak terhadap terjadinya gangguan gizi antara lain anemia, pertambahan berat badan kurang pada ibu hamil dan gangguan pertumbuhan janin (Samhadi, 2011)

Pola makan merupakan hasil budaya masyarakat yang bersangkutan, dan mengalami perubahan terus-menerus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan tingkat kemajuan budaya masyarakat tersebut, Pola makan yang baik akan cukup menyediakan gizi yang dibutuhkan untuk kesehatan kehamilan, dan mengurangi resiko lahirnya bayi cacat. Selain itu makanan yang baik akan membantu sistem pertahanan tubuh ibu hamil terhadap infeksi, makanan yang baik juga akan melindungi ibu hamil dari akibat buruk zat – zat yang mungkin ditemui seperti obat – obatan, toksin, polutan (Sediaoetama, 2009)

Berdasarkan uji regresi logistik, diketahui bahwa variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap BBLR OR=28,076 artinya pola makan yang tidak baik mempunyai peluang 28,076 kali melahirkan BBLR dibanding dengan ibu yang pola makannya baik.

Pola makan dinilai dari frekuensi makan dan jenis makanan yang dikonsumsi, ibu hamil kurang memperdulikan zat gizi yang dimakan mereka prinsip yang ada dimasyarakat yang penting makan mengenyangkan tanpa melihat kualitas dan kuantitas makanan serta frekuensi makan yang kurang dari 3 kali sehari dan tanpa menusesuai gizi seimbang berakibat ibu akan mengalami Anemia dan KEK sehingga berakibat BBLR pada bayi yang dilahirkan, selain itu pula ibu-ibu lebih mendahulukan makanan untuk anak dan keluarga yang lainnya dibandingkan dengan dirinya sendiri.

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan Nur jaya di RSUD Ajjatpannge Watan Soppeng tahun 2010 menunjukkan bahwa adanya hubungan antara status gizi ibu dengan kejadian BBLR.

Ibu selama hamil membutuhkan lebih banyak asupan gizi yang berasal dari makanan dibanding dengan wanita dikala tidak hamil. Pola makan tidak langsung mempengaruhi terjadinya BBLR, tetapi dengan pola makan yang tidak baik ibu hamil akan mengalami anemia defisiensi besi dan kurang energi kalori selama kehamilan jika salah satu hal ini terjadi pada ibu hamil maka bayi yang akan dilahirkan BBLR

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh St. Fatimah dkk, di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan tahun 2011 menyatakan bahwa pola makan ibu hamil memiliki hubungan yang signifikan terhadap rendahnya kadar haemoglobin ibu hamil

Rendahnya tingkat konsumsi besi sesuai dengan hasil penelitian Subagio, 2004, pada ibu hamil di Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak yang menderita defisiensi besi sebesar 59,3% begitu pula hasil penelitian Wahyuni di Kabupaten Bantul Jogjakarta menyatakan bahwa rerata konsumsi besi pada ibu hamil 15,54 setara dengan 33,78% dari AKG yang dianjurkan

Status gizi ibu merupakan hal yang sangat berpengaruh selama masa kehamilan kekurangan gizi tentu saja akan menyebabkan akibat yang buruk bagi ibu dan bayinya salah satunya ibu dapat menderita anemia sehingga suplai darah yang menghantarkan oksigen dan makanan pada janinnya akan terhambat sehingga akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

Pencegahan BBLR lebih ditekankan kepada upaya untuk memperbaiki pola makan ibu selama hamil sesuai dengan kebutuhan selama kehamilan, sehingga asupan gizi yang dibutuhkan mencukupi kebutuhan ibu baik untuk dirinya maupun bayi yang akan dilahirkan.

5.3.2. Makanan Pantangan

Makanan pantangan adalah jenis-jenis makanan tertentu yang tidak boleh dikonsumsi pada saat ibu hamil, dari hasil penelitian menunujukkan bahwa BBLR ditemukan pada ibu yang memiliki makanan pantangan selama hamil. Dari hasil uji regresi logistik tidak ada pengaruhnya antara makanan pantangan dengan BBLR hal ini disebabkan karena dominan suku yang ada di wilayah pancur batu adalah karo, pada adat istiadat karo jarang dijumpai adanya makanan pantangan, justru yang biasanya paling banyak makanan pantangannya adalah suku jawa.

Pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tabu makanan adalah suatu kebudayaan yang menentukan kapan seseorang boleh atau tidak boleh memakan suatu makanan (Suhardjo, 2003).

Pada dasarnya larangan atau tabu yang mengenai makanan dapat dibagi 2 kategori: (a) pantangan atau larangan mengkonsumsi suatu jenis makanan berdasarkan agama atau kepercayaan, dan (b) pantangan atau larangan pangan yang bukan berdasar agama, tetapi ditunkan dari nenek moyang sejak jaman dahulu, yang tidak diketahui lagi kapan dimulainya. Ada makanan pantangan yang sesuai dengan pendapat para ilmuwan tetapi ada juga yang merugikan kesehatan dan kondisi gizi

Makanan pantangan sebenarnya tidak secara langsung berhubungan dengan BBLR tetapi biasanya ibu hamil yang banyak memiliki makanan pantangan asupan gizi sesuai dengan kebutuhan selama hamil tidak tercukupi maka akan menyebabkan ibu anemia dalam kehamilan dan salah satu akibatnya bla ibu anemia bayi yang akan dilahirkan BBLR.

Hal ini sesuai dengan Hasil penelitian yang dilakukan Harnany di kota Pekalongan tahun 2006 dibuktikan responden yang memiliki pantangan makan sebagian besar (85%) masuk kelompok anemia.

Mayoritas suku yang tinggal diwilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang adalah suku karo pada umumnya suku karo tidak mengadopsi kepercayaan adanya makanan pantangan saat seorang wanita hamil tetapi mereka cenderung mengikut pada kebiasaan-kebiasaan yang umum terjadi dimasyarakat secara luas.

5.3.3. Pembagian Makanan dalam Keluarga

Hasil pada penelitian ini menujukkan bahwa BBLR paling banyak dijumpai ditemukan pada ibu yang tidak ada pembagian makanan dalam keluarga. Dari hasil uji regresi logistik tidak ada pengaruhnya antara pembagian makanan dalam keluarga dengan BBLR.

Pembagian makanan dalam keluarga biasanya lebih memprioritaskan orang tertentu misalnya bapak sebagai kepala keluarga sedangkan anak biasanya menempati posisi ke dua kemudian ibu yang menempati posisi terkahir dalam pembagian makanan, ayah selalu mendapatkan bagian terbaik dari makanan sementara seorang

ibu hamil dan anak yang lebih membutuhkan makanan yang terbaik karena ibu untuk kebutuhannya dan janin yang dikandung sedangkan anak karena masa petumbuhan.

Pembagian makanan berkenaan dengan pembagian pangan yang dikonsumsi oleh perorangan, anggota suatu keluarga. Di sini pun sering pembagian pangan tersebut tidak merata. Yang dimaksud merata disini bukanlah bahwa setiap anggota keluarga tersebut mendapat jatah bagian makanan yang sama banyak, tetapi bahwa setiap anggota keluarga itu mendapat jumlah makanan yang sesuai dengan tingkat kebutuhannya, menurut umur dan keadaan fisik serta jenis kelaminnya (Sediaoetama, 2008).

Dokumen terkait