• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi pada Perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi pada Perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP

KOMITMEN ORGANISASI PADA PERAWAT

DI RSUD KABUPATEN ACEH TAMIANG

SKRIPSI

Oleh

Yun Carlis 091121024

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

Pelajarilah ilmu

sebab mempelajarinya karena Allah adalah ketakwaan

mencarinya ibadah

mengulanginya tasbih

mengkajinya jihad

mengajarkannya kepada orang yang tidak tahu sedekah,

mengorbankannya kepada yang berhak adalah kurban

dengan ilmu, Allah dikenal dan disembah serta diesakan

dengan ilmu halal dan haram diketahui

dan dengan ilmu hubungan rahim disambung

(diriwayatkan al-Khathib dan Abu Na’im )

Dengan rasa cinta dan sayangku serta terima kasih yang tak terhingga, ku persembahkan

karya ini untuk istriku Neni nasrima, anak-anakku Naufal Ahmad Aqqila dan Haura

Faradisa yang sudah begitu banyak mengorbankan segala hal yang ternilai harganya. Terima

kasih juga buat ayahanda dan ibunda tercinta, tak lupa juga terima kasih kepada

sahabat-sahabatku tercinta dan semua orang yang sudah mengisi hari-hariku.

(4)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi pada Perawat di

RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

(5)

dorongan emosional yang sangat besar sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini.

Semoga Allah SWT selalu mencurahkan berkah dan anugerah kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Harapan penulis semoga karya ini bermanfaat bagi kemajuan pendidikan dan pengetahuan keperawatan.

Medan, Januari 2011

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan………..… ... ii

Persembahan ... iii

Prakata… ... iv

Daftar Isi………... vi

Daftar Tabel……… ... ix

Daftar Skema……… ... x

Absrak……… ... xi

BAB 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang….……… ... 1

2. Perumusan Masalah ……… ... ..4

3. Tujuan Penelitian…….………..……… .... . 4

4. Manfaat Penelitian………...………….……… ... . 5

BAB 2. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Komitmen……… ... 6

1.1 Pengertian Komitmen……… ... 6

1.2 Indikator Prilaku Komitmen……….. . 7

1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terhadap Komitmen….. 14

1.4 Menbangun Komitmen Organisasi………….…. ... 16

(7)

2.1 Pengertian Budaya……… ... 18

2.2 Pengertian Organisasi……… ... 18

2.3 Pengertian Budaya Organisasi……… ... 19

2.4 Karakter Budaya Organisas……… ... 21

2.5 Fungsi Budaya Organisasi………... ... 25

2.6 Tipe Budaya Organisasi………... ... 26

BAB 3. Kerangka Penelitian 1. Kerangka Konsep……… ... 28

2. Definisi Operasional…..……… ... 29

3. Hipotesa Penelitian……… ... 31

BAB 4. Metodelogi Penelitian 1. Desain Penelitian………... ... 32

2. Populasi dan Sampel……… ... 32

3. Lokasi dan Tempat Penelitian……….…. 33

4. Pertimbangan Etik……… 33

5. Instrumen Penelitian……… 34

6. Validitas dan Reliabilitas instrument……… ... 36

7. Pengumpulan Data……… ... 38

8. Analisa Data……….…… 39

BAB 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian………… ... 41

(8)

1. Kesimpulan……… ... 61 2. Rekomendasi……… ... 61 Daftar Pustaka………... 62 Lampiran

1. Lembaran Persetujuan Responden 2. Instrumen Penelitian

3. Uji Reliabilitas Instrumen 4. Hasil Uji Hipotesa

5. Surat Izin Penelitian dari Direktur RSUD Kabupaten Aceh Tamiang

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel

Tabel 1. Distribusi Frekwensi Responde ... 41

Tabel 2. Distribusi Frekwensi Sub Variabel Budaya Organisasi ... 43

Tabel 3. Karakteristik Budaya Organisasi ... 44

Tabel 4. Distribusi Frekwensi Komitmen Organisasi ... 44

Tabel 5. Hubungan Sub Variabel Budaya Organisasi dengan Komitmen Organisasi……….. ... 45

(10)

DAFTAR SKEMA

1. Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi pada Perawat

(11)

Judul : Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi pada Perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang

Nama : Yun Carlis

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2011

Abstrak

Budaya organisasi merupakan sistem bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut dan dihargai bersama dalam organisasi yang berfungsi untuk menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi dan mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi. Desain penelitian yang digunakan yaitu Deskriptif korelasi, dengan pengambilan sampel seluruh populasi yang ada yaitu sebanyak 60 orang perawat pelaksana yang berstatus PNS yang bertugas di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Aceh Tamiang. Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2010 sampai dengan 30 Agustus 2010. Berdasarkan analisis data didapatkan bahwa karakteristik budaya organisasi yang terdiri dari tujuh sub variabel, kecendrungan budaya organisasi yang ada di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang adalah budaya tinggi atau budaya adaptif walaupun ada sebahagian kecil perawat yang masih cendrung berbudaya rendah atau budaya mal adaptif. Hasil analisis komitmen organisasi yang ada di RSUD kabupaten Aceh Tamiang adalah jenis continuance

commitment dan normative commitment, namun yang terbanyak ialah jenis continuance comitment. Berdasarkan uji analisa dengan analisis spearman’s correlation pada penelitian ini menunjukkan nilai r = 0,88. dan pV = 0,504 yang

berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi dengan komitmen organisasi. Peneliti menyarankan kepada pihak manajemen RSUD Tamiang dan seluruh karyawan yang ada supaya tetap menjaga kondisi atau budaya yang baik yang sudah ada dan berusaha terus untuk meningkatkan komitmen organisasi, sehingga dapat tercipta suasana kerja yang baik dan meningkatnya mutu pelayanan di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

(12)

Judul : Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi pada Perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang

Nama : Yun Carlis

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2011

Abstrak

Budaya organisasi merupakan sistem bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut dan dihargai bersama dalam organisasi yang berfungsi untuk menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi dan mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi. Desain penelitian yang digunakan yaitu Deskriptif korelasi, dengan pengambilan sampel seluruh populasi yang ada yaitu sebanyak 60 orang perawat pelaksana yang berstatus PNS yang bertugas di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Aceh Tamiang. Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2010 sampai dengan 30 Agustus 2010. Berdasarkan analisis data didapatkan bahwa karakteristik budaya organisasi yang terdiri dari tujuh sub variabel, kecendrungan budaya organisasi yang ada di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang adalah budaya tinggi atau budaya adaptif walaupun ada sebahagian kecil perawat yang masih cendrung berbudaya rendah atau budaya mal adaptif. Hasil analisis komitmen organisasi yang ada di RSUD kabupaten Aceh Tamiang adalah jenis continuance

commitment dan normative commitment, namun yang terbanyak ialah jenis continuance comitment. Berdasarkan uji analisa dengan analisis spearman’s correlation pada penelitian ini menunjukkan nilai r = 0,88. dan pV = 0,504 yang

berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi dengan komitmen organisasi. Peneliti menyarankan kepada pihak manajemen RSUD Tamiang dan seluruh karyawan yang ada supaya tetap menjaga kondisi atau budaya yang baik yang sudah ada dan berusaha terus untuk meningkatkan komitmen organisasi, sehingga dapat tercipta suasana kerja yang baik dan meningkatnya mutu pelayanan di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Komitmen organisasi sebagai salah satu sikap dalam pekerjaan didefinisikan sebagai orientasi seseorang terhadap organisasi dalam arti kesetiaan, identifikasi, dan keterlibatan (Muchlas, 2008). Dalam hal ini, karyawan mengidentifikasikan secara khusus organisasi beserta tujuannya dan berharap dapat bertahan sebagai anggota dalam organisasi tersebut (Blau & Global, 1987, dalam Muchlas, 2008). Jadi, yang dimaksud dengan keterlibatan tugas/kerja itu berarti mengidentifikasikan organisasi/perusahaan yang memperkerjakan seseorang (Muchlas, 2008).

Menurut Van Dyne dan Graham (2005, dalam Muchlas, 2008), Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah: Personal, Situasional dan Posisi. Personal mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu teliti,

ektrovert, berpandangan positif, cendrung lebih komit. Lebih lanjut Dyen dan

(14)

Menurut Meyer dan Allen (1991, dalam Soekidjan, 2009), Komitmen dapat juga berarti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan individu berupaya serta barkarya dan memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di organisasi tersebut. Sedangkan menurut Ques (1995, dalam Soekidjan, 2009) komitmen merupakan nilai sentral dalam mewujudkan solidaritas organisasi. Penelitian Quest juga memaparkan bahwa komitmen tinggi dari anggota organisasi berkorelasi positif dengan tinginya motivasi dan meningkatkan kinerja, komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kemandirian dan self control, komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kesetiaan terhadap organisasi, komitmen tinggi berkolerasi dengan tidak terlibatnya anggota dengan aktifitas yang mengurangi kualitas dan kuantitas kontribusinya.

Perkembangan dalam dunia usaha di Indonesia saat ini yang semakin cepat dan pesat berakibat juga pada perubahan budaya. Sehingga organisasi dituntut untuk mempunyai budaya yang membedakan dengan organisasi lain yang sejenis. Percepatan perubahan lingkungan berakibat pada perubahan budaya perusahaan, kesuksesan sebuah organisasi tidak hanya didukung oleh budaya organisasi saja tetapi juga bagaimana organisasi tersebut menumbuhkan komitmen organisasi yang dipahami sebagai ikatan kejiwaan individu terhadap organisasi (muchlas, 2008).

(15)

mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi, meningkatkan kemantapan sistem sosial, serta menciptakan mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi.

Robbins (2003) mengemukakan fungsi budaya dalam suatu organisasi yaitu: budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara suatu organisasi dengan organisasi lainnya, budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi, budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas dari kepentingan diri individu seseorang, budaya untuk meningkatkan kemantapan sistem sosial, dan budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para pegawai.

(16)

dikhawatirkan akan mempengaruhi kepercayaan terhadap nilai-nilai yang ada di organisasi seperti kerja keras, kesetiaan pada rumah sakit, dan kebutuhan untuk memperlakukan pelanggan dengan baik.

Budaya organisasi harusnya terorientasi pada seluruh karyawan bukan pada individu-individu saja dan berdasarkan dari fenomena di atas peneliti tertarik ingin meneliti bagaimana budaya organisasi yang sebenarnya ada di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang dan bagaimana pengaruh terhadap komitmen organisasi pada perawat pelaksana. Apakah perawat memahami apa itu nilai-nilai yang harus di taati dan apakah para perawat sudah memiliki cita-cita dan kesetiaan terhadap organisasi yang sudah dilambangkan dengan pekerjaan dan sikap sehari-hari.

2. Perumusan Masalah

Adapun penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi pada perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang.

3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini antara lain adalah :

3.1 Mengidentifikasi kecendrungan budaya organisasi yang ada di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

(17)

3.3 Mengidentifikasi pengaruh budaya organisasi dan komitmen organisasi di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

4. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat kepada berbagai pihak yaitu :

4.1 Praktek Keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pemiikiran untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan melalui penciptaan perubahan budaya dan komitmen organisasi kearah yang lebih baik, selain itu bagi manajemen rumah sakit agar dapat menciptakan suasana kerja dan budaya kerja yang lebih baik lagi sehingga dapat meningkatkan komitmen petugas pada umumnya.

4.2 Penelitian Keperawatan

Dengan adanya penelitian ini nantinya diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar bagi pengembangan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi perawat.

4.3 Pendidikan Keperawatan

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Komitmen

1.1 Pengertian Komitmen

Komitmen adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku pribadi dengan kebutuhan, prioritas dan tujuan organisasi. Hal ini mencakup cara-cara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi yang intinya mendahulukan misi organisasi dari pada kepentingan pribadi (Soekidjan, 2009). Menurut Meyer dan Allen (1991, dalam Soekidjan, 2009), komitmen dapat juga berarti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan individu berupaya serta berkarya dan memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di organisasi tersebut.

(19)

Menurut Quest (1995, dalam Soekidjan, 2009) komitmen merupakan nilai sentral dalam mewujudkan soliditas organisasi. Hasil penelitian Quest (1995, dalam Soekidjan, 2009) tentang komitmen organisasi mendapatkan hasil :

1.1.1 Komitmen tinggi dari anggota organisasi berkorelasi positif dengan tingginya motivasi dan meningkatnya kinerja.

1.1.2 Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kemandirian dan “Self

Control”.

1.1.3 Komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kesetiaan terhadap organisasi.

1.1.4 Komitmen tinggi berkorelasi dengan tidak terlibatnya anggota dengan aktifitas kolektif yang mengurangi kualitas dan kuantitas kontribusinya.

Lebih lanjut Soekidjan (2009) menjelaskan bahwa secara umum komitmen kuat terhadap organisasi terbukti, meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi absensi dan meningkatkan kinerja.

1.2 Indikator perilaku komitmen

1.2.1 Indikator perilaku komitmen menurut Ques.

Menurut Quest (1995, Soekidjan, 2009) indikator-indikator prilaku komitmen yang dapat dilihat pada karyawan adalah :

(20)

b. Meneladani kesetiaan, dengan cara membantu orang lain, menghormati dan menerima hal-hal yang dianggap penting oleh atasan, bangga menjadi bagian dari organisasi, serta peduli akan citra organisasi.

c. Mendukung secara aktif, dengan cara bertindak mendukung misi memenuhi kebutuhan/misi organisasi dan menyesuaikan diri dengan misi organisasi

d. Melakukan pengorbanan pribadi, dengan cara menempatkan kepentingan organisasi diatas kepentingan pribadi, pengorbanan dalam hal pilihan pribadi, serta mendukung keputusan yang menguntungkan organisasi walaupun keputusan tersebut tidak disenangi.

1.2.2 Indikator perilaku komitmen menurut Meyer dan Ellen.

Meyer dan Allen (1991 dalam Soekidjan, 2009) membagi komitmen organisasi menjadi tiga macam atas dasar sumbernya :

a. Affective commitment, Berkaitan dengan keinginan secara emosional

terikat dengan organisasi, identifikasi serta keterlibatan berdasarkan atas nilai-nilai yang sama.

b. Continuance Commitment, Komitmen didasari oleh kesadaran akan

biaya-biaya yang akan ditanggung jika tidak bergabung dengan organisasi. Disini juga didasari oleh tidak adanya alternatif lain.

c. Normative Commitment, Komitmen berdasarkan perasaan wajib sebagai

(21)

Dari ketiga jenis komitmen diatas tentu saja yang tertinggi tingkatannya adalah Affective Commitment. Anggota/karyawan dengan Affective Commitment tinggi akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi. Sedangkan tingkatan terendah adalah Continuance

Commitment. Anggota/karyawan yang terpaksa menjadi anggota/karyawan untuk

menghindari kerugian financial atau kerugian lain, akan kurang/tidak dapat diharapkan berkontribusi berarti bagi organisasi. Untuk Normative Commitment, tergantung seberapa jauh internalisasi norma agar anggota/karyawan bertindak sesuai dengan tujuan dan keinginan organisasi. komponen normatif akan menimbulkan perasaan kewajiban atau tugas yang memang sudah sepantasnya dilakukan atas keuntungan-keuntungan yang telah diberikan organisasi (Soekidjan, 2009)

Menurut Allen & Meyer (1997) mendeskripsikan indikator dari komitmen organisasi sebagai berikut: Indikator affective commitment, Individu dengan

affective commitment yang tinggi memiliki kedekatan emosional yang erat

(22)

dibandingkan yang komitmennya lebih rendah. Kim dan Mauborgne (Allen & Meyer, 1997) menyatakan individu dengan affective commitment tinggi akan lebih mendukung kebijakan perusahaan dibandingkan yang lebih rendah. Affective

commitment memiliki hubungan yang erat dengan pengukuran self-reported dari

keseluruhan hasil pekerjaan individu (e.g., Bycio, Hackett, & Allen; Ingram, Lee, & Skinner; Leong, Randall, & Cote; Randal, Fedor, & Longenecker; Sager & Johnston dalam Allen & Meyer, 1997).

Berdasarkan penelitian yang didapat dari self-report tingkah laku (Allen & Meyer; Meyer et al.; Pearce dalam Allen & Meyer, 1997) dan assesment tingkah laku (e.g., Gregersen; Moorman et al.; Munene; Shore & Wayne dalam Allen & Meyer, 1997) karyawan dengan affective commitment yang tinggi memiliki tingkah laku organizational citizenship yang lebih tinggi daripada yang rendah. Berdasarkan penelitian Ghirschman (1970) dan Farrell (1983), Meyer et al. (1993) meneliti tiga respon ketidakpuasan, yaitu voice, loyalty, dan neglect.

Dalam penelitian yang diadakan pada perawat, affective commitment ditemukan memiliki hubungan yang positif dengan keinginan untuk menyarankan suatu hal demi kemajuan (voice) dan menerima sesuatu hal sebagaimana adanya mereka (loyalty) dan berhubungan negatif dengan tendency untuk bertingkah laku pasif ataupun mengabaikan situasi yang tidak memuaskan (neglect). Individu dengan affective commitment yang tinggi cenderung untuk melakukan internal

whistle-blowing (yaitu melaporkan kecurangan kepada bagian yang berwenang

(23)

Berdasarkan beberapa penelitian affective commitment yang tinggi berkorelasi negatif dengan keadaan stress yang dialami anggota organisasi (Begley & Czajka; Jamal; Ostroff & Kozlowski; Reilly & Orsak dalam Allen & Meyer, 1997).

Indikator Continuance comimitment, Dengan continuance commitment yang tinggi akan bertahan dalam organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Berkaitan dengan hal ini, maka individu tersebut tidak dapat diharapkan untuk memiliki keinginan yang kuat untuk berkontribusi pada organisasi. Jika individu tersebut tetap bertahan dalam organisasi, maka pada tahap selanjutnya individu tersebut dapat merasakan putus asa dan frustasi yang dapat menyebabkan kinerja yang buruk.

Meyer & Allen (1991) menyatakan bahwa continuance commitment tidak berhubungan atau memiliki hubungan yang negatif pada kehadiran anggota organisasi atau indikator hasil pekerjaan selanjutnya, kecuali dalam kasus-kasus di mana job retention jelas sekali mempengaruhi hasil pekerjaan. Individu dengan

continuance commitment yang tinggi akan lebih bertahan dalam organisasi

dibandingkan yang rendah (Allen & Meyer, 1997). Continuance commitment tidak mempengaruhi beberapa hasil pengukuran kerja (Angle & Lawson; Bycio et al.; Morrman et al. dalam Allen & Meyer, 1997). Berdasarkan beberapa penelitian

continuance commitment tidak memiliki hubungan yang sangat erat dengan

seberapa sering seorang anggota tidak hadir atau absen dalam organisasi.

(24)

citizenship (Meyer et al., dalam Allen & Meyer, 1997), sedangkan dalam

penelitian lain, kedua hal ini memiliki hubungan yang negatif. Continuance

commitment juga dianggap tidak berhubungan dengan tingkah laku altruism

ataupun compliance, di mana kedua tingkah laku tersebut termasuk ke dalam

organizational citizenship ataupun extra-role.

Komitmen juga berhubungan dengan bagaimana anggota organisasi merespon ketidakpuasannya dengan kejadian-kejadian dalam pekerjaan (Allen & Meyer, 1997). Continuance commitment tidak berhubungan dengan kecenderungan seorang anggota organisasi untuk mengembangkan suatu situasi yang tidak berhasil ataupun menerima suatu situasi apa adanya (Allen & Meyer, 1997). Hal menarik lainnya, semakin besar continuance commitment seseorang, maka ia akan semakin bersikap pasif atau membiarkan saja keadaan yang tidak berjalan dengan baik.

Indikator Normative commitment, Individu dengan normative commitment yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas. Meyer & Allen (1991) menyatakan bahwa perasaan semacam itu akan memotivasi individu untuk bertingkahlaku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi organisasi. Namun adanya normative

commitment diharapkan memiliki hubungan yang positif dengan tingkah laku

dalam pekerjaan, seperti job performance, work attendance, dan organizational

citizenship. Normative commitment akan berdampak kuat pada suasana pekerjaan

(25)

Hubungan antara normative commitment dengan ketidakhadiran seseorang jarang sekali mendapat perhatian. Normative commitment dianggap memiliki hubungan dengan tingkat ketidakhadiran dalam suatu penelitian (Meyer et al., dalam Allen & Meyer, 1997). Namun suatu penelitian lain menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kedua variable tersebut (Hackett et al.; Somers dalam Allen & Meyer, 1997). Berdasarkan hasil penelitian normative commitment berhubungan positif dengan pengukuran hasil kerja (Randall et al., dalam Allen & Meyer, 1997) dan pengukuran laporan kerja dari keseluruhan pekerjaan (Ashfort & Saks dalam Allen & Meyer, 1997). Normative commitment memiliki hubungan dengan tingkah laku organizational citizenship (Allen & Meyer, 1997). Walaupun demikian hubungan antara normative commitment dengan tingkah laku extra-role lebih lemah jika dibandingkan affective commitment.

Berdasarkan beberapa penelitian, sama seperti affective commitment,

normative commitment yang tinggi berkorelasi negatif dengan keadaan stress

(26)

1.3 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap komitmen organisasi.

Menurut Dyne dan Graham (2005, dalam Soekidjan, 2009) faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen adalah : Personal, Situasional dan Posisi.

1.3.1 Karakteristik Personal.

a. Ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu, teliti, ektrovert, berpandangan positif (optimis), cenderung lebih komit. Demikian juga individu yang lebih berorientasi kepada tim dan menempatkan tujuan kelompok diatas tujuan sendiri serta individu yang altruistik (senang membantu) akan cenderung lebih komit.

b. Usia dan masa kerja, berhubungan positif dengan komitmen organisasi. c. Tingkat pendidikan, makin tinggi semakin banyak harapan yang mungkin

tidak dapat di akomodir, sehingga komitmennya semakin rendah.

d. Jenis kelamin, wanita pada umumnya menghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai kariernya, sehingga komitmennya lebih tinggi.

e. Status perkawinan, yang menikah lebih terikat dengan organisasinya. f. Keterlibatan kerja (job involvement), tingkat keterlibatan kerja individu

berhubungan positif dengan komitmen organisasi. 1.3.2 Situasional.

(27)

kualitas produk jasa, para anggota/karyawan akan terlibat dalam perilaku yang memberikan kontribusi untuk mewujudkan hal itu.

b. Keadilan organisasi. Keadilan organisasi meliputi: Keadilan yang berkaitan dengan kewajaran alokasi sumber daya, keadilan dalam proses pengambilan keputusan, serta keadilan dalam persepsi kewajaran atas pemeliharaan hubungan antar pribadi.

c. Karakteristik pekerjaan. Meliputi pekerjaan yang penuh makna, otonomi dan umpan balik dapat merupakan motivasi kerja yang internal. Jerigan, Beggs menyatakan kepuasan atas otonomi, status dan kebijakan merupakan prediktor penting dari komitmen. Karakteristik spesifik dari pekerjaan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab, serta rasa keterikatan terhadap organisasi.

d. Dukungan organisasi. Dukungan organisasi mempunyai hubungan yang positif dengan komitmen organisasi. Hubungan ini didefinisikan sebagai sejauh mana anggota/karyawan mempersepsi bahwa organisasi (lembaga, atasan, rekan) memberi dorongan, respek, menghargai kontribusi dan memberi apresiasi bagi individu dalam pekerjaannya. Hal ini berarti jika organisasi peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan personal anggota/karyawan dan juga menghargai kontribusinya, maka anggota/karyawan akan menjadi komit.

1.3.3 Positional.

(28)

memberi peluang anggota/karyawan untuk menerima tugas menantang, otonomi semakin besar, serta peluang promosi yang lebih tinggi. Juga peluang investasi pribadi berupa pikiran, tenaga dan waktu yang semakin besar, hubungan sosial lebih bermakna, serta akses untuk mendapat informasi pekerjaan baru makin berkurang.

b. Tingkat pekerjaan. Berbagai penelitian menyebutkan status sosioekonomi sebagai prediktor komitmen paling kuat. Status yang tinggi cenderung meningkatkan motivasi maupun kemampun aktif terlibat.

1.4 Membangun komitmen organisasi.

1.4.1 Menurut Martin dan Nichols (1991, dalam Soekidjan, 2009), Tiga pilar komitmen yang perlu dibangun adalah:

a.Rasa memiliki (a sense of belonging) b.Rasa bergairah terhadap pekerjaannya

c.Kepemilikan terhadap organisasi (ownership)

(29)

2. Konsep Budaya organisasi 2.1 Pengertian Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari yang Merupakan bentuk Jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan Sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kat atau mengerjakan. Dalam berasal dari kat juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Juga bisa diartikan Sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia.

2.2 Pengertian Organisasi

Kata budaya kadang juga diterjemahkan Sebagai kultur dalam bahasa Indonesia (Wikipedia, 2009).

(30)

Organisasi adalah sistem saling pengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu (Sutarto, 2006). Faktor-faktor yang dapat menimbulkan organisasi yaitu: orang-orang, kerjasama dan tujuan tertentu. Berbagai faktor tersebut tidak dapat saling lepas berdiri sendiri, melainkan saling kait merupakan suatu kebulatan. Maka dalam pengertian organisasi digunakan sebutan sistem yang berarti kebulatan dari berbagai faktor yang terikat oleh berbagai asas tertentu (Sutarto, 2006)

2.3 Pengertian Budaya Organisasi

Menurut Robbins (2003), budaya organisasi merupakan sistem makna bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut bersama dan dihargai organisasi, yang berfungsi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi, mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi, meningkatkan kemantapan sistem sosial, serta menciptakan mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi. Deal dan Kennedy sebagaimana dikutip Robbins (2001) menjelaskan budaya organisasi sebagai nilai-nilai dominan yang didukung organisasi.

(31)

mempromosikan komitmen kolektif, meningkatkan stabilitas sistem sosial, serta menendalikan perilaku para anggota.

Schein (1992, dalam Rastodio, 2009) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.

Menurut Noe dan Mondy (1993, dalam Rastodio, 2009), budaya organisasi adalah sistem dari shared values

Berdasarkan uraian di atas, meskipun konsep budaya organisasi memunculkan perspektif yang beragam, terdapat kesepakatan di antara para ahli budaya dalam hal mendefinisikan budaya organisasi. Intinya bahwa budaya organisasi berkaitan dengan sistem makna bersama yang diyakini oleh anggota organisasi

, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk mendapatkan norma-norma perilaku. Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standar-standar yang mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan.

(Rastodio, 2009)

(32)

2.4 Karakreristik budaya organisasi

2.4.1 Karakteristik budaya Organisasi menurut Muchlas

Budaya organisasi memiliki sejumlah karakteristik penting (Muchlas, 2008). Beberapa karakteristik yang telah disetujui adalah sebagai berikut :

a. Keteraturan perilaku yang dapat diamati

Ketika para partisipan organisasi berinteraksi satu sama lain, mereka menggunakan bahasa, terminologi, dan upacara yang umum berlaku dalam organisasi tersebut

b. Perilaku standar terjadi termasuk petunjuk-petunjuk tentang berapa banyak yang harus dikerjakan, yang dalam banyak organisasi berlaku: Jangan bekerja terlalu banyak, jangan bekerja terlalu sedikit.

c. Nilai-nilai yang dominan

Banyak nilai penting yag dianjurkan oleh sebuah organisasi dan diharapkan para partisipan mau berbagi rasa dengan nilai-nilai tersebut. Contoh yang khusus adalah kualitas produk yang tinggi, angka absen kerja rendah, dan efisiensi yang tinggi.

d. Filosofi

(33)

e. Aturan-aturan

Beberapa petunjuk yang ketat berhubungan dengan penyesuaian diri dalam organisasi. Para pendatang baru harus belajar meniti tali, ini supaya dapat diterima sebagai anggota penuh dari kelompok.

f. Iklim Organisasi

Hal ini merupakan perasaan umum yang dibawa oleh penempatan fisik, cara partisipan berinteraksi, dan cara para anggota organisasi membawa diri terhadap para pelanggan atau orang-orang luar lainnya (Muchlas, 2008).

2.4.2 Karakteristik Budaya Organisasi menurut Robbins

Tujuh karakteristik primer yang secara bersama-sama menangkap hakikat budaya suatu organisasi apapun bentuk organisasinya (Robbins, 2003) Ketujuh karakteristik tersebut, yaitu:

a. Inovasi dan pengambilan resiko: Tingkat daya pendorong karyawan untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.

b. Perhatian terhadap detail: Tingkat tuntutan terhadap karyawan untuk mampu memperlihatkan ketepatan, analisis, dan perhatian terhadap detail.

(34)

d. Orientasi terhadap individu: Tingkat keputusan manajemen dalam mempertimbangkan efek-efek hasil terhadap individu yang ada di dalam organisasi.

e. Orientasi terhadap tim: Tingkat aktivitas pekerjaan yang diatur dalam tim, bukan secara perorangan.

f. Agresivitas: Tingkat tuntutan terhadap orang-orang agar berlaku agresif dan bersaing, dan tidak bersikap santai.

g. Stabilitas: Tingkat penekanan aktivitas organisasi dalam mempertahankan status quo berbanding pertumbuhan.

(35)

insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi serta yang keempat adalah tipe benteng yaitu perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat lagi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena mereka memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan.

2.5 Fungsi Budaya Organisasi

2.5.1 Fungsi Budaya Organisasi menurut Robbins

Menurut Robbins (1996, dalam Rastodio, 2009 ), fungsi budaya organisasi terdiri dari :

a. Budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.

b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.

d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.

(36)

2.5.2 Fungsi Budaya Organisasi menurut Noe dan Mondy

Sedangkan budaya organisasi menurut Noe dan Mondy (1996, dalam rastodio, 2009) berfungsi untuk:

a. Memberikan sense of identity

b. Menghasilkan dan meningkatkan komitmen terhadap misi organisasi kepada para anggota organisasi untuk memahami visi, misi, serta menjadi bagian integral dari organisasi.

c. Memberikan arah dan memperkuat standar perilaku untuk mengendalikan pelaku organisasi agar melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi yang telah disepakati bersama.

2.6 Tipe Budaya Organisasi

Kotter dan Heskett (1992, dalam Rastodio, 2009), berdasarkan hasil serangkaian penelitian yang dilakukannya, mengemukakan tiga tipe budaya organisasi, yaitu budaya kuat dan budaya lemah, budaya yang secara strategis cocok, dan budaya yang adaptif dan tidak adaptif.

(37)

2.6.1 Penyatuan tujuan. Dalam organisasi dengan budaya yang kuat, pegawai cenderung melakukan tindakan ke arah yang sama.

2.6.2 Menciptakan motivasi, komitmen, dan loyalitas luar biasa dalam diri pegawai.

2.6.2 Memberikan struktur dan kontrol yang dibutuhkan tanpa harus bersandar pada birokrasi formal yang dapat menekan tumbuhnya motivasi dan inovasi.

(38)

itulah, Kotter dan Heskett mengajukan tipe budaya adaptif dan tidak adaptif (Rastodio, 2009).

Budaya yang adaptif dan tidak adaptif. Menurut Kotter dan Heskett (1992, dalam Rastodio, 2009) menjelaskan bahwa hanya budaya yang dapat membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan (adaptif), yang diasosiasikan dengan kinerja tinggi dalam periode waktu yang panjang. Teori ini mengarahkan budaya organisasi untuk senantiasa bersikap adaptif dan inovatif sesuai dengan perubahan lingkungan yang terjadi.

(39)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konsep

Berdasarkan pada tinjauan kepustakaan maka untuk melihat bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan konsep yang dikemukakan Robbins (2003) yang menjelaskan ada tujuh karakteristik budaya organisasi yaitu terdiri dari: inovasi dan pengambilan resiko, perhatian terhadap detail, orientasi hasil, orientasi individu, orientasi tim, agresivitas, stabilitas.

Sedangkan untuk melihat pengaruhnya terhadap komitmen menggunakan indikator komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Meyer & Allen (1991) yang membagi komitmen organisasi menjadi tiga macam atas dasar sumbernya yaitu: Affective Commitment, Continuannce Commitment, Normative Commitment. Berikut adalah kerangka konsep penelitian.

Komitmen Organisasi

Affective Commitment

Continuance Comitment

Normative Comitment

Budaya Organisasi

Inovasi & pengambilan resiko Perhatian terhadap detail Orientasi hasil

(40)

2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil

Ukur yang dijadikan filosofi kerja karyawan khususnya perawat pelaksana yang berstatus PNS yang menjadi panduan bagi kebijakan organisasi dalam mengelola karyawan dan konsumen.

(41)

berupaya serta berkarya dan memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di organisasi tersebut.

3. Hipotesa Penelitian

(42)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi. yang bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi pada perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang.

2. Populasi dan Sampel 2.1Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang yang bertugas di ruang rawat inap yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil kecuali di poliklinik tidak dimasukkan sebagai populasi. Jumlah perawat pelaksana sebagai populasi dalam penelitian ini adalah 60 orang.

2.2Sampel

(43)

3. Lokasi dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 7 ruangan rawatan di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20 Februari 2010 sampai 30 Agustus 2010.

4. Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mendapatkan izin dari fakultas keperawatan Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya mengajukan surat permohonan kepada kepala Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang. Setelah mendapatkan izin untuk melakukan penelitian, peneliti memulai penelitian dengan mempertimbangkan etik, sebagai berikut:

4.1 Informed consent (lembar persetujuan)

Lembar persetujuan diserahkan kepada subjek yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi sebelum dan sesudah penelitian. Jika bersedia dijadikan responden, maka mereka diminta untuk menandatangani lembar persetujuan tersebut. Jika mereka menolak untuk dijadikan responden, maka peneliti tidak akan memaksa dan akan tetap menghormati hak-haknya.

4.2Anonimity (tanpa nama)

(44)

4.3 Confidentialty (kerahasiaan)

Kerahasian informasi responden akan dijamin oleh peneliti, hanya sekelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian (Hidayat, 2007)

5. Instrumen penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpul data berupaya kuesioner. Kuesioner terdiri dari tiga bagian: pertama data demografi kedua kuesioner budaya organisasi dan ketiga kuesioner komitmen organisasi.

5.1Data Demografi Responden

Kuesioner data demografi responden meliputi nomor responden, umur, jenis kelamin pendidikan terakhir, status perkawinan dan lama bertugas. data yang sudah terkumpul dalam jenis data ordinal ataupun nominal akan ditampilkan dalam bentuk distribusi frekwensi kecuali data usia responden yang akan ditampilkan dalam tendensi sentral.

5.2Kuesioner Budaya Organisasi

(45)

dengan alternatif pilihan jawaban 1 sampai 4, jawaban pertanyaan sebagai berikut:

Nilai 1: untuk jawaban tidak pernah artinya responden tidak pernah merasakan, mendapatkan dan melakukan sama sekali apa yang ditanyakan dalam item pertanyaan.

Nilai 2: untuk jawaban kadang-kadang artinya responden pernah melakukan dan merasakannya walau hanya 1 kali

Nilai 3: untuk jawaban sering artinya responden pernah melakukan, mend apatkan dan merasakan lebih dari 2 atau 3 kali

Nilai 4: untuk jawaban selalu artinya responden dalam kesehariannya terus menerus mendapatkan dan merasakan sesuai apa yang tanyakan pada kuesioner.

Adapun sebagai item-item pertanyaan pada variabel budaya organisasi terdiri dari: sub variabel inovasi dan pengambilan resiko pada pertanyaan no 1, 2, 3, sub variabel perhatian terhadap detail pada pertanyaan no 4, 5, 6, sub variabel orientasi hasil pada pertanyaan no 7, sub variabel orientasi individu pada pertanyaan no 8, sub variabel orientasi tim pertanyaan no 9, 10, 11, 12, sub variabel agresivitas pertanyaan no 13, 14, sub variabel stabilitas pada pertanyaan no 15, 16, dan 17.

5.3 Kuesioner Komitmen Organisasi

Untuk mengetahui bagaimana komitmen organisasi menggunakan kuesioner untuk mengukur 3 tingkatan komitmen yang cendrung dimiliki karyawan yaitu

(46)

dari 13 pertanyaan yang bersifat positive pilihan jawaban yang disediakan ialah untuk tidak pernah bernilai 1, kadang-kadang bernilai 2, sering berniilai 3 dan selalu bernilai 4 sedangkan untuk pertanyaan yang bersifat negatif jawaban tidak pernah bernilai 4, kadang-kadang bernilai 3, sering bernilai 2 dan selalu bernilai 1. Adapun standar penilaian yang digunakan ialah untuk affectif comitmen responden yang sering bernilai 4, untuk continuence comitment yaitu responden yang sering mempunyai nilai 3 dan 2, sedangkan untuk normatif comitment adalah responden yang lebih sering bernilai 1.

6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 6.1 Uji Validitas

(47)

6.2 Uji Reliabilitas

Untuk mengetahui kepercayaan instrumen dilakukan uji reliabilitas instrument. Instrument disebut reliabel jika instrumen tersebut sudah baik, dapat dipercaya dan dapat diandalkan (Arikunto, 2006). Pada penelitian ini dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan responden yang mempunyai kriteria dan ciri-ciri seperti sampel pada penelitian. Pada uji reliabilitas ini mengambil responden sebanyak 30 responden dan dilakukan di RSUD langsa. Dengan perhitungan menggunakan rumus Koefisien Reliabilitas Cronbach Alpha di mana suatu instrument dikatakan reliabel jika mempunyai nilai alpha 0,6 atau lebih (Arikunto, 2006). Pada uji reliabilitas ini mendapatkan hasil nilai alpha 0,896 sehingga dikatakan reliabel, adapun hasil perhitungannya terlampir pada lembar lampiran.

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden, prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

7.1Mengajukan permohonan ijin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

7.2Mengirimkan surat ijin penelitian dari fakultas ke tempat penelitian yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang

(48)

Pembagian kuesioner pada tanggal 16 Agustus 2010 dan dilakukan oleh peneliti sendiri dengan membagikan kuesioner kepada responden yang terpilih dan merupakan perawat pelaksana serta sesuai dengan keinginan peneliti. Responden diberikan waktu selama 45 menit untuk menjawab 30 soal yang disediakan, selama proses pengisian kuesioner peneliti tetap berada di ruangan tempat responden berada agar apabila kalimat yang tidak dimengerti, peneliti dapat menjelaskan kembali dengan tanpa mengarahkan jawaban responden.

8. Analisa Data

(49)

8.1 Statistik Univariat

Bertujuan untuk mendekripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, bentuknya sesuai dengan bentuk datanya (Hartono, 2007) pada penelitian ini menggunakan data dengan skala ordinal yang kemudian dikatagorikkan sehingga menjelaskan angka/nilai jumlah dan persentase dari masing-masing kelompok.

8.2 Statistik Bivariat

Statistik bivariat yaitu suatu prosedur untuk menganalisa hubungan antara dua variabel. Untuk melihat eratnya hubungan antara variabel independent dan variabel dependent. Pada penelitian ini peneliti melakukan analisis korelasi sederhana (Spearman correlation) yang digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel dan untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi (wahyuni, 2009). Dengan derajat kemaknaan: pValue = α, α = 0,05. Jika angka signifikansi hasil riset α < 0,05, maka hubungan kedua variabel signifikan. Jika

angka hasil riset α>0,05, maka hubungan kedua variabel tidak signifikan. Adapun

(50)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil penelitian

Bagian ini menguraikan hasil penelitian terhadap 60 orang perawat pelaksana di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang. Penyajian data meliputi karakteristik responden, karakteristik budaya organisasi, karakteristik komitmen organisasi dan pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang.

1.1 Karakteristik Responden

(51)

Tabel 1. Distribusi frekwensi responden di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2010

NO Karakteristik Frekuensi Persentase(%) 1

(52)

perawat yang berorientasi individu rendah, pada sub variabel orientasi tim diperoleh hasil 36,7% orientasi tim rendah, pada sub variabel agresivitas ini terdapat sebanyak 30% perawat yang memiliki agresivitas rendah dan pada sub variabel stabitas terdapat 23,3% denga stabilitas rendah.

Tabel 2. Distribusi frekwensi sub variabel budaya organisasi pada perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

NO. Sub variabel Frekwensi Persentase(%)

1. Inovasi dan pengambilan resiko

2. Perhatian terhadap detail Tinggi 4. Orientasi individu

(53)

1.3 Karakteristik budaya organisasi

Tabel 3.Karakteristik budaya organisasi pada perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2010

Budaya organisasi Frekwensi Persentase Budaya tinggi

Berdasarkan pada tabel di atas menunjukkan bahwa karakteristik budaya organisasi yang dimiliki oleh perawat pada RSUD Kabupaten Aceh Tamiang ialah jenis budaya organisasi tinggi, yakni terdapat 58 atau 96,7% perawat yang memiliki budaya organisasi tinggi dan selebihnya yakni hanya 2 orang atau 3,3% yang berbudaya organisasi rendah.

1.4 Karakteristik Komitmen Organisasi

Untuk melihat bagaimana komitmen yang dimiliki perawat pada RSUD Kabupaten Aceh Tamiang, dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 4. Distribusi frekwensi Komitmen Organisasi pada perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2010

NO Sub Variabel Frekwensi Persentase

(54)

49 orang atau 81,7% dan normative comitment sebanyak 11 orang atau 18,3%. Berikut tabel distribusi frekwensi untuk komitmen organisasi.

1.5 Hubungan budaya organisasi dengan komitmen organisasi

Adapun hubungan budaya organisasi dengan komitmen organisasi dapat dilihat dari kedua tabel berikut, pada tabel 5 mendiskripsikan hubungan budaya organisasi, dapat dilihat dengan hasil yang menampilkan hasil nilai pValue dan nilai korelasi (r) antara budaya organisasi dengan komitmen organisasi.

Tabel 5. Hubungan sub variabel budaya organisasi dengan komitmen organisasi perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2010

Sub variabel Budaya organisasi

Komitmen organisasi

r(korelasi) pValue Inovasi dan pengambilan resiko 0,027 0,836 Perhatian terhadap detail 0,261 0,044

Orientasi hasil 0,006 0,961

Orientasi individu 0 0

Orientasi Tim 0,182 0,165

Agresivitas 0,310 0,016

Stabilitas 0,160 0,223

(55)

yang tidak signifikan antara inovasi dan pengambilan resiko dengan komitmen organisasi. Untuk sub variabel perhatian terhadap detail dan pengaruhnya terhadap komitmen menunjukkan hasil nilai r = 0,261 yang bermakna terdapat hubungan yang rendah dan nilai pValue= 0,044 yang memiliki makna terdapat hubungan yang signifikan antara sub variabel perhatian terhadap detail dengan komitmen orgainsasi,

Sedangkan pada sub variabel orientasi hasil di peroleh nilai r = 0,006 yang bermakna terdapat hubungan yang sangat rendah dan nilai pValue = 0,961 yang bermakna terdapat hubungan yang tidak signifikan antara sub variabel orientasi hasil dengan komitmen organisasi. Pada sub variabel orientasi individu menujukkan hasil r = 0 dan pValue = 0 yang berarti menunjukkan hubungan keduanya yang lemah antara sub variabel orientasi individu dengan komitmen organisasi.

(56)

Untuk melihat bagaimana hubungan budaya organisasi dengan komitmen organisasi di bawah ini dapat di lihat pada tabel korelasi antara kedua variabel berikut.

Tabel 6. Hubungan variabel budaya organisasi dengan komitmen organisasi perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2010

Variabel Korelasi

(r)

pvalue Budaya organisasi

Komitmen organisasi 0,088 0,504

Berdasarkan uji analisa dengan analisis korelasi Spearman’s rho, pada penelitian ini menunjukkan nilai r = 0,088 nilai pValue= 0,504 .

2. Pembahasan

2.1 Budaya organisasi

Sesuai dengan tujuan pada penelitian ini yaitu ingin mengidentifikasi bagaimana pengaruh budaya organisasi dengan komiten organisasi pada perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang. Maka berdasarkan hasil penelitian penulis akan menjelaskan terlebih dahulu bagaimana budaya organisasi yang ada di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

(57)

saham, pelanggan, dan para pegawainya. Sedangkan perusahaan yang budayanya tidak adaptif para manajer pada seluruh tingkatan organisasinya cenderung berperilaku secara hati-hati dan politis untuk melindungi atau memajukan diri sendiri, produknya, atau kelompoknya (Rastodio, 2009)

Pada penelitian ini juga melihat budaya organisasi dengan menggunakan sub variabel yang terdiri dari tujuh sub variabel budaya organisasi, dari ketujuh variabel budaya organisasi yang menjadi landasan konsep penelitian dapat peneliti jelaskan berdasarkan sub variabel sebagai berikut:

2.1.1 Sub variabel inovasi dan pengambilan resiko

Pada sub variabel inovasi dan pengambilan resiko berdasarkan analisa deskriptif menunjukkan hampir lebih dari setengah perawat pelaksana memiliki motivasi dan kemampuan pengambilan resiko yang rendah yakni masih ada 48,3% perawat yang memiliki inovasi dan pengambilan resiko yang rendah, padahal inovasi dan pengambilan resiko ini sangat di butuhkan untuk meningkatkan mutu pelayanan suatu organisasi. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Robbins (2003) bahwa inovasi dan pengambilan resiko ialah sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko. Rela berkorban untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi dan dapat menciptakan sesuatu hal yang baru dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan.

(58)

penelitian ini untuk melihat hubungan sub variabel inovasi dan pengambilan resiko jika dilihat pengaruhnya terhadap komitmen menunjukkan hasil hubungan yang rendah dan tidak signifikan, dengan nilai r = 0,027 dan pValue = 0,836

Hal ini mungkin disebabkan masih kurangnya dukungan dari organisasi terhadap inovasi yang akan dilakukan dan kurangnya kemauan dari dalam diri sendiri. Selain itu hasil penelitian ini menunjukkan kebanyakan pengalaman kerja perawat di bawah 3 tahun, sehingga pengalaman kerja masih kurang dan menghambat dalam kemampuan berinovasi dan pengambilan resiko serta dalam peningkatan komitmen perawat itu sendiri. Hal ini sesuai dengan teori menurut Dyen dan Graham (2005) yang menjelaskan bahwa karakteristik dari personal juga mempengaruhi komitmen seseorang yaitu: usia, masa kerja, pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan, dan keterlibatan kerja. 2.1.2 Sub variabel perhatian terhadap ditail

Pada sub variabel perhatian terhadap detail menunjukkan hasil 76,7% perawat pelaksana memiliki perhatian terhadap detail yang tinggi, ini sangat baik untuk mendukung suatu organisasi. Pernyataan ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Robbins (1996) bahwa perhatian terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail. Dimana diperlukan karyawan yang handal dan memiliki kompetensi dalam memberikan perhatian kepada masalah-masalah yang perlu ditangani dengan lebih serius.

(59)

bahwa terdapat hubungan yang rendah dan signifikan antara sub variabel perhatian terhadap detail dengan komitmen orgainsasi, dengan nilai r = 0,261 dan pValue = 0,044. Berdasarkan pengamatan langsung selama peneliti melakukan penelitian ataupun pengamatan peneliti selama bekerja di RSUD Kabupaten Tamiang, peneliti melihat banyak perawat yang bekerja dengan baik dan penuh perhatian baik dalam melakukan tindakan keperawatan ataupun dalam melaksanakan pekerjaan lainnya mungkin karena didasari oleh kemauan yang kuat dalam diri sendiri, ini sesuai juga dengan teori menurut menurut Dyne dan Graham (2005), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah: personal, situasional dan posisi. Personal mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu teliti, ektrovert, berpandangan positif (optimis), cendrung lebih komit dalam bekerja.

2.1.3 Sub variabel orientasi hasil

Untuk sub variabel orientasi hasil berdasarkan analisis penelitian terdapat lebih dari 44% perawat pelaksana yang menjawab rendahnya orientasi hasil dari manajemen, hal ini menunjukkan hal yang kurang baik seharusnya menunjukkan hasil yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan hasil kerja karyawan pada umumnya. Menurut Robins (1996) jika orientasi hasil tinggi maka ini merupakan hal yang baik dimana pada orientasi hasil ini menajemen melihat atau berfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut, melainkan lebih pada ke sesuaian antara output yang di harapkan dengan

(60)

Jika dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap komitmen organisasi, pada hasil analisis penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat rendah dan tidak signifikan dengan nilai r = 0,006 dan pValue=0,961. Hal ini jika dikaitkan dengan hasil pengamatan peneliti kemungkinan disebabkan karena adanya anggapan pada perawat yang merasa masih kurangnya dukungan dari manajemen kepada perawat pelaksana dalam hal memberi dorongan dan dukungan dalam meningkatkan komitmennya. Ssesuai dengan yang disampaikan Soekidjan (2009) bahwa faktor situasional yang meningkatkan komitmen ialah dukungan organisasi. Dukungan organisasi mempunyai hubungan yang positif dengan komitmen organisasi, hubungan ini didefinisikan sebagai sejauh mana anggota/karyawan mempersepsikan bahwa organisasi (lembaga, atasan, rekan) memberi dorongan, respek, menghargai kontribusi dan memberi apresiasi bagi individu dalam pekerjaannya. Hal ini berarti jika organisasi peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan personal anggota/karyawan dan juga menghargai kontribusinya, maka anggota/karyawan akan menjadi lebih komitmen.

2.1.4 Sub variabel orientasi individu

(61)

komitmen pada sub variabel orientasi individu menunjukkan hasil adanya hubungan yang lemah dan signifikan dengan nilai r = 0 dan nilai pValue = 0. Faktor individu merupakan suatu yang penting dalam mempengaruhi komitmen seseorang hal ini sesuai dengan teori Dyne dan Graham (2005) bahwa ciri-ciri kepribadian tertentu yaitu, teliti, ektrovert, berpandangan positif (optimis), cenderung lebih komit dalam bekerja. Usia dan masa kerja, berhubungan positif dengan komitmen organisasi. Tingkat pendidikan, makin tinggi semakin banyak harapan yang mungkin tidak dapat di akomodir, sehingga komitmennya semakin rendah. Berdasarkan jenis kelamin, wanita pada umumnya menghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai kariernya, sehingga komitmennya lebih tinggi. Status perkawinan, yang menikah lebih terikat dengan organisasinya. Keterlibatan kerja (job involvement), tingkat keterlibatan kerja individu berhubungan positif dengan komitmen organisasi.

2.1.5 Sub variabel orientasi tim

(62)

yang sangat kuat tetapi signifikan antara sub variabel orientasi tim dengan komitmen organisasi pada perawat dengan nilai r = 0,182 dan pValue = 0,165. Hasil tidak signifikannya pengaruh antara orientasi tim dengan komitmen berdasarkan analisis rumah sakit, peneliti berasumsi kemungkinan dengan masih banyaknya perawat pelaksana yang masih berusia muda dan dengan masa kerja yang relatif masih baru sehingga masih belum memahami secara baik bahwa kerjasama adalah penting , seperti yang dijelaskan oleh Graham dan Dyen (2005) bahwa individu yang lebih lama bekerja berorientasi kepada tim dan menempatkan tujuan kelompok diatas tujuan sendiri serta individu yang altruistik (senang membantu) akan cenderung lebih komitmen.

Selain itu masa kerja yang lama akan semakin membuat anggota/karyawan lebih komitmen, hal ini disebabkan karena semakin memberi peluang anggota/karyawan untuk menerima tugas menantang, otonomi semakin besar, serta peluang promosi yang lebih tinggi. Juga peluang investasi pribadi berupa pikiran, tenaga dan waktu yang semakin besar, hubungan sosial lebih bermakna, serta akses untuk mendapat informasi pekerjaan baru makin berkurang (Soekidjan,2009).

2.1.6 Sub variabel agresivitas

(63)

menjalankan budaya organisasi sebaik-baiknya, Penerapan dalam organisasi rumah sakit antara lain manajemen mempertahankan karyawan yang berpotensi, evaluasi penghargaan dan kinerja oleh manajemen ditekankan kepada upaya-upaya individual, walaupun senioritas cenderung menjadi faktor utama dalam bekerja (Wartawarga, 2009)

Berdasarkan hasil analisis penelitian menunjukkan adanya hubungan yang rendah dan tidak signifikan antara sub variabel agresivitas dengan komitmen organisasi, dengan nilai r = 0,310 dan pValue = 0,016. Agresivitas yang tinggi pada perawat pelaksana di RSUD Kabupaten Aceh taming menurut peneliti lebih di sebabkan karena banyaknya perawat yang berjenis kelamin perempuan di banding laki-laki dan adanya perawat yang berstatus sudah menikah, kedua hal ini merupakan faktor yang dapat meningkatkan komitmen terutama dalam meningkatnya keagrevitasan pekerja (Dyne dan Graham, 2005)

Hal ini juga sesuai yang diutarakan dalam Soekidjan (2009) bahwa Jenis kelamin, wanita pada umumnya menghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai kariernya, sehingga komitmennya lebih tinggi, dan pada Status perkawinan, yang menikah lebih terikat dengan organisasinya.

2.1.7 Sub variabel stabilitas

(64)

terdapat hubungannya yang sangat lemah dan tidak signifikan antara sub variabel stabilitas dengan komitmen organisasi, dengan nilai pValue = 0,223 dan nilai r 0,160. Seharusnya stabilitas dari suatu budaya organisasi harus dijaga dengan baik sehingga mampu menjadi modal dasar untuk pengembangan organisasi pada masa yang akan datang.

Dengan menilai organisasi berdasarkan tujuh karakteristik tersebut, maka diperoleh gambaran majemuk dari budaya suatu organisasi. Gambaran tersebut menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama para anggota mengenai organisasi, bagaimana urusan diselesaikan, dan cara anggota diharapkan berperilaku.

Semua karakteristik budaya organisasi sebagaimana dikemukakan di atas tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, artinya unsur-unsur tersebut mencerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis organisasi, baik yang berorientasi pada pelayanan jasa atau organisasi yang menghasilkan produk barang (Robins, 2003)

2.2 Komitmen organisasi

(65)

kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi (Allen & Mayer,1997).

Hal ini berkaitan juga dengan karakteristik responden yang merupakan perawat pelaksana dengan masa kerja dibawah tiga tahun yang menurut penelitian merupakan masa kerja yang masih baru sehingga dengan masa kerja yang baru tersebut akan berpengaruh pada komitmen perawat itu sendiri. Sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Dyen dan Graham(2005) yaitu masa kerja yang lama akan semakin membuat anggota/karyawan komit oleh karena otonomi semakin besar, serta adanya peluang promosi yang semakin tinggi dan akses mendapatkan pekerjaan semakin sulit karena faktor usia.

Berkaitan dengan hal ini, maka individu yang masih memiliki usia muda dan lama pekerjaan yang baru tersebut belum diharapkan untuk memiliki keinginan yang kuat untuk berkontribusi pada organisasi dan masih perlu dilakukan pembinaan dan pelatihan yang diberikan oleh pihak manajemen. Continuance

commitment tidak berhubungan atau memiliki hubungan yang negatif pada

kehadiran anggota organisasi atau indikator hasil pekerjaan selanjutnya. Individu dengan continuance commitment yang tinggi akan lebih bertahan dalam organisasi dibandingkan yang rendah (Allen & Meyer, 1997).

(66)

continuance commitment seseorang, maka ia akan semakin bersikap pasif atau

membiarkan saja keadaan yang tidak berjalan dengan baik. Hal ini merupakan suatu kondisi yang buruk.

Mayer menjelaskan teori hubungan antara normative commitment dengan ketidakhadiran seseorang jarang sekali mendapat perhatian. Normative

commitment dianggap memiliki hubungan dengan tingkat ketidakhadiran dalam

suatu penelitian (Allen & Meyer, 1997), jika prilaku normative commitment terus dibiarkan akan menjadi budaya organisasi begitu juga dengan continuance

commitment.

Untuk mencegah perubahan sikap karyawan seperti pada continuance

commitment dan normative commitment maka ada beberapa pilar yang harus

diterapkan oleh manajemen yaitu sesuai yang di jelaskan oleh Martin dan Nichols (1991, dalam Soekidjan, 2009), bahwa tiga pilar komitmen yang perlu dibangun adalah: rasa memiliki (a sense of belonging), rasa bergairah terhadap pekerjaannya, kepemilikan terhadap organisasi (ownership)

(67)

2.3 Hubungan budaya organisasi dengan komitmen organisasi pada perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang

Dari hasil analisis penelitian dengan analisis korelasi Spearman’s rho. Terdapat hubungan antara budaya organisasi yang dimiliki oleh perawat pelaksana di RSUD Kabupeten Aceh Tamiang berdasarkan sub variabel budaya organisasi dengan komitmen organisasi, pada penelitian ini yang menunjukkan nilai r = 0,088, yang berarti adanya korelasi yang tidak kuat dan dengan nilai pValue = 0,504 menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan antara budaya organisasi dengan komitmen organisasi.

(68)

maka semakin tinggi komitmen organisasi. Jika dilihat perbedaan dari hasil penelitian ini dengan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Chrysanti (2009), terdapat perbedaan yang jelas bahwa dari hasil penelitian pada budaya organisasi menunjukkan hasil budaya organisasi yang tinggi tetapi pada komitmen organisasi terdapat komitmen yang rendah.

Hal ini juga bertentangan dengan penelitian Quest (1995) yang memaparkan bahwa komitmen tinggi dari anggota organisasi berkorelasi positif dengan tinginya motivasi dan meningkatkan kinerja, komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kemandirian dan self control, komitmen tinggi berkorelasi positif dengan kesetiaan terhadap organisasi, komitmen tinggi berkolerasi dengan tidak terlibatnya anggota dengan aktifitas yang mengurangi kualitas dan kuantitas kontribusinya.

(69)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari analisis data dan pembahasan atas hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1.1 Kecendrungan budaya organisasi yang ada di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang adalah budaya tinggi (adaptif) walaupun ada sebahagian kecil yang masih cenderung rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sikap perawat yang masih belum mencerminkan sikap yang adaptif merupakan sikap individu semata bukannya sikap keseluruhan dari perawat yang ada.

1.2 Komitmen organisasi yang ada pada perawat di RSUD kabupaten Aceh Tamiang adalah jenis continuance commitment, dengan indikator bahwa individu yang memiliki continuance commitment tinggi akan bertahan dalam organisasi, bukan karena alasan emosional tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi.

(70)

2. Rekomendasi

3.1Kepada RSUD Kabupaten Aceh Tamiang.

Kepada karyawan sebaiknya peningkatan jumlah orang yang bekerja dan dengan semakin banyaknya karyawan yang berpendidikan tinggi harus diiringi juga dengan peningkatan budaya organisasi dengan lebih baik, sehingga dapat meningkatkan komitmen yang dimiliki dan dapat tercipta kondisi kerja yang lebih baik. Penulis juga merekomendasikan kepada pihak manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang agar meningkatkan perhatian dan dukungannya bagi peningkatan komitmen dengan memperhatikan faktor personal, situasional dan posisi bagi karyawannya dalam menerapkan suatu keputusan sehingga diharapkan nantinya budaya organisasi yang sudah tinggi dapat diiringi dengan komitmen organisasi yang tinggi pula.

3.2 Penelitian selanjutnya

(71)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto.S (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Chrysanti Hana (2009) Skripsi Hubungan antara budaya organisasi dengan

komitmen organisasi pada perawat rumah sakit panti citarum, Semarang

Dibuka pada: undip.ac.id/11105/1/JURNAL_SKRIPSI.pdf

Danim (2003), Riset Keperawatan: Sejarah dan Metodelogi. Jakarta, EGC.

Hidayat Aziz Alimun (2007), Riset Keperawatan dan tekhnik penulisan Ilmiah. Jakarta, Salemba Medika.

Hastono Priyo Sutanto (2007), Analisis Data Kesehatan. Depok,Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Nulhakim Lukman (2010) Analisis korelasi sederhana kuliah ilmu computer dan SPSS, pertemuan VII. Medan

Nursalam (2008), Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan:

Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta,

Salemba Medika

Makmuri Muchlas (2008). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mathieu, J. E., & Zajac, D.M. (1990) A review and meta analysis of the

antecedents, correlates, consequences of organizational commitment. Psychological bulletin. 108, 171-194.

Meyer, J. P., & Allen, N. J. (1997). Commitment in the worplace theory research

and application. California: Sage Publications.

Mowday, R. T., Porter, L. W., & Steeras, R. (1982). Organizational linkages : the

psychology of commitment, absenteeism, and turnover. San Diego,

California : Academic Press.

Robbins, S. P. (2003). Organizational behavior (10th ed). New Jersey : Prentice Hall.

(72)

Sutarto (2006).Dasar-Dasar organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soegiarto Soekidjan, Sp. KJ. (2009)), Komitmen Organisasi Sudahkah Menjadi

Bagian Dari Kita. Dibuka pada: www.kesad.mil.id/category/berita/ditkesad. Soekidjo notoatmodjo (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Wikipedia Indonesia (2009). Budaya, Dibuka pada: http/id.wikipedia, org/wiki/budaya/2009

Wahyuni sari arlinda (2009). Statistika Kedokteran dan aplikasi SPSS, Jakarta:

Bamboedoea Communication .

Gambar

Tabel 2. Distribusi frekwensi sub variabel budaya organisasi pada perawat di   RSUD Kabupaten Aceh Tamiang
Tabel 4. Distribusi frekwensi Komitmen Organisasi pada perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2010
Tabel 5. Hubungan sub variabel budaya organisasi dengan komitmen organisasi perawat di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2010

Referensi

Dokumen terkait

Saya lebih suka mengerjakan tugas sekolah sendiri dari pada bekerja..

Berbagai kekecewaan yang ada pada pihak yang kalah kadang kala juga diwujudkan dengan tindakan-tindakan yang kurang terpuji sebagaimana yang terjadi pada pemilihan kepala

Karena Fhitung lebih besar dari Ftabel (4,106&gt;3,16), sehingga H3 diterima yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara emotional exhaustion dan motivasi

merupakan kekuatan dalam kegiatan siswa mempelajari sikap belajar didasarkan pada motif atau alasan siswa mempelajari. Motif siswa mempelajari baha n mata pelajaran sangat

As the result of this research variation of kinship terms and why do variations of kinship term occur, there are 5 clusters and there are 46 kinship terms: 4 kinship terms related

seleksi gagal apabila peserta yang lulus kualifiksi pada proses prakualifikasi kurang dari 5 (lima) untuk seleksi umum atau kurang dari 3 (tiga) untuk seleksi

[r]

Untuk mengetahui yang terdiri dari atribut pembelian secara parsial berpengaruh terhadap kepuasan konsumen pengguna kartu selular IM3 pada Mahasiswa