• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Budaya Organisasi dan Insentif terhadap Kinerja Tenaga Keperawatan di RSUD IDI Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Budaya Organisasi dan Insentif terhadap Kinerja Tenaga Keperawatan di RSUD IDI Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN INSENTIF TERHADAP KINERJA TENAGA KEPERAWATAN

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IDI KABUPATEN ACEH TIMUR

TESIS

Oleh :

ZAIDAR 097032103/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN INSENTIF TERHADAP KINERJA TENAGA KEPERAWATAN

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IDI KABUPATEN ACEH TIMUR

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

OLEH

ZAIDAR 097032103/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN INSENTIF TERHADAP KINERJA TENAGA KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IDI KABUPATEN ACEH TIMUR Nama Mahasiswa : Zaidar

Nomor Induk Mahasiswa : 097032103

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si) Ketua

(dr. Jamaluddin, M.A.R.S) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 18 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si Anggota : dr. Jamaluddin, M.A.R.S

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN INSENTIF TERHADAP KINERJA TENAGA KEPERAWATAN

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IDI KABUPATEN ACEH TIMUR

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2012

Zaidar

(6)

ABSTRAK

Suasana kerja di Rumah Sakit Umum Daerah IDI belum nyaman, hubungan dengan rekan sekerja masih menimbulkan konflik, serta adanya ketidakdisiplinan waktu bekerja seperti: terlambat datang, belum jelasnya jenjang karir dan sistem penghargaan khususnya bagi tenaga keperawatan. Sehingga dengan budaya organisasi dan pemberian insentif tersebut dapat berpengaruh terhadap kinerja tenaga keperawatan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi, dan insentif terhadap kinerja tenaga keperawatan di RSUD IDI.

Budaya organisasi merupakan nilai dan norma yang berlaku disuatu organisasi dan dianut secara bersama-sama oleh para anggotanya, yang merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Insentif didasarkan atas prestasi kerja yang dapat mendorong pegawai suatu organisasi untuk bertindak mencari prestasi kerja yang maksimal (Robbins, 2006).

Pendekatan yang digunakan adalah survei, dan sifatnya adalah explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga keperawatan yang bertugas di RSUD IDI Kabupaten Aceh Timur yang berjumlah 86 orang, dan dijadikan sampel sebanyak 47 orang. Data budaya organisasi, insentif, dan kinerja diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner kepada tenaga keperawatan. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan regresi berganda pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi dan insentif secara serempak berpengaruh sangat signifikan sekali terhadap kinerja tenaga keperawatan. Secara parsial variabel budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja tenaga keperawatan, demikian juga dengan secara parsial variabel insentif berpengaruh signifikan terhadap kinerja tenaga keperawatan. Variabel insentif adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi kinerja tenaga keperawatan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Robbins (1996) bahwa salah satu aspek yang menjadi ciri sikap dan prilaku manusia sebagai sebagai implementasi budaya organisasi adalah kerjasama dalam pekerjaan. Insentif akan memiliki kesempatan sukses yang lebih besar jika semua karyawan didalam organisasi diberi kesempatan berpartisipasi.

Budaya organisasi dan insentif secara serempak berpengaruh sangat signifikan sekali terhadap kinerja tenaga keperawatan. Secara parsial juga ditemukan pengaruh budaya organisasi dan insentif terhadap kinerja tenaga keperawatan. Variabel insentif adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi kinerja tenaga keperawatan.

(7)

ABSTRACT

Work atmosphere at IDI District General Hospital is not convenient, inter-coworker relationships still raises conflict, working hours are ignored because staff are still not discipline and always come late, the career and reward system especially for nursing staff are not clear. With corporate culture and incentive provision, it is expected to be able to influence the performance of the nursing staff. The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of corporate culture and incentives on the performance of nursing staff at IDI District General Hospital.

Corporate culture, the value and norm existing in an organization and applied by the members of the organization, is an important factor in determining the success of the organization in achieving its goal and objectives. Incentive is based on work achievement that can encourage the employees of an organization to act in pursuing the maximum work achievement (Robbins, 2006).

The populations of this explanatory survey study were all of the 86 nursing staff working at IDI District General Hospital, Aceh Timur District, and 47 of them were selected to be the samples for this study. The data related to corporate culture, incentive and performance were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed by means of multiple regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that, either simultaneously or partially, corporate culture and incentive had a significant influence on the performance of the nursing staff. Incentive was the most dominant variable influencing the performance of nursing staff.

The result of this study is in line with Robbins’ argumentation (1996) saying that one of the aspect becoming the characteristics of human attitude and behavior as the implementation of corporate culture is cooperation in work. Incentive will have a bigger success if all of the employees in an organization are given a chance to participate.

The conclusion is that, either simultaneously or partially, corporate culture and incentive have a highly significant influence on the performance of nursing staff. Incentive is the most dominant variable influencing the performance of nursing staff.

Keywords: Culture, Incentive, Performance, Nursing

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanyalah milik Allah SWT, Rabb seluruh alam

semesta dan dengan izin-Nya pula penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Pengaruh Budaya Organisasi dan Insentif terhadap Kinerja Tenaga Keperawatan di

RSUD IDI Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan

pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi

Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan

pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si sebagai Ketua Program Studi, serta seluruh

jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis

(9)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

5. Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan dr.

Jamaluddin, M.A.R.S selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh

perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu

untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E., M.Si dan Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes

sebagai komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan

dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat

berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah IDI Kabupaten Aceh Timur yang telah

membantu memberikan izin penelitian.

9. Teristimewa buat suami tercinta Bani Amin Wahab dan buah hati tersayang Raisa

Kamila, Safinatun Najah, dan Naula Altafaini yang penuh pengertian dan

kesabaran, dan senantiasa berdoa’a sehingga memotivasi penulis selama

mengikuti pendidikan.

10.Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

(10)

proses penyusunan tesis serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu

persatu yang telah membanu penulis selama penyusunan tesis ini.

Akhirnya Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk

itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan

tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, April 2012 Penulis

Zaidar

(11)

RIWAYAT HIDUP

Zaidar dilahirkan pada tanggal 24 April 1974 di Madan. Anak ke-2 dari 6

bersaudara, dari pasangan ayahanda A. Latif Syarin dan ibunda Murnisyah (alm).

Menikah pada tahun 2002, dengan Bani Amin Wahab, dan karuniai 3 (tiga) anak,

yaitu Raisa Kamila, Safinatun Najah, dan Naula Altafaini.

Pendidikan Sekolah Dasar dimulai tahun 1981-1987 (SD) di SDN Geudong,

tahun 1987-1989 pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Swasta Geudong, tahun

1989-1992 pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri I Banda Aceh, tahun 1989-1992-1995

pendidikan di Diploma III Keperawatan Glugur Medan, tahun 2000-2001 pendidikan

S1 Ilmu Keperawatan USU Medan, tahun 2002 pendidikan Ners USU Medan, dan

tahun 2009-sekarang pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

Sejak tahun 1996-2000 bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Islam

Malahayati, tahun 1997- 2004 bekerja sebagai Dosen Tetap di Akper Harapan Mama,

dan tahun 2005-sekarang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Idi Kabupaten Aceh

(12)

DAFTAR ISI

2.1. Teori tentang Budaya Organisasi ... 10

2.1.1. Pengertian Budaya Organisasi ... 10

2.1.2. Dimensi Budaya Organisasi ... 15

2.1.3. Fungsi Budaya Organisasi ... 17

2.1.4. Budaya yang Kuat dan yang Lemah ... 17

2.1.5. Manfaat Budaya Organisasi ... 21

2.2. Teori tentang Insentif ... 21

2.2.1. Pengertian Insentif ... 21

2.2.2. Bentuk Insentif ... 22

2.2.3. Tujuan dan Fungsi Pemberian Insentif ... 22

2.2.4. Tipe Insentif ... 23

2.2.5. Kriteria Pemberian Insentif ... 24

2.3.Teori tentang Kinerja ... 26

2.3.1. Pengertian Kinerja ... 26

2.3.2 Kinerja Tenaga Keperawatan ... 27

2.3.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 27

2.3.4. Upaya Peningkatan Kinerja ... 33

2.3.5. Penilaian Kinerja ... 34

(13)

2.4. Teori tentang Tenaga Keperawatan ... 39

2.4.1. Pengertian Tenaga Keperawatan ... 39

2.4.2. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Keperawatan ... 40

2.5. Landasan Teori ... 43

2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 44

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 45

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 47

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 48

4.1. Gambaran Umum Rumah RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur... 54

4.1.1. Sejarah RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur ... 54

4.1.2. Visi dan Misi ... 55

4.1.3. Komposisi Tenaga Kerja ... 55

4.1.4. Budaya Organisasi di RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur . 56 4.1.5. Pembagian Insentif di RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur . 57 4.1.6. Standar Kinerja Tenaga Keperawatan di RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur ... 57

5.1. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Tenaga Keperawatan di RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur ... 78

(14)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

6.1. Kesimpulan ... 88

6.2. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1. Variabel dan Definisi Operasional ... 43

4.1. Indikator Pelayanan RSUD IDI Aceh Timur Tahun 2010 ... 55

4.2. Distribusi Karakteritik Responden di Rumah Sakit Umum Daerah Idi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ... . 59

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Disiplin di RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur ... 60

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Insentif di RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur ... 62

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Bertanggung Jawab di RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur ... 64

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi di RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur ... 65

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kerja Sama di RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur ... 66

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Insentif di RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur ... 68

4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja di RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur ... 69

4.10. Koefisien Determinasi ... 77

4.11. Uji Simultan (Uji F) ... 78

(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 43

4.1. Grafik Normal P-P Plot ... 74

(17)

ABSTRAK

Suasana kerja di Rumah Sakit Umum Daerah IDI belum nyaman, hubungan dengan rekan sekerja masih menimbulkan konflik, serta adanya ketidakdisiplinan waktu bekerja seperti: terlambat datang, belum jelasnya jenjang karir dan sistem penghargaan khususnya bagi tenaga keperawatan. Sehingga dengan budaya organisasi dan pemberian insentif tersebut dapat berpengaruh terhadap kinerja tenaga keperawatan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi, dan insentif terhadap kinerja tenaga keperawatan di RSUD IDI.

Budaya organisasi merupakan nilai dan norma yang berlaku disuatu organisasi dan dianut secara bersama-sama oleh para anggotanya, yang merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Insentif didasarkan atas prestasi kerja yang dapat mendorong pegawai suatu organisasi untuk bertindak mencari prestasi kerja yang maksimal (Robbins, 2006).

Pendekatan yang digunakan adalah survei, dan sifatnya adalah explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga keperawatan yang bertugas di RSUD IDI Kabupaten Aceh Timur yang berjumlah 86 orang, dan dijadikan sampel sebanyak 47 orang. Data budaya organisasi, insentif, dan kinerja diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner kepada tenaga keperawatan. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan regresi berganda pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi dan insentif secara serempak berpengaruh sangat signifikan sekali terhadap kinerja tenaga keperawatan. Secara parsial variabel budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja tenaga keperawatan, demikian juga dengan secara parsial variabel insentif berpengaruh signifikan terhadap kinerja tenaga keperawatan. Variabel insentif adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi kinerja tenaga keperawatan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Robbins (1996) bahwa salah satu aspek yang menjadi ciri sikap dan prilaku manusia sebagai sebagai implementasi budaya organisasi adalah kerjasama dalam pekerjaan. Insentif akan memiliki kesempatan sukses yang lebih besar jika semua karyawan didalam organisasi diberi kesempatan berpartisipasi.

Budaya organisasi dan insentif secara serempak berpengaruh sangat signifikan sekali terhadap kinerja tenaga keperawatan. Secara parsial juga ditemukan pengaruh budaya organisasi dan insentif terhadap kinerja tenaga keperawatan. Variabel insentif adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi kinerja tenaga keperawatan.

(18)

ABSTRACT

Work atmosphere at IDI District General Hospital is not convenient, inter-coworker relationships still raises conflict, working hours are ignored because staff are still not discipline and always come late, the career and reward system especially for nursing staff are not clear. With corporate culture and incentive provision, it is expected to be able to influence the performance of the nursing staff. The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of corporate culture and incentives on the performance of nursing staff at IDI District General Hospital.

Corporate culture, the value and norm existing in an organization and applied by the members of the organization, is an important factor in determining the success of the organization in achieving its goal and objectives. Incentive is based on work achievement that can encourage the employees of an organization to act in pursuing the maximum work achievement (Robbins, 2006).

The populations of this explanatory survey study were all of the 86 nursing staff working at IDI District General Hospital, Aceh Timur District, and 47 of them were selected to be the samples for this study. The data related to corporate culture, incentive and performance were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed by means of multiple regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that, either simultaneously or partially, corporate culture and incentive had a significant influence on the performance of the nursing staff. Incentive was the most dominant variable influencing the performance of nursing staff.

The result of this study is in line with Robbins’ argumentation (1996) saying that one of the aspect becoming the characteristics of human attitude and behavior as the implementation of corporate culture is cooperation in work. Incentive will have a bigger success if all of the employees in an organization are given a chance to participate.

The conclusion is that, either simultaneously or partially, corporate culture and incentive have a highly significant influence on the performance of nursing staff. Incentive is the most dominant variable influencing the performance of nursing staff.

Keywords: Culture, Incentive, Performance, Nursing

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan organisasi yang unik karena berbaur antara padat

teknologi padat karya dan padat modal sehingga pengelolaan rumah sakit menjadi

disiplin ilmu tersendiri. Atas dasar ini pelayanan di rumah sakit harus

mengembangkan system jaringan kerja internal yang solid dan saling menunjang satu

sama lain. Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit menyatakan

bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan perorangan secara paripurna, lebih

difokuskan pada upaya promosi kesehatan dan pencegahan dengan tidak

mengabaikan upaya kuratif rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap,

rawat jalan dan gawat darurat. Pemerintah bertanggungjawab merencanakan,

mengatur, menyelenggarakan, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya

kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.

Kinerja tenaga keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan

merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek yang langsung

diberikan kepada pasien meliputi pengkajian, rencana tindakan, pelaksanaan dan

evaluasi yang kemudian hasil pelaksanaan didokumentasikan dalam dokumentasi

asuhan keperawatan. Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan suatu rangkaian

(20)

asuhan keperawatan yang dilakukan perawat kepada pasien dalam pelayanan asuhan

keperawatan

RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur telah lima tahun berdiri sesuai Peraturan

Bupati nomor 30 tahun 2006, SK Menkes No. HK. 07.06/III/760/08. Setiap tahun

RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur terus melakukan pengembangan kearah yang lebih

baik untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dengan dibangunnya

prasarana dan sarana yang memadai untuk rumah sakit kelas C, fasilitas alat-alat

kesehatan semakin lengkap sesuai dengan kebutuhan rumah sakit, dan adanya

penambahan tenaga keperawatan baik yang pegawai negeri sipil, tenaga kontrak.

Walaupun dilakukan berbagai upaya pembenahan mutu pelayanan tetapi kualitas

pelayanan masih sangat rendah. Hal ini tampak dari surat saran, dimana banyak

pasien mengeluh pelayanan yang diberikan perawat tidak memuaskan, perawat yang

kurang ramah dan kasar kepada pasien (Seksi Informasi dan Rujukan RS 2011).

Indikator mutu pelayanan rumah sakit masih menunjukkan kualitas pelayanan yang

rendah dengan dijumpai data di profil RS tahun 2010 yang ditunjukkan pada Tabel

1.1 sebagai berikut:

Tabel 1.1. Indikator Pelayanan RSUD Idi Aceh Timur Tahun 2010

No. Indikator Pelayanan Tahun 2010

1 BOR (Bed Occupancy Rate) 46%

2. LOS (Lenght Of Stay) 3.5 hari

3. TOI (Turn Over Interval) 4 hari

4. BTO (Bed Turn Over) 48%

5. NDR (Net Death Rate) 2,5%

6. GDR (Gross Death Rate) 3.6%

(21)

Berdasarkan hasil penjajakan awal melalui pengamatan dan wawancara juga

diketahui bahwa suasana kerja di RSUD Idi belum nyaman, hubungan dengan rekan

sekerja masih menimbulkan konflik, serta adanya ketidakdisiplinan waktu bekerja

seperti terlambat datang, belum jelasnya jenjang karir dan sistem penghargaan bagi

tenaga keperawatan, pendokumentasian asuhan keperawatan yang belum

dilaksanakan oleh tenaga keperawatan.

Ketidakdisiplinan waktu bekerja seperti terlambat datang dapat dilihat dari

pelanggaran yang dilakukan oleh tenaga keperawatan terhadap peraturan yang telah

ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Aceh Timur, dimana jam masuk kerja jam 08.00

WIB sampai dengan jam 16.00 WIB, tetapi tenaga keperawatan baru masuk jam

09.00 WIB dan jam 14.00 WIB sudah mulai sepi dengan tenaga keperawatan yang

tinggal 1 orang setiap ruangan. Selain itu, tenaga keperawatan juga kadang lamban

dalam memberikan pertolongan, dimana hal ini sering terjadi di seluruh ruangan

rumah sakit. pelayanan keperawatan yang diberikan baik dari segi tindakan

keperawatan oleh tenaga keperawatan belum melaksanakan standart operational

procedur (SOP) dan banyak tenaga keperawatan yang belum mahir melakukan

tindakan tertentu.

Masyarakat Aceh Timur lebih senang memanfaatkan fasilitas kesehatan ke

rumah sakit umum pesaing yang lain diluar kabupaten dan didalam kabupaten itu

sendiri. Hal ini menyebabkan RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur sepi pengunjung,

(22)

Aceh Timur belum sesuai tujuan rumah sakit. Kinerja tenaga keperawatan sangat

dipengaruhi oleh budaya organisasi rumah sakit. Budaya organisasi yang

dikembangkan oleh tenaga keperawatan di RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur belum

membuat pelanggan puas. Saat ini perlu dilaksanakan pembenahan dalam budaya

organisasi sehingga semua tenaga keperawatan mampu memberikan pelayanan prima

yang sesuai dengan standar pelayanan minimal. Pelayanan prima ini dapat diberikan

oleh seluruh tenaga keperawatan kepada pelanggan yang membutuhkan dengan cara

yang mareka ingin sesuai dengan hak pasien selama menjalani pelayanan di rumah

sakit.

Walaupun RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur telah memiliki budaya

organisasi yang diwujudkan melalui nilai dan karakter dasar yang meliputi disiplin,

inisiatif, bertanggung jawab, komunikasi, dan kerjasama, namun belum sepenuhnya

dihayati oleh semua tenaga keperawatan sebagai anggota organisasi, sehingga tenaga

keperawatan belum mempunyai rasa ikut memiliki terhadap organisasi.

Adapun visi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Timur adalah

menjadi RS kebanggaan masyarakat Aceh Timur. Misi Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Aceh Timur adalah: 1) memberikan pelayanan prima kepada masyarakat;

2) menyediakan pelayanan dasar rujukan yang terjangkau dengan mutu yang baik; 3)

menjadi mitra yang handal dan setia menjunjung tinggi nilai kepuasan pelanggan; 4)

turut serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan menyelenggarakan

(23)

RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur ini hanya terlihat sebagai slogan saja dan kurang

menghayati makna dari visi dan misi. Tenaga keperawatan yang terlibat di dalamnya

belum memberikan makna yang sebenarnya dari visi dan misi tersebut, sehingga

tidak terbentuk nilai-nilai, prinsip dasar dan aturan yang dapat mengarahkan perilaku

ke arah tujuan yang ingin dicapai dan tidak sesuai dengan visi dan misi yang telah

rumuskan bersama oleh organisasi rumah sakit.

Rencana kerja rumah sakit untuk masa yang akan datang belum disampaikan

secara jelas. Pada umumnya karyawan terlihat tidak berusaha untuk bekerja lebih

baik atau tidak meningkatkan kualitas dalam bekerja, hanya melakukan pekerjaan

yang rutin-rutin saja, dan kerja sama di beberapa unit kerja dirasakan kurang berjalan

dengan baik hal ini terlihat dengan kosong statusnya asuhan keperawatan pasien

dimana perawat telah selesai bekerja namun asuhan keperawatan dan

pendokumentasian tidak didokumentasikan distatus pasien, data rekam medik juga

diperoleh 99% format asuhan keperawatan tidak diisi. Komunikasi rutin dalam

pertemuan rutin juga jarang dilakukan lagi oleh rumah sakit karena unit-unit kerja

merasa tidak ada masalah

Pimpinan pada semua tingkatan justru kurang bisa bekerjasama dan dianggap

cenderung terkotak-kotak, padahal kerjasama sangat penting dijalin dalam mencapai

keberhasilan di rumah sakit. Bimbingan dan arahan dari pimpinan kepada bawahan

juga sangat jarang dilakukan. Disamping itu untuk dapat mengikuti segala

(24)

motivasi agar para tenaga keperawatan dapat bekerja dengan baik, dan salah satu

motivasi itu adalah gaji atau upah yang baik, suasana kerja yang kondusif,

penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan, pimpinan yang adil dan bijaksana,

dan mengupayakan insentif sesuai dengan jenjang karier, karena insentif sangat

diperlukan untuk memacu kinerja para tenaga keperawatan sesuai dengan

kemampuan masing-masing. Di RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur yang diberikan

insentif hanya dokter ahli dan dokter umum saja, sementara tenaga keperawatan

yang 24 jam nonstop memberikan pelayanan sama sekali tidak mendapatkan insentif.

Penegasan masalah dengan kepala instalasi dan kepala ruangan RSUD Idi

Kabupaten Aceh Timur (Juli 2010), diketahui bahwa belum ada upaya oleh pihak

rumah sakit untuk meningkatkan mutu layanan di RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur,

hal ini terlihat dengan belum ada upaya yang dilakukan untuk peningkatan pelayanan

seperti pelatihan khusus kepada tenaga keperawatan untuk meningkatkan keahlian

tenaga keperawatan, yang akhirnya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan.

Alasan pihak managemen rumah sakit tidak melaksanakan upaya-upaya peningkatan

mutu tersebut karena tidak ada biaya dalam anggaran pendapatan daerah.

Damanik (2007) menyimpulkan dalam tesisnya, bahwa terdapat pengaruh

budaya organisasi terhadap motivasi prestasi perawat di Rumah Sakit Umum Daerah

Pematang Siantar. Arymurti (2006) menemukan bahwa pelaksanaan pemberian

insentif mempunyai hubungan yang kuat dengan kinerja Sumber Daya Manusia.

(25)

insentif berpengaruh terhadap kinerja staf rekam medik RSUP H. Adam Malik

Medan. Siboro (2011) juga yang menyimpulkan hal yang sama bahwa motivasi

berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah

Simalungun.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dirumuskan masalah sebagai berikut:

Bagaimana pengaruh budaya organisasi, dan insentif terhadap kinerja tenaga

keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Idi Kabupaten Aceh Timur.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi, dan insentif

terhadap kinerja tenaga keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Idi Kabupaten

Aceh Timur.

1.4. Hipotesis Penelitian

Budaya organisasi, dan insentif berpengaruh terhadap kinerja tenaga

keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Idi Kabupaten Aceh Timur.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Rumah Sakit Umum Daerah Idi Kabupaten Aceh Timur

Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi manajemen Rumah sakit Idi

Kabupaten Aceh Timur dalam pengambilan kebijakan tentang kinerja tenaga

(26)

2. Untuk Magister Kesehatan

Sebagai bahan masukan dalam pengembangan wawasan dan menambah ilmu

pengetahuan, khususnya bagi Minat Studi Administrasi Rumah Sakit.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini menambah khasanah ilmu pengetahuan yang terkait dengan

(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori tentang Budaya Organisasi 2.1.1 Pengertian Budaya Organisasi

Menurut Widajat (2009), budaya berasal dari kata buddhayah (bahasa

Sansekerta), yang artinya budi (hati nurani) dan akal (intelijensi). Bangsa yang

berbudaya tinggi akan tampak dari tingginya “budi dan akal”, serta keanekaragaman

“hasil budayanya” (keindahan seni tari, seni patung, seni bangunan dan kemajuan

IPTEK). Dalam organisasi, tinggi-rendahnya budaya dapat dilihat dari tingkat

komitmen pimpinan dan para anggota organisasi terhadap ”nilai-nilai dan keyakinan

dasar” (core volues and beliefs). Nilai dan keyakinan dasar tersebut berperan

menjiwai etika, sikap, dan perilaku individu, membentuk tabiat dan “cara pandang

bersama” kelompok individu terhadap setiap masalah dalam kehidupan berorganisasi,

yang membedakannya dari kelompok organisasi lain. Jadi, budaya organisasi

(corporate culture) adalah suatu dampak dari proses penghayatan dan pembiayaan

budi (hati nurani) dan akal (intelejensi, rasional) dalam bentuk etika, sikap, motivasi

dan perilaku semua anggota organisasi hingga menjadi tabiat organisasi.

Sutrisno (2010), mengatakan budaya organisasi adalah sebagai perangkat

sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi

(assumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh

para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan

(28)

seperangkat nilai-nilai atau norma-norma yang telah relatif lama berlakunya, dianut

bersama oleh para anggota organisasi (karyawan) sebagai norma perilaku dalam

menyelesaikan masalah-masalah organisasi (perusahaan). Dalam budaya organisasi

terjadi sosialisasi nilai-nilai dan menginternalisasi dalam diri para anggota, menjiwai

orang per orang di dalam organisasi. Dengan demikian budaya organisasi merupakan

jiwa organisasi dan jiwa para anggota organisasi.

Menurut Wibowo (2010) memberikan pengertian budaya organisasi sebagai

nilai-nilai dan norma-norma bersama yang terdapat dalam suatu organisasi dan

mengajarkan pada pekerja yang datang. Pengertian ini menganjurkan bahwa budaya

organisasi menyangkut keyakinan dan perasaan bersama, keteraturan dalam perilaku

dan proses historis untuk meneruskan nilai-nilai dan norma-norma. Budaya organisasi

adalah nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas perusahaan. Hal ini

menunjukkan tiga karakteristik penting budaya organisasi yaitu: (1) budaya

organisasi diteruskan kepada pekerja baru melalui proses sosialisasi, (2) budaya

organisasi memengaruhi prilaku kita dipekerjaan dan (3) budaya organisasi bekerja

pada dua tingkatan yang berbeda.

Widajat (2009), mengingatkan pemimpin perubahan untuk melakukan

pendekatan soft system thinking (pendekatan dialogis, edukasi, menciptakan good

envirotment, dan bersifat manusiawi), kemudian membangun komitmen dan

cohesiveness (kesetiakawanan), menciptakan “alat perekat atau bingkai pemersatu

hubungan” antara individu dan pimpinan dan bawahan dalam organisasi dalam

(29)

menghadapi perubahan dan masalah yang muncul sehari-hari. Keberhasilan langkah

ini akan tercermin dari terbentuknya komitmen baru dan perubahan positif terkait

dengan sikap, nilai dan cara pandang bersama yang disebut budaya organisasi.

Budaya organisasi merupakan sesuatu kekuatan sosial yang tidak tampak yang

dapat menggerakkan orang-orang dalam sesuatu organisasi untuk melakukan aktivitas

kerja. Secara tidak sadar tiap-tiap orang di dalam suatu organisasi mempelajari

budaya yang berlaku dalam organisasinya. Apalagi bila ia seorang baru supaya dapat

diterima oleh lingkungan tempat bekerja ia berusaha mempelajari apa yang dilarang

dan apa yang diwajibkan, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan apa

yang salah dan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan di

dalam organisasi tempat ia bekerja itu. Jadi budaya organisasi mensosialisasikan dan

mengginternalisasi para anggota organisasi.

Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan-tujuan perusahaan,

sebaliknya yang lemah atau negatif menghambat atau bertentangan dengan

tujuan-tujuan perusahaan. Dalam suatu perusahaan yang budaya organisasinya kuat,

nilai-nilai bersama dipahami secara mendalam, dianut dan diperjuangkan oleh sebagian

besar para anggota organisasi (karyawan perusahaan). Budaya yang kuat dan positif

sangat berpengaruh terhadap perilaku dan efektifitas kinerja perusahaan sebagaimana

dinyatakan oleh Dial dan Kennedy, Miner, Robin.

Menurut Sutrisno (2010) dalam Miller beberapa butir nilai-nilai primer yang

seharusnya ada pada tiap-tiap perusahaan yang jika dikelola dengan baik akan

(30)

loyalitas, dan produktifitas. Secara ringkas Miller, 1984 menyebutkan 8 butir

nilai-nilai budaya yaitu: (1) Azas tujuan ialah menyediakan produk atau jasa yang

berkualitas yang bermanfaat bagi konsumen dan sekaligus memberikan inspirasi dan

motivasi kepada karyawan perusahaan, (2) Azas keunggulan (exelence) ialah usaha

menciptakan ketidakpuasan yang kreatif dikalangan para anggota organisasi

(karyawan perusahaan), supaya perusahaan mencapai keunggulan, (3) Azas

konsensus ialah kebersamaan cita-cita memikir, merasakan yang dinyatakan dalam

musyawarah untuk mufakat, (4) Azas kesatuan (unity) ialah perasaan satu diantara

karyawan dengan para karyawan lainnya dalam perusahaan karena adanya berbagai

kesamaan-kesamaan, (5) Azas prestasi (performance) ialah memberi penghargaan

yang layak atas prestasi karyawan, (6) Azas emperis (empericisme) ialah

menggunakan data yang nyata atau statistik sebagai dasar pertimbangan didalam

pengambilan keputusan, (7) Azas keakraban (intimacy) ialah saling memberikan

pikiran, perasaan, kebutuhan emosional dan spiritual diantara para anggota

organisasi, dan (8) Azas integritas (integrity) ialah kejujuran, adil, dapat dipercaya,

mampu, dan dapat diandalkan.

Koentjoro (Geotsceh dan Davis, 1997), mengatakan budaya organisasi adalah

manivestasi dalam kegiatan sehari-hari atas nilai dan tradisi yang ada dalam

organisasi. Budaya tersebut tampak dari perilaku karyawan, harapan mereka terhadap

organisasi dan rekan kerja, dan keadaan yang dikatakan normal yang ditunjukkan

(31)

Perubahan budaya organisasi merupakan syarat yang penting untuk

melakukan perubahan (Osborn dan Plastrik, 1997), disamping adanya kejelasan

tujuan visi dan misi organisasi, perubahan cara pandang terhadap pelanggan dan

perlakuan terhadap pelanggan, pengembangan sistem penghargaan untuk mendukung

perubahan serta pemberdayaan karyawan. Perubahan budaya organisasi memiliki tiga

komponen penting yaitu perubahan cara pandang (paradigma), pengelolaan tata nilai

(values) dan sentuhan manusiawi (human touch). Cara pandang menentukan

nilai-nilai dasar dan keyakinan dasar yang ditunjukkan dalam prilaku yang dapat diamati

oleh orang lain. Perubahan cara pandang perlu dimulai dari pimpinan puncak

organisasi untuk ditularkan kepada seluruh karyawan. Perubahan tata nilai dilakukan

untuk mengenal nilai-nilai yang sudah usang dan mencari nilai-nilai baru yang lebih

sesuai dengan kebutuhan harapan pelanggan. Upaya untuk mengubah dan

mengenalkan nilai-nilai baru perlu dilakukan dengan sentuhan manusiawi dengan

pendekatan dari hati ke hati.

Edgar H. Schein dalam Mulyadi (1999), mengatakan membuat kerangka

bangunan yang menunjukkan building blocks budaya organisasi yang terdiri atas

bagian yang tampak dari luar dan bagian yang tidak tampak dari luar, yaitu mindset

(sikap mental mapan) yang mengandung keyakinan dan nilai-nilai dasar serta

paradigma. Upaya pembentukan budaya organisasi yang baru membutuhkan

kerjasama yang luas dan erat serta sinergis dari berbagai subkultur yang terdapat

dalam organisasi. Transformasi budaya berkaitan dengan pembentukan nilai-nilai

(32)

subkultur profesi guna membentuk nilai-nilai baru yang disepakati oleh seluruh

subkultur yang ada di rumah sakit.

2.1.2 Dimensi Budaya Organisasi

Robbins dan Coulter (2004) mengemukakan bahwa ada tujuh dimensi hakikat

budaya organisasi yaitu:

1. Inovasi dan pengambilan risiko

Kadar seberapa jauh karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil risiko.

2. Perhatikan ke hal yang rinci/detil

Kadar seberapa jauh karyawan diharapkan mampu menunjukkan ketepatan,

analisis dan perhatian yang rinci/detail

3. Orientasi hasil

Kadar seberapa jauh manajer berfokus pada hasil atau keluarannya pada cara

mencapai hasil itu.

4. Orientasi orang

Kadar seberapa jauh keputusan managemen turut memengaruhi orang-orang yang

ada dalam organisasi

5. Orientasi tim

Kadar seberapa jauh pekerjaan disusun berdasarkan tim bukannya perorangan.

6. Keagresifan

Kadar seberapa jauh karyawan agresif dan bersaing bukannya daripada

(33)

7. Kemantapan/stabilitas

Kadar seberapa jauh keputusan dan tindakan organisasi menekankan usaha untuk

mempertahankan status quo.

Muchlas (2005), mengatakan bahwa budaya organisasi memiliki karakteristik

penting, yaitu:

1. Keteraturan prilaku yang dapat diamati

Ketika para partisipan berinteraksi satu sama lain mareka menggunakan bahasa,

terminologi dan upacara yang umum berlaku dalam organisasi tersebut

2. Norma

Perilaku standar terjadi termasuk petunjuk-petunjuk tentang berapa banyak yang

harus dikerjakan, yang dalam banyak organisasi terlalu sedikit.

3. Nilai-nilai yang dominan

Banyak nilai penting yang dianjurkan oleh sebuah organisasi dan diharapkan oleh

partisipan mau berbagi rasa dengan nilai-nilai tersebut.

4. Filosofi

Banyak kebijakan yang dibuat untuk menanamkan kepercayaan pada organisasi

tentang bagaimana para karyawan dan para pelanggan diperlakukan.

5. Aturan-aturan

Beberapa petunjuk yang ketat berhubungan dengan penyesuaian diri dalam

(34)

6. Iklim organisasi

Merupakan perasaan umum yang dibawa oleh penempatan fisik, cara partisipan

berinteraksi dan cara para anggota organisasi membawa diri terhadap para

pelanggan.

2.1.3 Fungsi Budaya Organisasi

Robbins (2002), mengatakan bahwa fungsi budaya organisasi adalah sebagai

berikut:

1. Berperan sebagai tapal batas, yang secara jelas membedakan suatu organisasi

dengan organisasi lain.

2. Sebagai identitas bagi anggota

3. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas

4. Memantapkan sistem sosial yang membantu mempersatukan organisasi.

5. Sebagai pemandu dalam membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Menurut L. Smircich (1983) yang dikutip oleh Robert Kreiner dan Anggelo

Kinicki (2003), bahwa budaya organisasi memiliki empat fungsi sebagai berikut :

1. Memberikan identitas organisasi kepada karyawan.

2. Memudahkan komitmen kolektif.

3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial.

4. Membentuk prilaku dengan membantu manager merasakan kebahagiannya.

2.1.4 Budaya yang Kuat dan yang Lemah

Menurut Wibowo (2010), setiap organisasi memiliki budaya yang pada

(35)

untuk mencapai tujuannya. Dewasa ini di rumah sakit, budaya organisasi dipengaruhi

oleh pola pemikiran global yang mengarah pada manajerialisme. Dalam budaya

manajerialisme masalah efisiensi dan produktivitas merupakan hal yang amat

penting. Rumah sakit Indonesia saat ini sedang mengalami masa transisi yaitu

bergerak dari lembaga yang memiliki budaya birokrasi yang kuat (rumah sakit

pemerintah) dan budaya sosial dan keagamaan (rumah sakit swasta) menuju lembaga

yang mengarah kebudaya usaha. Budaya usaha mencerminkan berbagai hal yaitu

rasionalitas, sistem manajemen yang berorientasi pada hasil, berorientasi pada pasar,

menggunakan prinsip managemen secara ilmiah dan menekankan pada hubungan

antar manusia.

Menurut Muchlas (2005), beberapa budaya organisasi dapat dikatakan kuat

sedangkan yang lainnya dikatakan lemah. Budaya organisasi yang kuat seringkali

dibina oleh pemimpin yang kuat. Disamping faktor kepemimpinan ada faktor lain

yang menentukan kekuatan budaya organisasi yaitu kebersamaan dan intensitas.

Kebersamaan dapat ditunjukkan dengan besarnya derajat kesamaan yang dimiliki

oleh para anggota organisasi tentang nilai-nilai inti. Disisi lain intensitas adalah

derajat komitmen para anggota organisasi terhadap nilai-nilai inti. Kebersamaan

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu orientasi dan penghargaan. Supaya orang-orang

tersebut mau berbagi nilai kultural yang sama, mareka harus mengetahui

nilai-nilai ini, banyak organisasi memulai proses ini dengan program orientasi. Para

karyawan baru diberitahu tentang filosofi organisasi dan cara untuk

(36)

teman sekerja mareka berbagi nilai-nilai ini melalui kebiasaan-kebiasaan, kata-kata,

contoh atau kerja sehari-hari. Kebersamaan juga dipengaruhi oleh penghargaan,

organisasi-organisasi memberikan promosi, pangkat atau jabatan, pengakuan dan

bentuk-bentuk penghargaan lain kepada mareka yang setia dengan nilai-nilai ini.

Dengan penghargaan mareka menjadikan organisasi tempat yang terbaik untuk

bekerja, hal ini dapat membantu penguatan komitmen para atasan dan karyawan

terhadap nilai-nilai inti.

Menurut Soeroso (2002), budaya organisasi sangat menentukan pencapaian

kinerja organisasi jangka panjang. Terrence Deal dan Allan Kennedy dalam bukunya

The new corporate culture dikutip Purnomo (2001), 57% organisasi yang memiliki

budaya yang kuat akan memiliki pendapatan yang lebih baik dari pada organisasi

yang memiliki budaya kerja yang lemah. Sementara itu 41,7% organisasi yang

memiliki budaya kuat akan mendapatkan return on investment yang lebih baik dan

nilai sahamnya pun lebih banyak.

Menurut Sutrisno (2010), budaya organisasi yang kuat mendukung

tujuan perusahaan, sebaliknya yang lemah atau negatif bertentangan dengan

tujuan-tujuan perusahaan. Dalam suatu organisasi rumah sakit yang budayanya kuat,

nilai-nilai bersama dipahami secara mendalam, dianut dan diperjuangkan oleh sebagian

besar anggota organisasi rumah sakit.

Rumah Sakit Umum Daerah Idi Kabupaten Aceh Timur sejak tahun 2008

telah membangun suatu tata nilai yang menggugah tenaga keperawatan untuk

(37)

tenaga keperawatan serta hubungan dengan stakeholder, yang merupakan hal-hal

yang harus dijunjung dan dipedomani oleh seluruh karyawan dalam melaksanakan

kegiatan rumah sakit yang terdiri dari :

1) Disiplin adalah budaya yang dikembangkan manajemen RSUD Idi Kebupaten

Aceh Timur dalam melaksanakan pelayanan keperawatan yang sesuai atau

prosedur kerja yang telah ditetapkan, misalnya : masuk kerja tepat waktu,

berpakaian seragam, memakai atribut dan lain-lain.

2) Inisiatif adalah kemauan managemen RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur

memperhatikan dan memfasilitasi tenaga keperawatan yang berkreasi dalam

pekerjaannya.

3) Bertanggung Jawab adalah persepsi tenaga keperawatan tentang upaya yang

dikembangkan RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur agar tenaga keperawatan selalu

melaksanakan pekerjaan pelayanan keperawatan dari awal hingga akhir pekerjaan

sesuai dengan aturan kerja dengan menyadari segala akibat dari tindakan yang

dilakukan.

4) Komunikasi adalah interaksi atau hubungan yang dikembangkan RSUD Idi

Kebupaten Aceh Timur dengan tenaga keperawatan tentang kebijakan yang

diambil di rumah sakit maupun kebijakan di bidang keperawatan.

5) Kerjasama adalah upaya yang dikembangkan manajemen RSUD Idi Kebupaten

Aceh Timur untuk mencapai suasana kerja secara tim dalam mencapai tujuan

(38)

2.1.5 Manfaat Budaya Organisasi

Robbins (1993), mengemukakan beberapa manfaat budaya organisasi adalah,

sebagai berikut :

2.6.1.1. Membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan

organisasi yang lain. Setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda

sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan

yang ada dalam organisasi.

2.6.1.2. Menimbulkan rasa memiliki identitas bagi para anggota organisasi. Dengan

budaya organisasi yang kuat, anggota organisasi akan merasa memiliki

identitas yang merupakan ciri khas organisasi.

2.6.1.3. Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan

individu.

2.6.1.4. Menjaga stabilitas organisasi. Kesatuan komponen-komponen organisasi

yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi

organisasi relatif stabil.

2.2 Teori tentang Insentif 2.2.1 Pengertian Insentif

Penggabean (2004) yang dikutip dalam Frederick Taylor mengatakan

pengertian dari insentif adalah kompensasi yang mengaitkan gaji dengan

produktivitas. Insentif merupakan penghargaaan dalam bentuk uang yang diberikan

(39)

2.2.2 Bentuk Insentif

Gibson (1997) menyebutkan 4 (empat) bentuk insentif yang umum diberikan

kepada karyawan yang berprestasi, yaitu:

a. Material berupa bonus, hadiah-hadiah khusus, uang cuti atau materi lain dan

uang lembur. Kenaikan gaji khusus ataupun berkala dalam skala tertentu dapat

dianggap menjadi suatu bentuk dari insentif

b. Promosi atau kenaikan pangkat serta jabatan.

c. Pengakuan atau pengumuman dari prestasi seseorang atau grup di lingkungan

d. Dalam bentuk yang berlawanan apabila prestasi atau kinerja tersebut ditemukan

tidak baik atau di bawah target maka bentuk reward lebih tepat disebut sebagai

ganjaran atau punishment (hukuman).

2.2.3 Tujuan dan Fungsi Pemberian Insentif

Fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggung jawab dan

dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan

usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Tujuan pemberian insentif adalah untuk

meningkatkan produktivitas kerja individu maupun kelompok (Panggabean, 2002).

Tujuan pemberian insentif dapat dibedakan dua golongan yaitu:

a. Bagi perusahaan

Untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan dengan jalan mendorong atau

merangsang agar karyawan bekerja lebih semangat, cepat, disiplin dan lebih

(40)

b. Bagi karyawan

Dengan adanya pemberiaan insentif karyawan akan mendapat keuntungan:

1. Standar prestasi dapat diukur secara kuantitatif

2. Standar prestasi diatas dapat dapat digunakan sebagai dasar pemberian balas

jasa yang diukur dalam bentuk uang.

3. Karyawan harus lebih giat karena menerima jumlah uang yang besar.

2.2.4 Tipe Insentif

Menurut Manullang (1981), tipe insentif ada dua yaitu :

a. Finansial insentif

Merupakan dorongan yang bersifat keuangan yang bukan saja meliputi gaji-gaji

yang pantas, tetapi juga termasuk di dalamnya kemungkinan memperoleh bagian

dari keuntungan perusahaan dan soal-soal kesejahteraan yang meliputi

pemeliharaan jaminan hari tua, rekreasi, kesehatan dan lain-lain.

b. Non Finansial insentif.

Ada dua elemen utama dari non finansial insentif adalah :

1. Keadaan pekerja yang memuaskan yang meliputi tempat kerja, jam kerja, tugas

dan rekan kerja.

2. Sikap pimpinan terhadap keinginan masing-masing karyawan seperti jaminan

pekerjaan, promosi, keluhan-keluhan, hiburan-hiburan dan hubungan dengan

(41)

Menurut Gary Dessler jenis rencana insentif secara umum adalah :

a. Program individual memberikan pemasukan lebih dan diatas gaji pokok kepada

karyawan individual yang memenuhi satu standar kinerja individual spesifik.

Bonus di tempat diberikan, umumnya untuk karyawan individual atas prestasi

yang belum diukur oleh standar seperti mengakui jam kerja yang lama yang

digunakan karyawan tersebut bulan lalu.

b. Program insentif kelompok adalah seperti rencana individual namun memberi

upah lebih dan diatas gaji pokok kepada semua anggota tim ketika kelompok atau

tim secara kolegtif mencapai satu standar yang khusus kinerja, produktifitas atau

perilaku kerja lain sehubungan dengan lainnya.

c. Rencana pembagian laba secara umum merupakan program insentif diseluruh

organisasi yang memberikan kepada karyawan satu bagian (share) dari laba

organisasi dalam satu periode khusus.

d. Program pembagian perolehan (gain sharing) adalah rencana upah diseluruh

organisasi yang dirancang untuk memberi imbalan kepada karyawan atas

perbaikan dalam produktivitas organisasi.

2.2.5 Kriteria Pemberian Insentif

Menurut Penggabean (2002) pemberian insentif terhadap kelompok dapat

diberikan dengan cara :

a. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang diterima oleh

(42)

b. Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran

yang diterima oleh karyawan yang paling rendah prestasinya.

c. Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata-rata pembayaran

yang diterima kelompok.

Sebuah sistem insentif biasanya akan memiliki kesempatan sukses yang lebih

besar jika semua karyawan di dalam organisasi diberi kesempatan berpartisipasi. Jika

beberapa karyawan dikucilkan, mareka mungkin akan menjadi iri dan benci kepada

orang-orang yang memiliki kesempatan memperoleh bayaran insentif esktra, dan

akibatnya akan kurang mau bekerja sama sampai maksimal.

Program insentif yang dirancang dengan baik akan berjalan karena program

tersebut didasarkan pada dua prinsip psikologis yang diterima dengan baik, yaitu: (1)

Motivasi meningkat menyebabkan melejitnya kinerja, dan (2) pengakuan merupakan

faktor utama dalam motivasi. Sayangnya banyak program insentif yang dirancang

secara tidak tepat dan program tersebut akhirnya tersendat-sendat.

Menurut Penggabean (2002) bahwa syarat program insentif yang baik

tersebut adalah :

a. Sederhana, peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas dan dapat

dimengerti.

b. Spesifik, karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan untuk

mareka lakukan.

c. Dapat dicapai, setiap karyawan mempunyai yang masuk akal untuk memperoleh

(43)

d. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk menentukan

rencana insentif. Program dolar akan sia-sia (dan program evaluasi akan

terhambat) jika prestasi tertentu tidak dapat dikaitkan dengan dolar yang

dibelanjakan.

Sebuah program insentif (perangsang) harus dirancang sedemikian rupa

sehingga memenuhi kebutuhan dan situasi tertentu yang spesifik. Program insentif

yang baik memang cenderung meningkatkan prestasi individu dan produktivitas.

2.3 Teori tentang Kinerja 2.3.1 Pengertian Kinerja

Sutrisno (2010), mengatakan kinerja diberi batasan sebagai kesuksesan

seseorang didalam melaksanakan suatu pekerjaan. Prawirosentono (1999),

mengemukakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau

sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan

tanggungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi

bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun

etika.

Menurut Moeheriono (2009), pengertian kinerja merupakan gambaran

mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan

dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui

perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika

(44)

keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan oleh organisasi. Oleh karena itu jika tanpa

tujuan dan target yang ditetapkan dalam pengukuran, maka kinerja pada seseorang

atau kinerja organisasi tidak mungkin dapat diketahui bila tidak ada tolak ukur

keberhasilannya.

Menurut Sutrisno yang dikutip dari Miner (1990), kinerja adalah bagaimana

seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berprilaku sesuai dengan tugas yang telah

dibebankan kepadanya. Setiap harapan mengenai bagaimana seseorang harus

berperilaku dalam melaksanakan tugas, berarti menunjukkan suatu peran dalam

organisasi. Suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun organisasi privat

dalam mencapai tujuan yang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi

yang digerakkan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku (actors)

dalam upaya mencapai tujuan lembaga atau organisasi yang bersangkutan.

Tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang

terdapat pada organisasi tersebut. Dalam hal ini sebenarnya terdapat hubungan yang

erat antara kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja organisasi.

Bila kinerja karyawan baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan atau

organisasi juga baik. Kinerja seorang karyawan akan baik bila dia mempunyai

keahlian yang tinggi, bersedia bekerja keras, diberi gaji sesuai perjanjian, mempunyai

harapan dan masa depan yang lebih baik.

Menurut Wibowo (2010), akhir-akhir ini perusahaan telah menaruh perhatian

pada pengukuran kinerja orang. Semua akuntabilitas orang dituangkan dalam

(45)

orang kedalam kinerja organisasional, yang akhirnya mendorong kinerja karyawan

paling bawah. Mata rantai yang hilang adalah budaya. Perusahaan lebih baik

memahami dan membangun performance-driven organization, dengan memahami

bagaimana budaya mareka mendorong kinerja mareka yang berada di baris depan

2.3.2 Kinerja Tenaga Keperawatan

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI, 2002) sudah menetapkan

standar praktek keperawatan yang dikembangkan berdasarkan standar praktik

keperawatan yang dikeluarkan oleh American Nursing Association sebagai berikut:

Standar I : Perawat mengumpulkan data tentang kesehatan pasien

Standar II : Perawat menetapkan diagnosa keperawatan.

Standar III : Perawat mengindentifikasi hasil yang diharapkan untuk setiap pasien.

Standar IV : Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang berisi

rencana tindakan untuk mencapai hasil yang diharapkan.

Standar V : Perawat melaksanakan tindakan yang sudah ditetapkan dalam rencana

tindakan.

Standar VI : Perawat mengevaluai perkembangan klien dalam mencapai hasil akhir

yang sudah ditetapkan.

2.3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja.

Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja karyawan (Prawirosentono, 1999),

(46)

a. Efektivitas dan Efisiensi

Dalam hubungan dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik buruknya kinerja

diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Masalahnya adalah bagaimana proses

terjadinya efisiensi dan efektivitas organisasi. Dikatakan efektif bila mencapai

tujuan, dikatakan efisiensi bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai

tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak. Artinya, efektivitas dari kelompok

(organisasi) bila tujuan kelompok tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan

yang direncanakan. Sedangkan efisiensi berkaitan dengan jumlah pengorbanan

yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Agar tercapai tujuan

yang diinginkan organisasi, salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah hal

yang berkaitan dengan wewenang dan tanggungjawab para peserta yang

mendukung organisasi tersebut.

b. Otoritas dan Tanggung jawab

Dalam organisasi yang baik wewenang dan tanggungjawab telah didelegasikan

dengan baik, tanpa adanya tumpang tindih tugas. Masing-masing karyawan yang

ada dalam organisasi mengetahui apa yang menjadi haknya dan

tanggungjawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kejelasan dan

wewenang dan tanggungjawab setiap orang dalam suatu organisasi akan

mendukung kinerja karyawan tersebut. Kinerja karyawan akan dapat terwujud bila

karyawan mempunyai komitmen dengan organisasinya dan ditunjang dengan

(47)

c. Disiplin

Secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada

pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Disiplin

meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat antara perusahaan

dan karyawan. Dengan demikian, bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam

perusahaan itu diabaikan atau sering dilanggar, maka karyawan mempunyai

disiplin yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk pada ketetapan

perusahaan, menggambarkan adanya disiplin yang baik.

Disiplin juga berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak

yang melanggar. Dalam hal seorang karyawan melanggar peraturan yang berlaku

dalam organisasi, maka karyawan bersangkutan harus sanggup menerima

hukuman yang telah disepakati. Masalah disiplin para karyawan yang ada di

dalam organisasi baik atasan maupun bawahan akan memberi corak terhadap

kinerja organisasi. Kinerja organisasi akan tercapai, apabila kinerja individu

maupun kinerja kelompok ditingkatkan. Untuk itu diperlukan inisiatif dari para

karyawan dalam melaksanakan tugas.

d. Inisiatif

Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk

merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Setiap inisiatif

sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan positif dari atasan, kalau memang

(48)

Atasan yang buruk akan selalu mencegah inisiatif bawahan, lebih-lebih

bawahan yang kurang disenangi. Bila atasan selalu menghambat setiap inisiatif, tanpa

memberikan penghargaan berupa argumentasi yang jelas dan mendukung,

menyebabkan organisasi akan kehilangan energi atau daya dorong untuk maju.

Dengan perkataan lain, inisiatif karyawan yang ada didalam organisasi merupakan

daya dorong kemajuan yang akhirnya akan memengaruhi kinerja.

Menurut Gibson et,al. (1996), ada tiga perangkat variabel yang memengaruhi

kinerja seseorang, yaitu:

1. Variabel Individual, terdiri dari:

a. Kemampuan dan ketrampilan.

Kondisi mental dan fisik seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas atau

pekerjaan.

b. Latar belakang.

Kondisi dimasa lalu yang mempengaruhi karakteristik dan sikap mental

seseorang, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman

dimasa lalu.

c. Demografis

Kondisi kependudukan yang berlaku pada individu atau karyawan, dimana

lingkungan sekitarnya akan membentuk pola tingkah laku individu tersebut

(49)

2. Variabel Organisasional, terdiri dari:

a. Sumber daya

Sekumpulan potensi atau kemampuan organisasi yang dapat diukur dan dinilai

seperti sumber daya alam.

b. Kepemimpinan

Suatu seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam memotivasi

pihak lain untuk meraih tujuan yang diinginkan oleh organisasi.

c. Imbalan.

Balas jasa yang diterima oleh pegawai atau usaha yang telah dilakukan

didalam proses aktivitas organisasi dalam jangka waktu tertentu secara

instrinsik maupun ekstrinsik.

d. Struktur

Hubungan wewenang dan tanggung ajawab antar individu didalam organisasi

dengan karakteristik tertentu dan kebutuhan organisasi.

e. Desain Pekerjaan

Job description yang diberikan kepada pegawai, apakah pegawai dapat

melakukan pekerjaan sesuai dengan job description.

3. Variabel Psikologis, terdiri dari:

d. Persepsi

Suatu proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan

(50)

e. Sikap

Kesiapan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman dan

mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang

lain.

f. Kepribadian.

Pola perilaku dan proses mental yang unik, mencirikan seseorang.

g. Belajar

Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan

memahami sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan

pekerjaan.

h. Motivasi.

Merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi

seorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap antusias dan persistensi

dalam melaksanakan kegiatan tertentu.

Di sini tampak jelas bahwa pengertian kinerja itu lebih sempit sifatnya, yaitu

hanya berkenaan dengan apa yang dihasilkan seseorang dari tingkah laku kerjanya.

Biasanya orang yang mempunyai tingkat prestasi tinggi disebut sebagai orang yang

produktif, dan sebaliknya orang yang tingkat prestasinya rendah, dikatakan sebagai

tidak produktif atau dikatakan kinerjanya rendah.

2.3.4 Upaya Peningkatan Kinerja

Sutrisno, 2010 (Miner 1990) mengemukakan empat aspek dari kinerja yang

(51)

1. Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu, dan

ketepatan dalam melaksanakan tugas.

2. Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk jasa yang

dapat dihasilkan.

3. Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan, serta masa

kerja yang telah dijalani individu pegawai tersebut.

4. Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat

usaha dari teman sekerjanya.

2.3.5 Penilaian Kinerja

Menurut Mangkunegara 2009 mengemukakan penilaian prestasi kerja

(performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk

menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas

dan tanggung jawabnya.

Evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk

mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga

untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung

jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang

lebih baik dimasa mendatang dan sebagai dasar untuk menetukan kebijakan dalam hal

promosi jabatan atau penentuan imbalan.

Moeheriono 2009 mengatakan, idealnya performance appraisal diterapkan

berdasarkan prinsip keseimbangan, kesepakatan dan kejujuran atau keterbukaan.

(52)

cara-cara pengukuran dan standar yang ditetapkan haruslah sesuai dengan

kepentingan karyawan dan organisasi. Kejujuran dalam penilaian merupakan syarat

utama dalam sistem penilaian. Konsekuensi dari prinsip ini adalah proses penilaian

harus terbuka dan hasil penilaian bisa didiskusikan antara bawahan dan atasan

penilai.

Menurut Moeheriono (2009), penilaian dalam 360º terhadap karyawan adalah

menentukan siapa yang harus menilai. Ada beberapa pilihan untuk menentukan siapa

yang menilai yaitu seperti berikut :

1. Atasan langsung. Hampir sebagian besar perusahaan menggunakan hanya atasan

langsung sebagai penilai kinerja seseorang. Artinya penilaian tidak hanya

dilakukan oleh atasan langsung, minimal dilakukan oleh dua atasan diatasnya.

2. Rekan sekerja. Alasan kenapa rekan sekerja dilibatkan dalam penilaian karena

rekan sekerja sehari-hari berinteraksi dengan pegawai yang dinilai. Interaksi ini

memberikan pandangan menyeluruh terhadap kinerja seorang pegawai dalam

pekerjaannya.

3. Diri sendiri. Evaluasi diri sendiri dimaksudkan untuk merangsang pembahasan

kinerja antara karyawan dan atasan.

4. Bawahan langsung. Evaluasi bawahan langsung dapat membedakan informasi

yang tepat dan rinci mengenai perilaku seorang manager karena penilai

mempunyai kontak langsung dengan yang dinilai.

5. Pelanggan. Baik pelanggan internal maupun eksternal. Pelanggan internal adalah

(53)

dengan pegawai yang dinilai sangat tinggi, sedangkan pelanggan eksternal adalah

orang-orang diluar perusahaan yang membeli produk atau jasa.

Setiap orang sebagai pelaku yang melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan

fungsinya harus dinilai kinerjanya. Untuk mengetahuai kinerja karyawan diperlukan

kegiatan-kegiatan khusus. Bernadin dan Russel mengajukan enam kinerja primer

yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja yaitu:

a. Quality merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan

kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang

diharapkan.

b. Quantity merupakan jumlah yang dihasilkan misalnya jumlah rupiah, unit,

dan siklus kegiatan yang dilakukan.

c. Timeliness merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada

waktu yang dikehendaki dengan memerhatikan koordinasi output lain

serta waktu yang tersedia untuk kegiatan orang lain.

d. Cost effectiveness merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber

daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi dan material)

dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian

dari setiap unit penggunaan sumber daya.

e. Need for supervision merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja

dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan

pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang

(54)

f. Interpersonal impact merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara

harga diri, nama baik dan kerjasama diantara rekan kerja dan bawahan

(Sutrisno, 2010) .

Menurut Robbins (1996), kinerja merupakan wujud hasil kerja yang

dihasilkan oleh seseorang. Kinerja digunakan sebagai dasar penilaian atau evaluasi

dan sistem yang merupakan kekuatan penting untuk memengaruhi perilaku karyawan.

Penilaian kinerja mempunyai tujuan untuk memotivasi para karyawan dalam

mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi perilaku yang telah ditetapkan

sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.

Sutrisno (2010), mengatakan agar penilaian kinerja dapat dilaksanakan

dengan baik diperlukan metode yang memenuhi persyaratan berikut :

1. Yang diukur adalah benar-benar prestasi dan bukan faktor-faktor lain seseorang

seperti yang menyangkut pribadi seseorang.

2. Menggunakan tolak ukur yang jelas dan yang pasti menjamin bahwa pengukuran

itu bersifat objektif.

3. Dimengerti, dipahami dan dilaksanakan sepenuhnya oleh semua anggota

organisasi yang terlibat.

4. Dilaksanakan secara konsisten dan didukung sepenuhnya oleh pimpinan puncak

Gambar

Tabel 1.1. Indikator Pelayanan RSUD Idi Aceh Timur Tahun 2010
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.1. Indikator Pelayanan  RSUD IDI Aceh Timur Tahun 2010
Tabel 4.2.  Distribusi Karakteritik Responden di Rumah Sakit Umum Daerah Idi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tesis Pengaruh Budya Organisasi Dan Insentif terhadap Kinerja Staf Rekam Medik Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan

Disarankan manajemen rumah sakit Idi untuk menentukan standar operasional pelayanan yang diberikan petugas kesehatan bagian pendaftaran kepada pasien rawat jalan, memberikan

Disarankan manajemen rumah sakit Idi untuk menentukan standar operasional pelayanan yang diberikan petugas kesehatan bagian pendaftaran kepada pasien rawat jalan, memberikan

Perangkat Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Qanun Kabupaten Aceh Timur adalah organisasi/lembaga pada Pemerintah Kabupaten yang bertanggung jawab kepada Bupati

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan budaya organisasi dan Insentif terhadap Kinerja Pegawai di RSUZA dengan P-value 0,001, dimana pegawai dengan kinerja tinggi pada

Qanun Kabupaten Aceh Timur Nomor 1 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Kabupaten dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh

Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Pelaksanaan Pemeriksaan HIV/AIDS Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Idi Rayeuk Kabupaten Aceh Timur Tahun 2020 Hasil penelitian