• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian - Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya Dan Pemeriksaan Kehamilan Ibu Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian - Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya Dan Pemeriksaan Kehamilan Ibu Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional-analitik, Variabel independen adalah status sosial ekonomi (pendidikan dan pendapatan), budaya (pola makan, makanan pantangan pembagian makanan dalam keluarga) dan pemeriksaan kehamilan (jumlah kunjungan dan komponen pemeriksaan kehamilan 7T) variabel dependen BBLR.

Desain penelitian Kasus-Kontrol dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut :

Keterangan Gambar :

Pendidikan FR (+) : Tingkat pendidikan rendah FR (-) : Tingkat pendidikan tinggi Pendapatan FR (+) : Tingkat pendapatan rendah

FR (- ) : Tingkat pendidikan tinggi Pola Makan FR (+) : Pola makan tidak baik

FR (-) : Pola makan baik

Makanan Pantangan FR (+) : Makanan pantangan ada FR (-) : Makanan pantangan tidak ada

(2)

FR (-) : Pembagian makanan dalam Keluarga tidak ada

Kunjungan pemeriksaan kehamilan FR (+) : Kunjungan pemeriksaan kehamilan Kurang dari 4 kali

FR (-) : Kunjungan pemeriksaan kehamilan 4 kali atau lebih

Komponen pemeriksaan kehamilan FR (+) : Menerima komponen pemeriksaan Kehamilan kurang dari 7T

FR (-) : Menerima komponen 7T lengkap

Gambar : 3.1 Desain Kasus-Kontrol Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya dan Pemeriksaan Kehamilan Ibu Hamil terhadap Kejadian BBLR

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Penelitian dimulai dari bulan Desember 2011 sampai dengan September 2012. Alasan dietmpat tersebut karena masih ditemukan BBLR.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang bulan Mei-September 2012. Sebanyak 382 orang.

3.3.2 Sampel

(3)

yang diambil secara random, sehingga total jumlah sampel 62 orang ibu di wilayah kerja puskesmas Kabupaten Deli Serdang.

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 62 orang, yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kebupaten Deli Serdang. Pengambilan sampel pada masing-masing desa mewakili tiap desa 1 berbanding 1 antara kasus dan kontrol.

Tabel 3.1. Distribusi Pengambilan Sampel Ibu yang Memiliki BBLR dan tidak Memiliki BBLR di Setiap Desa

No Nama Desa Sampel

BBLR (Kasus) Non BBLR (Kontrol)

(4)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi kepada responden dengan menggunakan questioner, meliputi data status sosial ekonomi (pendidikan, dan pendapatan), budaya ibu hamil (Pola makan, makanan pantangan, Pembagian makanan dalam keluarga), pemeriksaan kehamilan (jumlah kunjungan dan komponen pemeriksaan kehamilan 7T) dan Berat Bayi lahir.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui laporan maupun dokomen dari puskesmas data Hb ibu sewaktu hamil.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak empat variabel yang terdiri dari tiga variabel independen yaitu status sosial ekonomi (pendidikan, pendap atan), budaya (pola makan, makanan pantangan, distribusi makanan dalam keluarga) dan pemeriksaan kehamilan (jumlah kunjungan, kompenen pemeriksaan 7T) serta satu variabel dependen yaitu BBLR

3.5.2. Defenisi Operasional 1. Sosial Ekonomi

(5)

Pendidikaan responden adalah tingkat pendidikan formal yang didapatkan ibu nifas meliputi SD/SLTP, SLTA, PT (Perguruan Tinggi)

b. Pendapatan.

Pendapatan adalah jumlah penghasilan keluarga yang didapatkan dalam satu bulan.

2. Budaya adalah tradisi atau kebiasaan yang terdapat pada suatu komunitas tertentu yang dilakukan meliputi :

a. Pola makan

Pola makan yaitu frekuensi makan dan jenis makanan. Jenis makanan merupakan makanan yang dikonsumsi ibu hamil yang terdiri dari makanan pokok, lauk hewani dan nabati, sayuran serta buah. Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari yaitu sebanyak 3 kali makan (pagi, siang dan malam).

b. Makanan pantangan

Makanan pantangan adalah makanan yang tidak boleh dikonsumsi ibu selama hamil sesuai dengan kebiasaan turun- temurun yang dianut

c. Pembagian makanan dalam keluarga

Distribusi makanan yaitu kegiatan dan kebiasa an pembagian makanan dalam keluarga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(6)

Jumlah kontak ibu hamil dengan bidan yang dilakukan selama kehamilan dalam rangka pemeriksaan kehamilan sebanyak 4 kali atau lebih dengan komposisi 1 kali ditrimester I, 1 kali ditrimester II dan 3 kali ditrimester III. b. Komponen pemeriksaan kehamilan 7T

Pelayanan pemeriksaan kehamilan yang diterima ibu saat melakukan kunjungan 7T meliputi, Timbang berat badan dan ukur tinggi badan, ukur tinggi fundus uteri, ukur tekanan darah, imunisasi TT, tes penyakit menular seksual, pemberian tablet besi dan temu wicara.

6. BBLR yaitu bayi yang dilahirkan dengan berat badan < 2500 gr

3.6. Metode Pengukuran

Metode pengukuran sampel status sosial ekonomi (pendidikan dan pendapatan), budaya ibu hamil (pola makan, makanan pantangan, distribusi makanan dalam keluarga) dan pemeriksaan kehamilan (jumlah kunjungan dan komponen pemeriksaan kehamilan 7T)

3.6.1. Status Sosial Ekonomi 1. Pendidikan

Pengukuran tingkat pendidikan diukur dengan mengkatagorikan jenjang pendidikan formal responden kedalam 2 tingkat jenjang pendidikan, yaitu rendah dan tinggi dengan menggunakan skala ordinal.

1. Rendah, jika tamat SD/SLTP

(7)

2. Pendapatan

Pengukuran tingkat panghasilan responden diukur berdasarkan upah minimum provinsi Sumatera Utara (Keputusan Gubernur Sumatera Utara No 188.44/1042/Tahun 2011), Pengkategorian penghasilan dari responden adalah :

1. Rendah, jika pendapatan < Rp. 1.200.000

2. Tinggi, jika pendapatan lebih besar dari Rp. ≥ Rp. 1.200.000

Tabel. 3.2. Aspek Pengukuran Status Sosial Ekonomi (Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pendapatan)

No Variabel Cara Ukur Skala Ukur Hasil Ukur 1 Tingkat pendidikan Kuesioner Ordinal 1.Rendah

2.Tinggi 2 Tingkat

pendapatan

Kuesioner Ordinal 1. Rendah < 1.200.000 2. Tinggi ≥ 1.200.000

3.6.2. Budaya 1. Pola makan

Pengukuran pola makan dengan menggunakan Metode Riwayat Makan (Dietary History Method) untuk mendapatkan data tentang jenis makanan dan frekuensi makan sehari-hari menggunakan pertanyaan terdiri dari 7 pertanyaan, kategori hasil ukur yaitu baik dan tidak baik, diberikan nilai skor 0 dan 1 yang terdiri dari 7 pertanyaan sehingga skor tertinggi responden 1. Pola makan diukur dengan skala ordinal, dikategorikan:

1). Pola makan baik, jika responden memperoleh nilai ≥ median.

(8)

Mengetahui ada atau tidaknya makanan pantangan respoden sewaktu hamil dilakukan dengan memberi pertanyaan. Pertanyaan diajukan 8 soal kuesioner menggunakan skala likert dengan skor 0-1. Alternatif jawaban tidak benar diberi skor 0, benar diberi skor 1.

1). Ada, apabila responden memperoleh nilai ≥ median 2). Tidak ada, apabila responden memperoleh nilai < median

3. Distribusi makanan dalam keluarga

Pembagian makanan dalam keluarga adalah adanya prioritas pembagian makanan pada anggota keluarga tertentu dalam keseharian di keluarga dengan memberi pertanyaan. Pertanyaan diajukan 8 soal kuesioner menggunakan skala likert dengan skor 1-3. Alternatif jawaban tidak benar diberi skor 1, kurang benar diberi skor 2, paling benar diberi skor 3.

1). Baik, jika responden memperoleh nilai ≥ median.

2). Kurang baik, jika responden memperoleh nilai < median.

Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Budaya (Pola Makan, Makanan Pantangan, Pembagian Makanan dalam Keluarga)

No Variabel Cara Ukur Skala Hasil Ukur

1 Pola Makan Kuesioner Ordinal 1). Baik 2). Tidak Baik 2 Makanan pantangan Kuesioner Ordinal 1). Ada

2). Tidak ada 3 Pembagian makanan dalam

keluarga

(9)

3.6.3. Pemeriksaan Kehamilan 1. Jumlah kunjungan

Mengetahui berapa kali ibu melakukan pemeriksaan kehamilan selama hamil meliputi :

1. Baik, jika responden melakukan pemeriksaan kehamilan ≥ 4 selama kehamilan 1 kali trimester I, 1 kali trimester II dan 2 kali trimester III.

2. Tidak baik, jika responden melakukan pemeriksaan kehamilan <4 kali selama kehamilan

2. Komponen pemeriksaan kehamilan 7T

Mengetahui komponen pelayanan pemeriksaan kehamilan yang diterima ibu pada saat kunjungan pemeiksaan kehamilan meliputi :

1. Baik, jika kompenen pemeriksaan kehamilan 7T diterima oleh ibu

2. Tidak baik, jika komponen pemeriksaan kehamilan 7T tidak diterima oleh ibu Tabel 3.4. Aspek Pengukuran Pemeriksaan Kehamilan (Jumlah Kunjungan dan

Komponen Pemeriksaan)

No Variabel Cara Ukur Skala Hasil Ukur

1 Jumlah kunjungan Kuesioner Ordinal 1). Baik 2). Tidak Baik 2 Komponen pemeriksaan Kuesioner Ordinal 1). Baik

(10)

3.7. Metode Analisis Data

a. Analisis hasil studi case control secara sederhana adalah perhitungan OR (Odds Ratio) OR adalah odds pada kasus dibandingkan odds pada kontrol yaitu : a/(a+c) b/(b+d)

: = a/c : b/d = ad/bc c/(a+c) d/(b+d)

b. Analisis univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal variabel-variabel independen dan dependen dalam bentuk distribusi frekuensi.

c. Analisis bivariat, yaitu analisis lanjutan untuk melihat hubungan variabel independen dengan dependen menggunakan uji chi square pada taraf kepercayaan 95% (p< 0,05), sehingga bila hasil analisis statistik < 0,05 maka variabel dinyatakan berpengaruh secara signifikan.

a. Analisis multivariat, yaitu untuk melihat faktor paling dominan mempengaruhi variabel dependen BBLR. Bila hasil uji mempunyai nilai p < 0.25 maka variabel tersebut dapat masuk dalam model multivariat dengan menggunakan Uji Regresi Logistik Berganda dengan persamaan:

Logit P(x) = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5𝑋5+ b6X6+ b7X7

Keterangan;

P = Probabilitas

b1,2,3,4,5,6,7 = Nilai Beta

X1 = Tingkat Pendidikan

(11)

X3 = Pola Makan

X4 = Makanan Pantangan

X5 = Distribusi Makanan dalam Keluarga

𝑋6 = Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

𝑋7 = Komponen Pemeriksaan Kehamilan

(12)

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Letak Geografis

Puskesmas Pancur Batu terletak di Kecamatan Pancur Batu. Puskemas Pancur Batu terletak dijalan Jamin Ginting Km. 17,5 Desa Tengah Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang dengan luas wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu 4.037 Ha.

Kecamatan Pancur Batu berada pada ketinggian 160 meter dari permukaan laut yang berbatasan dengan Medan Tuntungan (utara), Kecamatan Sibolangit (selatan), Kecamatan Namo Rambe (timur), Kecamatan Kutalinbaru (barat).

Secara administratif Kecamatan Pancur Batu terdiri dari 25 desa dan terdiri dari 112 Dusun/Lingkungan, tetapi wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu hanya terdiri dari 22 desa dan terdiri dari 96 dusun/lingkungan selebihnya menjadi wilayah kerja Puskesmas Sukaraya.

4.1.2. Demografi

(13)

4.1.3. Pendidikan

Distribusi penduduk Kecamatan Pancur Batu beradasarkan tingkat pendidikannya sebagian besar berpendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) yang mencapai 46,63%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 21,56%, Sarjana merupakan kelompok usia produktif dibanding dengan kelompok usia yang non produktif. Sebagian besar penduduk di wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Petani 43,51%, Buruh 31,12%, Pedagang 13,41% kemudian selebihnya Wiraswasta, Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Swasta.

4.1.4. Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan yang terdapat di wilayah kerja puskesmas Pancur Batu 1 Puskesmas Induk dengan fasilitas rawat inap, 21 puskesmas pembantu, dan polindes 21. Jarak tempuh rata-rata dari desa ke Puskesmas Pancur Batu antara 0,1 – 5 km tetapi ada beberapa desa dengan jarak tempuh antara 8-10,5 km

4.2. Analisis Univariat 4.2.1. Karakteristik Ibu

(14)

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

No Karateristik Berat Bayi Lahir

(15)

Jumlah 31 50 31 50 62 100,0

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa umur ibu dalam penelitian ini adalah kelompok umur 20-35 yang melahirkan BBLR dan tidak BBLR 29%, dilihat dari suku, suku karo mayoritas melahirkan BBLR 29%, status pekerjaan mayoritas ibu yang tidak bekerja melahirkan BBLR dan jumlah anggota keluarga lebih dari 4 orang melahirkan BBLR 35,5%

4.3. Analisis Bivariat

Analisis yang digunakan adalah uji Chi-Square dengan hasil sebagai berikut: 4.3.1. Hubungan pendidikan ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas

Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

Hubungan pendidikan ibu dengan BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.2. Hubungan Pendidikan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 Pendidikan Berat Bayi Lahir OR (95% CI) p value

BBLR Tidak BBLR

N % N %

Rendah 11 61,1% 7 39,9% 0,530 0,263

(16)

Berdasarkan Tabel 4.2. BBLR lebih banyak ditemukan pada ibu yang berpendidikan rendah (61,1%) dibanding dengan ibu yang berpendidikan tinggi (45,5%). Hasil uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian BBLR dengan nilai (p=0,263)

4.3.2. Hubungan Pendapatan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

Hubungan pendapatan ibu dengan BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3. Hubungan pendapatan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 Pendapatan Berat Bayi Lahir OR (95% CI) p value

BBLR Tidak BBLR

N % N %

Rendah 19 61,3% 8 25,8% 0,220 0,005

Tinggi 12 38,7% 23 74,2% (0,074-0,648) 31 100,0 31 100,0

(17)

(74,2%). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara pendapatan ibu dengan kejadian BBLR (p=0.005). Hasil analisis diperoleh nilai OR=0,220 artinya ibu dengan pendapatan rendah beresiko mempunyai peluang 0,220 kali melahirkan BBLR dibanding dengan ibu yang berpendapatan tinggi.

4.3.3. Hubungan Pola Makan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

Hubungan Pola Makan ibu dengan BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4. Hubungan Pola Makan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

Pola Makan Berat Bayi Lahir OR (95% CI) p value BBLR Tidak BBLR

N % N %

Baik 5 16,1% 21 67,7% 10,920 0,000

Tidak Baik 26 83,9% 10 32,3% (3,231-36,908) 31 100,0 31 100,0

(18)

dengan pola makan tidak baik beresiko mempunyai peluang 10,920 kali melahirkan BBLR dibanding dengan ibu yang pola makan baik

4.3.4. Hubungan Makanan Pantangan ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

Hubungan Makanan Pantangan ibu dengan BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.5. Hubungan Makanan Pantangan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja

Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 Makanan

Pantangan

Berat Bayi Lahir OR (95% CI) p value Tidak BBLR BBLR

N % N %

Ada 16 51,6% 21 67,7% 1,969 0,196

Tidak Ada 15 48,4% 10 32,3% (0,702-5,521) 31 100,0 31 100,0

Berdasarkan Tabel 4.5. BBLR ditemukan pada ibu yang memiliki makanan pantangan (67,7%) dibanding dengan ibu yang tidak memiliki makanan pantangan melahirkan BBLR (32,3%). Hasil uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan antara makanan pantangan ibu dengan kejadian BBLR (p=0.196).

(19)

Hubungan Pembagian Makanan ibu dengan BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.6. Hubungan Pembagian Makanan dalam Keluarga Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

Pembagian Makanan

Berat Bayi Lahir OR (95% CI) p value BBLR Tidak BBLR

N % N %

Ada 16 51,6% 13 41,9% 0,677 0,445

Tidak Ada 15 48,4% 18 58,1% (0,248-1,845) 31 100,0 31 100,0

Berdasarkan Tabel 4.6. BBLR ditemukan pada ibu yang yang tidak ada pembagian makanan dalam keluarga (58,1%) dibanding dengan ibu yang memiliki pembagian makanan dalam keluarga melahirkan BBLR (51,6%). Hasil uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan antara makanan pantangan ibu dengan kejadian BBLR (p=0.445).

4.3.6. Hubungan Kunjungan Ibu Hamil ke Petugas Kesehatan dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

(20)

Tabel 4.7. Hubungan Kunjungan Ibu Hamil ke Petugas Kesehatan dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

Jumlah Kunjungan

Berat Bayi Lahir OR (95% CI) p value BBLR Tidak BBLR

N % N %

Baik 13 41,9% 25 80,6 % 5,769 0,002

Tidak Baik 18 58,1% 6 19,4 % (1,834-18,064) 31 100,0 31 100,0

Berdasarkan Tabel 4.7. BBLR paling banyak ditemukan pada ibu yang jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilannya tidak baik (58,1%) dibanding dengan ibu yang pemeriksaan kehamilanny baik (41,9%). Sedangkan ibu yang melahirkan tidak BBLR melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan baik (80,6%). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara jumlah kunjungan pemeriksaan

kehamilan ibu dengan kejadian BBLR (p=0.002). Hasil analisis diperoleh nilai OR=5,769 artinya ibu dengan jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan tidak baik beresiko mempunyai peluang 5,769 kali melahirkan BBLR dibanding dengan ibu yang jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilannya baik.

(21)

Hubungan Komponen Pemeriksaan Kehamilan (7T) dengan BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.8. Hubungan Komponen Pemeriksaan Kehamilan (7T) dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

Komponen Pemeriksaan 7T

Berat Bayi Lahir OR (95% CI) p value BBLR Tidak BBLR

N % N %

Baik 11 35,5% 24 77,4% 6,234 0,001

Tidak Baik 20 64,5% 7 22,6% (2,038-19,069) 31 100,0 31 100,0

Berdasarkan Tabel 4.8. BBLR paling banyak ditemukan pada ibu yang pmendapatkan komponen pemeriksaan 7T tidak baik (64,5%) dibanding dengan ibu yang komponen pemeriksaan 7T tidak baik (35,5%). Sedangkan ibu yang tidak melahirkan BBLR mendapatkan komponen pemeriksaan 7T baik (77,45). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara komponen pemeriksaan kehamilan ibu

(22)

mempunyai peluang 6,234 kali melahirkan BBLR dibanding dengan ibu yang komponen pemeriksaan kehamilannya baik.

4.4. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk melihat beberapa variabel secara bersama-sama berhubungan dengan BBLR. Pada penelitian ini digunakan uji regresi logistic berganda. Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh empat variabel nilai p < 0,05 yaitu variabel pendapatan, pola makan, jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan dan komponen pemeriksaan 7T. Selanjutnya semua variabel ini dimasukkan dalam model, kemudian di analisis multivariat. Hasil akhir analisis multivariat uji regresi logistik dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.9. Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Antara Satatus Sosial Ekonomi, Budaya dan Pemeriksaan Kehamilan dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

No Variabel B Exp (B) P value

1 Pendapatan -2,512 0.081 0,015

2 Pola Makan 3,335 28,076 0,004

3 Jumlah Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan 2,867 17,588 0,011

4 Komponen Pemeriksaan Kehamilan 7T 2,280 9,776 0,024

(23)
(24)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. BBLR

Dari hasil analisis didapat ternyata di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 masih ditemukan kasus ibu yang melahirkan BBLR (8%). Keadaan ini menunjukkan bahwa ternyata masih tingginya kejadian BBLR.

Hal sesuai dengan data, Prevalensi BBLR diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3 – 38%. Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003.

Menurut Sulani (2011), BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram, berat badan lahir merupakan prediktor yang baik untuk pertumbuhan bayi dan kelangsungan hidupnya. Seorang bayi yang cukup bulan pada umumnya lahir dengan berat badan 2500 gram atau lebih, Bayi dengan berat badan lahir rendah merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal, Angka kejadian dan kematian BBLR akibat komplikasi seperti asfiksia, infeksi, hipotermia, hiperbilirubinemia masih tinggi.

(25)

kehamilan dan kehamilan dengan Kurang Energi dan Kalori (KEK) jika anemia dan KEK secara langsung bayi yang dikandung juga akan mengalami kekurangan asupan makanan sehingga berat badan bayi yang akan dilahirkan juga kurang atau tidak sesuai dengan berat rata-rata bayi normal yang dilahirkan.

Upaya untuk penanggulangan BBLR menurut M.S Kramer (1987) dilakukan dengan cara pemeriksaan kehamilan secara teratur yaitu 4 kali selama kehamilan dengan komponen pemeriksaan kehamilan 7T, sehingga terdeteksi secara dini kelainan-kelainan pada ibu dan bayi yang akan dilahirkan, selain itu mengkomsumsi makanan yang bergizi disesuaikan dengan kebutuhan ibu selama hamil yang jelas berbeda dengan kebutuhan gizi wanita tidak hamil.

5.2. Pengaruh Status Sosial Ekonomi Ibu terhadap Kejadian BBLR 5.2.1. Pendidikan

(26)

yang memiliki keinginan menyekolahkan anak setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuan mereka.

Pendidikan yang dimiliki oleh seorang ibu-ibu yang ada di Pancur Batu akan mempengaruhi pengetahuan dalam pengambilan keputusan dan juga akan berpengaruh pada prilakunya termasuk dalam pemenuhan gizi melalui pola makan dan memahami untuk melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan.

Hal ini terlebih lagi kalau seorang ibu tersebut memasuki masa ngidam, di mana perut rasanya tidak mau diisi, mual dan rasa yang tidak karuan. Walaupun dalam kondisi yang demikian jika seseorang memiliki pengetahuan yang baik maka ia akan berupaya untuk memenuhi gizinya dan juga bayinya.

Hasil penelitian ini berbeda dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati & Mutalazimah tahun 2004 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan BBLR. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Djaja dkk, di kabupaten Cirebon tahun 2004 didapatkan hasil bahwa 57% ibu dari bayi yang BBLR berpendidikan SD – SMP.

(27)

5.2.2. Pendapatan

Pendapatan merupakan penghasilan yang didapatkan ibu dalam satu bulan yang dapat dipergunakan ibu untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa, BBLR lebih banyak ditemukan pada ibu dengan jumlah penghasilan rendah (61,1%) dibanding dengan ibu yang berpenghasilan tinggi (39,9%). Secara statistik uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendapatan yang rendah dengan kejadian BBLR (p=0,005). Hasil analisis multivariat menunjukkan ada pengaruh antara pendapatan dengan kejadian BBLR.

Penyebab terjadinya BBLR salah satunya adalah faktor sosial ekonomi terutama pendapatan secara logika dengan pendapatan yang mencukupi maka daya beli juga akan meningkat secara keseluruhan termasuk untuk konsumsi. Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangan. Semakin banyak mempunyai uang berarti semakin baik makanan yang diperoleh. Dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli daging, buah, sayuran dan beberapa jenis bahan makanan lainnya (Fikawati & Shafig, 2012)

(28)

tangga didaerah perkotaan dan 47,5% rumah tangga didaerah, pedesaan mengalami masalah kekurangan konsumsi pangan (Ernawati, 2006)

Berdasarkan uji regresi logistik, diketahui bahwa pendapatan termasuk variabel yang mempengaruhi terjadinya BBLR OR=0,081 artinya pendapatan ibu yang rendah mempunyai peluang 0,081 kali ibu melahirkan BBLR dibanding dengan ibu yang pendapatannya tinggi karena dengan pendapatan yang tinggi kecenderungan dapat memenuhi kebutuhan hidup lebih baik diantaranya membeli makanan dengan kualitas yang lebih baik, kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap dibanding dengan ibu yang memilki pendapatan lebih rendah cenderung lebih sulit memenuhi kebutuhan karena pandapatan yang rendah, terlebih lagi dari hasil pendataan di kecamatan Pancur Batu tenryata jumlah anggota keluarga 4-5 orang dalam satu rumah maka secara mutlak kebutuhan akan konsumsi/pangan meningkat dengan status rata-rata responden tidak bekerja dan hanya mengandalakan pencarian suami sebagai kepala rumah tangga.

Hal ini sesuai dengan pendapat M.S Kramer (2007), bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya BBLR adalah status sosial ekonomi yang termasuk didalamnya adalah pendapatan yang rendah, menurut Kramer wanita hamil dengan pendapatan rendah tidak mampu membeli dan mengkonsumsi jenis makanan yang banyak mengandung zat gizi

(29)

Apabila pendapatan rendah maka daya beli terhadap makanan juga rendah sehingga tidak terpenuhi asupan gizi untuk ibu selama hamil dan janin yang dikandungnya

5.3. Pengaruh Budaya Ibu terhadap Kejadian BBLR 5.3.1. Pola Makan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, BBLR lebih banyak ditemukan pada ibu dengan pola makan tidak baik (83,9%) dibandingkan dengan ibu yang pola makan baik (16,1%). Secara statistik uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pola makan yang tidak baik dengan BBLR (p=0,000). Hasil analisis multivariat menunjukkan ada pengaruh antara pola makan yang tidak baik dengan BBLR.

M.S. Kramer menegaskan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya BBLR adalah makanan yang dikonsumsi ibu selama masa kehamilan. Penyebab terjadinya BBLR adalah faktor makanan.

(30)

Pola makan merupakan hasil budaya masyarakat yang bersangkutan, dan mengalami perubahan terus-menerus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan tingkat kemajuan budaya masyarakat tersebut, Pola makan yang baik akan cukup menyediakan gizi yang dibutuhkan untuk kesehatan kehamilan, dan mengurangi resiko lahirnya bayi cacat. Selain itu makanan yang baik akan membantu sistem pertahanan tubuh ibu hamil terhadap infeksi, makanan yang baik juga akan melindungi ibu hamil dari akibat buruk zat – zat yang mungkin ditemui seperti obat – obatan, toksin, polutan (Sediaoetama, 2009)

Berdasarkan uji regresi logistik, diketahui bahwa variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap BBLR OR=28,076 artinya pola makan yang tidak baik mempunyai peluang 28,076 kali melahirkan BBLR dibanding dengan ibu yang pola makannya baik.

Pola makan dinilai dari frekuensi makan dan jenis makanan yang dikonsumsi, ibu hamil kurang memperdulikan zat gizi yang dimakan mereka prinsip yang ada dimasyarakat yang penting makan mengenyangkan tanpa melihat kualitas dan kuantitas makanan serta frekuensi makan yang kurang dari 3 kali sehari dan tanpa menusesuai gizi seimbang berakibat ibu akan mengalami Anemia dan KEK sehingga berakibat BBLR pada bayi yang dilahirkan, selain itu pula ibu-ibu lebih mendahulukan makanan untuk anak dan keluarga yang lainnya dibandingkan dengan dirinya sendiri.

(31)

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan Nur jaya di RSUD Ajjatpannge Watan Soppeng tahun 2010 menunjukkan bahwa adanya hubungan antara status gizi ibu dengan kejadian BBLR.

Ibu selama hamil membutuhkan lebih banyak asupan gizi yang berasal dari makanan dibanding dengan wanita dikala tidak hamil. Pola makan tidak langsung mempengaruhi terjadinya BBLR, tetapi dengan pola makan yang tidak baik ibu hamil akan mengalami anemia defisiensi besi dan kurang energi kalori selama kehamilan jika salah satu hal ini terjadi pada ibu hamil maka bayi yang akan dilahirkan BBLR

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh St. Fatimah dkk, di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan tahun 2011 menyatakan bahwa pola makan ibu hamil memiliki hubungan yang signifikan terhadap rendahnya kadar haemoglobin ibu hamil

Rendahnya tingkat konsumsi besi sesuai dengan hasil penelitian Subagio, 2004, pada ibu hamil di Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak yang menderita defisiensi besi sebesar 59,3% begitu pula hasil penelitian Wahyuni di Kabupaten Bantul Jogjakarta menyatakan bahwa rerata konsumsi besi pada ibu hamil 15,54 setara dengan 33,78% dari AKG yang dianjurkan

(32)

Pencegahan BBLR lebih ditekankan kepada upaya untuk memperbaiki pola makan ibu selama hamil sesuai dengan kebutuhan selama kehamilan, sehingga asupan gizi yang dibutuhkan mencukupi kebutuhan ibu baik untuk dirinya maupun bayi yang akan dilahirkan.

5.3.2. Makanan Pantangan

Makanan pantangan adalah jenis-jenis makanan tertentu yang tidak boleh dikonsumsi pada saat ibu hamil, dari hasil penelitian menunujukkan bahwa BBLR ditemukan pada ibu yang memiliki makanan pantangan selama hamil. Dari hasil uji regresi logistik tidak ada pengaruhnya antara makanan pantangan dengan BBLR hal ini disebabkan karena dominan suku yang ada di wilayah pancur batu adalah karo, pada adat istiadat karo jarang dijumpai adanya makanan pantangan, justru yang biasanya paling banyak makanan pantangannya adalah suku jawa.

Pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tabu makanan adalah suatu kebudayaan yang menentukan kapan seseorang boleh atau tidak boleh memakan suatu makanan (Suhardjo, 2003).

(33)

Makanan pantangan sebenarnya tidak secara langsung berhubungan dengan BBLR tetapi biasanya ibu hamil yang banyak memiliki makanan pantangan asupan gizi sesuai dengan kebutuhan selama hamil tidak tercukupi maka akan menyebabkan ibu anemia dalam kehamilan dan salah satu akibatnya bla ibu anemia bayi yang akan dilahirkan BBLR.

Hal ini sesuai dengan Hasil penelitian yang dilakukan Harnany di kota Pekalongan tahun 2006 dibuktikan responden yang memiliki pantangan makan sebagian besar (85%) masuk kelompok anemia.

Mayoritas suku yang tinggal diwilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang adalah suku karo pada umumnya suku karo tidak mengadopsi kepercayaan adanya makanan pantangan saat seorang wanita hamil tetapi mereka cenderung mengikut pada kebiasaan-kebiasaan yang umum terjadi dimasyarakat secara luas.

5.3.3. Pembagian Makanan dalam Keluarga

Hasil pada penelitian ini menujukkan bahwa BBLR paling banyak dijumpai ditemukan pada ibu yang tidak ada pembagian makanan dalam keluarga. Dari hasil uji regresi logistik tidak ada pengaruhnya antara pembagian makanan dalam keluarga dengan BBLR.

(34)

ibu hamil dan anak yang lebih membutuhkan makanan yang terbaik karena ibu untuk kebutuhannya dan janin yang dikandung sedangkan anak karena masa petumbuhan.

Pembagian makanan berkenaan dengan pembagian pangan yang dikonsumsi oleh perorangan, anggota suatu keluarga. Di sini pun sering pembagian pangan tersebut tidak merata. Yang dimaksud merata disini bukanlah bahwa setiap anggota keluarga tersebut mendapat jatah bagian makanan yang sama banyak, tetapi bahwa setiap anggota keluarga itu mendapat jumlah makanan yang sesuai dengan tingkat kebutuhannya, menurut umur dan keadaan fisik serta jenis kelaminnya (Sediaoetama, 2008).

5.4. Pemeriksaan Kehamilan

5.4.1. Jumlah Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, BBLR lebih banyak ditemukan pada ibu dengan jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan tidak baik (83,9%) dibandingkan dengan ibu yang pola makan baik (58,1%). Secara statistik uji chi

square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jumlah kunjungan

pemeriksaan kehamilan yang tidak baik dengan BBLR (p=0,002). Hasil analisis multivariat menunjukkan ada pengaruh antara jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan yang tidak baik dengan BBLR.

(35)

Pada saat seorang wanita hamil maka akan terjadi perubahan baik fisik maupun psikologisnya secara umum proses kehamilan adalah merupakan hal yang fisiologis terjaadi pada setiap kehamilan tetapi proses yang fisiologis ini dapat berubah menjadi hal yang patologis bila tidak dilakukan Pemantauan atau pemeriksaan kehamilan yang teratur minimal 4 kali selama kehamilan dapat mendeteksi dini kelainan-kelainan pada ibu selama kehamilan dan janin yang dikandung.

Berdasarkan uji regresi logistik, diketahui bahwa variabel kunjungan pemeriksaan kehamilan berpengaruh terhadap BBLR OR=17,558 artinya bahwa ibu hamil dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan yang tidak baik mempunyai peluang 17,558 kali melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu hamil yang kunjungan pemeriksaan kehamilannya baik.

Didukung dengan penelitian yang dilakukan Marissa, dkk di kelurahan kramat jati dan ragunan ternyata menunjukkan hasil bahwa 60,0% ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya sesuai anjuran minimal 4 kali selama kehamilan dan 89,0% responden tidak mendapatkan pelayanan “7T”

(36)

(trimester III). Pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan di Polindes, Posyandu, Puskesmas, Rumah sakit, Praktek dokter atau bidan swasta. (Kusmiyati, 2008).

Sesuai dengan hasil penelitian Joeharno di kabupaten serang tahun 2007, yang menunjukkan bahwa pemanfaatan pelayanan ante natal care merupakan faktor resiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu yang tidak melaksanakan pemeriksaan kehamilan secara lengkap beresiko 5 kali untuk melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.

Situasi di Kecamatan Pancur Batu ibu melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan 4 kali selama kehamilan dapat diperngaruhi oleh jarak tempuh yang jauh antara tempat tinggal dengan fasilitas kesehatan selain itu pula dengan pendapatan bulanan yang tidak mencukupi ibu cenderung lebih mementingkan kebutuhan yang prioritas misalnya sandang dan pengan dibanding untuk memeriksakan kehamilannya kepetugas kesehatan bahkan terkadang ibu memandang bahwa proses kehamilan merupakan suatu proses yang biasa-biasa saja sehingga tidak perlu memeriksakan kehamilan kepetugas kesehatan.

5.4.2. Komponen Pemeriksaan Kehamilan 7T

(37)

Hasil analisis multivariat menunjukkan ada pengaruh antara komponen pemeriksaan pemeriksaan kehamilan 7T yang tidak baik dengan BBLR.

Dalam standar asuhan pelayanan kebidanan kehamilan dinyatakan bahwa seorang ibu memeriksakan kehamilan wajib mendapatkan pelayanan Ante Natal Care Dalam penerapan operasionalnya dikenal dengan “7T” yang terdiri dari, Timbang berat badan dan ukur tinggi badan, (ukur) Tekanan darah, (ukur) Tinggi fundus uteri (pemeberian imunisasi) Tetanus Toksoid (TT), (pemberian) Tablet Besi, Tes laboratorium, Temu wicara (konseling), dengan pemeriksaan lengkap 7T dalam setiap kunjungan pemeriksaan kehamilan maka dengan mudah dideteksi BBLR.

Berdasarkan uji regresi logistik, diketahui bahwa variabel komponen pemeriksaan kehamilan 7T berpengaruh terhadap BBLR OR=9,776 artinya bahwa ibu hamil yang tidak mendapatkan pelayanan komponen pemeriksaan kehamilan 7T mempunyai peluang 9,776 kali melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu hamil yang mendapatkan komponen pemeriksaan kehamilan 7T lengkap.

M.S Kramer menyatakan hal yang serupa bahwa kualitas pemeriksaan kehamilan saat ibu hamil melakukan kunjungan ANC berhubungan dengan kejadian BBLR. Dengan pemeriksaan kehamilan 7T dapat dideteksi kelainan-kelainan pada ibu maupun bayinya sehingga dapat dilakukan pencegahan secara lebih dini.

(38)

Senada dengan hasil Penelitian yang dilakukan Marissa, dkk di kelurahan kramat jati dan ragunan ternyata menunjukkan hasil bahwa 60,0% ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya sesuai anjuran minimal 4 kali selama kehamilan dan 89,0% responden tidak mendapatkan pelayanan “7T”

Begitu juga dengan Penelitian Joeharno (2006), yang menunjukkan bahwa pemanfaatan pelayanan ante natal care merupakan faktor resiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu yang tidak melaksanakan pemeriksaan kehamilan secara lengkap beresiko 5 kali untuk melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.

Pelayanan “7T” merupakan palayanan yang harus diterima ibu setiap kali melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan, pelayanan “7T” tidak didapatakan ibu karena biasanya ibu tidak rutin melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan, kebanyakan ibu hamil di Kecamatan Pancur Batu melakukan pemeriksaan kehamilan disaat-saat mendekati proses persalinan atau pada saat trimester 3 kehamilan sehingga tidak dapat mewakili hasil pemeriksaan yang sebelumnya.

5.5. Keterbatasan Penelitian

(39)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dengan uji statistik dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Status sosial ekonomi terutama pendapatan yang rendah dapat mempengaruhi ibu melahirkan BBLR.

2. Budaya makan ibu yang tidak baik yaitu makan dengan konsep yang penting kenyang tanpa memperhatikan jenis makanan yang mengandung zat gizi seimbang sesuai kebutuhan selama hamil dan dengan frekuensi makan tidak teratur kurang dari 3 kali sehari dapat mempengaruhi ibu melahirkan BBLR.

3. Kunjungan pemeriksaan kehamilan yang kurang dari 4 kali selama kehamilan dapat mempengaruhi ibu melahirkan BBLR.

4. Komponen pemeriksaan kehamilan yang tidak sesuai dengan standar 7T yaitu Timbang berat badan dan ukur tinggi badan, ukur tinggi fundus uteri, ukur tekanan darah, imunisasi TT, tes penyakit menular seksual, pemberian tablet besi dan temu wicara, saat pemeriksakan kehamilan mempengaruhi ibu melahirkan BBLR.

6.2. Saran

(40)

1. Kepada ibu-ibu hamil memperbaiki pola makan, dengan cara mengkonsumsi jenis makanan yang beraneka ragam dan frekuensi makan sesering mungkin walaupun dengan porsi yang kecil sehingga terpenuhi kebutuhan zat gizi seimbang selama hamil bukan berarti harus makanan dengan harga yang mahal.

2. Kepada ibu-ibu hamil melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan ke bidan atau ke fasilitas kesehatan terdekat sehingga terdeteksi secara dini kalau ada komplikasi pada ibu dan janin.

Gambar

Tabel 3.1. Distribusi Pengambilan Sampel Ibu yang Memiliki BBLR dan tidak  Memiliki BBLR  di Setiap Desa
Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Budaya (Pola Makan, Makanan Pantangan, Pembagian Makanan dalam Keluarga)
Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur
Tabel 4.2. Hubungan Pendidikan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas  Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengetahui hubungan bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas Kandangan – Kediri. 1.3.2

Tujuan: Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara preeklamsia berat dengan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) di RS Dr. Metode:

Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang

pendidikan kesehatan bagi ibu usia remaja dalam merawat bayi berat lahir

Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan

Bayi Berat Lahir Rendah(BBLR) termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka

BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram, berat badan.. lahir merupakan prediktor yang baik untuk pertumbuhan bayi

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh status sosial ekonomi (pendidikan dan pendapatan) dan budaya (pola makan, makanan pantangan dan pembagian makanan dalam