• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permintaan Konsumen Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Permintaan Konsumen Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PERMINTAAN KONSUMEN RUMAH TANGGA TERHADAP

CABAI MERAH DI KECAMATAN COBLONG KOTA

BANDUNG

TRISNI NOVIASARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Permintaan Konsumen Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Trisni Noviasari

(3)

ABSTRAK

TRISNI NOVIASARI. Permintaan Konsumen Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI.

Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Permintaan cabai merah yang berfluktuatif dapat berpengaruh terhadap harga yang ditawarkan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan cabai merah dan bagaimana respon rumah tangga di Kecamatan Coblong Kota Bandung terhadap permintaan cabai merah akibat perubahan harga dan pendapatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2013 hingga Januari 2014 pada 40 responden ibu rumah tangga. Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah di Kecamatan Coblong adalah harga cabai merah dan jumlah anggota keluarga yang signifikan pada tingkat kepercayaan 99%. Sedangkan variabel frekuensi pembelian, suku, preferensi terhadap pedas, tempat pembelian dan pendapatan rumah tangga signifikan pada tingkat kepercayaan kurang dari 99%. Respon permintaan terhadap perubahan harga bersifat elastis.

Kata kunci : Permintaan cabai merah, faktor-faktor, elastisitas

ABSTRACT

TRISNI NOVIASARI. The Demand of Pepper in Coblong Bandung. Supervised by ANNA FARIYANTI.

Pepper is one of the vegetables that is generally consumed by people in Indonesia. The demand fluctuation can affected the price of pepper. This study aims to analyze determinants of pepper demand and household response to the price fluctuation and income changes. This research was conducted from December 2013 until Januari 2014 with 40 household consumer as samples in Coblong, Bandung. Based on this research, the factors that affect pepper demand are its price and family members (significant at 99 confidence level), while the other variables such as purchasing frequency, ethnic group, preference of spicy food, and household income is less significant at 99 confidence level. Demand response to the price change is elastic.

(4)

PERMINTAAN KONSUMEN RUMAH TANGGA TERHADAP

CABAI MERAH DI KECAMATAN COBLONG KOTA

BANDUNG

TRISNI NOVIASARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Permintaan Konsumen Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung

Nama : Trisni Noviasari NIM : H34114070

Disetujui oleh

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi Pembimbing

Diketahui Oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai karya akhir dengan judul Permintaan Konsumen Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah Di Kecamatan Coblong Kota Bandung sebagai salah satu syarat kelulusan pada Program Alih Jenis Agribisnis Institut Pertanian Bogor. Laporan ini merupakan hasil penelitian penulis yang dilaksanakan di Kecamatan Coblong Kota Bandung selama jangka waktu satu bulan pada bulan Desember hingga Januari 2014.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan, saran, serta ilmu pengetahuannya selama penyusunan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Amzul Rifin, SP MA dan Ibu Eva Yolynda Aviny, SP MM selaku dosen penguji utama dan dosen penguji akademik yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini. Penghargaan tak lupa penulis sampaikan kepada Ibu/Bapak dosen yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis, seluruh responden ibu rumah tangga di Kecamatan Coblong, Pegawai Kantor Kecamatan Coblong, serta seluruh pihak yang telah membantu memberikan berbagai informasi kepada penulis. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, keluarga, para sahabat, dan rekan-rekan seperjuangan Alih Jenis Agribisnis Angkatan 2 atas doa, nasehat, kasih sayang, dan rasa kebersamaan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk perbaikan pada masa yang akan datang. Akhir kata dengan segala keterbatasan dan kekurangan penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis sendiri dan kepada para pembaca sekalian. Amin.

Bogor, Maret 2014

Trisni Noviasari

(7)
(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 7

Tinjauan Umum Cabai Merah 7

Permintaan komoditas pertanian 8

Analisis Faktor-faktor permintaan pada komoditi pertanian 9

Elastisitas terhadap permintaan 10

KERANGKA PEMIKIRAN 11

Kerangka Pemikiran Teoritis 11

Kerangka Pemikiran Operasional 16

METODE PENELITIAN 18

Lokasi dan Waktu Penelitian 18

Jenis dan Sumber Data 18

Metode Pengumpulan Data 18

Metode Pengolahan dan Analisis Data 19

HASIL DAN PEMBAHASAN 24

Gambaran Umum Wilayah Penelitian 24

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Permintaan Rumah Tangga

Terhadap Cabai Merah Di Kecamatan Coblong 33

Respon harga cabai merah di Kecamatan Coblong 40

SIMPULAN DAN SARAN 41

Simpulan 41

Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 42

(9)

DAFTAR TABEL

1 Ekspor impor pertanian periode Januari-Februari 2013 1 2 Produksi komoditas sayuran tertinggi tahun 2008-2012 2 3 Rata-rata konsumsi cabai merah di Indonesia tahun 2008-2012 3

4 Uji Durbin-Watson: Aturan Keputusan 22

5 Penduduk Kecamatan Coblong per Kelurahan tahun 2000, 2010 dan

2012 25

6 Penduduk dan rumah tangga di Kecamatan Coblong per Kelurahan

tahun 2012 25

7 Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kecamatan Coblong 26 8 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok 26 9 Tabel Sarana dan Prasarana Kecamatan Coblong 27

10 Kelurahan dan Jumlah RT/RW 27

11 Karakteristik responden berdasarkan tempat pembelian 28 12 Data responden berdasarkan frekuensi pembelian cabai merah 29 13 Data responden menurut jumlah pembelian cabai merah 29 14 Karakteristik responden menurut produk subtitusi 30 15 Karakteristik responden terhadap ketahanan untuk tidak

mengkonsumsi cabai merah 31

16 Sebaran responden berdasarkan persepsi responden terhadap harga beli

cabai merah 31

17 Sebaran responden berdasarkan respon/konsumsi terhadap perubahan

harga 32

18 Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah di

Kecamatan Coblong 33

19 Hasil Perhitungan Elastisitas Harga Permintaan Cabai Merah Di

Kecamatan Coblong 40

DAFTAR GAMBAR

1 Harga cabai merah bulan Agustus 2011-2012 4

2 Harga harian cabai merah bulan Juli-September 2013 di Pasar Induk

Caringin Bandung 5

3 Permintaan cabai merah di Kota Bandung tahun 2012 6

4 Pergerakan kurva permintaan 13

5 Pergeseran kurva permintaan 14

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Uji Normalitas 44

2 Uji Heteroskedasitas 45

3 Hasil Output Uji F, Uji Autokorelasi, Koefisien Determinasi (R2),

Descriptive Statistik 46

4 Perhitungan Elastisitas Harga dan Elastisitas Pendapatan 47

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pertanian di Indonesia memiliki potensi yang besar, khususnya pada subsektor hortikultura. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511 tahun 2006 terdapat 323 jenis komoditas1 hortikultura yaitu 60 komoditas buah-buahan, 80 komoditas sayur-sayuran, 66 komoditas biofarmaka dan 117 komoditas tanaman hias. Komoditas hortikultura tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sehingga usaha agribisnis hortikultura (buah, sayuran, florikultura dan tanaman obat) dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah maupun besar. Hal tersebut dapat menjadi dasar perkembangan produk pertanian tropis di Indonesia.

Produk hortikultura merupakan produk yang dibutuhkan secara berkelanjutan oleh masyarakat. Produk tersebut memiliki potensi pasar yang cerah baik untuk pasokan dalam maupun luar negeri. Komoditas hortikultura memiliki keunggulan berupa keragaman jenis, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri maupun internasional. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan pertumbuhan ekspor maupun impor yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Ekspor impor pertanian periode Januari-Februari 2013

Sub Sektor Januari Februari Pertumbuhan

(%)

Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura dan Departemen Pertanian 2013

Tabel 1 memperlihatkan volume ekspor dan impor subsektor hortikultura pada bulan Januari hingga Februari 2013. Pertumbuhan impor subsektor hortikultura adalah sebesar 24.62 persen. Produksi komoditi hortikultura di Indonesia masih belum mencukupi. Hal tersebut dapat terjadi karena

1

(12)

ketidakmampuan dalam memproduksi komoditas hortikultura akibat menurunya hasil akhir produksi ataupun disebabkan karena gagal panen. Selain itu, adanya peningkatan permintaan produk dipasaran sehingga dibutuhkan produk impor untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Salah satu kebutuhan konsumen yang mendasar adalah pangan. Terpenuhinya pangan merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh masyarakat sebagai konsumen. Perilaku konsumsi pangan merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat perkonomian rumah tangga maupun perekonomian secara nasional (Jafrinur, 2010).

Sayuran merupakan salah satu komoditas dari subsektor hortikultura yang berperan dalam ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan dapat dipengaruhi dari jumlah yang berada di suatu wilayah. Jumlah penduduk yang semakin lama semakin meningkat serta timbulnya kesadaran akan gizi di kalangan masyarakat dapat meningkatkan peluang pasar terhadap produk hortikultura. Untuk memenuhi ketersediaan pangan dan gizi masyarakat, terdapat beragam jenis sayuran yang di produksi di Indonesia. Tabel 2 menunjukan beberapa jenis sayuran yang banyak diproduksi didalam negeri tahun 2008 sampai 2012.

Tabel 2 Produksi komoditas sayuran tertinggi tahun 2008-2012

No Komoditas Ton

merah 853 615 965 164 1 048 934 893 124 964 195

4 Tomat 725 973 853 061 891 616 954 046 893 463

5

Cabai

merah 695 707 787 433 80 716 888 852 95 431

6 Petsai/sawi 565 636 562 838 58 377 580 969 594 911

7

Bawang

daun 547 743 549 365 541 374 526 774 596 805

8 Ketimun 540 122 583 139 547 141 521 535 511 485

9 Cabai rawit 457 353 591 294 521 704 594 227 702 214

10

Kacang

panjang 455 524 483 793 489 449 458 307 455 562

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura 2012

Pada Tabel 2 cabai merah merupakan salah satu dari 10 komoditas sayuran tertinggi yang diproduksi di Indonesia. Dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 terus meningkat setiap tahunnya, hal tersebut menunjukan banyaknya permintaan akan cabai yang terus berkembang. Pada waktu tertentu, terutama menjelang hari besar keagamaan jumlah permintaan melebihi ketersediaan di pasaran. Hal tersebut mengakibatkan harga cabai merah meningkat sampai beberapa periode waktu tertentu.

(13)

yang tidak dapat ditinggalkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Komoditi ini banyak digunakan dalam bentuk olahan sebagai konsumsi rumah tangga maupun industri pengolahan makanan. Pada perdagangan internasional, cabai banyak dijual dalam bentuk segar, kering, giling, pasta atau saos (Wiryanta, 2001).

Terdapat tiga jenis cabai yang pada umumnya dibudidayakan oleh masyarakat untuk keperluan konsumsi, diantaranya cabai merah, cabai rawit, dan paprika. Cabai merah adalah salah satu jenis cabai yang paling digemari di kalangan masyarakat. Hal ini disebabkan hasil pertanian ini sudah menjadi budaya kuliner masyarakat Indonesia. Adanya peningkatan konsumsi pada komoditi ini maka akan semakin potensial cabai merah untuk dibudidayakan oleh petani Indonesia. Kebutuhan cabai yang sangat besar ini juga harus diimbangi dengan produksi cabai yang tinggi, sehingga kebutuhan cabai merah dalam negeri dapat terpenuhi.Tabel 3 menunjukan kebutuhan rata-rata dalam mengkonsumsi cabai merah.

Tabel 3 Rata-rata konsumsi cabai merah di Indonesia tahun 2008-2012

Tahun Konsumsi (ons/kapita/tahun)

Konsumsi cabai merah per kapita dalam negeri cenderung meningkat setiap tahunnya seperti yang ditunjukan pada Tabel 3. Selama lima tahun terakhir yaitu pada tahun 2008 hingga tahun 2012 konsumsi cabai meningkat dari 15.486 hingga 16.529 ons per kapita per tahun. Meskipun terjadi penurunan pada tahun 2010 sebesar 0.313 ons per kapita per tahun, namun tetap menunjukan nilai positif dan mengalami peningkatan kembali di tahun 2012. Meningkatnya konsumsi cabai di Indonesia menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki potensi besar untuk diusahakan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sunandar, Suprianto dan Candra (2012) mengenai keuntungan dan kelayakan dalam usahatani cabai merah menyatakan R/C Ratio yang didapat dari luas tanam lahan satu hektar mencapai angka 1.760. Hasil tersebut menunjukan, usahatani cabai merah yang ditanam petani pada luas lahan satu hektar layak untuk diusahakan.

(14)

Jumlah cabai yang tersedia di pasar tidak selalu sesuai dengan kebutuhan konsumen. Disaat panen raya jumlah cabai di pasar melebihi kebutuhan konsumsi masyarakat, namun tidak jarang jumlah cabai yang tersedia lebih sedikit dari kebutuhan konsumen. Berdasarkan catatan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Agro Provinsi Jawa Barat tahun 2006 dalam Rachma (2008), permintaan

kebutuhan cabai merah dari konsumen rumah tangga di Jawa Barat mencapai 2 502 24 ton, sedangkan permintaan dari industri besar dan sedang mencapai 28 61 ton.

Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara jumlah yang tersedia dengan jumlah permintaan cabai di pasar. Salah satunya disebabkan karena tidak stabilnya jumlah cabai yang diproduksi atau jumlah permintaan konsumen yang berfluktuatif. Hal tersebut dapat memberikan dampak pada ketidakstabilan harga cabai dipasaran. Gambar 1 menunjukan fluktuasi yang terjadi pada cabai di Indonesia sepanjang bulan Agustus tahun 2011 hingga Agustus 2012.

Gambar 1 Harga cabai merah bulan Agustus 2011-20122

Pada Gambar 1 terlihat grafik perkembangan dan penurunan harga cabai yang mengindikasikan adanya ketidakseimbangan pada pasar cabai. Ketidakseimbangan tersebut bisa terjadi karena jumlah penawaran atau pasokan cabai merah jumlahnya terlalu tinggi ataupun sebaliknya. Selain dari penawaran, ketidakseimbangan pasar dapat terjadi karena tinggi atau rendahnya permintaan cabai. Akibat dari ketidaktersediaan pasokan terhadap kebutuhan pasar yaitu harga cabai yang tidak menentu.

Kecamatan Coblong Kota Bandung merupakan kecamatan terpadat di kawasan Bandung Utara. Jumlah penduduk yang padat dapat menjadi lokasi yang tepat sebagai tempat untuk mengkaji konsumsi bahan makanan khususnya sayuran seperti cabai merah. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk maka tingkat kebutuhan pangan bagi penduduk juga tinggi. Maka dari itu ketersediaan bahan pangan di setiap pasar di daerah ini harus diperhatikan sebagai pemenuhan konsumsi masyarakat.

2

(15)

Perumusan Masalah

Permintaan terhadap suatu komoditi erat kaitannya dengan tingkat konsumsi pada konsumen. Jumlah ketersediaan serta jumlah permintaan suatu komoditas mempengaruhi harga serta perilaku konsumsi bagi setiap rumah tangga. Pada umumnya setiap rumah tangga memiliki karakteristik dalam menkonsumsi suatu produk, seperti jumlah anggota rumah tangga, pendapatan, selera serta kebiasaan yang dijalankan.

Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Permintaan cabai merah yang berfluktuatif dapat berpengaruh terhadap harga yang ditawarkan. Jumlah ketersediaan yang meningkat namun jumlah permintaan di pasar rendah maka akan mengakibatkan harga jual yang ditawarkan komoditas ini akan menurun. Berbeda halnya ketika jumlah ketersediaan menurun sedangkan jumlah permintaan konsumen tinggi, hal ini dapat menyebabkan harga jual yang ditawarkan akan meningkat. Perubahan harga tersebut menyebabkan pengeluaran konsumen rumah tangga terhadap komiditi ini berubah. Berikut ini merupakan fluktuasi harga pada komoditas cabai merah di Pasar Induk Caringin di tahun 2013 (Gambar 2).

Gambar 2 Harga harian cabai merah bulan Juli-September 2013 di Pasar Induk Caringin Bandung

Gambar 2 menunjukan fluktuasi harga harian cabai merah di pasar Induk Caringin Bandung. Terlihat harga cabai merah mengalami penurunan di tanggal 29 Juli 2013 dan mengalami peningkatan yang signifikan di tanggal 29 Agustus 2013. Hal tersebut dapat disebabkan karena kebutuhan konsumsi rumah tangga yang tidak diimbangi dengan keteresediaan. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian, permintaan cabai merah di Kota Bandung relatif berfluktuatif (Gambar 3).

0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000

Harga harian cabai merah

(16)

Gambar 3 Permintaan cabai merah di Kota Bandung tahun 2012

Gambar 3 menunjukan permintaan cabai merah yang berfluktuasi dari bulan Januari hingga bulan Desember 2012. Pada bulan Januari hingga bulan Februari cabai merah mengalami peningkatan, namun di bulan Maret terjadi penurunan dan bulan Juni serta Agustus mengalami peningkatan kembali. Peningkatan jumlah permintaan dapat terjadi karena beberapa faktor. Hal tersebut menyebabkan jumlah cabai merah diminta akan lebih besar dibandingkan hari biasanya.

Permintaan cabai merah yang berfluktuatif dapat disebabkan oleh faktor ekonomi dan faktor sosial. Dimana diduga faktor ekonomi yang mempengaruhi adalah harga (harga cabai merah itu sendiri dan harga barang lain yang dapat menjadi pengganti atau penggenapnya) dan pendapatan, sedangkan faktor sosial yang mempengaruhi adalah jumlah penduduk (Dewi, 2009). Berdasarkan data3 dari Badan Pusat Statistik Kota Bandung pendapatan per kapita per tahun di Kota Bandung yang menunjukkan kemajuan yang cukup berarti. Jika pada tahun 2008 pendapatan per kapita baru mencapai Rp11,8 juta/orang, maka pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang cukup signifikan menjadi Rp15,4 juta/orang. Hal tersebut menunjukan terjadinya peningkatan pendapatan dari tahun 2008 sampai 2012. Perubahan pendapatan tersebut diduga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi permintaan.

Namun, masih terdapat faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan jumlah permintaan komoditi cabai merah di tingkat konsumen rumah tangga dan pengaruh permintaan terhadap perubahan harga serta pendapatan. Maka, pentingnya mengkaji lebih lanjut mengenai permintaan cabai merah sebagai salah satu komoditas yang sering dikonsumsi di masyarakat khususnya rumah tangga di Kecamatan Coblong Kota Bandung.

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian adalah :

1. Faktor – faktor apa saja yang dapat mempengaruhi jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung ?

(17)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang terjadi di lapangan dan latar belakang penelitian, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung.

2. Menganalisis respon rumah tangga di Kecamatan Coblong Kota Bandung terhadap permintaan cabai merah akibat perubahan harga dan pendapatan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menjadi suatu sumber informasi dan rekomendasi dalam pengambilan keputusan bagi pihak-pihak terkait yaitu:

1. Bagi yang bersangkutan (pemerintah) diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam kebijakan yang berkaitan dengan permintaan komoditi cabai merah agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

2. Bagi petani maupun pedagang diharapkan dapat menjadi masukan dalam menentukan strategi dalam memproduksi dan menjual cabai merah.

3. Bagi penulis sebagai penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan dan sarana untuk melatih kemampuan dalam menganalisa masalah.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada analisis permintaan konsumen rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung. Lokasi dalam pengambilan data yaitu di Kecamatan Coblong. Perhitungan tingkat konsumsi mencakup total pengeluaran konsumsi selama satu bulan terakhir. Penelitian ini dibatasi pada komoditas cabai merah, baik cabai merah besar maupun cabai merah keriting yang dikonsumsi di rumah tangga. Produk subtitusi (pengganti) pada cabai merah ini tidak dimasukan ke dalam variabel yang dianalisis. Penelitian ini hanya memberikan informasi permintaan cabai merah di tingkat rumah tangga, tidak mengkaji permintaan cabai merah di tingkat pasar atau industri. Pengambilan data permintaan cabai merah ini dilakukan terhadap 40 orang responden ibu rumah tangga. Metode analisis yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif dan metode regresi berganda.

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Cabai Merah

(18)

lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe), vitamin-vitamin, dan mengandung senyawa-senyawa alkaloid seperti capsianin, flafenoid, dan minyak esensial (Prajnanta, 2006). Pada umumnya cabai dapat ditanam pada dataran rendah sampai ketinggian 2000 meter dpl. Suhu perkecambahan benih paling baik antara 25-30 0C sedangkan untuk pertumbuhan adalah 24-28 0C. Untuk pertumbuhan yang optimal, tanaman cabai membutuhkan intensitas cahaya matahari sekurang-kurangnya selama 10 sampai 12 jam untuk melakukan fotosintesis, pembentukan bunga dan buah, serta pemasakan buah. Derajat keasaman tanah (pH) yang ideal untuk tanaman cabai adalah 6-7.

Terdapat beberapa jenis cabai yang umumnya dibudidayakan (tim redaksi Trubus, 2006) :

a. Cabai rawit

Cabai rawit merupakan jenis cabai yang memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Biji cabai ini banyak dan padat. Bentuk buah cabai rawit pada umumnya memiliki panjang kira-kira 1 sampai 2 cm dengan diameter 0.5 sampai 1 cm.

b. Cabai merah

Cabai merah merupakan jenis yang dapat dikatakan sebagai primadona cabai. Pembudidaya cabai merah menjanjikan peluang bisnis bagi pelakunya. Cabai merah ini juga memiliki beberapa jenis antara lain cabai merah, cabai merah bulat, dan cabai hijau. Bentuknya juga bervariasi ada yang panjangnya 10 cm dengan diameter 0.5 sampai 1 cm. Ada pula yang panjangnya 8 sampai 12 cm dengan diameter 1 sampai 1.5 cm.

c. Cabai paprika

Jenis cabai ini terlihat seperti buah apel merah yang kecil atau menyerupai buah tomat yang lonjong. Panjangnya kira-kira 2 sampai 5 cm dengan diameter 3 sampai 5 cm. Rasanya tidak pedas dan cenderung manis. Kulit dan daging buahnya tebal, bijinya sangat sedikit. Kulit buahnya berwarna hijau saat masih muda, setelah tua akan menjadi merah muda dan ketika buahnya masak akan berwarna merah tua.

d. Cabai hias

Cabai hias merupakan jenis tanaman cabai yang kebanyakan dimanfaatkan sebagai tanaman hias yang ditanam di pot. Cabai hias ini juga bentuknya bermacam-macam antara lain cabai kapur, cabai polong, cabai jepang, dan cabai payung. Bentuknya juga bervariasi yang seperti cabai rawit, ada yang bulat seperti kelereng dan ada pula yang bentuknya pipih.

Permintaan komoditas pertanian

(19)

absolute/potensial (absolute/potential demand). Dibawah ini adalah penelitian yang dilakukan mengenai analisis permintaan pada komoditi pertanian Dewi (2009), Satriana (2013), Afifa (2006) dan komiditi peternakan Hadiwijoyo (2009). Hadiwijoyo (2009) menganalisis permintaan akibat adanya kesenjangan antara kebutuhan konsumsi dengan produksi daging sapi lokal. Hal tersebut menunjukkan banyaknya permintaan terhadap daging sapi lokal, sehingga dirumuskan permasalahan faktor-faktor yang menentukan jumlah permintaan dan penawaran serta elastisitas (respon) harga, elastisitas silang, dan elastisitas pendapatan terhadap permintaan dan penawaran daging sapi di Indonesia. Hal serupa namun berbeda komoditi dilakukan Afifa (2006) yang melakukan analisis permintaan kedelai sebagai bahan baku kecap akibat adanya peningkatan jumlah penduduk yang menyebabkan meningkatnya konsumsi kecap pada industri kecap di Indonesia. Maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana keragaan perekonomian dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai pada industri kecap di Indonesia.

Berbeda halnya dengan penelitian Dewi (2009) dan Satriana (2013) menganalisis permintaan komoditas cabai dengan melihat adanya fluktuasi harga dari komoditi tersebut. Fluktuasi harga tersebut dapat mempengaruhi tingkat permintaan dari cabai merah. Salah satu penyebab fluktuasi yang terjadi yaitu kenaikan jumlah penduduk. Berdasarkan hal tersebut Dewi (2009) merumuskan beberapa permasalahan yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan elastisitas permintaan cabai merah besar di Kota Surakarta. Sedangkan Satriana (2013) merumuskan permasalahan mengenai karakteristik usaha restoran dan permintaan cabai merah besar pada usaha restoran di Jakarta Selatan.

Dari empat penelitian yang dikaji, produk pertanian memiliki elastisitas dimana fluktuasi harga dapat mempengaruhi kenaikan atau penurunan jumlah permintaan. Hal tersebut dapat menjadi gambaran penelitian ini untuk melihat adanya pengaruh dari fluktuasi harga tingkat konsumen rumah tangga di Kecamatan Coblong Kota Bandung.

Analisis Faktor-faktor permintaan pada komoditi pertanian

Permintaan untuk suatu produk menunjukan jumlah yang akan diminta atau diinginkan konsumen per periode waktu tertentu. Permintaan tersebut dapat ditentukan oleh harga komoditi itu sendiri, harga komoditi yang berkaitan, rata-rata pendapatan rumah tangga, distribusi pendapatan, selera dan besarnya populasi (Lipsey et al.). Faktor-faktor tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan alat untuk dinilai apakah dapat mempengaruhi permintaan barang atau komoditi tertentu. Afifa (2006), Satriana (2013), Priyanti (2012) dan Dewi (2009) menggunakan alat analisis model ekonometrika yaitu analisis regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecil biasa (Method of ordinary least square)/OLS.

(20)

mempengaruhi permintaan cabai merah terdiri harga cabai merah itu sendiri, harga komoditi pengganti, pendapatan dan jumlah penduduk. Berbeda halnya dengan Priyanti (2012) yang menemukan faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah diantaranya jumlah anggota keluarga, harga beli cabai, pendapatan rumah tangga, frekuensi pembelian cabai dalam satu bulan, tempat pembelian, dan suku. Menurut Satriana (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah untuk restoran di wilayah Jakarta Selatan adalah harga jual rata-rata masakan, harga minyak goreng, dan rata-rata penerimaan restoran.

Dari empat penelitian yang dibahas, harga adalah faktor yang dapat mempengaruhi permintaan baik harga komoditi itu sendiri maupun harga komoditi pengganti. Selain dari harga masih terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi permintaan terhadap suatu komoditi khususnya cabai merah. Maka dari itu, dilakukan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan rumah tangga khususnya cabai merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung.

Elastisitas terhadap permintaan

Elastisitas permintaan yaitu tingkat kepekaan perubahan permintaan terhadap perubahan harga dan pendapatan. Elastisitas dapat mengukur dan menjelaskan seberapa jauh reaksi perubahan kuantitas terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengarui permintaan (Lipsey et al, 1995). Elastisitas harga dari permintaan yaitu persentase perubahan permintaan karena adanya perubahan harga barang tersebut sebesar 1 persen. Sedangkan elastisitas pendapatan dari permintaan yaitu persentase perubahan kuantitas suatu barang yang diminta sebagai respon atas perubahan pendapatan sebesar 1 persen.

Satriana (2013) menganalisis permintaan cabai merah besar pada usaha restoran di Jakarta Selatan menunjukan elastisitas harga cabai merah besar terhadap permintaan adalah -2.125, yang berarti kenaikan harga cabai merah besar sebesar satu persen akan menurunkan jumlah cabai merah besar yang diminta sebesar 2.125 persen. Nilai elastisitas rata-rata penerimaan pada penelitian ini adalah 0.253, yang berarti penambahan rata-rata penerimaan restoran sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah permintaan cabai merah besar sebesar 0.253 persen. Nilai elastisitas rata-rata penerimaan restoran bersifat inelastis yang berarti perubahan penambahan jumlah rata-rata penerimaan restoran akan memberikan respon yang lebih kecil terhadap peningkatan jumlah cabai merah besar yang diminta usaha Restoran Padang di Jakarta Selatan.

(21)

0,00963. Nilai tersebut menunjukan pendapatan rumah tangga akan memberikan respon yang lebih kecil terhadap peningkatan permintaan jumlah cabai merah keriting di DKI Jakarta. Pada penelitian Dewi (2009) nilai elastisitas harga yang dihasilkan adalah sebesar -0.89 menunjukan bahwa harga bersifat inelastis. Sedangkan nilai elastisitas pendapatan yang dihasilkan adalah 0.42 yang berarti bahwa adanya peningkatan atau penurunan pendapatan belum tentu menyebabkan perubahan besar dalam jumlah cabai yang diminta.

Pada penelitian dengan komoditas yang berbeda, harga dan pendapatan pun bersifat inelastis terhadap permintaan. Khoirunisa (2008) menganalisis mengenai permintaan daging ayam broiler di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok menunjukan elastisitas harga daging ayam broiler sebesar -2.335 yang artinya dengan meningkatnya harga sebesar 1 persen akan menurunkan jumlah permintaan daging ayam broiler sebesar 2.335 persen. Nilai tersebut menunjukan persentase perubahan jumlah permintaan daging ayam broiler lebih kecil dari persentase perubahan harga. Maka harga pada ayam broiler bersifat inelastis. Elastisitas pendapatan yang dihasilkan bernilai 0,447 nilai tersebut kurang dari 1 yang artinya elastisitas pendapatan terhadap permintaan daging ayam broiler bersifat inelastis.

Dari empat penelitian yang dikaji semua penelitian menunjukan harga dan pendapatan bersifat tidak elastis (inelastis) terhadap jumlah permintaan. Maka, dari penelitian sebelumnya dapat menjadi pandangan untuk penelitian yang akan dilakukan.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu kerangka yang menjelaskan mengenai teori-teori yang sesuai dan digunakan dalam topik penelitian. Kerangka pemikiran teoritis membahas mengenai berbagai teori dan konsep permintaan terkait dengan penelitian yang dilakukan. Kerangka pemikiran teoritis dalam kajian ini meliputi konsep permintaan serta elastisitas.

Teori Permintaan

(22)

Murni (2012) menjelaskan permintaan dikatakan juga sebagai keinginan untuk mendapatkan barang dan jasa yang diikuti oleh kemampuan beli. Kemampuan beli seseorang erat kaitannya dengan tingkat pendapatan dan juga harga barang. Harga dan pendapatan akan mempengaruhi kemampuan beli dan keinginan untuk mendapatkan barang agar terealisasi.

Firdaus (2009) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan antara peermintaan dengan jumlah barang yang diminta. Permintaan menggambarkan keadaan keseluruhan dari hubungan antara harga dan jumlah permintaan. Sedangakan jumlah barang yang diminta adalah banyaknya permintaan pada suatu tingkat harga tertentu. Maka, permintaan merupakan keinginan konsumen untuk membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Terdapat dua model permintaan diantaranya:

1. Permintaan langsung, yaitu permintaan untuk konsumsi pribadi. Permintaan atas barang dan jasa yang secara langsung memuaskan keinginan konsumen. 2. Permintaan turunan, yaitu permintaan atas barang dan jasa bukan karena

nilai konsumsi langsung, melainkan karena merupakan masukan dalam pembuatan atau distribusi produk. Ini dapat dikatakan bahwa permintaan barang dan jasa tersebut diturunkan dari permintaan akan suatu produk dimana barang dan jasa tersebut digunakan dalam pembuatannya.

Faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan rumah tangga

Jumlah komoditi yang akan dibeli oleh rumah tangga pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor penting diantaranya :

1. Harga komoditi itu sendiri

Harga komoditi itu sendiri berhubungan negatif dengan faktor lain dianggap sama. Kenaikan harga komoditi tersebut akan mengurangi jumlah yang diminta dan penurunan harga akan terjadi sebaliknya (Anindita, 2008). Putong (2010) menjelaskan manakala pada suatu pasar terdapat permintaan suatu produk yang relatif banyak maka akan menyebabkan :

1. Barang yang tersedia pada produsen tidak dapat memenuhi semua permintaan tersebut, sehingga untuk membatasi jumlah pembelian produsen akan menaikan harga jual produk tersebut.

2. Penjual akan berusaha menggunakan kesempatan tersebut untuk meningkatkan dan memperbesar keuntungannya dengan cara menaikan harga jual produknya.

Sebaliknya, pada suatu pasar permintaan suatu produk relative sedikit, maka yang terjadi adalah harga akan turun. Keadaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Barang yang tersedia pada produsen/penjual relatif sangat banyak sehingga manakala jumlah permintaan sedikit produsen akan berusaha menjual produknya sebanyak mungkin dengan cara menurunkan harga jual produknya. 2. Produsen/penjual hanya akan meningkatkan keuntungannya dari volume

penjualannya (banyaknya produk yang dijual).

(23)

perubahannya tidak akan menggeser kurva permintaan. Perubahan permintaan hanya terjadi pergerakan di sepanjang kurva permintaan. Gambar 4 menunjukan pergerakan kurva permintaan.

Sumber : Lipsey et al (1995)

Gambar 4 Pergerakan kurva permintaan

Gambar 4 menjelaskan ketika harga turun dari P1 menjadi P2, maka permintaan bertambah dari Q1 menjadi Q2 unit. Posisi permintaan berubah dari titik A ke titik B. Ketika harga naik dari P2 menjadi P1, maka permintaan berkurang dari Q2 menjadi Q1 unit. Posisi permintaan berubah dari titik B ke titik A. Perubahan harga menyebabkan jumlah permintaan mengalami perubahan, tetapi gerakan perubahan permintaan tetap berada pada kurva yang sama. Hal tersebut dapat dilihat pada titik perubahan dari A ke B atau dari B ke A yang pergerakannya hanya terjadi di sepanjang kurva D.

2. Rata–rata penghasilan rumah tangga/ Distribusi pendapatan

Distribusi pendapatan merupakan pendapatan total yang konstan didistribusikan kembali kepada jumlah penduduk, maka permintaan berubah (Lipsey et all, 1995). Sedangkan Case dan Fair (2006) menjelaskan penghasilan rumah tangga merupakan jumlah semua upah, gaji, laba, pembayaran, bunga, sewa dan bentuk penghasilan lain yang diterima oleh suatu rumah tangga pada periode waktu tertentu. Rumah tangga yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi sanggup membeli lebih banyak barang. Case dan Fair (2006) menduga adanya permintaan yang lebih tinggi pada tingkat penghasilan yang lebih tinggi dan permintaan yang lebih rendah pada tingkat penghasilan yang lebih rendah. Barang yang permintaannya naik ketika pendapatan lebih tinggi dan permintaannnya turun ketika pendapatan lebih rendah disebut barang normal. Adapun pendapatan yang lebih tinggi dapat mengurangi konsumsi suatu produk. Barang yang cenderung turun ketika pendapatan meningkat disebut barang inferior.

(24)

karena turunnya jumlah pendapatan, adanya barang subtitusi (produk lain). Berikut ini merupakan pergeseran kurva permintaan dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber : Murni (2012)

Gambar 5 Pergeseran kurva permintaan

Kurva 5 menjelaskan kenaikan permintaan akan mendorong kurva permintaan ke kanan dari kurva D ke kurva D1. Kondisi ini bisa disebabkan karena pendapatan masyarakat bertambah, sehingga daya beli akan bertambah meskipun harga yang ditawarkan tetap. Sedangkan penurunan permintaan akan mendorong kurva permintaan ke kiri dari kurva D ke kurva D2. Kondisi ini bisa disebabkan karena riel income masyarakat turun serta adanya barang pengganti, sehingga daya beli akan berkurang.

3. Harga komoditi yang berkaitan

Harga pada satu barang dapat mempengaruhi permintaan atas barang lain. Ketika peningkatan harga suatu barang menyebabkan barang lain meningkat (hubungan positif) dapat dikatakan barang tersebut adalah barang subtitusi (Case dan Fair, 2006). Turunnya harga suatu barang menyebabkan penururnan permintaan barang subtitusi. Barang subtitusi adalah barang yang bisa bertindak sebagai pengganti satu sama lain. Adapun dua produk yang bisa menjadi pelengkap satu sama lain (komplementer). Barang komplementer adalah komoditi-komoditi yang cenderung digunakan bersama-sama dengan barang yang lainnya (Lipsey et all, 1995). Ketika dua barang bersifat komplementer, penurunan dalam harga yang satu menyebabkan peningkatan dalam permintaan yang lainnya, begitu pula sebaliknya (Case dan Fair, 2006). Oleh karena barang komplementer cenderung digunakan bersama-sama, maka penurunan harga yang manapun akan meningkatkan permintaan kedua-duanya.

4. Selera

(25)

5. Besarnya Populasi

Besarnya populasi yang dimaksud adalah pertumbuhan jumlah penduduk tidak dengan sendirinya menyebabkan peningkatan permintaan (Lipsey et all, 1995). Pertumbuhan penduduk biasanya diimbangi dengan perkembangan kesempatan kerja, dan mendapatkan pendapatan. Adanya pendapatan dapat menambah daya beli dalam masyarakat. Dengan adanya daya beli masyarakat maka akan terjadi peningkatan permintaan.

Fungsi Permintaan

Salvatore (2006) menjelaskan bahwa fungsi permintaan merupakan sebuah representasi yang menyatakan bahwa kuantitas yang diminta tergantung pada harga, pendapatan, dan preferensi. Sedangkan menurut Firdaus fungsi permintaan merupakan permintaan yang dinyatakan dalam hubungan matematis dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Fungsi permintaan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikatnya. Berikut ini merupakan bentuk dari fungsi permintaan.

Dimana Dx merupakan variabel terikat, dan nilainya ditentukan oleh variabel lain (Px, Py, I, preferensi). Pengaruh antara masing-masing variabel ditunjukan dengan tanda positif dan negatif terhadap permintaan pada komoditi x. Konsep elastisitas Permintaan

Lipsey et al (1995) menyatakan elastisitas adalah persentase perubahan jumlah yang diminta dibagi dengan presentase perubahan harga yang menyebabkanya. Perubahan presentase biasanya dihitung sebagai perubahan dibagi dengan nilai rata-rata. Pindyck dan Rubinfeld (1995), menambahkan elastisitas adalah persentase perubahan satu variabel yang menghasilkan perubahan satu persen kenaikan pada variabel lainnya. Elastisitas digunakan dalam menggambarkan bagaimana sejumlah barang yang diminta menanggapai perubahan dalam harganya.

Elastisitas permintaan dapat diartikan sampai dimana responsifnya perubahan permintaan sebagai akibat dari perubahan faktor-faktor penentu permintaan. Analisis permintaan dapat bermanfaat untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan harga atau perubahan pendapatan terhadap perubahan permintaan.

(26)

pendapatan dari permintaan merupakan persentase perubahan kuantitas suatu barang yang diminta sebagai respon atas perubahan pendapatasn sebesar 1 persen. Elastisitas ini menghubungkan antara perubahan pendapatan dengan kuantitas yang diminta.

Besarnya elastisitas bervariasi mulai dari nol hingga tak terhingga. Elastisitas permintaan sama dengan nol menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap perubahan yang diminta bila terjadi perubahan pada faktor yang mempengaruhinya. Nilai elastisitas permintaan kurang dari satu, menunjukan perubahan jumlah yang diminta lebih kecil dari presentase perubahan faktor yang mempengaruhinya (permintaan inelastis). Apabila nilai elastisitas lebih dari satu maka presentase perubahan jumlah yang diminta lebih besar dari perubahan faktor yang mempengaruhinya (permintaan elastis).

Untuk barang normal elastisitas pendapatan permintaan bernilai positif karena kenaikan pendapatan mengakibatkan kenaikan pembelian barang. Sedangkan untuk barang inferior elastisitas pendapatan permintaan akan negatif karena peningkatan pendapatan dapat menurunkan kuantitas yang dibeli. Untuk komoditi dengan elastisitas pendapatan lebih dari satu dapat disebut barang mewah (luxury).

Kerangka Pemikiran Operasional

Kerangka pemikiran operasional disusun berdasarkan permasalahan yang terjadi dan tujuan yang telah dinyatakan sebelumnya. Komoditi cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran dengan tingkat harga yang tidak stabil (fluktuasi). Salah satu penyebab peningkatan harga cabai merah di pasar adalah tidak stabilnya permintaan. Permintaan yang tidak didukung dengan jumlah ketersediaan yang dibutuhkan dapat meningkatkan harga, sebaliknya bila jumlah permintaan menurun sedangkan jumlah cabai merah melimpah maka harga akan turun.

Terdapat beberarapa faktor yang mempengaruhi kenaikan jumlah permintaan cabai merah di pasar. Faktor-faktor tersebut diantaranya harga cabai merah besar itu sendiri, jumlah anggota rumah tangga, frekuensi pembelian, preferensi akan pedas, tempat pembelian dan suku. Selain itu faktor lain yang menyebabkan peningkatan jumlah permintaan adalah adanya hari-hari besar keagamaan karena tingkat konsumsi rumah tangga akan cabai merah meningkat.

Tidak semua faktor-faktor permintaan signifikan mempengaruhi jumlah permintaan cabai merah di tingkat rumah tangga. Maka dari itu diperlukan pengkajian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui secara pasti faktor yang mempengaruh tingkat permintaan yang terjadi. Pengkajian ini khususnya akan menganalisis faktor-faktor permintaan rumah tangga terhadap komoditi cabai merah.

(27)

rumah tangga. Kerangka pemikiran operasional permintaan rumah tangga terhadap cabai merah di Kecamatan Coblong Kota Bandung dapat dilihat pada Gambar 6.

Keterangan :

: Menyatakan hubungan pengaruh : Menyatakan alat analisis

Gambar 6 Kerangka pemikiran operasional Konsumen Rumah Tangga Cabai Merah

Faktor-faktor yang mempengaruhi :

 Harga cabai merah

 Pendapatan rumah tangga

 Jumlah anggota rumah tangga

 Frekuensi pembelian

 Tempat pembelian

 Preferensi terhadap pedas

 Suku

Analisis Linier Berganda Analisis Respon (Elastisitas)

Model permintaan

(28)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Coblong Kota Bandung. Lokasi penelitian ini ditentukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa kecamatan ini menjangkau pasar tradisional maupun pasar modern untuk memenuhi kebutuhan data. Waktu penelitian dilakukan selama jangka waktu 1 bulan yakni pada bulan Desember 2013 hingga Januari 2014.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian, terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer didapat dari proses wawancara dan pengisian kuisioner dalam menganalisis permintaan rumah tangga terhadap cabai merah yang dilakukan pada 40 orang responden. Sedangkan data sekunder yang digunakan untuk melihat data fluktuasi harga diperoleh dari pasar induk Caringin Bandung. Selain itu data sekunder yang digunakan didapat dari beberapa instansi terkait seperti Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), serta dari sumber lain seperti browsing

internet, artikel elektronik yang terkait dan pustaka lainnya.

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data untuk memperoleh data primer adalah wawancara. Wawancara dilakukan dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada konsumen secara langsung dengan menggunakan kuesioner penelitian untuk mendapatkan berbagai informasi yang diperlukan dalam penelitian. Untuk memperoleh data sekunder, teknik pengumpulan data dilakukan dengan pencarian pustaka yang terkait dengan penelitian di instansi-instansi terkait, perpustakaan dan mencari data yang bersumber dari internet.

(29)

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan dan analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan analisis yang dilakukan dengan cara memberikan gambaran deskriptif. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan perhitungan dan diolah dengan menggunakan kalkulator atau komputer dengan program Microsoft excel dan software SPSS 16 for windows.

Hasil yang didapat kemudian dinterpretasikan dan di analisis secara deskriptif. Analisis Deskriptif

Nazir (2011) menyatakan metode deskriptif adalah metode dalam meneliti status suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat atau hubungan antar fenomena yang diselidiki. Menurut Witney (1960) dalam Nazir (2011) metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Dengan metode deskriptif ini juga diselidiki kedudukan (status) fenomena atau faktor dan melihat hubungan antara satu faktor dengan faktor yang lain.

Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk kajian yang terkait dengan permintaan rumah tangga, khususnya untuk menganalisis karakteristik konsumen cabai merah dan perilaku konsumsinya. Analisis deskriptif dilakukan berdasarkan data primer dan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengisisan kuesioner oleh masing-masing responden. Dengan analisis deskriptif akan dapat diketahui mengenai karakteristik konsumen cabai merah dan bagaimana perilakunya dalam mengkonsumsi cabai merah khususnya konsumen cabai merah yang berlokasi sekitar Kecamatan Coblong Kota Bandung. Analsis deskriptif ini diperoleh dari hasil wawancara responden dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh terkait dengan konsumen cabai merah serta digunakan untuk menganalisis variabel-variabel yang tidak diuji secara statistik.

Analisis Regresi Berganda

(30)

pembelian dan pendapatan rumah tangga. Persamaan regresi untuk faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah adalah sebagai berikut :

Y = α+ β1X1 + β 2X2 + β 3X3 + β4X4+ β 5D1 + β 6D2 +β 7D3 + v

Keterangan :

Y = Jumlah permintaan cabai merah pada rumah tangga (Kg/bulan)

α = Konstanta

X1 = Harga cabai merah (Rp/kg) X2 = Jumlah anggota keluarga (orang) X3 = Frekuensi pembelian (kali/bulan) X4 = Pendapatan rumah tangga (Rp/bln) D1 = Dummy suku (0= sunda, 1 = non sunda)

D2 = Dummy preferensi terhadap pedas (0 = tidak suka pedas; 1 = suka pedas)

D3 = Dummy tempat pembelian (0 = pasar modern; 1 = pasar tradisional/warung)

v = Eror Uji kriteria statistik

Untuk dapat memperoleh hasil regresi yang baik maka harus memenuhi kriteria siatistik yaitu terpenuhinya uji-f, uji-t dan koefisien deterninasi (R2). 1. Uji F digunakan untuk menunjukkan kemampuan variabel-variabel

independen (bebas) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap jumlah permintaan cabai merah (dependen).

Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut :

H0: β1 = β2 = ... = βk = 0 ( Hipotesis ini berarti secara bersama-sama tidak ada pengaruh antara faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah terhadap jumlah permintaan cabai merah).

H1 : βi ≠ 0 (Hipotesis ini berarti secara bersama-sama ada pengaruh antara faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah terhadap jumlah permintaan cabai merah).

Uji statistik yang digunakan adalah uji nilai P dengan kriteria:

Jika P-value<α, maka tolak H0. Jika P-value<α (tolak H0), maka variabel bebas yang diuji secara bersama-sama (seluruh faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah). Sedangkan bila P-value>α (terima H0), maka variabel bebas yang diuji secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.

(31)

Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut :

H0: βi = 0, variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah).

H1: βi < 0 atau βi > 0, parameter regresi atau variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah).

Uji statistik yang digunakan adalah uji nilai P dengan kriteria:

jika P-value<α, maka tolak H0. Jika P-value<α (tolak H0), maka variabel bebas yang diuji (faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai merah terhadap permintaan cabai merah) berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah). Sedangkan bila P-value>α (terima H0), maka variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

3. Koefisien determinasi (R2), digunakan untuk mengukur tingkat kecocokan model. Koefisien tersebut menjelaskan variasi total dalam seluruh variabel dependen (Y) yang dijelaskan oleh seluruh variabel independen dalam model. Koefisien determinasi mempunyai range antar no1 sampai satu (0 R2 1), semakin besar R2 (mendekati satu) maka semakin baik, dan semakin mendekati no1 maka variabel independen secara keseluruhan tidak bisa menjelaskan permintaan cabai merah.

Uji kriteria ekonometrika

Dalam melakukan estimasi model regresi berganda maka harus memenuhi kriteria nilai parameter penaksir fungsi regresi tak bias linear terbaik atau best linear unbiased estimator (BLUE) harus terpenuhi, karena model regresi yang dihasilkan dengan metode OLS berbentuk linear, tak bias, dan mempunyai varian terendah dalam kelompok penaksir dari sebuah model (Gujarati, 2006). Maka kriteria yang diuji meliputi multikolinieritas, heteroskedasitas, autokorelasi dan normalitas.

1. Multikolinier variabel independen adalah kondisi dimana terdapat hubungan linier diantara variabel independen (Harmini 2009). Uji Multikolinearitas mengukur hubungan linear antar variabel bebas di dalam model (Gujarati, 2006). Deteksi multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan nilai VIF (Variance Inflation Factor), bila nilai VIF lebih dari 10 untuk masing-masing variabel maka terdapat multikolinearitas (Iriawan dan Astuti, 2006; dalam Khoirunisa, 2008) . Hipotesis untuk multikolinieritas ini adalah: H0 = VIF > 10 maka terjadi multikolinieritas antarvariabel bebas. H1 = VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas antar variabel bebas.

(32)

diidentifikasi melalui pengujian grafik residu. Bila titik-titik pada grafik residu membentuk pola misalnya bergelombang, melebar kemudian menyempit dan sebagainya maka terjadi heteroskedasitas. Jika pola tidak terbentuk dengan jelas serta titik-titik tersebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedasitas (Gujarati, 2006).

3. Kriteria asumsi klasik yang ketiga adalah uji autokolerasi, autokorelasi merupakan kondisi adanya korelasi antar variabel bebas. Autokorelasi menyebabkan model atau penaksir OLS menjadi tidak efisien karena tidak mempunyai varians terkecil dan uji signifikansi menjadi tidak andal (Gujarati, 2006). Uji ini penting untuk memastikan bahwa tidak ada autokorelasi yang berhubungan dengan pengamatan lain. Autokorelasi diidentifikasi melalui Uji Durbin-Watson. Teknis Uji Durbin-Watson adalah dengan mencocokkan nilai yang didapat dari perhitungan (d hitung) dengan aturan keputusan Uji d Durbin-Watson (Tabel 4).

Tabel 4 Uji Durbin-Watson: Aturan Keputusan

Hipotesis nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 <d<dL

Tidak ada autokorelasi positif Tak ada keputusan 0 ≤ ddU

Tidak ada autokorelasi negatif Tolak 4- dL<d< 4

Tidak ada autokorelasi negatif Tak ada keputusan 4- dU<d< 4- dL

Tidak ada autokorelasi positif atau negatif Jangan tolak dU <d< 4- dU

Sumber: Gujarati (2006)

Hipotesis :

H0 = Tidak ada autokorelasi positif atau negatif H1 = Terdapat autokorelasi positif dan negatif Statistik pengujian : Uji Durbin Watson

4. Kriteria statistik yang keempat adalah uji Normalitas. Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji ini dapat dilakukan dengan menggunakan analisa normal probability plot. Uji ini terpenuhi bila penyebaran data pada grafik tersebar normal disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.

Pada Normal P-P plot prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan:

a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka asumsi tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas. Elastisitas

(33)

per unit waktu karena adanya presentase perubahan harga tertentu dari komoditi itu (Salvatore, 2006).

Gujarati (2006) menyatakan elastisitas dalam sebuah model regresi berganda mengukur elastisitas parsial dari variabel tak bebas terhadap variabel penjelas yang bersangkutan, dengan mempertahankan semua variabel lain pada tingkat yang konstan. Model tersebut dinyatakan sebagai berikut:

E = δδY /Y

Adapun kriteria elastisitas permintaan yaitu inelastis sempurna jika nilai elastisitas sama dengan 0, inelastis jika nilai elastisitas kurang dari 1 , elastis jika nilai elastisitas lebih dari 1 dan elastis sempurna jika nilai elastisitas yang dihasilkan tak terhigga.

Hipotesis Permintaan Cabai Merah

Berikut ini merupakan hipotesis mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan cabai merah dan bagaimana pengaruhnya terhadap jumlah permintaan cabai merah.

1. Harga beli cabai merah diduga berpengaruh negatif atau berbanding terbalik dengan jumlah permintaan masing-masing rumah tangga. Jumlah permintaan cabai merah lebih banyak ketika harga cabai rendah dan permintaan cabai merah lebih sedikit ketika harga cabai tinggi.

2. Jumlah angggota keluarga diduga berpengaruh positif terhadap jumlah permintaan cabai merah di setiap rumah tangga. Rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga lebih banyak memiliki jumlah permintaan cabai merah lebih tinggi, jika anggota keluarga lebih sedikit maka akan lebih sedikit jumlah permintaan cabai merah pada rumah tangga tersebut.

3. Frekuensi pembelian cabai merah dalam satu bulan diduga berpengaruh positif pada jumlah permintaan rumah tangga terhadap cabai merah. Semakin sering suatu rumah tangga melakukan pembelian cabai merah maka semakin besar jumlah permintaan cabai merah pada suatu rumah tangga.

4. Pendapatan rumah tangga diduga berpengaruh positif terhadap jumlah permintaan cabai merah. Semakin besar pendapatan dalam suatu rumah tangga maka akan semakin banyak cabai merah yang dibeli. Sebaliknya, jumlah permintaan cabai merah akan lebih sedikit dibeli di rumah tangga yang pendapatannya lebih kecil.

(34)

dummy, dalam analisis ini responden yang bersuku non Sunda diberikan nilai 1 sedangkan responden yang merupakan suku Sunda diberi nilai 0.

6. Preferensi dikelompokan menjadi suka pedas dan tidak suka pedas. Diduga responden yang suka pedas permintaannya lebih banyak dibandingkan dengan responden yang tidak suka pedas. Sebagai variabel dummy, dalam analisis ini responden yang menyukai pedas diberi nilai 1 sedangkan responden yang tidak menyukai pedas diberi nilai 0.

7. Tempat pembelian cabai merah terdiri dari pasar modern dan pasar tradisional. Diduga responden yang membeli di pasar tradisional jumlah cabai yang diminta akan lebih banyak daripada responden yang membeli di pasar modern. Sebagai variabel dummy, dalam analisis ini responden yang membeli di pasar tradisional diberi nilai 1 dan responden yang membeli di pasar modern diberi nilai 0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Letak Geografis dan Administratif Kecamatan Coblong

Kecamatan Coblong merupakan salah satu kecamatan dari 30 kecamatan yang berada di Kota Bandung. Secara geografis wilayah kecamatan Coblong terletak di sebelah utara pusat kota Bandung provinsi Jawa Barat, dengan luas wilayah 743.308 ha. Kecamatan Coblong terdiri dari 6 Kelurahan diantaranya adalah Keluraan Cipaganti, Kelurahan Lebak Siliwangi, Kelurahan Lebak Gede, Kelurahan Sadang Serang, Kelurahan Sekeloa, dan Kelurahan Dago. Kecamatan ini memiliki jumlah penduduk 128 800jiwa dari 75 Rukun Warga (RW) dan464 Rukun Tetangga (RT). Sebagian besar wilayah Kecamatan Coblong terdiri dari pemukiman, dengan kegiatan ekonomi didominasi oleh jasa pendidikan, perdagangan dan perkantoran.

Wilayah Coblong merupakan wilayah bersuhu tropis dan memiliki beberapa batas wilayah. Batas dari wilayah Kecamatan Coblong, yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung dan Kecamatan Lembang Bandung Barat. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cibeunying Kaler. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bandung Wetan. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sukajadi dan Kecamatan Cidadap. Ditinjau dari sudut ketinggian tanah, Kecamatan Coblong berada pada ketinggian 770 m diatas permukaan air laut. Suhu minimum dan maksimum di Kecamatan Coblong berkisar 20-33 oC.

Penduduk Kecamatan Coblong

(35)

Kecamatan Coblong. Kelurahan berpenduduk terbesar ialah wilayah Dago. Kelurahan tersebut memiliki jumlah penduduk terbesar, yaitu 38 772 jiwa pada tahun 2012, sedangkan jumlah penduduk terendah berada di wilayah Lebak Siliwangi. Tabel 5 menunjukan jumlah penduduk dari 6 Kelurahan di Kecamatan Coblong.

Tabel 5 Jumlah Penduduk Kecamatan Coblong per Kelurahan tahun 2000, 2010 dan 2012

Kelurahan 2000 (jiwa) 2010 (jiwa) 2012 (jiwa)

Cipaganti 11.700 12.105 12.220

Lebak Siliwangi 4.288 4.777 4.821

Lebak Gede 14.392 15.095 15.239

Sadang Serang 26.818 27.101 27.359

Sekeloa 28.191 30.103 30.389

Dago 33.041 38.407 38.772

Total Penduduk 118.430 127.588 128.800

Sumber BPS Kota Bandung, Coblong Dalam Angka 2012

Total penduduk yang berada di Kecamatan Coblong terdiri dari beberapa rumah tangga. Pada tahun 2012 jumlah rumah yang berada di kecamatan Coblong sebanyak 46 860. Jumlah tersebut berasal dari ke-6 kelurahan yang berada di kecamatan Coblong. Jumlah terbesar ditunjukkan pada wilayah Dago, yaitu sebesar 15 048, sedangkan terendah berada pada wilayah Lebak Siliwangi. Jumlah rumah tangga yang besar tersebut sesuai dengan jumlah penduduk yang berdomisili di kecamatan Coblong. Tabel 6 menunjukan data jumlah penduduk dan rumah tangga di masing-masing kelurahan.

Tabel 6 Jumlah Penduduk dan rumah tangga di Kecamatan Coblong per Kelurahan tahun 2012

Kelurahan Penduduk (jiwa) Rumah Tangga

Cipaganti 12 220 3 821

Lebak Siliwangi 4 821 1 816

Lebak Gede 15 239 6 482

Sadang Serang 27 359 8 181

Sekeloa 30 389 11 512

Dago 38 772 15 048

Jumlah 128 800 46 860

Sumber BPS Kota Bandung, Coblong Dalam Angka 2012

(36)

Tabel 7 Jumlah Penduduk berdasarkan tingkat pendidikan masyarakat di

Sumber BPS Kota Bandung, Coblong Dalam Angka 2012

Mata pencaharaian terbesar masyarakat Kecamatan Coblong sebanyak 22.059 jiwa adalah berprofesi sebagai pelajar. Sedangkan pegawai swasta terdata di posisi kedua terbanyak yaitu 9.961 jiwa. Hal ini terlihat dari banyaknya pengembangan jasa wisata belanja yang di bangun di wilayah Kecamatan Coblong yang bisa menjadikan masyarakat di Kecamatan Coblong bekerja sebagai karyawan dan memilih Kecamatan Coblong sebagai tempat tinggalnya. Tabel 8 merupakan pendataan berdasarkan jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok.

Tabel 8 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok tahun 2012

Mata Pencaharian Jumlah (jiwa)

Sumber BPS Kota Bandung, Coblong Dalam Angka 2012

(37)

Universitas/ Akademi. Data mengenai sarana pendidikan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah sarana dan prasarana Kecamatan Coblong tahun 2012 No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah (jiwa)

1 Taman Kanak-kanak 20

Sumber BPS Kota Bandung, Coblong Dalam Angka 2012

Di bidang kesehatan untuk masyarakat Kecamatan Coblong sudah cukup memadai. Hal ini terlihat dari banyaknya sarana kesehatan yang ada dan tersebar di seluruh wilayah Kecamatan.

Dibawah ini terdiri dari 6 kelurahan di Kecamatan Coblong beserta jumlah RT dan jumlah RW. Kelurahan Sadang Serang memiliki jumlah RT dan RW terbanyak, sedangkan Kelurahan Lebak Siliwangi memiliki jumlah RT dan RW paling sedikit. Tabel 10 merupakan data Kelurahan dan Jumlah RT/RW di Kecamatan Coblong.

Tabel 10 Jumlah RT/RW di Kecamatan Coblong tahun 2012

Kelurahan Jumlah RT Jumlah RW

Cipaganti 53 7

Sumber BPS Kota Bandung, Coblong Dalam Angka 2012

Karakteristik Responden

Pada penelitian ini yang menjadi responden adalah konsumen cabai merah rumah tangga di Kecamatan Coblong. Dari hasil penyebaran kuisioner kepada 40 responden, maka didapatkan data pembagian karakteristik responden adalah sebagai berikut :

1. Karakteristik responden berdasarkan tempat pembelian 2. Karakteristik responden berdasarkan frekuensi pembelian 3. Karakteristik responden berdasarkan jumlah pembelian

(38)

5. Karakteristik responden berdasarkan tingkat daya tahan dalam mengkonsumsi cabai merah

6. Karakteristik responden berdasarkan persepsi responden terhadap terhadap harga cabai merah

7. Karakteristik responden berdasarkan respon/konsumsi terhadap perubahan harga

1. Karakteristik responden berdasarkan tempat pembelian

Sebagian besar masyarakat Kecamatan coblong mengkonsumsi cabai merah sebagai bahan untuk tambahan olahan pada masakannya. Komoditi ini mudah ditemui baik di warung sayur eceran, pedagang sayur keliling, pasar tradisional maupun di pasar modern. Meskipun demikian setiap rumah tangga memiliki selera yang berbeda dalam memilih tempat untuk membeli cabai merah. Berikut ini (Tabel 11) merupakan gambaran tempat pembelian cabai merah yang banyak disukai oleh masyarakat kecamatan Coblong.

Tabel 11 Karakteristik responden berdasarkan tempat pembelian

No Tempat pembelian Jumlah Rumah

Tangga Coblong melakukan pembelian cabai merah di pasar tradisional. Terdapat beberapa pasar tradisional yang digunakan sebagai tempat pembelian bagi responden di Kecamatan Coblong diantaranya adalah pasar tradisional Sederhana, pasar Simpang, pasar Balubur, pasar Puyuh, dan pasar Sadang Serang. Sebagian kecil dari responden melakukan pembelian cabai merah di pasar modern dan warung atau pedagang sayur keliling. Dari banyaknya jumlah responden dalam melakukan pembelian cabai merah di pasar tradisional, maka sebagian besar konsumen rumah tangga di Kecamatan Coblong dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga akan cabai merah dilakukan di pasar tradisional. Sebagian besar responden pada penelitian ini adalah ibu rumah tangga (tidak bekerja) dan ibu rumah tangga yang bekerja sebagai pegawai negeri.

2. Karakteristik responden berdasarkan frekuensi pembelian

Karakteristik dari setiap responden rumah tangga memiliki kebiasaan dalam melakukan pembelian cabai merah yang berbeda-beda. Hal itu dapat dilihat dari selera masing-masing responden yang menyukai rasa pedas pada makanan yang dikonsumsi. Ada yang melakukan pembelian cabai merah setiap hari, satu minggu satu kali, dua minggu satu kali, satu bulan satu kali dan ada pula yang tidak menentu.

(39)

perbulannya. Berikut ini merupakan data informasi kebiasaan responden dalam melakukan pembelian cabai merah yang ditunjukan dalam Tabel 12.

Tabel 12 Data responden berdasarkan frekuensi pembelian cabai merah No Frekuensi Pembelian

(kali/bulan)

Jumlah RT Presentase (%)

1 1 2 5

2 2 4 10

3 4 23 57.5

4 8 4 10

5 10 5 12.5

6 15 2 5

Jumlah 40 100

Dilihat dari Tabel diatas sebesar 57,5 persen responden melakukan pembelian cabai merah sebanyak 4 kali dalam satu bulan. Hal tersebut menunjukan sebagian besar frekuensi responden rumah tangga di Kecamatan Coblong membeli cabai merah adalah 1 minggu 1 kali pembelian.

3. Karakteristik responden berdasarkan jumlah pembelian

Setiap rumah tangga memiliki kebutuhan akan cabai merah yang tidak sama. Hal tersebut dipengaruhi oleh banyak hal, seperti selera terhadap pedas, pendapatan dan jumlah anggota pada masing-masing responden rumah tangga. Ada yang hanya membutuhkan dalam jumlah sedikit dan ada pula yang membutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak. Tabel berikut dapat memberikan gambaran informasi jumlah cabai merah yang di beli oleh responden untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

Tabel 13 Data responden menurut jumlah pembelian cabai merah No Jumlah pembelian (kg) Jumlah RT Persentase (%)

1 0.25 2 5

2 0.4 5 12.5

3 0.5 2 5

4 0.6 1 2.5

5 0.75 2 5

6 0.8 2 5

7 1 18 45

8 1.5 2 5

9 2 4 10

10 2.5 2 5

Jumlah 40 100

Gambar

Tabel 1 Ekspor impor pertanian periode Januari-Februari 2013
Tabel 2 Produksi komoditas sayuran tertinggi tahun 2008-2012
Tabel 3 Rata-rata konsumsi cabai merah di Indonesia tahun 2008-2012
Gambar 1  Harga cabai merah bulan Agustus 2011-20122
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum variasi kandungan unsur hara (N, P dan Si) yang Karakteristik usia masyarakat yang banyak memanfaatkan Pantai Bali tertinggi pada usia 20-29 tahun yaitu

Keakuratan primer cytochrome b pada sekuen tikus (dengan primer reverse 5’- GAA TGG GAT TTT GTC TGC GTT GGA GTT T- 3’) dapat dilihat dari pencampuran daging sapi dan

pelaksanaan siklus II dan hasilnya diterapkan pada siklus III. Langkah-langkah refleksi pada siklus II pada dasarnya sama dengan siklus I yaitu dari hasil pengamatan

Analisis yang digunakan untuk melihat besarnya pengaruh rasio pasar dengan dimensi Price Cash Flow Ratio (PCFR) dan Price Sales Ratio (PSR) sebagai variabel independen

Ekspresi antisense 4CL tidak saja dapat digunakan untuk memperoleh bibit sengon transgenik tinggi rasio siringil/guaiasil ataupun rendah kadar lignin, tetapi dapat juga

Sedangkan pada siklus II kemampuan guru mengelola pembelajaran sudah semakin baik karena sudah dapat mengelola pembelajaran lebih baik, dimana guru sudah

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Soal prettest adalah materi termokimia yang terdiri dari 10 butir soal pilihan jamak dan 4 butir soal

Hal ini dikarenakan viabilitas probiotik pada minuman menjadi komponen penting dan memiliki nilai fungsional yang tinggi bagi kesehatan yaitu minimal 1x10 8 dengan