PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN INSENTIF TERHADAP KINERJA TENAGA KEPERAWATAN
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IDI KABUPATEN ACEH TIMUR
TESIS
Oleh :
ZAIDAR 097032103/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN INSENTIF TERHADAP KINERJA TENAGA KEPERAWATAN
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IDI KABUPATEN ACEH TIMUR
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
OLEH
ZAIDAR 097032103/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN INSENTIF TERHADAP KINERJA TENAGA KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IDI KABUPATEN ACEH TIMUR Nama Mahasiswa : Zaidar
Nomor Induk Mahasiswa : 097032103
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si) Ketua
(dr. Jamaluddin, M.A.R.S) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 18 Januari 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si Anggota : dr. Jamaluddin, M.A.R.S
PERNYATAAN
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN INSENTIF TERHADAP KINERJA TENAGA KEPERAWATAN
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IDI KABUPATEN ACEH TIMUR
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, April 2012
Zaidar
ABSTRAK
Suasana kerja di Rumah Sakit Umum Daerah IDI belum nyaman, hubungan dengan rekan sekerja masih menimbulkan konflik, serta adanya ketidakdisiplinan waktu bekerja seperti: terlambat datang, belum jelasnya jenjang karir dan sistem penghargaan khususnya bagi tenaga keperawatan. Sehingga dengan budaya organisasi dan pemberian insentif tersebut dapat berpengaruh terhadap kinerja tenaga keperawatan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi, dan insentif terhadap kinerja tenaga keperawatan di RSUD IDI.
Budaya organisasi merupakan nilai dan norma yang berlaku disuatu organisasi dan dianut secara bersama-sama oleh para anggotanya, yang merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Insentif didasarkan atas prestasi kerja yang dapat mendorong pegawai suatu organisasi untuk bertindak mencari prestasi kerja yang maksimal (Robbins, 2006).
Pendekatan yang digunakan adalah survei, dan sifatnya adalah explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga keperawatan yang bertugas di RSUD IDI Kabupaten Aceh Timur yang berjumlah 86 orang, dan dijadikan sampel sebanyak 47 orang. Data budaya organisasi, insentif, dan kinerja diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner kepada tenaga keperawatan. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan regresi berganda pada α=0.05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi dan insentif secara serempak berpengaruh sangat signifikan sekali terhadap kinerja tenaga keperawatan. Secara parsial variabel budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja tenaga keperawatan, demikian juga dengan secara parsial variabel insentif berpengaruh signifikan terhadap kinerja tenaga keperawatan. Variabel insentif adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi kinerja tenaga keperawatan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Robbins (1996) bahwa salah satu aspek yang menjadi ciri sikap dan prilaku manusia sebagai sebagai implementasi budaya organisasi adalah kerjasama dalam pekerjaan. Insentif akan memiliki kesempatan sukses yang lebih besar jika semua karyawan didalam organisasi diberi kesempatan berpartisipasi.
Budaya organisasi dan insentif secara serempak berpengaruh sangat signifikan sekali terhadap kinerja tenaga keperawatan. Secara parsial juga ditemukan pengaruh budaya organisasi dan insentif terhadap kinerja tenaga keperawatan. Variabel insentif adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi kinerja tenaga keperawatan.
ABSTRACT
Work atmosphere at IDI District General Hospital is not convenient, inter-coworker relationships still raises conflict, working hours are ignored because staff are still not discipline and always come late, the career and reward system especially for nursing staff are not clear. With corporate culture and incentive provision, it is expected to be able to influence the performance of the nursing staff. The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of corporate culture and incentives on the performance of nursing staff at IDI District General Hospital.
Corporate culture, the value and norm existing in an organization and applied by the members of the organization, is an important factor in determining the success of the organization in achieving its goal and objectives. Incentive is based on work achievement that can encourage the employees of an organization to act in pursuing the maximum work achievement (Robbins, 2006).
The populations of this explanatory survey study were all of the 86 nursing staff working at IDI District General Hospital, Aceh Timur District, and 47 of them were selected to be the samples for this study. The data related to corporate culture, incentive and performance were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed by means of multiple regression tests at α = 0.05.
The result of this study showed that, either simultaneously or partially, corporate culture and incentive had a significant influence on the performance of the nursing staff. Incentive was the most dominant variable influencing the performance of nursing staff.
The result of this study is in line with Robbins’ argumentation (1996) saying that one of the aspect becoming the characteristics of human attitude and behavior as the implementation of corporate culture is cooperation in work. Incentive will have a bigger success if all of the employees in an organization are given a chance to participate.
The conclusion is that, either simultaneously or partially, corporate culture and incentive have a highly significant influence on the performance of nursing staff. Incentive is the most dominant variable influencing the performance of nursing staff.
Keywords: Culture, Incentive, Performance, Nursing
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanyalah milik Allah SWT, Rabb seluruh alam
semesta dan dengan izin-Nya pula penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Pengaruh Budaya Organisasi dan Insentif terhadap Kinerja Tenaga Keperawatan di
RSUD IDI Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011”.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan
pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi
Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si sebagai Ketua Program Studi, serta seluruh
jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
5. Prof. Dr. Rismayani, S.E, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan dr.
Jamaluddin, M.A.R.S selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh
perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu
untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
6. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E., M.Si dan Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes
sebagai komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan
dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
7. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat
berarti selama penulis mengikuti pendidikan.
8. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah IDI Kabupaten Aceh Timur yang telah
membantu memberikan izin penelitian.
9. Teristimewa buat suami tercinta Bani Amin Wahab dan buah hati tersayang Raisa
Kamila, Safinatun Najah, dan Naula Altafaini yang penuh pengertian dan
kesabaran, dan senantiasa berdoa’a sehingga memotivasi penulis selama
mengikuti pendidikan.
10.Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
proses penyusunan tesis serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah membanu penulis selama penyusunan tesis ini.
Akhirnya Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk
itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, April 2012 Penulis
Zaidar
RIWAYAT HIDUP
Zaidar dilahirkan pada tanggal 24 April 1974 di Madan. Anak ke-2 dari 6
bersaudara, dari pasangan ayahanda A. Latif Syarin dan ibunda Murnisyah (alm).
Menikah pada tahun 2002, dengan Bani Amin Wahab, dan karuniai 3 (tiga) anak,
yaitu Raisa Kamila, Safinatun Najah, dan Naula Altafaini.
Pendidikan Sekolah Dasar dimulai tahun 1981-1987 (SD) di SDN Geudong,
tahun 1987-1989 pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Swasta Geudong, tahun
1989-1992 pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri I Banda Aceh, tahun 1989-1992-1995
pendidikan di Diploma III Keperawatan Glugur Medan, tahun 2000-2001 pendidikan
S1 Ilmu Keperawatan USU Medan, tahun 2002 pendidikan Ners USU Medan, dan
tahun 2009-sekarang pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.
Sejak tahun 1996-2000 bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Islam
Malahayati, tahun 1997- 2004 bekerja sebagai Dosen Tetap di Akper Harapan Mama,
dan tahun 2005-sekarang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Idi Kabupaten Aceh
DAFTAR ISI
2.1. Teori tentang Budaya Organisasi ... 10
2.1.1. Pengertian Budaya Organisasi ... 10
2.1.2. Dimensi Budaya Organisasi ... 15
2.1.3. Fungsi Budaya Organisasi ... 17
2.1.4. Budaya yang Kuat dan yang Lemah ... 17
2.1.5. Manfaat Budaya Organisasi ... 21
2.2. Teori tentang Insentif ... 21
2.2.1. Pengertian Insentif ... 21
2.2.2. Bentuk Insentif ... 22
2.2.3. Tujuan dan Fungsi Pemberian Insentif ... 22
2.2.4. Tipe Insentif ... 23
2.2.5. Kriteria Pemberian Insentif ... 24
2.3.Teori tentang Kinerja ... 26
2.3.1. Pengertian Kinerja ... 26
2.3.2 Kinerja Tenaga Keperawatan ... 27
2.3.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 27
2.3.4. Upaya Peningkatan Kinerja ... 33
2.3.5. Penilaian Kinerja ... 34
2.4. Teori tentang Tenaga Keperawatan ... 39
2.4.1. Pengertian Tenaga Keperawatan ... 39
2.4.2. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Keperawatan ... 40
2.5. Landasan Teori ... 43
2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 44
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 45
3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 47
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 48
4.1. Gambaran Umum Rumah RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur... 54
4.1.1. Sejarah RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur ... 54
4.1.2. Visi dan Misi ... 55
4.1.3. Komposisi Tenaga Kerja ... 55
4.1.4. Budaya Organisasi di RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur . 56 4.1.5. Pembagian Insentif di RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur . 57 4.1.6. Standar Kinerja Tenaga Keperawatan di RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur ... 57
5.1. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Tenaga Keperawatan di RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur ... 78
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88
6.1. Kesimpulan ... 88
6.2. Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA ... 89
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
3.1. Variabel dan Definisi Operasional ... 43
4.1. Indikator Pelayanan RSUD IDI Aceh Timur Tahun 2010 ... 55
4.2. Distribusi Karakteritik Responden di Rumah Sakit Umum Daerah Idi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 ... . 59
4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Disiplin di RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur ... 60
4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Insentif di RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur ... 62
4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Bertanggung Jawab di RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur ... 64
4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi di RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur ... 65
4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kerja Sama di RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur ... 66
4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Insentif di RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur ... 68
4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja di RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur ... 69
4.10. Koefisien Determinasi ... 77
4.11. Uji Simultan (Uji F) ... 78
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 43
4.1. Grafik Normal P-P Plot ... 74
ABSTRAK
Suasana kerja di Rumah Sakit Umum Daerah IDI belum nyaman, hubungan dengan rekan sekerja masih menimbulkan konflik, serta adanya ketidakdisiplinan waktu bekerja seperti: terlambat datang, belum jelasnya jenjang karir dan sistem penghargaan khususnya bagi tenaga keperawatan. Sehingga dengan budaya organisasi dan pemberian insentif tersebut dapat berpengaruh terhadap kinerja tenaga keperawatan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi, dan insentif terhadap kinerja tenaga keperawatan di RSUD IDI.
Budaya organisasi merupakan nilai dan norma yang berlaku disuatu organisasi dan dianut secara bersama-sama oleh para anggotanya, yang merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Insentif didasarkan atas prestasi kerja yang dapat mendorong pegawai suatu organisasi untuk bertindak mencari prestasi kerja yang maksimal (Robbins, 2006).
Pendekatan yang digunakan adalah survei, dan sifatnya adalah explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga keperawatan yang bertugas di RSUD IDI Kabupaten Aceh Timur yang berjumlah 86 orang, dan dijadikan sampel sebanyak 47 orang. Data budaya organisasi, insentif, dan kinerja diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner kepada tenaga keperawatan. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan regresi berganda pada α=0.05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi dan insentif secara serempak berpengaruh sangat signifikan sekali terhadap kinerja tenaga keperawatan. Secara parsial variabel budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja tenaga keperawatan, demikian juga dengan secara parsial variabel insentif berpengaruh signifikan terhadap kinerja tenaga keperawatan. Variabel insentif adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi kinerja tenaga keperawatan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Robbins (1996) bahwa salah satu aspek yang menjadi ciri sikap dan prilaku manusia sebagai sebagai implementasi budaya organisasi adalah kerjasama dalam pekerjaan. Insentif akan memiliki kesempatan sukses yang lebih besar jika semua karyawan didalam organisasi diberi kesempatan berpartisipasi.
Budaya organisasi dan insentif secara serempak berpengaruh sangat signifikan sekali terhadap kinerja tenaga keperawatan. Secara parsial juga ditemukan pengaruh budaya organisasi dan insentif terhadap kinerja tenaga keperawatan. Variabel insentif adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi kinerja tenaga keperawatan.
ABSTRACT
Work atmosphere at IDI District General Hospital is not convenient, inter-coworker relationships still raises conflict, working hours are ignored because staff are still not discipline and always come late, the career and reward system especially for nursing staff are not clear. With corporate culture and incentive provision, it is expected to be able to influence the performance of the nursing staff. The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of corporate culture and incentives on the performance of nursing staff at IDI District General Hospital.
Corporate culture, the value and norm existing in an organization and applied by the members of the organization, is an important factor in determining the success of the organization in achieving its goal and objectives. Incentive is based on work achievement that can encourage the employees of an organization to act in pursuing the maximum work achievement (Robbins, 2006).
The populations of this explanatory survey study were all of the 86 nursing staff working at IDI District General Hospital, Aceh Timur District, and 47 of them were selected to be the samples for this study. The data related to corporate culture, incentive and performance were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed by means of multiple regression tests at α = 0.05.
The result of this study showed that, either simultaneously or partially, corporate culture and incentive had a significant influence on the performance of the nursing staff. Incentive was the most dominant variable influencing the performance of nursing staff.
The result of this study is in line with Robbins’ argumentation (1996) saying that one of the aspect becoming the characteristics of human attitude and behavior as the implementation of corporate culture is cooperation in work. Incentive will have a bigger success if all of the employees in an organization are given a chance to participate.
The conclusion is that, either simultaneously or partially, corporate culture and incentive have a highly significant influence on the performance of nursing staff. Incentive is the most dominant variable influencing the performance of nursing staff.
Keywords: Culture, Incentive, Performance, Nursing
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit merupakan organisasi yang unik karena berbaur antara padat
teknologi padat karya dan padat modal sehingga pengelolaan rumah sakit menjadi
disiplin ilmu tersendiri. Atas dasar ini pelayanan di rumah sakit harus
mengembangkan system jaringan kerja internal yang solid dan saling menunjang satu
sama lain. Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit menyatakan
bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan perorangan secara paripurna, lebih
difokuskan pada upaya promosi kesehatan dan pencegahan dengan tidak
mengabaikan upaya kuratif rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat. Pemerintah bertanggungjawab merencanakan,
mengatur, menyelenggarakan, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya
kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Kinerja tenaga keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan
merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek yang langsung
diberikan kepada pasien meliputi pengkajian, rencana tindakan, pelaksanaan dan
evaluasi yang kemudian hasil pelaksanaan didokumentasikan dalam dokumentasi
asuhan keperawatan. Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan suatu rangkaian
asuhan keperawatan yang dilakukan perawat kepada pasien dalam pelayanan asuhan
keperawatan
RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur telah lima tahun berdiri sesuai Peraturan
Bupati nomor 30 tahun 2006, SK Menkes No. HK. 07.06/III/760/08. Setiap tahun
RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur terus melakukan pengembangan kearah yang lebih
baik untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dengan dibangunnya
prasarana dan sarana yang memadai untuk rumah sakit kelas C, fasilitas alat-alat
kesehatan semakin lengkap sesuai dengan kebutuhan rumah sakit, dan adanya
penambahan tenaga keperawatan baik yang pegawai negeri sipil, tenaga kontrak.
Walaupun dilakukan berbagai upaya pembenahan mutu pelayanan tetapi kualitas
pelayanan masih sangat rendah. Hal ini tampak dari surat saran, dimana banyak
pasien mengeluh pelayanan yang diberikan perawat tidak memuaskan, perawat yang
kurang ramah dan kasar kepada pasien (Seksi Informasi dan Rujukan RS 2011).
Indikator mutu pelayanan rumah sakit masih menunjukkan kualitas pelayanan yang
rendah dengan dijumpai data di profil RS tahun 2010 yang ditunjukkan pada Tabel
1.1 sebagai berikut:
Tabel 1.1. Indikator Pelayanan RSUD Idi Aceh Timur Tahun 2010
No. Indikator Pelayanan Tahun 2010
1 BOR (Bed Occupancy Rate) 46%
2. LOS (Lenght Of Stay) 3.5 hari
3. TOI (Turn Over Interval) 4 hari
4. BTO (Bed Turn Over) 48%
5. NDR (Net Death Rate) 2,5%
6. GDR (Gross Death Rate) 3.6%
Berdasarkan hasil penjajakan awal melalui pengamatan dan wawancara juga
diketahui bahwa suasana kerja di RSUD Idi belum nyaman, hubungan dengan rekan
sekerja masih menimbulkan konflik, serta adanya ketidakdisiplinan waktu bekerja
seperti terlambat datang, belum jelasnya jenjang karir dan sistem penghargaan bagi
tenaga keperawatan, pendokumentasian asuhan keperawatan yang belum
dilaksanakan oleh tenaga keperawatan.
Ketidakdisiplinan waktu bekerja seperti terlambat datang dapat dilihat dari
pelanggaran yang dilakukan oleh tenaga keperawatan terhadap peraturan yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Aceh Timur, dimana jam masuk kerja jam 08.00
WIB sampai dengan jam 16.00 WIB, tetapi tenaga keperawatan baru masuk jam
09.00 WIB dan jam 14.00 WIB sudah mulai sepi dengan tenaga keperawatan yang
tinggal 1 orang setiap ruangan. Selain itu, tenaga keperawatan juga kadang lamban
dalam memberikan pertolongan, dimana hal ini sering terjadi di seluruh ruangan
rumah sakit. pelayanan keperawatan yang diberikan baik dari segi tindakan
keperawatan oleh tenaga keperawatan belum melaksanakan standart operational
procedur (SOP) dan banyak tenaga keperawatan yang belum mahir melakukan
tindakan tertentu.
Masyarakat Aceh Timur lebih senang memanfaatkan fasilitas kesehatan ke
rumah sakit umum pesaing yang lain diluar kabupaten dan didalam kabupaten itu
sendiri. Hal ini menyebabkan RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur sepi pengunjung,
Aceh Timur belum sesuai tujuan rumah sakit. Kinerja tenaga keperawatan sangat
dipengaruhi oleh budaya organisasi rumah sakit. Budaya organisasi yang
dikembangkan oleh tenaga keperawatan di RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur belum
membuat pelanggan puas. Saat ini perlu dilaksanakan pembenahan dalam budaya
organisasi sehingga semua tenaga keperawatan mampu memberikan pelayanan prima
yang sesuai dengan standar pelayanan minimal. Pelayanan prima ini dapat diberikan
oleh seluruh tenaga keperawatan kepada pelanggan yang membutuhkan dengan cara
yang mareka ingin sesuai dengan hak pasien selama menjalani pelayanan di rumah
sakit.
Walaupun RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur telah memiliki budaya
organisasi yang diwujudkan melalui nilai dan karakter dasar yang meliputi disiplin,
inisiatif, bertanggung jawab, komunikasi, dan kerjasama, namun belum sepenuhnya
dihayati oleh semua tenaga keperawatan sebagai anggota organisasi, sehingga tenaga
keperawatan belum mempunyai rasa ikut memiliki terhadap organisasi.
Adapun visi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Timur adalah
menjadi RS kebanggaan masyarakat Aceh Timur. Misi Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Aceh Timur adalah: 1) memberikan pelayanan prima kepada masyarakat;
2) menyediakan pelayanan dasar rujukan yang terjangkau dengan mutu yang baik; 3)
menjadi mitra yang handal dan setia menjunjung tinggi nilai kepuasan pelanggan; 4)
turut serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan menyelenggarakan
RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur ini hanya terlihat sebagai slogan saja dan kurang
menghayati makna dari visi dan misi. Tenaga keperawatan yang terlibat di dalamnya
belum memberikan makna yang sebenarnya dari visi dan misi tersebut, sehingga
tidak terbentuk nilai-nilai, prinsip dasar dan aturan yang dapat mengarahkan perilaku
ke arah tujuan yang ingin dicapai dan tidak sesuai dengan visi dan misi yang telah
rumuskan bersama oleh organisasi rumah sakit.
Rencana kerja rumah sakit untuk masa yang akan datang belum disampaikan
secara jelas. Pada umumnya karyawan terlihat tidak berusaha untuk bekerja lebih
baik atau tidak meningkatkan kualitas dalam bekerja, hanya melakukan pekerjaan
yang rutin-rutin saja, dan kerja sama di beberapa unit kerja dirasakan kurang berjalan
dengan baik hal ini terlihat dengan kosong statusnya asuhan keperawatan pasien
dimana perawat telah selesai bekerja namun asuhan keperawatan dan
pendokumentasian tidak didokumentasikan distatus pasien, data rekam medik juga
diperoleh 99% format asuhan keperawatan tidak diisi. Komunikasi rutin dalam
pertemuan rutin juga jarang dilakukan lagi oleh rumah sakit karena unit-unit kerja
merasa tidak ada masalah
Pimpinan pada semua tingkatan justru kurang bisa bekerjasama dan dianggap
cenderung terkotak-kotak, padahal kerjasama sangat penting dijalin dalam mencapai
keberhasilan di rumah sakit. Bimbingan dan arahan dari pimpinan kepada bawahan
juga sangat jarang dilakukan. Disamping itu untuk dapat mengikuti segala
motivasi agar para tenaga keperawatan dapat bekerja dengan baik, dan salah satu
motivasi itu adalah gaji atau upah yang baik, suasana kerja yang kondusif,
penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan, pimpinan yang adil dan bijaksana,
dan mengupayakan insentif sesuai dengan jenjang karier, karena insentif sangat
diperlukan untuk memacu kinerja para tenaga keperawatan sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Di RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur yang diberikan
insentif hanya dokter ahli dan dokter umum saja, sementara tenaga keperawatan
yang 24 jam nonstop memberikan pelayanan sama sekali tidak mendapatkan insentif.
Penegasan masalah dengan kepala instalasi dan kepala ruangan RSUD Idi
Kabupaten Aceh Timur (Juli 2010), diketahui bahwa belum ada upaya oleh pihak
rumah sakit untuk meningkatkan mutu layanan di RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur,
hal ini terlihat dengan belum ada upaya yang dilakukan untuk peningkatan pelayanan
seperti pelatihan khusus kepada tenaga keperawatan untuk meningkatkan keahlian
tenaga keperawatan, yang akhirnya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan.
Alasan pihak managemen rumah sakit tidak melaksanakan upaya-upaya peningkatan
mutu tersebut karena tidak ada biaya dalam anggaran pendapatan daerah.
Damanik (2007) menyimpulkan dalam tesisnya, bahwa terdapat pengaruh
budaya organisasi terhadap motivasi prestasi perawat di Rumah Sakit Umum Daerah
Pematang Siantar. Arymurti (2006) menemukan bahwa pelaksanaan pemberian
insentif mempunyai hubungan yang kuat dengan kinerja Sumber Daya Manusia.
insentif berpengaruh terhadap kinerja staf rekam medik RSUP H. Adam Malik
Medan. Siboro (2011) juga yang menyimpulkan hal yang sama bahwa motivasi
berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah
Simalungun.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dirumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimana pengaruh budaya organisasi, dan insentif terhadap kinerja tenaga
keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Idi Kabupaten Aceh Timur.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi, dan insentif
terhadap kinerja tenaga keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Idi Kabupaten
Aceh Timur.
1.4. Hipotesis Penelitian
Budaya organisasi, dan insentif berpengaruh terhadap kinerja tenaga
keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Idi Kabupaten Aceh Timur.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Rumah Sakit Umum Daerah Idi Kabupaten Aceh Timur
Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi manajemen Rumah sakit Idi
Kabupaten Aceh Timur dalam pengambilan kebijakan tentang kinerja tenaga
2. Untuk Magister Kesehatan
Sebagai bahan masukan dalam pengembangan wawasan dan menambah ilmu
pengetahuan, khususnya bagi Minat Studi Administrasi Rumah Sakit.
2. Bagi Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini menambah khasanah ilmu pengetahuan yang terkait dengan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori tentang Budaya Organisasi 2.1.1 Pengertian Budaya Organisasi
Menurut Widajat (2009), budaya berasal dari kata buddhayah (bahasa
Sansekerta), yang artinya budi (hati nurani) dan akal (intelijensi). Bangsa yang
berbudaya tinggi akan tampak dari tingginya “budi dan akal”, serta keanekaragaman
“hasil budayanya” (keindahan seni tari, seni patung, seni bangunan dan kemajuan
IPTEK). Dalam organisasi, tinggi-rendahnya budaya dapat dilihat dari tingkat
komitmen pimpinan dan para anggota organisasi terhadap ”nilai-nilai dan keyakinan
dasar” (core volues and beliefs). Nilai dan keyakinan dasar tersebut berperan
menjiwai etika, sikap, dan perilaku individu, membentuk tabiat dan “cara pandang
bersama” kelompok individu terhadap setiap masalah dalam kehidupan berorganisasi,
yang membedakannya dari kelompok organisasi lain. Jadi, budaya organisasi
(corporate culture) adalah suatu dampak dari proses penghayatan dan pembiayaan
budi (hati nurani) dan akal (intelejensi, rasional) dalam bentuk etika, sikap, motivasi
dan perilaku semua anggota organisasi hingga menjadi tabiat organisasi.
Sutrisno (2010), mengatakan budaya organisasi adalah sebagai perangkat
sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi
(assumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh
para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan
seperangkat nilai-nilai atau norma-norma yang telah relatif lama berlakunya, dianut
bersama oleh para anggota organisasi (karyawan) sebagai norma perilaku dalam
menyelesaikan masalah-masalah organisasi (perusahaan). Dalam budaya organisasi
terjadi sosialisasi nilai-nilai dan menginternalisasi dalam diri para anggota, menjiwai
orang per orang di dalam organisasi. Dengan demikian budaya organisasi merupakan
jiwa organisasi dan jiwa para anggota organisasi.
Menurut Wibowo (2010) memberikan pengertian budaya organisasi sebagai
nilai-nilai dan norma-norma bersama yang terdapat dalam suatu organisasi dan
mengajarkan pada pekerja yang datang. Pengertian ini menganjurkan bahwa budaya
organisasi menyangkut keyakinan dan perasaan bersama, keteraturan dalam perilaku
dan proses historis untuk meneruskan nilai-nilai dan norma-norma. Budaya organisasi
adalah nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas perusahaan. Hal ini
menunjukkan tiga karakteristik penting budaya organisasi yaitu: (1) budaya
organisasi diteruskan kepada pekerja baru melalui proses sosialisasi, (2) budaya
organisasi memengaruhi prilaku kita dipekerjaan dan (3) budaya organisasi bekerja
pada dua tingkatan yang berbeda.
Widajat (2009), mengingatkan pemimpin perubahan untuk melakukan
pendekatan soft system thinking (pendekatan dialogis, edukasi, menciptakan good
envirotment, dan bersifat manusiawi), kemudian membangun komitmen dan
cohesiveness (kesetiakawanan), menciptakan “alat perekat atau bingkai pemersatu
hubungan” antara individu dan pimpinan dan bawahan dalam organisasi dalam
menghadapi perubahan dan masalah yang muncul sehari-hari. Keberhasilan langkah
ini akan tercermin dari terbentuknya komitmen baru dan perubahan positif terkait
dengan sikap, nilai dan cara pandang bersama yang disebut budaya organisasi.
Budaya organisasi merupakan sesuatu kekuatan sosial yang tidak tampak yang
dapat menggerakkan orang-orang dalam sesuatu organisasi untuk melakukan aktivitas
kerja. Secara tidak sadar tiap-tiap orang di dalam suatu organisasi mempelajari
budaya yang berlaku dalam organisasinya. Apalagi bila ia seorang baru supaya dapat
diterima oleh lingkungan tempat bekerja ia berusaha mempelajari apa yang dilarang
dan apa yang diwajibkan, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan apa
yang salah dan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan di
dalam organisasi tempat ia bekerja itu. Jadi budaya organisasi mensosialisasikan dan
mengginternalisasi para anggota organisasi.
Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan-tujuan perusahaan,
sebaliknya yang lemah atau negatif menghambat atau bertentangan dengan
tujuan-tujuan perusahaan. Dalam suatu perusahaan yang budaya organisasinya kuat,
nilai-nilai bersama dipahami secara mendalam, dianut dan diperjuangkan oleh sebagian
besar para anggota organisasi (karyawan perusahaan). Budaya yang kuat dan positif
sangat berpengaruh terhadap perilaku dan efektifitas kinerja perusahaan sebagaimana
dinyatakan oleh Dial dan Kennedy, Miner, Robin.
Menurut Sutrisno (2010) dalam Miller beberapa butir nilai-nilai primer yang
seharusnya ada pada tiap-tiap perusahaan yang jika dikelola dengan baik akan
loyalitas, dan produktifitas. Secara ringkas Miller, 1984 menyebutkan 8 butir
nilai-nilai budaya yaitu: (1) Azas tujuan ialah menyediakan produk atau jasa yang
berkualitas yang bermanfaat bagi konsumen dan sekaligus memberikan inspirasi dan
motivasi kepada karyawan perusahaan, (2) Azas keunggulan (exelence) ialah usaha
menciptakan ketidakpuasan yang kreatif dikalangan para anggota organisasi
(karyawan perusahaan), supaya perusahaan mencapai keunggulan, (3) Azas
konsensus ialah kebersamaan cita-cita memikir, merasakan yang dinyatakan dalam
musyawarah untuk mufakat, (4) Azas kesatuan (unity) ialah perasaan satu diantara
karyawan dengan para karyawan lainnya dalam perusahaan karena adanya berbagai
kesamaan-kesamaan, (5) Azas prestasi (performance) ialah memberi penghargaan
yang layak atas prestasi karyawan, (6) Azas emperis (empericisme) ialah
menggunakan data yang nyata atau statistik sebagai dasar pertimbangan didalam
pengambilan keputusan, (7) Azas keakraban (intimacy) ialah saling memberikan
pikiran, perasaan, kebutuhan emosional dan spiritual diantara para anggota
organisasi, dan (8) Azas integritas (integrity) ialah kejujuran, adil, dapat dipercaya,
mampu, dan dapat diandalkan.
Koentjoro (Geotsceh dan Davis, 1997), mengatakan budaya organisasi adalah
manivestasi dalam kegiatan sehari-hari atas nilai dan tradisi yang ada dalam
organisasi. Budaya tersebut tampak dari perilaku karyawan, harapan mereka terhadap
organisasi dan rekan kerja, dan keadaan yang dikatakan normal yang ditunjukkan
Perubahan budaya organisasi merupakan syarat yang penting untuk
melakukan perubahan (Osborn dan Plastrik, 1997), disamping adanya kejelasan
tujuan visi dan misi organisasi, perubahan cara pandang terhadap pelanggan dan
perlakuan terhadap pelanggan, pengembangan sistem penghargaan untuk mendukung
perubahan serta pemberdayaan karyawan. Perubahan budaya organisasi memiliki tiga
komponen penting yaitu perubahan cara pandang (paradigma), pengelolaan tata nilai
(values) dan sentuhan manusiawi (human touch). Cara pandang menentukan
nilai-nilai dasar dan keyakinan dasar yang ditunjukkan dalam prilaku yang dapat diamati
oleh orang lain. Perubahan cara pandang perlu dimulai dari pimpinan puncak
organisasi untuk ditularkan kepada seluruh karyawan. Perubahan tata nilai dilakukan
untuk mengenal nilai-nilai yang sudah usang dan mencari nilai-nilai baru yang lebih
sesuai dengan kebutuhan harapan pelanggan. Upaya untuk mengubah dan
mengenalkan nilai-nilai baru perlu dilakukan dengan sentuhan manusiawi dengan
pendekatan dari hati ke hati.
Edgar H. Schein dalam Mulyadi (1999), mengatakan membuat kerangka
bangunan yang menunjukkan building blocks budaya organisasi yang terdiri atas
bagian yang tampak dari luar dan bagian yang tidak tampak dari luar, yaitu mindset
(sikap mental mapan) yang mengandung keyakinan dan nilai-nilai dasar serta
paradigma. Upaya pembentukan budaya organisasi yang baru membutuhkan
kerjasama yang luas dan erat serta sinergis dari berbagai subkultur yang terdapat
dalam organisasi. Transformasi budaya berkaitan dengan pembentukan nilai-nilai
subkultur profesi guna membentuk nilai-nilai baru yang disepakati oleh seluruh
subkultur yang ada di rumah sakit.
2.1.2 Dimensi Budaya Organisasi
Robbins dan Coulter (2004) mengemukakan bahwa ada tujuh dimensi hakikat
budaya organisasi yaitu:
1. Inovasi dan pengambilan risiko
Kadar seberapa jauh karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil risiko.
2. Perhatikan ke hal yang rinci/detil
Kadar seberapa jauh karyawan diharapkan mampu menunjukkan ketepatan,
analisis dan perhatian yang rinci/detail
3. Orientasi hasil
Kadar seberapa jauh manajer berfokus pada hasil atau keluarannya pada cara
mencapai hasil itu.
4. Orientasi orang
Kadar seberapa jauh keputusan managemen turut memengaruhi orang-orang yang
ada dalam organisasi
5. Orientasi tim
Kadar seberapa jauh pekerjaan disusun berdasarkan tim bukannya perorangan.
6. Keagresifan
Kadar seberapa jauh karyawan agresif dan bersaing bukannya daripada
7. Kemantapan/stabilitas
Kadar seberapa jauh keputusan dan tindakan organisasi menekankan usaha untuk
mempertahankan status quo.
Muchlas (2005), mengatakan bahwa budaya organisasi memiliki karakteristik
penting, yaitu:
1. Keteraturan prilaku yang dapat diamati
Ketika para partisipan berinteraksi satu sama lain mareka menggunakan bahasa,
terminologi dan upacara yang umum berlaku dalam organisasi tersebut
2. Norma
Perilaku standar terjadi termasuk petunjuk-petunjuk tentang berapa banyak yang
harus dikerjakan, yang dalam banyak organisasi terlalu sedikit.
3. Nilai-nilai yang dominan
Banyak nilai penting yang dianjurkan oleh sebuah organisasi dan diharapkan oleh
partisipan mau berbagi rasa dengan nilai-nilai tersebut.
4. Filosofi
Banyak kebijakan yang dibuat untuk menanamkan kepercayaan pada organisasi
tentang bagaimana para karyawan dan para pelanggan diperlakukan.
5. Aturan-aturan
Beberapa petunjuk yang ketat berhubungan dengan penyesuaian diri dalam
6. Iklim organisasi
Merupakan perasaan umum yang dibawa oleh penempatan fisik, cara partisipan
berinteraksi dan cara para anggota organisasi membawa diri terhadap para
pelanggan.
2.1.3 Fungsi Budaya Organisasi
Robbins (2002), mengatakan bahwa fungsi budaya organisasi adalah sebagai
berikut:
1. Berperan sebagai tapal batas, yang secara jelas membedakan suatu organisasi
dengan organisasi lain.
2. Sebagai identitas bagi anggota
3. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas
4. Memantapkan sistem sosial yang membantu mempersatukan organisasi.
5. Sebagai pemandu dalam membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Menurut L. Smircich (1983) yang dikutip oleh Robert Kreiner dan Anggelo
Kinicki (2003), bahwa budaya organisasi memiliki empat fungsi sebagai berikut :
1. Memberikan identitas organisasi kepada karyawan.
2. Memudahkan komitmen kolektif.
3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial.
4. Membentuk prilaku dengan membantu manager merasakan kebahagiannya.
2.1.4 Budaya yang Kuat dan yang Lemah
Menurut Wibowo (2010), setiap organisasi memiliki budaya yang pada
untuk mencapai tujuannya. Dewasa ini di rumah sakit, budaya organisasi dipengaruhi
oleh pola pemikiran global yang mengarah pada manajerialisme. Dalam budaya
manajerialisme masalah efisiensi dan produktivitas merupakan hal yang amat
penting. Rumah sakit Indonesia saat ini sedang mengalami masa transisi yaitu
bergerak dari lembaga yang memiliki budaya birokrasi yang kuat (rumah sakit
pemerintah) dan budaya sosial dan keagamaan (rumah sakit swasta) menuju lembaga
yang mengarah kebudaya usaha. Budaya usaha mencerminkan berbagai hal yaitu
rasionalitas, sistem manajemen yang berorientasi pada hasil, berorientasi pada pasar,
menggunakan prinsip managemen secara ilmiah dan menekankan pada hubungan
antar manusia.
Menurut Muchlas (2005), beberapa budaya organisasi dapat dikatakan kuat
sedangkan yang lainnya dikatakan lemah. Budaya organisasi yang kuat seringkali
dibina oleh pemimpin yang kuat. Disamping faktor kepemimpinan ada faktor lain
yang menentukan kekuatan budaya organisasi yaitu kebersamaan dan intensitas.
Kebersamaan dapat ditunjukkan dengan besarnya derajat kesamaan yang dimiliki
oleh para anggota organisasi tentang nilai-nilai inti. Disisi lain intensitas adalah
derajat komitmen para anggota organisasi terhadap nilai-nilai inti. Kebersamaan
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu orientasi dan penghargaan. Supaya orang-orang
tersebut mau berbagi nilai kultural yang sama, mareka harus mengetahui
nilai-nilai ini, banyak organisasi memulai proses ini dengan program orientasi. Para
karyawan baru diberitahu tentang filosofi organisasi dan cara untuk
teman sekerja mareka berbagi nilai-nilai ini melalui kebiasaan-kebiasaan, kata-kata,
contoh atau kerja sehari-hari. Kebersamaan juga dipengaruhi oleh penghargaan,
organisasi-organisasi memberikan promosi, pangkat atau jabatan, pengakuan dan
bentuk-bentuk penghargaan lain kepada mareka yang setia dengan nilai-nilai ini.
Dengan penghargaan mareka menjadikan organisasi tempat yang terbaik untuk
bekerja, hal ini dapat membantu penguatan komitmen para atasan dan karyawan
terhadap nilai-nilai inti.
Menurut Soeroso (2002), budaya organisasi sangat menentukan pencapaian
kinerja organisasi jangka panjang. Terrence Deal dan Allan Kennedy dalam bukunya
The new corporate culture dikutip Purnomo (2001), 57% organisasi yang memiliki
budaya yang kuat akan memiliki pendapatan yang lebih baik dari pada organisasi
yang memiliki budaya kerja yang lemah. Sementara itu 41,7% organisasi yang
memiliki budaya kuat akan mendapatkan return on investment yang lebih baik dan
nilai sahamnya pun lebih banyak.
Menurut Sutrisno (2010), budaya organisasi yang kuat mendukung
tujuan perusahaan, sebaliknya yang lemah atau negatif bertentangan dengan
tujuan-tujuan perusahaan. Dalam suatu organisasi rumah sakit yang budayanya kuat,
nilai-nilai bersama dipahami secara mendalam, dianut dan diperjuangkan oleh sebagian
besar anggota organisasi rumah sakit.
Rumah Sakit Umum Daerah Idi Kabupaten Aceh Timur sejak tahun 2008
telah membangun suatu tata nilai yang menggugah tenaga keperawatan untuk
tenaga keperawatan serta hubungan dengan stakeholder, yang merupakan hal-hal
yang harus dijunjung dan dipedomani oleh seluruh karyawan dalam melaksanakan
kegiatan rumah sakit yang terdiri dari :
1) Disiplin adalah budaya yang dikembangkan manajemen RSUD Idi Kebupaten
Aceh Timur dalam melaksanakan pelayanan keperawatan yang sesuai atau
prosedur kerja yang telah ditetapkan, misalnya : masuk kerja tepat waktu,
berpakaian seragam, memakai atribut dan lain-lain.
2) Inisiatif adalah kemauan managemen RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur
memperhatikan dan memfasilitasi tenaga keperawatan yang berkreasi dalam
pekerjaannya.
3) Bertanggung Jawab adalah persepsi tenaga keperawatan tentang upaya yang
dikembangkan RSUD Idi Kebupaten Aceh Timur agar tenaga keperawatan selalu
melaksanakan pekerjaan pelayanan keperawatan dari awal hingga akhir pekerjaan
sesuai dengan aturan kerja dengan menyadari segala akibat dari tindakan yang
dilakukan.
4) Komunikasi adalah interaksi atau hubungan yang dikembangkan RSUD Idi
Kebupaten Aceh Timur dengan tenaga keperawatan tentang kebijakan yang
diambil di rumah sakit maupun kebijakan di bidang keperawatan.
5) Kerjasama adalah upaya yang dikembangkan manajemen RSUD Idi Kebupaten
Aceh Timur untuk mencapai suasana kerja secara tim dalam mencapai tujuan
2.1.5 Manfaat Budaya Organisasi
Robbins (1993), mengemukakan beberapa manfaat budaya organisasi adalah,
sebagai berikut :
2.6.1.1. Membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan
organisasi yang lain. Setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda
sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan
yang ada dalam organisasi.
2.6.1.2. Menimbulkan rasa memiliki identitas bagi para anggota organisasi. Dengan
budaya organisasi yang kuat, anggota organisasi akan merasa memiliki
identitas yang merupakan ciri khas organisasi.
2.6.1.3. Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan
individu.
2.6.1.4. Menjaga stabilitas organisasi. Kesatuan komponen-komponen organisasi
yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi
organisasi relatif stabil.
2.2 Teori tentang Insentif 2.2.1 Pengertian Insentif
Penggabean (2004) yang dikutip dalam Frederick Taylor mengatakan
pengertian dari insentif adalah kompensasi yang mengaitkan gaji dengan
produktivitas. Insentif merupakan penghargaaan dalam bentuk uang yang diberikan
2.2.2 Bentuk Insentif
Gibson (1997) menyebutkan 4 (empat) bentuk insentif yang umum diberikan
kepada karyawan yang berprestasi, yaitu:
a. Material berupa bonus, hadiah-hadiah khusus, uang cuti atau materi lain dan
uang lembur. Kenaikan gaji khusus ataupun berkala dalam skala tertentu dapat
dianggap menjadi suatu bentuk dari insentif
b. Promosi atau kenaikan pangkat serta jabatan.
c. Pengakuan atau pengumuman dari prestasi seseorang atau grup di lingkungan
d. Dalam bentuk yang berlawanan apabila prestasi atau kinerja tersebut ditemukan
tidak baik atau di bawah target maka bentuk reward lebih tepat disebut sebagai
ganjaran atau punishment (hukuman).
2.2.3 Tujuan dan Fungsi Pemberian Insentif
Fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggung jawab dan
dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan
usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Tujuan pemberian insentif adalah untuk
meningkatkan produktivitas kerja individu maupun kelompok (Panggabean, 2002).
Tujuan pemberian insentif dapat dibedakan dua golongan yaitu:
a. Bagi perusahaan
Untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan dengan jalan mendorong atau
merangsang agar karyawan bekerja lebih semangat, cepat, disiplin dan lebih
b. Bagi karyawan
Dengan adanya pemberiaan insentif karyawan akan mendapat keuntungan:
1. Standar prestasi dapat diukur secara kuantitatif
2. Standar prestasi diatas dapat dapat digunakan sebagai dasar pemberian balas
jasa yang diukur dalam bentuk uang.
3. Karyawan harus lebih giat karena menerima jumlah uang yang besar.
2.2.4 Tipe Insentif
Menurut Manullang (1981), tipe insentif ada dua yaitu :
a. Finansial insentif
Merupakan dorongan yang bersifat keuangan yang bukan saja meliputi gaji-gaji
yang pantas, tetapi juga termasuk di dalamnya kemungkinan memperoleh bagian
dari keuntungan perusahaan dan soal-soal kesejahteraan yang meliputi
pemeliharaan jaminan hari tua, rekreasi, kesehatan dan lain-lain.
b. Non Finansial insentif.
Ada dua elemen utama dari non finansial insentif adalah :
1. Keadaan pekerja yang memuaskan yang meliputi tempat kerja, jam kerja, tugas
dan rekan kerja.
2. Sikap pimpinan terhadap keinginan masing-masing karyawan seperti jaminan
pekerjaan, promosi, keluhan-keluhan, hiburan-hiburan dan hubungan dengan
Menurut Gary Dessler jenis rencana insentif secara umum adalah :
a. Program individual memberikan pemasukan lebih dan diatas gaji pokok kepada
karyawan individual yang memenuhi satu standar kinerja individual spesifik.
Bonus di tempat diberikan, umumnya untuk karyawan individual atas prestasi
yang belum diukur oleh standar seperti mengakui jam kerja yang lama yang
digunakan karyawan tersebut bulan lalu.
b. Program insentif kelompok adalah seperti rencana individual namun memberi
upah lebih dan diatas gaji pokok kepada semua anggota tim ketika kelompok atau
tim secara kolegtif mencapai satu standar yang khusus kinerja, produktifitas atau
perilaku kerja lain sehubungan dengan lainnya.
c. Rencana pembagian laba secara umum merupakan program insentif diseluruh
organisasi yang memberikan kepada karyawan satu bagian (share) dari laba
organisasi dalam satu periode khusus.
d. Program pembagian perolehan (gain sharing) adalah rencana upah diseluruh
organisasi yang dirancang untuk memberi imbalan kepada karyawan atas
perbaikan dalam produktivitas organisasi.
2.2.5 Kriteria Pemberian Insentif
Menurut Penggabean (2002) pemberian insentif terhadap kelompok dapat
diberikan dengan cara :
a. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang diterima oleh
b. Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran
yang diterima oleh karyawan yang paling rendah prestasinya.
c. Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata-rata pembayaran
yang diterima kelompok.
Sebuah sistem insentif biasanya akan memiliki kesempatan sukses yang lebih
besar jika semua karyawan di dalam organisasi diberi kesempatan berpartisipasi. Jika
beberapa karyawan dikucilkan, mareka mungkin akan menjadi iri dan benci kepada
orang-orang yang memiliki kesempatan memperoleh bayaran insentif esktra, dan
akibatnya akan kurang mau bekerja sama sampai maksimal.
Program insentif yang dirancang dengan baik akan berjalan karena program
tersebut didasarkan pada dua prinsip psikologis yang diterima dengan baik, yaitu: (1)
Motivasi meningkat menyebabkan melejitnya kinerja, dan (2) pengakuan merupakan
faktor utama dalam motivasi. Sayangnya banyak program insentif yang dirancang
secara tidak tepat dan program tersebut akhirnya tersendat-sendat.
Menurut Penggabean (2002) bahwa syarat program insentif yang baik
tersebut adalah :
a. Sederhana, peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas dan dapat
dimengerti.
b. Spesifik, karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan untuk
mareka lakukan.
c. Dapat dicapai, setiap karyawan mempunyai yang masuk akal untuk memperoleh
d. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk menentukan
rencana insentif. Program dolar akan sia-sia (dan program evaluasi akan
terhambat) jika prestasi tertentu tidak dapat dikaitkan dengan dolar yang
dibelanjakan.
Sebuah program insentif (perangsang) harus dirancang sedemikian rupa
sehingga memenuhi kebutuhan dan situasi tertentu yang spesifik. Program insentif
yang baik memang cenderung meningkatkan prestasi individu dan produktivitas.
2.3 Teori tentang Kinerja 2.3.1 Pengertian Kinerja
Sutrisno (2010), mengatakan kinerja diberi batasan sebagai kesuksesan
seseorang didalam melaksanakan suatu pekerjaan. Prawirosentono (1999),
mengemukakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
tanggungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun
etika.
Menurut Moeheriono (2009), pengertian kinerja merupakan gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui
perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika
keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan oleh organisasi. Oleh karena itu jika tanpa
tujuan dan target yang ditetapkan dalam pengukuran, maka kinerja pada seseorang
atau kinerja organisasi tidak mungkin dapat diketahui bila tidak ada tolak ukur
keberhasilannya.
Menurut Sutrisno yang dikutip dari Miner (1990), kinerja adalah bagaimana
seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berprilaku sesuai dengan tugas yang telah
dibebankan kepadanya. Setiap harapan mengenai bagaimana seseorang harus
berperilaku dalam melaksanakan tugas, berarti menunjukkan suatu peran dalam
organisasi. Suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun organisasi privat
dalam mencapai tujuan yang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi
yang digerakkan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku (actors)
dalam upaya mencapai tujuan lembaga atau organisasi yang bersangkutan.
Tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang
terdapat pada organisasi tersebut. Dalam hal ini sebenarnya terdapat hubungan yang
erat antara kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja organisasi.
Bila kinerja karyawan baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan atau
organisasi juga baik. Kinerja seorang karyawan akan baik bila dia mempunyai
keahlian yang tinggi, bersedia bekerja keras, diberi gaji sesuai perjanjian, mempunyai
harapan dan masa depan yang lebih baik.
Menurut Wibowo (2010), akhir-akhir ini perusahaan telah menaruh perhatian
pada pengukuran kinerja orang. Semua akuntabilitas orang dituangkan dalam
orang kedalam kinerja organisasional, yang akhirnya mendorong kinerja karyawan
paling bawah. Mata rantai yang hilang adalah budaya. Perusahaan lebih baik
memahami dan membangun performance-driven organization, dengan memahami
bagaimana budaya mareka mendorong kinerja mareka yang berada di baris depan
2.3.2 Kinerja Tenaga Keperawatan
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI, 2002) sudah menetapkan
standar praktek keperawatan yang dikembangkan berdasarkan standar praktik
keperawatan yang dikeluarkan oleh American Nursing Association sebagai berikut:
Standar I : Perawat mengumpulkan data tentang kesehatan pasien
Standar II : Perawat menetapkan diagnosa keperawatan.
Standar III : Perawat mengindentifikasi hasil yang diharapkan untuk setiap pasien.
Standar IV : Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang berisi
rencana tindakan untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Standar V : Perawat melaksanakan tindakan yang sudah ditetapkan dalam rencana
tindakan.
Standar VI : Perawat mengevaluai perkembangan klien dalam mencapai hasil akhir
yang sudah ditetapkan.
2.3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja.
Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja karyawan (Prawirosentono, 1999),
a. Efektivitas dan Efisiensi
Dalam hubungan dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik buruknya kinerja
diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Masalahnya adalah bagaimana proses
terjadinya efisiensi dan efektivitas organisasi. Dikatakan efektif bila mencapai
tujuan, dikatakan efisiensi bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai
tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak. Artinya, efektivitas dari kelompok
(organisasi) bila tujuan kelompok tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan
yang direncanakan. Sedangkan efisiensi berkaitan dengan jumlah pengorbanan
yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Agar tercapai tujuan
yang diinginkan organisasi, salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah hal
yang berkaitan dengan wewenang dan tanggungjawab para peserta yang
mendukung organisasi tersebut.
b. Otoritas dan Tanggung jawab
Dalam organisasi yang baik wewenang dan tanggungjawab telah didelegasikan
dengan baik, tanpa adanya tumpang tindih tugas. Masing-masing karyawan yang
ada dalam organisasi mengetahui apa yang menjadi haknya dan
tanggungjawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kejelasan dan
wewenang dan tanggungjawab setiap orang dalam suatu organisasi akan
mendukung kinerja karyawan tersebut. Kinerja karyawan akan dapat terwujud bila
karyawan mempunyai komitmen dengan organisasinya dan ditunjang dengan
c. Disiplin
Secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada
pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Disiplin
meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat antara perusahaan
dan karyawan. Dengan demikian, bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam
perusahaan itu diabaikan atau sering dilanggar, maka karyawan mempunyai
disiplin yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk pada ketetapan
perusahaan, menggambarkan adanya disiplin yang baik.
Disiplin juga berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak
yang melanggar. Dalam hal seorang karyawan melanggar peraturan yang berlaku
dalam organisasi, maka karyawan bersangkutan harus sanggup menerima
hukuman yang telah disepakati. Masalah disiplin para karyawan yang ada di
dalam organisasi baik atasan maupun bawahan akan memberi corak terhadap
kinerja organisasi. Kinerja organisasi akan tercapai, apabila kinerja individu
maupun kinerja kelompok ditingkatkan. Untuk itu diperlukan inisiatif dari para
karyawan dalam melaksanakan tugas.
d. Inisiatif
Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk
merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Setiap inisiatif
sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan positif dari atasan, kalau memang
Atasan yang buruk akan selalu mencegah inisiatif bawahan, lebih-lebih
bawahan yang kurang disenangi. Bila atasan selalu menghambat setiap inisiatif, tanpa
memberikan penghargaan berupa argumentasi yang jelas dan mendukung,
menyebabkan organisasi akan kehilangan energi atau daya dorong untuk maju.
Dengan perkataan lain, inisiatif karyawan yang ada didalam organisasi merupakan
daya dorong kemajuan yang akhirnya akan memengaruhi kinerja.
Menurut Gibson et,al. (1996), ada tiga perangkat variabel yang memengaruhi
kinerja seseorang, yaitu:
1. Variabel Individual, terdiri dari:
a. Kemampuan dan ketrampilan.
Kondisi mental dan fisik seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas atau
pekerjaan.
b. Latar belakang.
Kondisi dimasa lalu yang mempengaruhi karakteristik dan sikap mental
seseorang, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman
dimasa lalu.
c. Demografis
Kondisi kependudukan yang berlaku pada individu atau karyawan, dimana
lingkungan sekitarnya akan membentuk pola tingkah laku individu tersebut
2. Variabel Organisasional, terdiri dari:
a. Sumber daya
Sekumpulan potensi atau kemampuan organisasi yang dapat diukur dan dinilai
seperti sumber daya alam.
b. Kepemimpinan
Suatu seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam memotivasi
pihak lain untuk meraih tujuan yang diinginkan oleh organisasi.
c. Imbalan.
Balas jasa yang diterima oleh pegawai atau usaha yang telah dilakukan
didalam proses aktivitas organisasi dalam jangka waktu tertentu secara
instrinsik maupun ekstrinsik.
d. Struktur
Hubungan wewenang dan tanggung ajawab antar individu didalam organisasi
dengan karakteristik tertentu dan kebutuhan organisasi.
e. Desain Pekerjaan
Job description yang diberikan kepada pegawai, apakah pegawai dapat
melakukan pekerjaan sesuai dengan job description.
3. Variabel Psikologis, terdiri dari:
d. Persepsi
Suatu proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan
e. Sikap
Kesiapan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman dan
mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang
lain.
f. Kepribadian.
Pola perilaku dan proses mental yang unik, mencirikan seseorang.
g. Belajar
Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan
memahami sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan
pekerjaan.
h. Motivasi.
Merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi
seorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap antusias dan persistensi
dalam melaksanakan kegiatan tertentu.
Di sini tampak jelas bahwa pengertian kinerja itu lebih sempit sifatnya, yaitu
hanya berkenaan dengan apa yang dihasilkan seseorang dari tingkah laku kerjanya.
Biasanya orang yang mempunyai tingkat prestasi tinggi disebut sebagai orang yang
produktif, dan sebaliknya orang yang tingkat prestasinya rendah, dikatakan sebagai
tidak produktif atau dikatakan kinerjanya rendah.
2.3.4 Upaya Peningkatan Kinerja
Sutrisno, 2010 (Miner 1990) mengemukakan empat aspek dari kinerja yang
1. Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu, dan
ketepatan dalam melaksanakan tugas.
2. Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk jasa yang
dapat dihasilkan.
3. Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan, serta masa
kerja yang telah dijalani individu pegawai tersebut.
4. Kerja sama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat
usaha dari teman sekerjanya.
2.3.5 Penilaian Kinerja
Menurut Mangkunegara 2009 mengemukakan penilaian prestasi kerja
(performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk
menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas
dan tanggung jawabnya.
Evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga
untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung
jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang
lebih baik dimasa mendatang dan sebagai dasar untuk menetukan kebijakan dalam hal
promosi jabatan atau penentuan imbalan.
Moeheriono 2009 mengatakan, idealnya performance appraisal diterapkan
berdasarkan prinsip keseimbangan, kesepakatan dan kejujuran atau keterbukaan.
cara-cara pengukuran dan standar yang ditetapkan haruslah sesuai dengan
kepentingan karyawan dan organisasi. Kejujuran dalam penilaian merupakan syarat
utama dalam sistem penilaian. Konsekuensi dari prinsip ini adalah proses penilaian
harus terbuka dan hasil penilaian bisa didiskusikan antara bawahan dan atasan
penilai.
Menurut Moeheriono (2009), penilaian dalam 360º terhadap karyawan adalah
menentukan siapa yang harus menilai. Ada beberapa pilihan untuk menentukan siapa
yang menilai yaitu seperti berikut :
1. Atasan langsung. Hampir sebagian besar perusahaan menggunakan hanya atasan
langsung sebagai penilai kinerja seseorang. Artinya penilaian tidak hanya
dilakukan oleh atasan langsung, minimal dilakukan oleh dua atasan diatasnya.
2. Rekan sekerja. Alasan kenapa rekan sekerja dilibatkan dalam penilaian karena
rekan sekerja sehari-hari berinteraksi dengan pegawai yang dinilai. Interaksi ini
memberikan pandangan menyeluruh terhadap kinerja seorang pegawai dalam
pekerjaannya.
3. Diri sendiri. Evaluasi diri sendiri dimaksudkan untuk merangsang pembahasan
kinerja antara karyawan dan atasan.
4. Bawahan langsung. Evaluasi bawahan langsung dapat membedakan informasi
yang tepat dan rinci mengenai perilaku seorang manager karena penilai
mempunyai kontak langsung dengan yang dinilai.
5. Pelanggan. Baik pelanggan internal maupun eksternal. Pelanggan internal adalah
dengan pegawai yang dinilai sangat tinggi, sedangkan pelanggan eksternal adalah
orang-orang diluar perusahaan yang membeli produk atau jasa.
Setiap orang sebagai pelaku yang melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan
fungsinya harus dinilai kinerjanya. Untuk mengetahuai kinerja karyawan diperlukan
kegiatan-kegiatan khusus. Bernadin dan Russel mengajukan enam kinerja primer
yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja yaitu:
a. Quality merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan
kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang
diharapkan.
b. Quantity merupakan jumlah yang dihasilkan misalnya jumlah rupiah, unit,
dan siklus kegiatan yang dilakukan.
c. Timeliness merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada
waktu yang dikehendaki dengan memerhatikan koordinasi output lain
serta waktu yang tersedia untuk kegiatan orang lain.
d. Cost effectiveness merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber
daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi dan material)
dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian
dari setiap unit penggunaan sumber daya.
e. Need for supervision merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja
dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan
pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang
f. Interpersonal impact merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara
harga diri, nama baik dan kerjasama diantara rekan kerja dan bawahan
(Sutrisno, 2010) .
Menurut Robbins (1996), kinerja merupakan wujud hasil kerja yang
dihasilkan oleh seseorang. Kinerja digunakan sebagai dasar penilaian atau evaluasi
dan sistem yang merupakan kekuatan penting untuk memengaruhi perilaku karyawan.
Penilaian kinerja mempunyai tujuan untuk memotivasi para karyawan dalam
mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi perilaku yang telah ditetapkan
sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.
Sutrisno (2010), mengatakan agar penilaian kinerja dapat dilaksanakan
dengan baik diperlukan metode yang memenuhi persyaratan berikut :
1. Yang diukur adalah benar-benar prestasi dan bukan faktor-faktor lain seseorang
seperti yang menyangkut pribadi seseorang.
2. Menggunakan tolak ukur yang jelas dan yang pasti menjamin bahwa pengukuran
itu bersifat objektif.
3. Dimengerti, dipahami dan dilaksanakan sepenuhnya oleh semua anggota
organisasi yang terlibat.
4. Dilaksanakan secara konsisten dan didukung sepenuhnya oleh pimpinan puncak