BAB 5. PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Tenaga
Hasil penelitian secara multivariat menggunakan uji statistik regresi berganda
menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja tenaga
keperawatan di RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur yaitu sebesar 88.127 dan F tabel
dengan α = 5% adalah 3.21, dan nilai signifikansi = 0.000, hal ini berarti lebih kecil dari α=5%. Artinya semakin baik budaya organisasi maka semakin meningkat kinerja tenaga keperawatan. Secara parsial dari variabel budaya organisasi (X1
Pembahasan dalam penelitian ini difokuskan pada pengaruh budaya organisasi
dengan indikator disiplin, tanggung jawab, inisiatif, komunikasi dan kerjasama
terhadap kinerja tenaga keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh
Timur dengan uraian sebagai berikut:
) terhadap
kinerja tenaga keperawatan (Y) memiliki nilai signifikansi (0.000), hal ini berarti
lebih kecil dari α=0.05. Dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel budaya organsiasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja tenaga keperawatan. Dari
persamaam regresi didapat koefisien budaya organisasi bernilai 0.358. Hal ini
menunjukkan bahwa pengaruh budaya organisasi searah dengan kinerja tenaga
keperawatan.
Berdasarkan hasil penelitian tentang budaya organisasi dengan indikator
sakit diperoleh mayoritas responden mengatakan bahwa 55,3% mengatakan bahwa
waktu yang ditentukan kurang tepat kepada tenaga keperawatan, 51,1% mengatakan
pengaturan waktu untuk datang dan pulang kerja kurang teratur dan 57,4%
mengatakan bahwa atasan dalam memberikan sanksi /hukuman bagi yang melanggar
aturan atau norma rumah sakit kurang tegas. Hasil analisis diatas dapat disimpulkan
bahwa tenaga keperawatan menyadari bahwa budaya organisasi yang selama ini
mareka jalankan mengenai kedisiplinan masih jauh dari aturan-aturan yang sudah
ditetapkan oleh rumah sakit dan pemerintah daerah yang berpengaruh kepada hasil
kerja yang mareka capai. Oleh sebab itu diperlukan pengawasan yang ketat dari
atasan bagi tenaga keperawatan yang melanggar aturan dan norma, atau bila perlu
diberikan hukuman dan sanksi dari pelanggaran yang tenaga keperawatan lakukan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Koentjoro (Geotsceh dan Davis,
1997), mengatakan budaya organisasi adalah manivestasi dalam kegiatan sehari-hari
atas nilai dan tradisi yang ada dalam organisasi. Budaya tersebut akan tampak dari
perilaku karyawan, harapan mereka terhadap organisasi dan rekan kerja, dan keadaan
yang dikatakan normal yang ditunjukkan oleh karyawan saat melakukan pekerjaan
mereka.
Berdasarkan hasil wawancara dengan tenaga keperawatan dan Bidang
Keperawatan mareka mengatakan bahwa mareka mengetahui tentang kedisiplinan
dalam pelaksanaan tugas merupakan tugas mareka sebagai tenaga keperawatan
kedisplinan tersebut, hal ini terjadi karena budaya yang tertanam didalam organisasi
rumah sakit belum menuntut mareka untuk menjalankan kedisiplinan yang tinggi
Hasil penelitian ini sejalan penelitian Amriyati (2002) tentang faktor budaya
organisasi yang mempengaruhi motivasi kerja tenaga perawat dalam menjalankan
kedisiplinan dalam hal waktu kerja lebih tinggi pada perawat yang memiliki motivasi
yang lebih tinggi pula dalam melaksanakan pelayanan. Hal ini sejalan juga dengan
pendapat Kusumapraja (2006) bahwa pelayanan prima yang diberikan kepada
pelanggan apa yang memang mareka harapkan pada saat mareka membutuhkan serta
dengan cara yang mareka inginkan dapat diupayakan dengan pembenahan budaya
organisasi sehingga setiap tenaga keperawatan mampu melaksanakan pelayanan
prima dalam memberikan asuhan keperawatan.
Berdasarkan hasil penelitian tentang budaya organisasi dengan indikator
inisiatif diketahui bahwa mayoritas responden yaitu sebesar 48,9% mengatakan
bahwa rumah sakit kurang baik dalam memfasilitasi tenaga keperawatan yang ingin
melakukan kreasi untuk pekerjaannya, dan 59,6% mengatakan bahwa organisasi
rumah sakit kurang memberikan peluang untuk berkreasi, 44,7% mengatakan rumah
sakit kurang memberikan kesempatan dalam mengemukakan permasalahan yang
dihadapi. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Osborn dan Plastrik, 1997
perubahan budaya organisasi merupakan syarat yang penting untuk melakukan
perubahan, disamping adanya kejelasan tujuan visi dan misi organisasi, perubahan
cara pandang terhadap pelanggan dan perlakuan terhadap pelanggan, pengembangan
Perubahan budaya organisasi memiliki tiga komponen penting yaitu 1) Perubahan
cara pandang menentukan nilai-nilai dasar dan keyakinan dasar yang ditunjukkan
dalam prilaku yang dapat diamati oleh orang lain. Perubahan cara pandang perlu
dimulai dari pimpinan puncak organisasi untuk ditularkan kepada seluruh karyawan;
2) Perubahan tata nilai dilakukan untuk mengenal nilai-nilai yang sudah usang dan
mencari nilai-nilai baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan harapan pelanggan. 3)
Upaya untuk mengubah dan mengenalkan nilai-nilai baru perlu dilakukan dengan
sentuhan manusiawi dengan pendekatan dari hati ke hati.
Berdasarkan hasil wawancara dengan tenaga keperawatan mareka mengatakan
bahwa rumah sakit selama ini kurang menfasilitasi tenaga keperawatan yang ingin
berkreasi, dengan alasan tidak ada anggaran yang tersedia untuk hal tersebut. Peluang
untuk berkreasi dibatasi, jika ada inisiatif dari tenaga keperawatan tidak pernah jalan
jika mau digerakkan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Damanik (2007) yang
mengatakan ada pengaruh budaya organisasi dengan indikator inisiatif terhadap
motivasi berprestasi tenaga perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Hal ini
ditunjukkan dari semakin besar inisiatif yang diberikan oleh managemen rumah sakit
kepada perawat akan meningkatkan motivasi berprestasi perawat.
Berdasarkan hasil penelitian tentang budaya organisasi dengan indikator
tanggung jawab diketahui bahwa mayoritas responden yaitu 48,9% mengatakan
bahwa atasan kurang mendorong bawahan dalam melaksanakan pekerjaan secara
melakukan pekerjaan. Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab penuh
memang diberikan kepada tenaga keperawatan dalam melaksanakan pekerjaaan,
namun tenaga keperawatan menyadari bahwa tidak semua pekerjaan mareka jalankan
dengan penuh tanggung jawab kepada kepada pasien, hal ini terbukti dengan masih
banyak keluhan-keluhan dari pasien mengenai kurang puasnya pasien terhadap
pelayanan yang tenaga keperawatan berikan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan tenaga keperawatan di ruangan mareka
mengatakan bahwa mareka memang diberikan tanggung jawab penuh dalam
melaksanakan asuhan keperawatan namun mareka belum melaksanakan sepenuhnya
tanggung jawab yang diberikan dengan alasan mereka masih terbiasa dengan budaya
organisasi yang lama yaitu budaya puskesmas dengan melaksanakan tugas
sekedarnya sedangkan sekarang puskesmas tersebut sudah berubah menjadi sebuah
rumah sakit di pusat kota kabupaten Aceh Timur. Hal ini terbukti dengan tenaga
keperawatan sudah membuat laporan dipagi hari padahal seharusnya ini dibuat
setelah dirawat dan menjelang pergantian shif dinas dan dengan data 99% masing
kosong tidak menulis asuhan keperawatan di format asuhan keperawatan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Hanna (2005), yang mengatakan tenaga
keperawatan mempunyai tugas dan tanggung jawab di rumah sakit sebagai berikut:
mengendalikan dan mengembangkan mutu keperawatan, pelayanan dan pendukung
lainnya, mengendalian masalah etika pelayanan, pengendalian asuhan keperawatan,
pengembangan sikap dan prilaku asertif, pengembangan kemampuan serta
Hasil penelitian ini sejalan dengan Nursalam (2004), yang mengatakan bahwa
praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat professional melalui kerjasama
berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan yang lain dalam
memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan
tanggung jawabnya.
Komunikasi dalam suatu organisasi merupakan aspek yang sangat penting
dalam menjamin tercapainya mutu pelayanan, demikian juga dengan komunikasi
yang dikembangkan managemen rumah sakit dengan tenaga keperawatan.
Berdasarkan hasil penelitian tentang budaya organisasi dengan indikator komunikasi
diketahui bahwa mayoritas responden yaitu sebesar 44,7% mengatakan komunikasi
yang dilaksanakan antara bawahan dengan atasan kurang sering dan 51,1%
mengatakan bahwa atasan kurang menjelaskan rencana kerja untuk masa yang akan
datang. Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang terjalin didalam
rumah sakit selama ini kurang baik ditandai dengan kurangnya komunikasi dua arah
antara atasan dan tenaga keperawatan dalam menyampaikan permasalahan yang
terjadi diruangan dan mengemukakan ide-ide yang mareka miliki untuk peningkatan
pelayanan keperawatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Swanburg
(1990) bahwa lebih dari 80% waktu digunakan oleh atasan untuk berkomunikasi,
16% untuk membaca, 9% untuk menulis. Komunikasi dalam praktek keperawatan
profesional merupakan unsur utama bagi perawat dalam melaksanakan asuhan
Berdasarkan hasil penelitian tentang budaya organisasi dengan indikator
kerjasama diketahui bahwa mayoritas responden yaitu sebesar 48,9% mengatakan
adanya kerja sama tim yang baik diantara sesama teman sejawat, 38,3% mengatakan
adanya rasa kebersamaan yang baik diantara tenaga keperawatan di rumah sakit.
Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa kerjasama yang telah dilakukan selama ini
oleh tenaga keperawatan masih kurang baik sehingga berpengaruh kepada hasil kerja
yang belum sesuai dengan yang orgasisasi tetapkan. Berdasarkan hasil wawancara
dengan tenaga keperawatan, selama ini mareka sudah menjalin kerjasama yang baik
dengan teman sejawat didalam memberikan pelayanan kepada pasien walaupun
terkadang masih menimbulkan konflik seperti yang terjadi diruangan yang
mengakibatkan kurang harmonisnya hubungan tenaga keperawatan dan penyelesaian
yang sering dilakukan oleh atasan terhadap kurang harmonisnya hubungan ini adalah
dengan cara mutasi tenaga keperawatan yang bermasalah keruangan yang lain.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Muchlas (2005), budaya
organisasi yang kuat seringkali dibina oleh pemimpin yang kuat. Disamping faktor
kepemimpinan ada faktor lain yang menentukan kekuatan budaya organisasi yaitu
kebersamaan. Kebersamaan dapat ditunjukkan dengan besarnya derajat kesamaan
yang dimiliki oleh para anggota organisasi tentang nilai-nilai inti. Kebersamaan
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu orientasi dan penghargaan. Supaya orang-orang
tersebut mau berbagi nilai-nilai kultural yang sama, mareka harus mengetahui nilai-
nilai ini, banyak organisasi memulai proses ini dengan program orientasi. Para
mengoperasikannya. Orientasi ini berlanjut dalam pekerjaan kepada para atasan dan
teman sekerja mareka berbagi nilai-nilai ini melalui kebiasaan-kebiasaan, kata-kata,
contoh atau kerja sehari-hari.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Robbins (1996) bahwa salah satu
aspek yang menjadi ciri sikap dan prilaku manusia sebagai implementasi budaya
organisasi adalah kerjasama anggota organisasi dalam melaksanakan pekerjaan
sebagai upaya mencapai tujuan organisasi.
5.2 Pengaruh Insentif terhadap Kinerja Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit