• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Model 2.

3. Pengaruh Dinamika Kelompok, Karakteristik Program dan Dukungan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian melalui teknik analisis jalur yang telah disajikan pada sub bab sebelumnya, diketahui bahwa dinamika kelompok, krakteristik program dan dukungan stakeholder secara bersama-sama berpengaruh terhadap kemandirian kelompok. Adanya pengaruh secara gabungan tersebut dibuktikan dengan nilai koefisien determinasi (R2) yang signifikan pada p value 0,000 lebih kecil dibanding a = 0,05. Hasil analisis koefisien determinasi mendapatkan nilai R2 sebesar 0,248. Nilai yang diperoleh sebesar 24,8 % mempunyai arti bahwa pengaruh dinamika kelompok, karakteristik program dan dukungan stakeholder terhadap kemandirian kelompok secara gabungan adalah 24,8 %, sedangkan sisanya 75,2 % dipengaruhi oleh faktor lain.

Untuk melihat seberapa besar pengaruh masing-masing variabel yaitu dinamika kelompok (X1), karakteristik program (X2) dan dukungan stakeholder (X3)

terhadap variabel partisipasi kelompok (Y1) dapat di lihat pada gambar 6 dibawah ini.

Keterangan :

Pengaruh X1, X2 dan X3 terhadap Y2

Dukungan Stakeholder (X ) Dinamika Kelompok Karakteristik Program (X2) Kemandirian Kelompok (Y2) 0,122 0,350 0,136 0,287 0,037 0,425

commit to user

Gambar 6. Model Pengaruh Faktor Dinamika Kelompok, Karakteristik Program dan Dukungan Stakeholder Terhadap Tingkat Kemandirian Kelompok Hasil penelitian ini membuktikan bahwa faktor karakteristik program (X2)

memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap peningkatan kemandirian kelompok (Y2). Hal ini dibuktikan dengan angka standardized coefficients Beta

sebesar 0,350 artinya pengaruh karakteristik program terhadap peningkatan partisipasi kelompok sebesar 35,0% sedangkan pengaruh faktor lain yaitu dinamika kelompok 0,122 atau 12,2 % dan faktor dukungan stakeholder 0,136 atau 13,6 %, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh ketiga faktor tersebut yaitu dinamika kelompok, karakteristik program dan dukungan stakeholder memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap peningkatan kemandirian kelompok. Hasil ini bermakna bahwa peningkatan dinamika kelompok, karakteristi program dan dukungan stakeholder tidak diiringi dengan meningkatnya kemandirian kelompok secara nyata karena pengaruhnya sangat kecil.

Terkait dengan program pemberdayaan, responden penelitian ini adalah peserta Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) yang merupakan terintegrasi dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM- Mandiri), dinamika kelompok, karakteristik program dan dukungan stakeholder selaras dengan Ife (2002:58) yang mengemukakan pentingnya kekuatan kelembagaan. Ife (2002:58) menyebutkan jenis kekuatan yang dimiliki masyarakat yang dapat digunakan untuk memberdayakan masyarakat salah satunya adalah kekuatan kelembagaan. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007:124) yang menegaskan pentingnya penguatan kelembagaan masyarakat. Dalam penelitian ini penguatan kelembagaan tercermin pada pengembangan kelompok

commit to user

swadaya masyarakat (KSM) dan badan keswadayaan masyarakat (BKM). Kelompok swadaya masyarakat dan BKM merupakan lembaga masyarakat yang sudah dibentuk berdasarkan aspirasi dan kesepakatan masyarakat dalam rangka turut melaksanakan program P2KP sehingga penekanan penguatan kelembagaan pada masyarakat miskin kota akan berada pada kelompok swadaya masyarakat dan badan keswadayaan masyarakat. Selanjutnya penekanan pada dua lembaga tersebut menjadi lebih bermakna dengan adanya pengaruh pengembangan dua lembaga tersebut terhadap partisipasi kelompok. Hikmat (2006:3) mengemukakan bahwa konsep pemberdayaan dalam wacana pengembangan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep partisipasi. Partisipasi inilah yang menurut Kuper dan Jessica (2000:149) berguna menanggulangi berbagai masalah seputar kemiskinan dan pengangguran. Hal ini dikarenakan upaya yang dilakukan adalah menekankan pada pembangkitan kesadaran dan daya kreasi penduduk setempat sehingga mereka mau dan mampu mencari cara- cara untuk memecahkan persoalan mereka sendiri.

Menyikapi kondisi di atas, Sumarjo dalam Slamet, 2003 menyatakan bahwa kelompok yang kurang efektif memenuhi kebutuhan anggotanya juga ditandai adanya keragaman anggota yang rendah (pendidikan rendah, lokalit dan kurang percaya diri), tetapi nepotisme dalam rekrutmen keanggotaan tinggi, sehingga masyarakat di luar anggota pun menjadi kurang simpati. Rekrutmen kepemimpinan dan kepengurusan nepotisme semacam itu menyebabkan orang-orang yang terdaftar sebagai anggota relatif menjadi apatis terhadap dinamika kelompok. Dominannya intervensi pembina (luar) dalam pengembangan kelompok menyebabkan rendahnya kreativitas/inisiatif anggota untuk mengembangkan alternatif pemecahan masalah kelompok secara mandiri.

commit to user

Kelompok semacam itu biasanya terbentuk bukan atas dasar kesadaran untuk mengembangkan dinamika internal masyarakat yang mengarah pada kepentingan internal, tetapi lebih didominasi oleh motivasi masyarakat untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah dan oleh motivasi oleh pembina atas terselenggaranya secara administratif proyek-pryoek pembangunan yang sangat sektoral. Akibatnya, dinamika kelompok sangat tergantung pada intervensi pemeritah dan intensitas interaksi dengan aparat/pembina proyek. Kelompok yang terbentuk dengan pola semacam itu lebih tampil sebagai kelompok papan nama, tanpa aktivitas anggota yang berarti dan kurang tampak greget menjadi media mewujudkan kepentingan masyarakat miskin. Sebaliknya, kelompok cenderung lebih berfungsi sebagai alat pemerintah untuk memenuhi kepentingan pemerintah.

Implementasi keberhasilan dari program P2KP juga tidak terlepas dari peran fasilitator atau Faskel sebagai pendamping. Peran pendamping sangat penting dalam memperlancar proses dialog antara individu dalam kelompok karena proses pemberdayaan mementingkan pematahan dari relasi subjek dan objek, maka pendamping tidak berfungsi sebagai orang yang mengajari, atau menggurui individu dalam kelompok, tetapi ikut berfungsi sebagai stimulator atau pemicu diskusi. Ia harus bersikap netral dan tidak berhak mencampuri keputusan dari hasil diskusi (Moeljarto dalam Prijono dan Pranaka, 1996).

Peranan dari fasilitator sebagai agent perubahan dalam suatu program sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nasution (1995) memegang peranan yang sangat penting untuk menunjang keberhasilan program yaitu seorang fasilitator berfungsi sebagai penggerak, perantara dan pencapai hasil. Sebagai penggerak facilitator membangkitkan atau memprakarsai hal-hal baru yang berkembang dan keinginan

commit to user

masyarakat sehingga masyarakat mau bergerak dan terpengaruh melalui petunjuk- petunjuk yang diberikan oleh fasilitator. Fasilitator sebagai penganaliasa melalui identifikasi atas alternative-alternatif yang dikemukakan oleh masyarakat atau pemberi masukan (input) bagi tenaga ahli dalam menganalisa sedangkan sebagai pengembang kepemimpinan, seorang agen perubahan berfungsi melakukan identifikasi, melatih, mengorganisir, serta meningkatkan kemampuan pemimpin-pemimpin setempat, mengokohkan status mereka di tengah masyarakat, sebagai suatu usaha untuk membina kesinambungan dalam proses pembangunan..

4. Pengaruh Dinamika Kelompok, Karakteristik Program, Dukungan Stakeholder