PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI, BUDAYA DAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN BAYI BERAT
LAHIR RENDAH (BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR BATU KABUPATEN
DELI SERDANG TAHUN 2012
TESIS
Oleh
SURYA ANITA 107032183/IKM
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI, BUDAYA DAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN BAYI BERAT
LAHIR RENDAH (BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR BATU KABUPATEN
DELI SERDANG TAHUN 2012
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SURYA ANITA 107032183/IKM
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI, BUDAYA DAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN IBU TERHADAP KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012
Nama Mahasiswa : Surya Anita Nomor Induk Mahasiswa : 107032183
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si)
Ketua Anggota
(dr. Yusniwarti Yusad, M.Si)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 7 Februari 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian. M.Si Anggota : 1. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si
PERNYATAAN
PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI, BUDAYA DAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN BAYI BERAT
LAHIR RENDAH (BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR BATU KABUPATEN
DELI SERDANG TAHUN 2012
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, April 2013
ABSTRAK
BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram, BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang berkontribusi terhadap kematian bayi Kejadian BBLR di Kecamatan Pancur Batu tahun 2012 adalah 31 (8%) kasus dari 382 kehamilan, yang tersebar di 21 desa wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh status sosial ekonomi (pendidikan dan pendapatan) dan budaya (pola makan, makanan pantangan dan pembagian makanan dalam keluarga) pemeriksaan kehamilan ibu (jumlah kunjungan dan komponen pelayanan 7T) terhadap kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Jenis penelitian yang dilakukan adalah Observasional-analitik dengan rancangan kasus-kontrol yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu melahirkan di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang bulan Mei-September 2012. Sebanyak 382 orang dan sampel sebanyak 62 orang, Data dianalisis dengan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menujukkan ada pengaruh antara pendapatan dengan nilai OR=0,081, pola makan dengan nilai OR=28,076, kunjungan pemeriksaan kehamilan dengan nilai OR=17,588 dan komponen pemeriksaan kehamilan 7T dengan nilai OR=9,776 terhadap kejadian BBLR. Variabel paling besar pengaruhnya terhadap kejadian BBLR adalah pola makan ibu selama hamil.
Pendapatan yang rendah, pola makan yang tidak baik yaitu jenis makanan yang tidak mengandung zat gizi seimbang sesuai kebutuhan selama hamil dan frekuensi makan yang kurang dari 3 kali sehari, kunjungan pemeriksaan kehamilan kurang dari 4 kali dan pemeriksaan kehamilan 7T yang tidak didapat ibu saat pemeriksaan kehamilan mempengaruhi ibu melahirkan BBLR.
Diharapkan kepada ibu-ibu hamil untuk memperbaiki pola makan dengan cara mengkonsumsi beraneka ragam jenis makanan, melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, kepada petugas kesehatan lebih intensif melakukan kunjungan rumah dalam rangka penyuluhan pencegahan BBLR.
Kata Kunci : Status Sosial Ekonomi, Pemeriksaan Kehamilan, BBLR
ABSTRACT
LBW is a baby with a birth weight less than 2500 grams, low birth weight is a risk factor contributing to the incidence of low birth weight infant mortality in Sub Pancur Stone in 2012 was 31 (8%) of 382 cases of pregnancy, which is spread across 21 rural health centers working area Pancur Stone Deli Serdang regency.
The purpose of this study to analyze the effect of socioeconomic status (education and income) and cultural (diet, food taboos and food distribution within the family) maternal prenatal care (number of visits and service components 7T) on the incidence of LBW in the working area of Stone County Health Center Pancur Deli Serdang. Type of research is observational-analytical case-control design anmatch, which was done in the Work Area Health Center Pancur Stone Deli Serdang regency. The population I n this study were all pregnant women in the workplace health center stone Pancur Deli Serdang months from May to September 2012. A total of 382 people and a sample of 62 people, Data were analized by multiple logistic regresion.
The results showed no effect of income to the value of OR=0,081, a diet with a value of OR=28,076, maternal prenatal care visists with a value of OR=17,588 and 7T prenatal component to the value of OR =9,776 on the incidence of LBW. Variable greatest effect on the incidence of low birth weight is maternal diet during pregnancy. Low income, diet is not good, that kind of food that does not contain a balanced nutrient needs during pregnancy and the frequency of eating less than three meals a day, maternal prenatal care visits of less than 4 times and 7T antenatal mothers who do not get prenatal care when influence of maternal LBW.
Expected to pregnant mothers to improve your diet by eating a wide variety of foods, regular prenatal checks, to more intensive health workers conduct home visits in order LBW prevention counseling.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia dan
nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul
“ Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya dan Pemeriksaan Kehamilan Terhadap
Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang
Tahun 2012”
Penulis penyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik
tenpa bantuan, dukungan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena
itu pada kesempatan yang baik ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih yang
tidak terhingga kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan
saran dalam penulisan tesis ini.
4. Dr. Ir Evawany Aritonang, M.Si selaku sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Penguji I yang telah
5. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku Sekretaris Program Studi S3 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara
6. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku komisi pembimbing I yang telah
memberikan perhatian, kesabaran, dukungan dan pengarahan sejak penyusunan
proposal hingga tesis ini selesai
7. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si selaku komisi pembimbing II yang penuh perhatian
dan kesabaran dalam memberikan bimbingan dan arahan terus menerus sejak
penyusunan proposal hingga tesis ini selesai
8. Dra. Syarifah, M.S, selaku penguji II yang telah bersedia untuk memberikan
masukan dan saran demi menyempurnakan tesis ini
9. Dr. Dra. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Ketua STIKes Mutiara Indonesia
Medan yang telah memberikan izin untuk mengikuti pendidikan ini.
10. dr. Susi Evanta Maria Sembiring, M.Kes selaku kepala Puskesmas Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang yang telah bersedia memberikan izin tempat untuk
melakukan penelitian dan bidan desa yang telah banyak membantu memberikan
informasi serta data yang diperlukan untuk penulisan tesis ini
11. Suami tercinta Catur Adiwintoro, SE yang telah mengizinkan dan member
dukungan moril dan material serta doa kepada penulis dalam menyelesaikan
12. Orang tua yang sangat penulis sayangi Thalib Hadianto dan Alm. Delyati Daulay
atas pengorbanan dan kasih sayangnya yang tiada pernah berhenti sampai akhir
hayatnya.
13. Buat putraku tercinta Syahidan Alif yang selalu sabar, pengertian, pemberi
motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
14. Seluruh rekan-rekan mahasiswa di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
khususnya minat studi Kesehatan Reproduksi serta semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam proses penulisan
tesis ini hingga selesai.
Hanyaa Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan
yang telah diperbuat. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak
kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Medan, April 2013 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Surya Anita yang dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal
18 Oktober 1979, anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis telah menikah tanggal
28 Maret 2010 dengan Catur Adiwintoro, SE dan dikaruniai satu putra, bertempat
tinggal di Medan.
Penulis manamatkan pendidikan Sekolah Dasar Negri 164524 Tebing Tinggi
pada tahun 1992, selanjutnya menamatkan Sekolah Menengah Pertama Negeri 01
Tebing Tinggi tahun 1995, kemudian melanjutkan SPK Pemda Tebing Tinggi tamat
pada tahun 1998. Tahun 2002 menamatkan pendidikan Akademi Kebidanan Pemko
Tebing Tinggi, tahun 2005 menyelesaikan pendidikan S1 Kesehatan Masyarakat
STIKes Mutiara Indonesia Medan.
Penulis memulai karir tahun 2002 sebagai ibu asrama merangkap asisten
dosen laboratorium di AKBID Sari Mutiara Medan. Kemudian tahun 2007 sampai
sekarang Staff pengajar di STIKes Mutiara Indonesia Medan. Tahun 2010 penulis
mengikuti pendidikan lanjutan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di
Fakultas Kesehatan Masyarakat dengan minat studi Kesehatan Reproduksi.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Hipotesis ... 9
1.5 Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Status Sosial Ekonomi... 10
2.1.1 Pendidikan ... 12
2.1.2 Pendapatan ... 15
2.2 Budaya Ibu ... 16
2.2.1 Pola Makan... 17
2.2.2 Makanan Pantangan ... 19
2.2.3 Pembagian Makaan dalam Keluarga ... 21
2.3 Pemeriksaan Kehamilan ... 24
2.3.1 BBLR ... 25
2.3.2 Landasan Teori ... 28
2.3.3 Kerangka Teori... 29
2.3.4 Kerangka Konsep ... 29
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 31
3.1 Jenis Penelitian ... 31
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32
3.3 Populasi dan Sampel ... 32
3.3.1 Populasi ... 32
3.3.2 Sampel ... 32
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 33
3.4.1 Data Primer ... 33
3.4.2 Data Skunder ... 34
3.5.1 Variabel Penelitian ... 34
3.5.2 Definisi Operasional ... 34
3.6 Metode Pengukuran ... 36
3.6.1 Status Sosial Ekonomi ... 36
3.6.2 Budaya ... 37
3.6.3 Pemeriksaan Kehamilan ... 39
3.7 Metode Analisis Data ... 40
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 42
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 42
4.1.1 Letak Geografis ... 42
4.1.2 Demografi ... 42
4.1.3 Pendidikan ... 43
4.1.4 Sarana Kesehatan ... 43
4.2 Analisis Univariat ... 44
4.2.1 Karakteristik Ibu ... 44
4.3 Analisis Bivariat ... 45
4.3.1 Hubungan Pendidikan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 45
4.3.2 Hubungan Pendapatan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 45
4.3.3 Hubungan Pola Makan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 46
4.3.4 Hubungan Makanan Pantangan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 47
4.3.5 Hubungan Pembagian Makanan dalam Keluarga Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 48
4.3.6 Hubungan Kunjungan Ibu Hamil ke Petugas Kesehatan dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 48
4.3.7 Hubungan Komponen Pemeriksaan Kehamilan (7T) dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 49
BAB 5. PEMBAHASAN ... 53
5.1 BBLR ... 53
5.2 Pengaruh Status Sosial Ekonomi Ibu terhadap Kejadian BBLR . 54 5.2.1 Pendidikan ... 54
5.2.2 Pendapatan ... 56
5.3 Pengaruh Budaya Ibu terhadap Kejadian BBLR ... 58
5.3.1 Pola Makan ... 58
5.3.2 Makanan Pantangan ... 61
5.3.3 Pembagian Makanan dalam Keluarga ... 62
5.4 Pemeriksaan Kehamilan ... 63
5.4.1 Jumlah Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan ... 63
5.4.2 Komponen Pemeriksaan Kehamilan 7T ... 65
5.5 Keterbatasan Penelitian ... 67
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
6.1 Kesimpulan ... 68
6.2 Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 70
LAMPIRAN ... 74
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
2.1 Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (Per Orang Perhari)
Menurut Ukuran Rumah Tangga ... 18
3.1 Distribusi Pengambilan Sampel Ibu yang Memiliki BBLR dan
Tidak Memiliki BBLR ... 33
3.2 Aspek Pengukuran Status Sosial Ekonomi Tingkat
Pendidikan dan Pendapatan Responden ... 37
3.3 Aspek Pengukuran Budaya (Pola Makan Responden,
Makanan Pantangan, Distribusi Makanan dalam Keluarga)... 38
3.4 Aspek Pengukuran Pemeriksaan Kehamilan ... 39
4.1 Distribusi Karakteristik Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas
Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ... 44
4.2 Hubungan Pendidikan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja
Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ... 45
4.3 Hubungan Pendapatan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja
Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ... 46
4.4 Hubungan Pola Makan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja
Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ... 46
4.5 Hubungan Makanan Pantangan Ibu dengan Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten
Deli Serdang ... 47
4.6 Hubungan Pembagian Makanan dalam Keluarga Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten
Deli Serdang ... 48
4.7 Hubungan Kunjungan Ibu Hamil ke Petugas kesehatan dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten
4.8 Hubungan Komponen Pemeriksaan Kehamilan 7T dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten
Deli Serdang ... 50
4.9 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Antara Status Sosial Ekonomi, Budaya dan Pemeriksaan Kehamilan dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1 Kerangka Teori Penyebab Terjadinya BBLR... 29
2.2 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Status Sosial
Ekonomi dan Budaya Ibu Hamil terhadap Kejadian BBLR... 29 3.1 Desain Kasus-Kontrol Pengaruh Status Sosial Ekonomi
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 74
2 Kuesioner Penelitian... .. 75
3 Analisis Univariat (Distribusi Frekuensi) ... 83
4 Analisis Bivariat (Uji Chi Square) ... 91
5 Analisis Multivariat (Uji Regresi Logistik) ... 105
6 Master Data Penelitian ... 109
ABSTRAK
BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram, BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang berkontribusi terhadap kematian bayi Kejadian BBLR di Kecamatan Pancur Batu tahun 2012 adalah 31 (8%) kasus dari 382 kehamilan, yang tersebar di 21 desa wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh status sosial ekonomi (pendidikan dan pendapatan) dan budaya (pola makan, makanan pantangan dan pembagian makanan dalam keluarga) pemeriksaan kehamilan ibu (jumlah kunjungan dan komponen pelayanan 7T) terhadap kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Jenis penelitian yang dilakukan adalah Observasional-analitik dengan rancangan kasus-kontrol yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu melahirkan di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang bulan Mei-September 2012. Sebanyak 382 orang dan sampel sebanyak 62 orang, Data dianalisis dengan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menujukkan ada pengaruh antara pendapatan dengan nilai OR=0,081, pola makan dengan nilai OR=28,076, kunjungan pemeriksaan kehamilan dengan nilai OR=17,588 dan komponen pemeriksaan kehamilan 7T dengan nilai OR=9,776 terhadap kejadian BBLR. Variabel paling besar pengaruhnya terhadap kejadian BBLR adalah pola makan ibu selama hamil.
Pendapatan yang rendah, pola makan yang tidak baik yaitu jenis makanan yang tidak mengandung zat gizi seimbang sesuai kebutuhan selama hamil dan frekuensi makan yang kurang dari 3 kali sehari, kunjungan pemeriksaan kehamilan kurang dari 4 kali dan pemeriksaan kehamilan 7T yang tidak didapat ibu saat pemeriksaan kehamilan mempengaruhi ibu melahirkan BBLR.
Diharapkan kepada ibu-ibu hamil untuk memperbaiki pola makan dengan cara mengkonsumsi beraneka ragam jenis makanan, melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, kepada petugas kesehatan lebih intensif melakukan kunjungan rumah dalam rangka penyuluhan pencegahan BBLR.
Kata Kunci : Status Sosial Ekonomi, Pemeriksaan Kehamilan, BBLR
ABSTRACT
LBW is a baby with a birth weight less than 2500 grams, low birth weight is a risk factor contributing to the incidence of low birth weight infant mortality in Sub Pancur Stone in 2012 was 31 (8%) of 382 cases of pregnancy, which is spread across 21 rural health centers working area Pancur Stone Deli Serdang regency.
The purpose of this study to analyze the effect of socioeconomic status (education and income) and cultural (diet, food taboos and food distribution within the family) maternal prenatal care (number of visits and service components 7T) on the incidence of LBW in the working area of Stone County Health Center Pancur Deli Serdang. Type of research is observational-analytical case-control design anmatch, which was done in the Work Area Health Center Pancur Stone Deli Serdang regency. The population I n this study were all pregnant women in the workplace health center stone Pancur Deli Serdang months from May to September 2012. A total of 382 people and a sample of 62 people, Data were analized by multiple logistic regresion.
The results showed no effect of income to the value of OR=0,081, a diet with a value of OR=28,076, maternal prenatal care visists with a value of OR=17,588 and 7T prenatal component to the value of OR =9,776 on the incidence of LBW. Variable greatest effect on the incidence of low birth weight is maternal diet during pregnancy. Low income, diet is not good, that kind of food that does not contain a balanced nutrient needs during pregnancy and the frequency of eating less than three meals a day, maternal prenatal care visits of less than 4 times and 7T antenatal mothers who do not get prenatal care when influence of maternal LBW.
Expected to pregnant mothers to improve your diet by eating a wide variety of foods, regular prenatal checks, to more intensive health workers conduct home visits in order LBW prevention counseling.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang
kesehatan terutama kesehatan perinatal. BBLR terdiri atas BBLR kurang bulan dan BBLR cukup bulan/lebih bulan. BBLR kurang bulan/prematur, biasanya mengalami
penyulit, dan memerlukan perawatan yang memadai, BBLR yang cukup/lebih bulan
umumnya organ tubuhnya sudah matur sehingga tidak terlalu bermasalah dalam
perawatannya.
BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram, berat badan
lahir merupakan prediktor yang baik untuk pertumbuhan bayi dan kelangsungan
hidupnya. Seorang bayi yang cukup bulan pada umumnya lahir dengan berat badan
2500 gran atau lebih, BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai
kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal, Angka kejadian
dan kematian BBLR akibat komplikasi seperti asfiksia, infeksi, hipotermia,
hiperbilirubinemia masih tinggi (Sulani, 2011).
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebesar 35 per 1000 kelahiran
hidup (SDKI 2002-2003) masih diatas negara-negara seperti malaysia (10), Thailand
(20), Vietnam (18), Brunei (8) dan Singapura (3). Walaupun demikian AKB tersebut
sudah menurun sebesar 41% selama 15 tahun ini yaitu dari 59 per 1000 kelahiran
Sekitar 40% kematian bayi tersebut terjadi pada bulan pertama kehidupannya.
Penyebab kematian pada masa perinatal/neonatal pada umumnya berkaitan dengan
kesehatan ibu selama hamil, kesehatan janin selama didalam kandungan dan proses
pertolongan persalinan yang diterima ibu/bayi yaitu asfiksia, hipotermia karena
prematuritas/BBLR (Kepmenkes, 2005)
Hasil survey AKB di provinsi Sumatera Utara yang dilaksanakan oleh FKM
USU pada tahun 2010, mencatat AKB Sumatera Utara 23/1.000 kelahiran hidup.
Kematian bayi 0-6 hari didominasi oleh gangguan kelainan pernapasan (35,9%),
prematuritas (32,4%) dan sepsis (12%) (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara,
2011)
Bayi dengan BBLR merupakan salah satu faktor risiko yang mempunyai
kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Bayi dengan
BBLR hingga saat ini masih merupakan masalah di seluruh dunia karena penyebab
kematian pada masa bayi baru lahir. Prevalensi BBLR diperkirakan 15% dari seluruh
kelahiran di dunia dengan batasan 3,3 – 38%. Menurut Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, angka kematian neonatal sebesar 20 per
1.000 kelahiran hidup. Dalam satu tahun, sekitar 89.000 bayi usia 1 bulan meninggal.
Dengan kata lain setiap 6 menit ada satu neonatus meninggal di Indonesia oleh
berbagai sebab. Penyebab utama kematian neonatal adalah Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR), sebanyak 29 % (Depkes, 2007). Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR)
diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih
Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan
daerah lain, yaitu berkisar antara 2,0%-15,1% (Aisyah,dkk 2010).
Statistik menunjukkan bahwa 90% dari kejadian BBLR didapatkan di negara
berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding bayi dengan berat
lahir lebih dari 2500 gram. Di Indonesia sendiri 29% kematian bayi secara langsung
dikarenakan BBLR (Proverawati & Ismawati, 2010) Studi di Kuala lumpur
memperlihatkan terjadinya 20% kelahiran prematur bagi ibu yang tingkat kadar
haemoglobinnya dibawah 6,5gr/dl (Amiruddin, dkk 2007).
Berbagai faktor yang dapat meyebabkan terjadinya BBLR diantaranya adalah
faktor genetik, faktor demografi dan psikososial, faktor obstetrik, faktor nutrisi,
penyakit bawaan ibu, paparan racun, faktor pemeriksaan kehamilan (Kramer, 1987)
Anemia adalah salah satu faktor penyebab terjadinya anemia yang berasal dari
ibu yaitu, suatu keadaan adanya penurunan kadar haemoglobin, hematokrit dan
jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada penderita anemia, lebih sering disebut
kurang darah, kadar sel adarah merah (haemoglobin atau Hb) dibawah nilai normal.
Penyebab bisa karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat
besi, asam folat, dan vitamin B12. Tetapi sering terjadi adalah anemia karena
kekurangan zat besi. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh
kurangnya zat besi dalam tubuh (Nurhaeni, 2008).
Kehamilan merupakan suatu hal yang fisiologis yang menjadi dambaan setiap
pasangan suami istri. Kehamilan dapat menjadi patologis jika terdapat
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan kematian adalah anemia, terjadinya
anemia dikarenakan kurangnya asupan gizi pada ibu hamil. Wanita hamil dengan
anemia meningkatkan risiko kematian ibu, prematuritas, Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) dan angka kematian bayi (Notobroto, 2003).
Penyebab masalah anemia gizi besi secara tidak langsung adalah kurangnya
daya beli masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sumber zat besi, terutama
dengan kesediaan biologik tinggi (asal hewan) ditambah lagi pada perempuan
kehilangan darah melalui haid atau pada persalinan. (Almatsier, 2009)
World Health Ogranization (WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu – ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35–75% serta semakin meningkat
seiring dengan pertumbuhan usia kehamilan. Anemia defisiensi zat besi lebih
cenderung berlangsung dinegara yang sedang berkembang dari pada negara yang
sudah maju. Tiga puluh enam persen (atau sekitar 1400 juta orang) dari perkiraan
populasi 3800 juta orang dinegara yang sedang berkembang menderita anemia jenis
ini sedangkan prevalensi dinegara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta
orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang. Menurut WHO 40% kematian ibu
dinegara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan (Nurhaeni, 2008)
Anemia merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita hamil
terutama dinegara berkembang seperti di Indonesia. Secara umum di Indonesia
anemia merupakan penyakit ke-4 yang prevalensinya terbanyak dengan prevalensi
sebesar 20% (SKRT 2007). Sebanyak 40,1 diantaranya adalah ibu hamil dengan jenis
ini juga terbukti di Thailand bahwa penyebab utama anemia pada ibu hamil adalah
karena defisiensi zat besi (43,1%). Disamping itu studi di Malawi ditemukan dari 150
ibu hamil terdapat 32% mengalami defisiensi zat besi demikian juga dengan studi di
Tanzania memperlihatkan bahwa anemia ibu hamil berhubungan dengan defisiensi
zat besi (Fatimah, dkk 2011).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Depkes, 2008) Sulawesi Tenggara
termasuk Provinsi dengan prevalensi anemia sangat tinggi di Indonesia selain Maluku
utara, prevalensi anemia gizi ibu hamil di Sulawesi tenggara 6 2,5% selain itu Data
tahun 2009 Prevalensi Anemia pada ibu hamil 67,21% di Provinsi Sumatera Utara
(Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2009) . Banyak pada wanita hamil, anemia
gizi besi disebabkan oleh konsumsi makanan yang tidak memenuhi syarat gizi
(Amiruddin dkk, 2004).
Persentase wanita hamil dari keluarga miskin terus meningkat seiring
bertambahnya usia kehamilan (8% anemia di trimester I, 12 persen anemia di
trimester II dan 29% anemia pada trimester III). Sebuah penelitian yang dilakukan di
Manado pada Oktober 2002 terhadap 30 ibu hamil menunjukkan ada hubungan
positif antara pendapatan ibu hamil dengan kadar serum ferritin darahnya. (Fatmah,
2012).
Budaya adalah merupakan hal – hal yang berkaitan dengan akal, dimana
mencakup kebiasaan – kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota
masayarakat dan berperan dalam setiap aspek kehidupan, tetapi masih banyak
kesehatan menurut ilmu kedokteran atau bahkan membrikan dampak kesehatan yang
kurang menguntungkan bagi ibu dan anaknya (Syafrudin & Mariam, 2010).
Prilaku budaya yang berpengaruh terhadap anemia diantaranya adalah, pola
makan, makanan pantangan dan pembagian makanan dalam keluarga, hasil penelitian
Fatimah, dkk 2011 di Kabupatem Maros Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa pola
makan ibu hamil memiliki hubungan yang signifikan terhadap rendahnya kadar Hb
ibu hamil, senada dengan penelitian Harnany 2006 di Kota Pekalongan menunjukkan
bahwa 85% ibu hamil yang anemia merupakan responden yang memiliki makanan
pantangan.
Status gizi ibu akan mempengaruhi status gizi janin dan berat lahir bayi.
Penilaian status gizi dan perubahan fisiologis selama hamil dapat digunakan untuk
memperkirakan laju pertumbuhan janin, misalnya berat badan bayi rendah sebelum
konsepsi serta pertambahan berat badan yang tidak adekuat (Arisman, 2004).
Status gizi ibu hamil sangat erat kaitannya dengan berat bayi lahir, bayi
dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gr mempunyai kesemapatan tinggi secara
statistik untuk mendapatkan penyakit atau meninggal pada awal kehidupannya. Pada
tubuh ibu yang kurang gizi tidak dapat membentuk plasenta yang sehat, yang cukup
menyimpan zat – zat gizi untuk janin selama pertumbuhannya.
Maka gizi ibu yang kurang baik perlu diperbaiki keadaan gizinya atau yang
obesitas menjadi mendekati normal, yang dilakukan sebelum hamil. Sehingga mereka
mempunyai kesempatan lebih besar untuk mendapatkan bayi yang sehat, serta untuk
Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin dalam
kandungan, apabila status gizi buruk, baik sebelum kehamilan atau pada saat
kehamilan akan menyebabkan BBLR. Disamping itu akan mengakibatkan
terlambatnya pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir
mudah terinfeksi, abortus dan sebagainya. Kondisi anak yang terlahir dari ibu yang
kekurangan gizi dan hidup dalam lingkungan yang miskin akan menghasilkan
generasi yang kurang gizi dan mudah terkena penyakit infeksi. Keadaan ini biasanya
ditandai dengan berat dan tinggi badan yang kurang optimal (Soejiningsih, 2001)
Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2010) ternyata hanya 61,4 %
ibu hamil yang datang berkunjung untuk memeriksakan kehamilan 4 kali dengan pola
kunjungan 1 kali trimester 1, 1 kali trimester 2 dan 2 kali trimester 3 dengan
komponen lengkap pemeriksaan 5T hanya 19,9% dan provinsi Sumatera Utara yang
terendah hanya 6,8%. Sedangkan Cakupan pemeriksaan kehamilan K4 Propinsi
Sumatera Utara antara 70-82% padahal standar cakupan K4 seharusnya 95% (Profil
Sumatera Utara, 2011)
Kunjungan ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan merupakan salah
satu cara untuk menurunkan angka kejadian BBLR penelitian Asiyah dkk, dikota
Kediri menunjukkan hal yang bertentangan ternyata 95% ibu yang melahirkan BBLR
4x atau lebih melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan tetapi dengan pelayanan
yang tidak sesuai dengan standar 7T.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan di Kecamatan Pancur Batu
yang tersebar di 21 desa, dimana masih dijumpai penduduk dengan keadaan status
sosial ekonomi dibawah Upah Minimum Propinsi (UMP) dan latar belakang
pendidikan rendah selain itu dengan komposisi penduduk yang didominasi suku
Karo, Batak dan Jawa yang masih memegang prilaku sesuai dengan adat istiadatnya
dianhtaranya pada suku karo dilarang makan daun katuk, pada suku jawa dilarang
makan jantung pisang, minum es, dan dianjurkan untuk banyak makan minyak
goreng, pada suku batak dialarang minum es, makan pisang gempet, semuanya
prilaku ini dilaksanakan tanpa alasan yang logika. Ibu hamil juga kurang dari 4 kali
melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat topik
Pengaruh status sosial ekonomi, budaya dan pemeriksaan kehamilan ibu terhadap
kejadian BBLR di wilayah kerja puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.
1.2.Permasalahan
Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana pengaruh status sosial ekonomi
budaya dan pemeriksaan kehamilan ibu terhadap kejadian BBLR di wilayah kerja
puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012
1.3.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh status sosial ekonomi
(pendidikan dan pendapatan) dan budaya (pola makan, makanan pantangan dan
dan komponen pelayanan 7T) terhadap kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas
Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.
1.4.Hipotesis
Faktor sosial ekonomi, budaya dan pemeriksaan kehamilan ibu berpengaruh
terhadap kejadian BBLR di wilayah kerja puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli
Serdang tahun 2012.
1.5.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan:
1.5.1. Bermanfaat sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan di Dinas
Kesehatan dalam program penanggulangan BBLR.
1.5.2. Bermanfaat sebagai bahan informasi bagi petugas kesehatan agar mendeteksi
secara dini anemia pada kehamilan yang akan menyebabkan peningkatan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Status Sosial Ekonomi
Faktor sosial ekonomi yaitu meliputi data sosial yaitu, keadaan penduduk,
keadaan keluarga, pendidikan, perumahan, dapur penyimpanan makanan, sumber air,
kakus. Sementara data ekonomi meliputi pekerjaan, pendapatan keluarga, kekayaan,
pengeluaran dan harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim
(Supriasa, 2002).
Menurut Dalimunthe (1995), kehidupan sosial ekonomi adalah suatu
kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang menggunakan indikator pendidikan,
pekerjaan dan penghasilan sebagai tolak ukur.
Menurut pendapat Junaidi (1999), keluarga adalah individu dengan jati diri
yang khas yang memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik adalah sifat individu
yang relatif tidak berubah, atau yang dipengaruhi lingkungan seperti umur, jenis
kelamin, suku bangsa, kebangsaan, pendidikan dan lain-lain. Perkembangan
intelektual akan kesadaran lingkungan seorang individu seringkali dilepaskan dan
bahkan dipisahkan dengan masalah keluarga. Hal – hal semacam inilah yang sering
menimbulkan masalah-masalah sosial, karena kehilangan pijakan. Oleh karena itu
adalah bijaksana kalau dilihat dan dikembalikan peranan keluarga dan proporsi yang
sebenarnya dengan skala prioritas yang pas. Fungsi ekonomi yaitu : 1). kebutuhan
tempat tinggal. Sehubungan dengan fungsi tersebut maka orang tua diwajibkan untuk
berusaha keras agar supaya setiap anggota keluarga dapat cukup makan dan minum,
cukup pakaian serta tempat tinggal.
Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih
didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), Masalah Anemia Besi,
masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah Kurang Vitamin
A (KVA) (Nyoman S, dkk 2002).
Rawan pangan dan gizi masih menjadi salah satu masalah besar bangsa ini.
Masalah gizi berawal dari ketidakmampuan rumah tangga mengakses pangan, baik
karena masalah ketersediaan di tingkat lokal, kemiskinan, pendidikan dan
pengetahuan akan pangan dan gizi, serta perilaku masyarakat. Kekurangan gizi mikro
seperti vitamin A, zat besi dan yodium menambah besar permasalahan gizi di
Indonesia. Dengan demikian masalah pangan dan gizi merupakan permasalahan
berbagai sektor dan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat
(Suzeta, 2007).
Salah satu akibat kemiskinan adalah ketidakmampuan rumah tangga untuk
memenuhi kebutuhan pangan dalam jumlah dan kualitas yang baik; lebih dari 10
persen penduduk di setiap provinsi mengalami rawan pangan, kecuali di Provinsi
Sumatera Barat, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Hal ini berakibat pada kekurangan
gizi, baik zat gizi makro maupun mikro, yang dapat diindikasikan dari status gizi
Salah satu akibat kemiskinan adalah ketidak mampuan rumah tangga untuk
memenuhi kebutuhan pangan dalam jumlah dan kualitas yang baik; lebih dari 10
persen penduduk di setiap provinsi mengalami rawan pangan, kecuali di Provinsi
Sumatera Barat, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Hal ini berakibat pada kekurangan
gizi, baik zat gizi makro maupun mikro, yang dapat diindikasikan dari status gizi
anak balita dan wanita hamil (BPPN, 2006)
Menurut pendapat Mulyaningrum dan Alchadi (2009) pentingnya status gizi
ibu perlu dilihat dari berbagai aspek. Selain akses terhadap keamanan pangan dan
terhadap pelayanan kesehatan setinggi-tingginya merupakan hak azasi dasar setiap
orang, status gizi ibu juga mempunyai dampak secara sosial dan ekonomi.
Berbagai penelitian semakin menunjukkan bahwa status kesehatan dan resiko
kematian dirinya, tetapi juga terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan janin
yang dikandungnya dan lebih jauh lagi terhadap pertumbuhan janin tersebut sampai
usia dewasa. Status sosial ekonomi ini meliputi : Pendidikan dan pendapatan
(Syafrudin & Mariam 2010)
2.1.1. Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah upaya persuasi atau pembelajaran yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau
masyarakat sehingga mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara
(mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau
kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses
pembelajaran (Notoatmodjo, 2005)
Pendidikan mempunyai pengaruh nyata terhadap kesehatan ibu. Hamil
melalui usia perkawinan dan pengetahuan akan gejala kehamilan dengan risiko tinggi.
Perlu dipertimbangkan bahwa faktor tingkat pendidikan turut pula menentukan
mudah tidaknya sesorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka
peroleh. Dalam kepentingan gizi keluarga pendidikan amat diperlukan agar seseorang
lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi didalam keluarga dan bisa mengambil
tindakan secepatnya (Sandra & Syafiq, 2007).
Pendidikan yang dimiliki oleh seorang ibu akan mempengaruhi pengetahuan
dalam pengambilan keputusan dan juga akan berpengaruh pada prilakunya. Ibu
dengan pengetahuan gizi yang baik kemungkinan akan memberikan gizi yang cukup
bagi dia dan bayinya. Hal ini terlebih lagi kalau seorang ibu tersebut memasuki masa
ngidam, di mana perut rasanya tidak mau diisi, mual dan rasa yang tidak karuan.
Walaupun dalam kondisi yang demikian jika seseorang memiliki pengetahuan yang
baik maka ia akan berupaya untuk memenuhi gizinya dan juga bayinya (Proverawati
& Asfuah, 2009)
Rendahnya pendidikan dan pengetahuan berpengaruh pada tingkat kesadaran
dan kesehatan, pencegahan penyakit (wanita dengan tingkat pendidikan yang tinggi
cenderung lebih memperhatikan kesehatan dalam dan keluarganya (Syafrudin &
Tingkat pendidikan itu sangat mempengaruhi kemampuan penerimaan
informasi gizi. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah akan lebih baik
mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan, sehingga sulit
menerima informasi baru bidang gizi (Rahardjo 1996).
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting
yang dapat memengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan lebih
tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi
lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi
tentang gizi yang memadai. Perlu dipertimbangkan bahwa faktor tingkat pendidikan
turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami
pengetahuan gizi yang mereka peroleh (Fikawati & Syafiq, 2012)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati & Mutalazimah tahun 2004
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
pendidikan ibu dengan BBLR.
Penelitian yang dilakukan oleh Djaja dkk, di kabupaten Cirebon tahun 2004
didapatkan hasil bahwa 57% ibu dari bayi yang BBLR berpendidikan SD – SMP.
Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Sihombing & Riyandina, di Jakarta
nahwa ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan anemia pada ibu
hamil responden yang berpendidikan rendah (SD, SMP) beresiko anemia 3,3 kali
dibandingkan dengan responden yang berpendidikan tinggi (SMA, D3, PT) (95%).
2.1.2. Pendapatan
Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah
tingkat sosial ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Kemampuan
keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya
pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu sendiri, serta tingkat pengelolaan
sumber daya lahan dan pekarangan. Keluarga dengan pendapatan terbatas
kemungkinan besar kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk
memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya (Fikawati & Shafiq, 2012).
Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas
hidangan. Semakin banyak mempunyai uang berarti semakin baik makanan yang
diperoleh. Dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula
persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli daging, buah, sayuran dan
beberapa jenis bahan makanan lainnya (Fikawati & Shafig, 2012)
Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada
kondisi umum di masyarakat. Masalah utama penduduk miskin pada umumnya
sangat tergantung pada pendapatan perhari yang pada umumnya tidak mencukupi
kebutuhan dasar secara normal. Penduduk miskin cenderung tidak mempunyai
cadangan panagan karena daya belinya rendah. Pada tahun 1998, ada 51,0% rumah
tangga didaerah perkotaan dan 47,5% rumah tangga didaerah, pedesaan mengalami
masalah kekurangan konsumsi pangan (Ernawati, 2006)
Pada umumnya, dengan meningkatnya pendapatan perorangan, terjadilah
banyak untuk pangan yang tidak terjamin lebih beragamnya konsumsi pangan
(Suhardjo, 1999)
Keterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan yang
disajikan. Tidak dapat disangkal bahwa penghasilan keluarga akan turut menentukan
hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah
makanan (Proverawati & Asfuah, 2009)
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sumatera Utara Nomor
188.44/988/KPTS/2011 tanggal 17 Nopember 2011 tentang Upah Minimum Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2012 sebesar Rp. 1.200.000,- / bulan.
2.2. Budaya Ibu Hamil
Budaya adalah satu kesatuan yang kompleks, termasuk pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hukum adat dan kesanggupan serta kebiasaan yang
diperoleh oleh manusia sebagai anggota sebuah masyarakat. Atau dengan kata lain
konsep dari suatu sistem serta peraturan dan makna, yang pernyataannya tergambar
melalui cara manusia menjalani kehidupan. Latar belakang budaya mempunyai
pengaruh yang penting terhadap bermacam aspek kehidupan manusia yaitu,
kepercayaan, tanggapan, emosi, bahasa, agama bentuk keluarga, diet, pakaian, bahasa
tubuh. Konsep tentang kehidupan dan sikap terhadap kehidupan, sakit dan bentuk
kemalangan lain, yang mempunyai implikasi yang penting terhadap kesehatan dan
Banyak sekali pengaruh atau faktor – faktor yang menyebabkan berbagai
aspek kesehatan di negara kita, bukan hanya karena pelayanan medik yang tidak
memadai atau kurangnya perhatian dari instansi kesehatan. Tetapi banyak yang
mempengaruhi kesehatan di Indonesia, anatara lain masih adanya pengaruh sosial
budaya yang turun temurun masih dianut sampai dengan saat ini. Selain itu
ditemukan pula sejumlah pengetahuan dan prilaku budaya yang dinilai tidak sesuai
dengan prinsip – prinsip kesehatan menurut ilmu kedokteran atau bahkan
memberikan dampak kesehatan yang kurang menguntungkan bagi ibu dan anaknya
(Syafrudin & Mariam 2010). Adapun budaya yang berpengaruh terhadap kejadian
BBLR adalah :
2.2.1. Pola Makan
Pola makan adalah cara seseorang atau kelompok orang dalam memilih
makanan dan memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi
budaya dan sosial (Waryana, 2010). Pola makan yang baik akan cukup menyediakan
gizi yang dibutuhkan untuk kesehatan kehamilan, dan mengurangi risiko lahirnya
bayi cacat. Pola makan yang salah pada ibu hamil membawa dampak terhadap
terjadinya gangguan gizi antara lain anemia, pertambahan berat badan kurang pada
ibu hamil dan gangguan pertumbuhan janin (Samhadi, 2011)
Gambaran pola makan dapat diperoleh dengan metode riwayat makan
hari, minggu, bulan atau tahun. Dengan menggunakan metode riwayat makan angka
[image:38.612.116.526.216.333.2]kecukupan gizi juga harus disesuaikan dengan kebutuhan selama kehamilan.
Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (Per Orang Perhari) Menurut Ukuran Rumah Tangga
Ibu Hamil Bahan Makanan Ukuran Rumah Tangga
Makanan pokok (Nasi, Jagung, Ubi) 4-5 piring
Lauk hewani (Ikan, Telur, Daging, dan sebagainya)
3-4 potong
Lauk nabati (Tempe, Tahu dan sebagainya) 2-3 potong
Sayur-sayuran 2-3 mangkuk
Buah-buahan 3 potong
Sumber : Penilaian status gizi
Pola makan merupakan hasil budaya masyarakat yang bersangkutan, dan
mengalami perubahan terus-menerus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
tingkat kemajuan budaya masyarakat tersebut, Pola makan yang baik akan cukup
menyediakan gizi yang dibutuhkan untuk kesehatan kehamilan, dan mengurangi
resiko lahirnya bayi cacat. Selain itu makanan yang baik akan membantu sistem
pertahanan tubuh ibu hamil terhadap infeksi, makanan yang baik juga akan
melindungi ibu hamil dari akibat buruk zat – zat yang mungkin ditemui seperti obat –
obatan, toksin, polutan (Sediaoetama, 2009)
Tambahan makanan untuk ibu hamil dapat diberikan dengan cara
meningkatkan kualitas maupun kuantitas makanan ibu sehari – hari, bisa juga dengan
memberikan tambahan formula khusus untuk ibu hamil. Pada kehamilan, adanya
kenaikan volume darah akan meningkatkan kebutuhan zat besi (terbanyak) dan asam
Pola makan telah diketahui sebagai salah satu faktor risiko dari masalah gizi
pada ibu hamil hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh St. Fatimah dkk,
di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan tahun 2011 menyatakan bahwa pola makan ibu
hamil memiliki hubungan yang signifikan terhadap rendahnya kadar haemoglobin ibu
hamil (St. Fatimah dkk, 2011).
Rendahnya tingkat konsumsi besi sesuai dengan hasil penelitian Subagio,
2004, pada ibu hamil di Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak yang menderita
defisiensi besi sebesar 59,3% begitu pula hasil penelitian Wahyuni di Kabupaten
Bantul Jogjakarta menyatakan bahwa rerata konsumsi besi pada ibu hamil 15,54
setara dengan 33,78% dari AKG yang dianjurkan (Harnany, 2006)
Pola makan yang tidak baik akan meyebabkan asupan gizi ibu hamil tidak
tercukupi sehingga berkontribusi terhadap bayi yang dilahirkan yaitu BBLR hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan Nur jaya di RSUD
Ajjatpannge Watan Soppeng tahun 2010 menunjukkan bahwa adanya hubungan
antara status gizi ibu dengan kejadian BBLR.
2.2.2. Makanan Pantangan
Budaya berperan dalam status gizi masyarakat karena ada beberapa
kepercayaan, seperti tabu mengonsumsi makanan tertentu oleh kelompok umur
tertentu yang sebenarnya makanan tersebut justru bergizi dan dibutuhkan oleh
kelompok umur tersebut. Seperti ibu hamil yang tabu mengonsumsi ikan ( Hartriyanti
Tidak tercukupinya zat gizi sebagai penyebab anemia karena masalah pangan,
terkait ketersediaan pangan dan kerawanan konsumsi pangan yang dipengaruhi oleh
kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan adat/kepercayaan yang terkait dengan tabu
makanan ( Harnany, 2006).
Pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis
makanan tabu makanan adalah suatu kebudayaan yang menentukan kapan seseorang
boleh atau tidak boleh memakan suatu makanan (Suhardjo, 2003).
Pada dasarnya larangan atau tabu yang mengenai makanan dapat dibagi 2
kategori: (a) pantangan atau larangan mengkonsumsi suatu jenis makanan
berdasarkan agama atau kepercayaan, dan (b) pantangan atau larangan pangan yang
bukan berdasar agama, tetapi ditunkan dari nenek moyang sejak jaman dahulu, yang
tidak diketahui lagi kapan dimulainya. Ada makanan pantangan yang sesuai dengan
pendapat para ilmuwan tetapi ada juga yang merugikan kesehatan dan kondisi gizi
(Sediaoetama, 2009)
Biasanya pangan pantangan ini ditujukan untuk anak kecil, ibu hamil dan ibu
menyusui. Misal anak kecil dilarang makan ikan karena takut cacingan, sakit mata
atau sakit kulit. Seperti di Kalimantan Tengah terdapat 27 jenis ikan yang menjadi
pantangan ibu hamil karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan, mabuk,
merusak badan, sulit melahirkan, dan peranakan bisa keluar (Hartati, 2006).
Di beberapa negara berkembang umumnya ditemukan larangan, pantangan
atau tabu tertentu bagi makanan ibu hamil. Latar belakang pantangan atau tabu
melahirkan dan bayinya tidak terlalu besar. Ada pula penduduk di negara- negara
Asia yang mempunyai kepercayaan bahwa makanan yang mengandung protein
hewani menyebabkan air susuibu beracun bagi anak bayinya (Suhardjo, 2003).
Di dalam wilayah Indonesia ada keyakinan bahwa wanita yang masih hamil
tidak boleh makan lele, ikan sembilan, udang, telur, dan nanas. Sayuran tertentu tak
boleh dikonsumsi, seperti daun lembayung, pare, dan makanan yang digoreng dengan
minyak. Setelah melahirkan atau operasi hanya boleh makan tahu dan tempe tanpa
garam/nganyep, dilarang banyak makan dan minum, makanan harus
disangan/dibakar, bahkan setelah maghrib samasekali ibu tidak diperbolehkan makan
(Dinkes Pemalang, 2000). Hasil penelitian yang dilakukan Harnany di kota
Pekalongan tahun 2006 dibuktikan responden yang memiliki pantangan makan
sebagian besar (85%) masuk kelompok anemia.
2.2.3. Pembagian Makanan dalam Keluarga
Pembagian makanan berkenaan dengan pembagian pangan yang dikonsumsi
oleh perorangan, anggota suatu keluarga. Di sini pun sering pembagian pangan
tersebut tidak merata. Yang dimaksud merata disini bukanlah bahwa setiap anggota
keluarga tersebut mendapat jatah bagian makanan yang sama banyak, tetapi bahwa
setiap anggota keluarga itu mendapat jumlah makanan yang sesuai dengan tingkat
kebutuhannya, menurut umur dan keadaan fisik serta jenis kelaminnya (Sediaoetama,
2008).
Struktur kekuasaan di dalam keluarga dan berbagai makanan pantangan,
dianggap paling berkuasa dan paling penting di dalam keluarga, sehingga kepadanya
diberikan hak-hak khusus dalam banyak hal, termasuk hak khusus untuk mendapat
bagian makanan yang paling baik dan paling banyak. Bahkan ada beberapa suku
bangsa di Asia dan Afrika di mana ayah makan sendirian terdahu lu dan setelah ayah
selesai, barulah sisanya dibagikan di antara para anggota keluarga lainnya
(Sediaoetama, 2008)
Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis
makanan tertentu dalam keluarga. Jika kebiasaan budaya tersebut diterapkan, maka
setelah kepala keluarga anak pria dilayani, biasanya dimulai dari yang tertua. Wanita,
anak wanita dan anak yang masih kecil boleh makan bersama anggota keluarga pria,
tetapi dibeberapa lingkunan budaya, mereka makan terpisah pada meja lain bahkan
setelah anggota pria selesai makan. Pada beberapa kasus wanita dan anak kecil hanya
memperoleh makanan yang disisakan setelah anggota keluarga pria makan. Untuk
bayi, anak – anak yang masih muda dan wanita selama tahun – tahun penyapihan,
pengaruh tambahan dari pembagian pangan yang tidak merata dalam unit keluarga,
dapat merupakan bencana, baik bagi kesehatan maupun kehidupan (Suhardjo, 2003).
Wanita yang sedang hamil dan telah berkeluarga biasanya lebih
memperhatikan kecukupan gizi dari anggota keluarga yang lain. Padahal sebenarnya
dirinyalah yang memerlukan perhatian serius mengenai penambahan gizi. Ibu harus
teratur dalam mengkonsumsi makanan yang bergizi demi pertumbuhan dan
Banyak penemuan yang menyatakan bahwa budaya sangat berperan dalam
proses terjadinya masalah gizi diberbagai masyarakat dan negara. Dalam hal pangan,
ada budaya yang memprioritaskan keluarga tertentu untuk mengkonsumsi hidangan
keluarga yang telah disiapkan yaitu kepala keluarga. Anggota keluarga lain
menempati prioritas berikutnya dan yang paling umum mendapatkan prioritas
terakhir adalah ibu rumah tangga. Apabila hal demikian masih dianut oleh suatu
budaya, maka dapat saja terjadi distribusi pangan yang tidak baik antara anggota
keluarga. Apabila hal demikian masih dianut oleh suatu budaya, maka dapat saja
terjadi distribusi pangan yang tidak baik di antara anggota keluarga. Apabila keadaan
tersebut berlangsung dalam waktu yang lama dapat berakibat timbul masalah gizi
kurang didalam keluarga yang bersangkutan (Suhardjo, 2003).
Distribusi makanan akan berpengaruh terhadap anemia pada ibu hamil, hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Juraida Roito Harahap di Kabupaten
Kampar dengan hasil yang didapatkan bahwa anemia lebih banyak ditemukan pada
ibu hamil yang pembagian makanannnya kurang baik dik arenakan pembagian
makanan ini tidak sesuai dengan kebutuhan ibu selama hamil.
Tradisi pembagian makanan yang mengutamakan kaum pria dibanding
dengan wanita terjadi juga di papua yang dibuktikan dengan hasil penelitian Alwi
dkk, bahwa 81,37% ibu hamil anemia yang dikarenakan seorang wanita lebih
mengutamakan bagian terbaik dari makanan untuk kaum pria walaupun dia sendiri
2.3. Pemeriksaan Kehamilan (Ante Natal Care)
Kehamilan merupakan sebuah proses alami yang akan dialami oleh wanita
yang telah dewasa dan tidak tergantikan oleh laki-laki. Proses alamiah ini terkadang
berjalan tidak semestinya, Sehingga muncul adanya kelainan. Untuk mengantisipasi
hal-hal tersebut seorang ibu hamil harus secara rutin memeriksakan kehamilannya
kepada dokter, bidan atau petugas kesehatan yang berkompeten. Selain dapat
berkonsultasi bermacam hal yang terkait kehamilan, seorang ibu hamil juga dapat
mengetahui kondisi kesehatan dirinya maupun janin yang dikandungnya. (Nurhaeni,
2008)
Pelayanan antenatal selengkapnya mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik
(umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi, serta intervensi dasar
dan khusus (sesuai risiko yang ada termasuk penyuluhan dan konseling) Akan tetapi
dalam penerapan sehari-hari pelayanan antenatal secara minimal terstandar sehingga
dapat diakui sebagai pelayanan antenatal. Dalam penerapan operasionalnya dikenal
dengan “7T” yang terdiri dari, Timbang berat badan dan ukur tinggi badan, (ukur)
Tekanan darah, (ukur) Tinggi fundus uteri (pemeberian imunisasi) Tetanus Toksoid
(TT), (pemberian) Tablet Besi, Tes laboratorium, Temu wicara (konseling) (Meilani
dkk, 2009)
Pemeriksaan kehamilan dianjurkan untuk dilakukan oleh ibu hamil minimal 4
kali selama kehamilan. Pemeriksaan pertama atau kunjungan pertama dilakukan
sebelum usia kehamilan mencapai 4 bulan atau antara 0-3 bulan (trimester I),
untuk kunjungan ketiga dan keempat dilakukan pada usia kehamilan 7-9 bulan
(trimester III). Pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan di Polindes, Posyandu,
Puskesmas, Rumah sakit, Praktek dokter atau bidan swasta. (Kusmiyati, 2008).
Penelitian yang dilakukan Marissa, dkk di kelurahan kramat jati dan ragunan
ternyata menunjukkan hasil bahwa 60,0% ibu hamil tidak memeriksakan
kehamilannya sesuai anjuran minimal 4 kali selama kehamilan dan 89,0% responden
tidak mendapatkan pelayanan “7T” (Jurnal Gizi & Pangan, 2008)
Penelitian Joeharno (2006), yang menunjukkan bahwa pemanfaatan pelayanan
ante natal care merupakan faktor resiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu yang
tidak melaksanakan pemeriksaan kehamilan secara lengkap beresiko 5 kali untuk
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
Penelitian yang dilakukan oleh Roudbari di Zahedan Iran tahun 2009, yang
manyatakan bahwa ternyata 59% yang mempengaruhi terjadinya BBLR adalah
kualitas pemeriksaan kehamilan saat ibu melakukan kunjungan ANC.
2.4. BBLR
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang
kesehatan terutama kesehatan perinatal. BBLR terdiri atas BBLR kurang bulan dan BBLR cukup bulan/lebih bulan. BBLR kurang bulan/prematur, biasanya mengalami
penyulit, dan memerlu perawatan yang memadai . BBLR yang cukup/lebih bulan
umumnya organ tubuhnya sudah matur sehingga tidak terlalu bermasalah dalam
BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram, berat badan
lahir merupakan prediktor yang baik untuk pertumbuhan bayi dan kelangsungan
hidupnya. Seorang bayi yang cukup bulan pada umumnya lahir dengan berat badan
2500 gran atau lebih, Bayi dengan berat badan lahir rendah merupakan salah satu
faktor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada
masa perinatal, Angka kejadian dan kematian BBLR akibat komplikasi seperti
asfiksia, infeksi, hipotermia, hiperbilirubinemia masih tinggi (Sulani, 2011).
BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan
disabilitas neonatus, bayi, dan anak serta memberikan dampak jangka panjang
terhadap kehidupannya di masa depan. Bayi dengan berat lahir rendah umumnya
mengalami proses hidup masa depan kurang baik, memiliki resiko tinggi untuk
meninggal dalam usia balita jika dibandingkan dengan bayi non BBLR. Bila tidak
meninggal pada awal kelahiran, bayi BBLR akan tumbuh dan berkembang lebih
lambat, apalagi jika kekurangan ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI yang
tidak cukup. Maka bayi BBLR cenderung besar menjadi balita dengan status gizi
rendah. Bayi BBLR yang dapat bertahan hidup, dalam lima tahun pertama akan
mempunyai resiko lebih tinggi dalam tumbuh kembang secara jangka panjang
kehidupannya jika dibandingkan dengan bayi non BBLR (Aisyah, dkk 2010).
BBLR tergolong kelompok bayi yang mempunyai risiko tinggi untuk
mengalami sakit bahkan meninggal karena faktor – faktor yang berpengaruh perlu
diperhatikan. Pertumbuhan dan pematangan (maturasi) organ dan alat – alat tubuh
komplikasi yang berahir dengan kematian Bayi dengan BBLR mempunyai daya tahan
tubuh yang rendah sehingga mudah terinfeksi. Risiko meninggal sebelum usia 1
tahun adalah 17 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi normal. Bayi dengan
BBLR cendrung mempunyai pertumbuhan fisik yang terhambat (Nurhaeni Arif,
2008)
Beberapa penelitian menunujukkan bahwa risiko untuk menjadi gizi kurang
8-10 kali lebih besar dari anak normal. Tingkat kecerdasan rendah karena adanya
gangguan pada tumbuh kembang otak sejak dalam kandungan. Selain itu bayi BBLR
dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya
sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. Bayi BBLR adalah bayi yang
lahir dengan berat badan kurang 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan.
BBLR dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan, bayi dengan berat berat badan lahir
sangat rendah (BBLSR) yaitu dengan yaitu dengan berat lahir 1000 – 1500 gram dan
berat badan lahir amat sangat rendah (BBLASR) yaitu dengan berat lahir kurang
1000 gram. Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang
belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas artinya
bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu) tapi Berat Badan (BB) lahirnya
lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2500 gram
(Proverowati & Sulistyorini, 2010)
BBLR secara tidak langsung dapat disebabkan karena status sosial ekonomi
yang rendah hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Hidayat dkk di
pada masa krisis ekonomi, tetapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yuliva dkk, di RSUP Dr. M. Djamil Padang bahwa tidak terdapat perbedaan yang
bermakna BBLR antara ibu dengan status sosial ekonomi rendah dengan ibu yang
memiliki status sosial ekonomi tinggi hal ini dikarenakan bahwa ibu dengan status
sosial ekonomi rendah pada umumnya lebih suka mengkonsumsi makanan dari hasil
olahan sendiri berupa makanan yang segar dan alami tanpa adanya bahan pengawet
seperti makanan yang siap saji yang tersedia ditoko-toko dan supermarket.
2.5. Landasan Teori
WHO merumuskan determinan perilaku sangat sederhana. Bahwa seseorang
berperilaku karena adanya 4 alasan pokok yaitu: 1) hasil pemikiran dan perasaan. 2)
adanya acuan atau refrensi dari seseorang atau pribadi. 3) sumber daya yang tersedia
merupakan untuk terjadinya prilaku seseorang. 4) sosio budaya setempat biasanya
sangat berpengaruh terhadap terbentuknya prilaku seseorang (Notoatmodjo, 2005).
M.S. Kramer mengemukakan faktor penyebab terjadinya BBLR adalah faktor
genetik, demografi dan psikologi, faktor obstetri, faktor makanan, faktor penyakit ibu,
2.6. Kerangka Teori
Gambar 2.1. Kerangka Teori Penyebab Terjadinya BBLR
2.7. Kerangka Konsep
Pengaruh status sosial ekonomi, budaya dan pemeriksaan kehamilan ibu
terhadap kejadian BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli
Serdang digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep Penelitian Status Sosial Ekonomi
- Tingkat Pendidikan - Tingkat Pendapatan
(BBLR) Budaya
- Pola Makan
- Makanan Pantangan - Pembagian makanan
dalam keluarga
Pemeriksaan Kehamilan - Jumlah Kunjungan - Komponen Pemeriksaan
(7T)
BBLR Genetik
Demografi & Psikologi
Obstetrik
Makanan
Penyakit Ibu Terpapar Racun
[image:49.612.157.478.467.685.2]Variabel independen dalam penelitian ini adalah status sosial ekonomi yang
terdiri dari pendidikan, pendapatan, budaya yaitu pola makan, makanan pantangan
dan pembagian makanan dalam keluarga dan pemeriksaan kehamilan yaitu jumlah
kunjungan, komponen pemeriksaan 7T. Variabel dependen adalah BBLR.
Status sosial ekonomi dilihat dari keadaan masyarakat bahwa ibu memiliki
pendidikan yang rendah sehingga pengetahuannya kurang tentang kesehatan terutama
kehamilannya dan dengan pendapatan yang rendah daya beli terhadap makanan
bergizi juga rendah sehingga kontribusi pada bayi yang dikandungnya beresiko
BBLR.
Budaya tampak dari tradisi pola makan sehari-hari, makanan pantangan dan
pembagian makanan dalam keluarga. Akibatnya asupan zat gizi untuk ibu hamil
tidak memadai sehingga ibu hamil mengalami anemia dengan kontribusi BBLR pada
bayi yang dilahirkan.
Pemeriksaan kehamilan dilihat dari jumlah kunjungan ibu melakukan
pemeriksaan kehamilan selama hamil dan komponen pemeriksaan kehamilan yang
didapatkan ibu pada saat melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional-analitik, Variabel
independen adalah status sosial ekonomi (pendidikan dan pendapatan), budaya (pola
makan, makanan pantangan pembagian makanan dalam keluarga) dan pemeriksaan
kehamilan (jumlah kunjungan dan komponen pemeriksaan kehamilan 7T) variabel
dependen BBLR.
Desain penelitian Kasus-Kontrol dapat digambarkan dengan bagan sebagai
berikut :
Keterangan Gambar :
Pendidikan FR (+) : Tingkat pendidikan rendah
FR (-) : Tingkat pendidikan tinggi
Pendapatan FR (+) : Tingkat pendapatan rendah
FR (- ) : Tingkat pendidikan tinggi
Pola Makan FR (+) : Pola makan tidak baik
FR (-) : Pola makan baik
Makanan Pantangan FR (+) : Makanan pantangan ada
FR (-) : Makanan pantangan tidak ada
Pembagian makanan dalam keluarga FR (+) : Pembagian makan dalam keluarga ada FR (+)
FR (-)
FR (+)
FR (-)
Retrospektif
Retrospektif
BBLR
Tidak BBLR
FR (-) : Pembagian makanan dalam Keluarga tidak ada
Kunjungan pemeriksaan kehamilan FR (+) : Kunjungan pemeriksaan kehamilan Kurang dari 4 kali
FR (-) : Kunjungan pemeriksaan kehamilan 4 kali atau lebih
Komponen pemeriksaan kehamilan FR (+) : Menerima komponen pemeriksaan Kehamilan kurang dari 7T
FR (-) : Menerima komponen 7T lengkap
Gambar : 3.1 Desain Kasus-Kontrol Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya dan Pemeriksaan Kehamilan Ibu Hamil terhadap Kejadian BBLR
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten
Deli Serdang. Penelitian dimulai dari bulan Desember 2011 sampai dengan
September 2012. Alasan dietmpat tersebut karena masih ditemukan BBLR.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil di wilayah kerja
Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang bulan Mei-September 2012.
Sebanyak 382 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki BBLR sejumlah 31
yang diambil secara random, sehingga total jumlah sampel 62 orang ibu di wilayah
kerja puskesmas Kabupaten Deli Serdang.
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 62 orang, yang bertempat tinggal di
wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kebupaten Deli Serdang. Pengambilan sampel
pada masing-masing desa mewakili tiap desa 1 berbanding 1 antara kasus dan
[image:53.612.123.528.327.696.2]kontrol.
Tabel 3.1. Distribusi Pengambilan Sampel Ibu yang Memiliki BBLR dan tidak Memiliki BBLR di Setiap Desa
No Nama Desa Sampel
BBLR (Kasus) Non BBLR (Kontrol)
1 Bintang Meriah 1 1
2 Sugau 1 1
3 Tiang Layar 2 2
4 Duren Simbelang 1 1
5 Namo Riam 1 1
6 Pertampilan - -
7 S Tani 2 2
8 Hulu 2 2
9 Tengah 2 2
10 Namo Simpur 3 3
11 Lama 1 1
12 Nama Rih 3 3
13 Batu 1 1
14 Namo Bintang 2 2
15 D Tonggal 2 2
16 Simalingkar A 1 1
17 D Jangak 1 1
18 Perumnas Simalingkar - -
19 S Baru 2 2
20 Tuntungan II 2 2
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi
kepada responden dengan menggunakan questioner, meliputi data status sosial ekonomi (pendidikan, dan pendapatan), budaya ibu hamil (Pola makan, makanan
pantangan, Pembagian makanan dalam keluarga), pemeriksaan kehamilan (jumlah
kunjungan dan komponen pemeriksaan kehamilan 7T) dan Berat Bayi lahir.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui laporan maupun
dokomen dari puskesmas data Hb ibu sewaktu hamil.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak empat variabel yang
terdiri dari tiga variabel independen yaitu status sosial ekonomi (pendidikan, pendap
atan), budaya (pola makan, makanan pantangan, distribusi makanan dalam keluarga)
dan pemeriksaan kehamilan (jumlah kunjungan, kompenen pemeriksaan 7T) serta