• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asystasia gangetica DAN Borreria alata

3 Hasil dan Pembahasan 1 Kondisi umum

3.3 Pengaruh ekstrak teki terhadap perkecambahan kedela

Pemberian ekstrak teki dari tajuk, umbi, dan seluruh bagian teki dari umur yang berbeda tidak memberikan pengaruh negatif pada daya berkecambah, kecepatan tumbuh kecambah, serta indeks vigor kecambah kedelai (Tabel 1.2). Daya berkecambah kedelai pada seluruh perlakuan dapat mencapai 80%, yaitu berkisar antara 80 hingga 92%. Kecepatan tumbuh kecambah kedelai seluruh perlakuan berkisar 39.71 hingga 45.02%KN etmal-1, sedangkan indeks vigornya sebesar 9.53 hingga 10.81%. Hal ini menunjukkan bahwa biji kedelai tetap dapat berkecambah secara optimal walaupun mendapat pemberian ekstrak teki. Penelitian sebelumnya oleh Delsi (2012) dan Chozin et al. (2013) juga

21 menunjukkan bahwa aplikasi ekstrak teki dosis 0.0-4.5 kg L-1 tidak memberikan pengaruh negatif pada perkecambahan kedelai, dengan daya berkecambah mencapai 96.00% dan kecepatan tumbuh kecambah mencapai 62.63%KN etmal-1.

Tabel 1.2 Pengaruh pemberian ekstrak teki terhadap perkecambahan kedelai

Perlakuan DB (%) a KCTKedelai

(%KN etmal-1) b IV (%) c

Kontrol 88.00 43.53 10.45

Tajuk teki 1 bulan 90.67 42.82 10.29

Tajuk teki 2 bulan 90.67 43.25 10.39

Tajuk teki 3 bulan 90.67 42.37 10.18

Umbi teki 1 bulan 80.00 40.78 9.78

Umbi teki 2 bulan 84.00 40.97 9.83

Umbi teki 3 bulan 84.00 42.87 10.28

Seluruh bagian teki 1 bulan 80.00 39.71 9.53

Seluruh bagian teki 2 bulan 92.00 45.02 10.81

Seluruh bagian teki 3 bulan 88.00 42.81 10.28

aDB = daya berkecambah; bKCT = kecepatan tumbuh kecambah, KN = kecambah normal; cIV =

indeks vigor.

Daya berkecambah menunjukkan kemampuan benih untuk dapat berkecambah dan tumbuh normal pada keadaan biofisik lingkungan perkecambahan yang serba optimum (Raharjo et al. 2014). Daya berkecambah

kedelai yang tinggi menunjukkan bahwa biji kedelai tetap dapat berkecambah dan tumbuh normal pada keadaan biofisik lingkungan perkecambahan yang dibatasi oleh pemberian ekstrak teki. Nilai daya berkecambah kedelai yang tinggi juga diikuti dengan tingginya nilai kecepatan tumbuh kecambah dan indeks vigor kedelai.

Pemberian ekstrak teki tidak berpengaruh negatif terhadap perkecambahan kedelai diduga karena biji kedelai memiliki kulit biji/testa sebagai lapisan

pelindung embrio, serta karena ukuran biji kedelai yang lebih besar dibandingkan dengan biji gulma. Kulit biji dapat menentukan proses fisiologis yang terjadi pada embrio (Ma et al. 2004) dan mempengaruhi aktivitas senyawa alelokimia yang

dapat menghambat perkecambahan biji (Pebriani et al. 2013). Rahmawati (2009),

Ichsan et al. (2013), dan Pratama et al. (2014) menyatakan bahwa biji dengan

ukuran yang lebih besar memiliki ukuran embrio dan cadangan makanan yang lebih besar sehingga memiliki energi yang lebih besar untuk perkecambahan. Biji dengan cadangan makanan yang lebih besar berpeluang untuk mengatasi hambatan yang terjadi pada saat perkecambahan seperti kondisi lingkungan yang ekstrim serta tidak sesuai untuk perkecambahan. Ekstrak teki tidak menekan perkecambahan kedelai diduga juga disebabkan oleh sifat selektif dari alelokimia teki. Seigler (1996) dan Cheema et al. (2004) menyatakan bahwa alelokimia dapat

bekerja secara selektif dan respon tanaman terhadap alelokimia juga bersifat selektif.

22

Hasil analisis pertumbuhan kecambah kedelai menunjukkan bahwa pemberian ekstrak teki berpengaruh terhadap pertumbuhan plumula kedelai pada saat 2 dan 4 hari setelah semai (HSS), namun tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan radikula kedelai pada saat 2 dan 4 HSS (Gambar 1.3). Ekstrak umbi teki umur 2 bulan setelah tanam dan seluruh bagian teki dari semua umur memberikan panjang plumula kedelai pada saat 2 HSS yang lebih besar dibandingkan terhadap kontrol. Panjang plumula terbesar pada saat 2 HSS terdapat pada perlakuan ekstrak seluruh bagian teki umur 2 bulan setelah tanam yaitu sebesar 1.06 cm. Ekstrak tajuk teki umur 2 bulan setelah tanam menunjukkan panjang plumula kedelai saat 4 HSS lebih rendah dibandingkan terhadap kontrol. Panjang plumula terbesar pada saat 4 HSS terdapat pada perlakuan ekstrak tajuk teki umur 1 bulan setelah tanam yaitu sebesar 4.79 cm.

Gambar 1.3 Panjang plumula kecambah kedelai (a) dan panjang radikula kecambah kedelai (b) saat 2 dan 4 HSS pada pemberian ekstrak

teki dari bagian dan umur yang berbeda

23 3.4 Pengaruh ekstrak teki terhadap perkecambahan A. gangetica

Pemberian ekstrak teki dari bagian dan umur yang berbeda berpengaruh terhadap daya berkecambah, kecepatan tumbuh kecambah, dan indeks vigor

A. gangetica (Tabel 1.3). Pemberian ekstrak umbi teki umur 3 bulan setelah tanam

memberikan daya berkecambah biji A. gangetica yang terkecil yaitu sebesar 32%,

dengan penekanan sebesar 54.72% dibandingkan terhadap kontrol. Kecepatan tumbuh kecambah dan indeks vigor terendah juga dihasilkan oleh perlakuan ekstrak umbi teki umur 3 bulan setelah tanam, yaitu berturut-turut sebesar 8.96%KN etmal-1 dan 2.19%.

Tabel 1.3 Pengaruh pemberian ekstrak teki terhadap perkecambahan A. gangetica

Perlakuan A. gangetica

a

DB (%) b KCT

(%KN etmal-1) c IV (%) d Penekanan DB (%)

Kontrol 70.67 ab 29.16 a 7.03 a −

Tajuk teki 1 bulan 62.67 abcd 21.55 ab 5.22 ab 11.32

Tajuk teki 2 bulan 66.67 abc 26.02 a 6.28 a 5.66

Tajuk teki 3 bulan 70.67 ab 23.72 a 5.74 a 0.00

Umbi teki 1 bulan 38.67 cd 13.65 bc 3.31 bc 45.28

Umbi teki 2 bulan 42.67 bcd 13.94 bc 3.38 bc 39.62

Umbi teki 3 bulan 32.00 d 8.96 c 2.19 c 54.72

Seluruh bagian teki 1 bulan 48.00 abcd 14.09 bc 3.42 bc 32.08

Seluruh bagian teki 2 bulan 44.00 bcd 11.19 c 2.73 c 37.74

Seluruh bagian teki 3 bulan 77.33 a 26.29 a 6.37 a 0.00

aAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

pada uji Tukey taraf 5%; bDB = daya berkecambah; cKCT = kecepatan tumbuh kecambah, KN =

kecambah normal; dIV = indeks vigor.

Hasil analisis menunjukkan bahwa umbi teki dari semua umur cenderung menekan daya berkecambah A. gangetica yang lebih besar dibandingkan dengan

bagian tajuk teki serta dibandingkan dengan seluruh bagian teki dari semua umur. Hal ini diduga disebabkan oleh senyawa fenol yang teridentifikasi pada umbi teki dari semua umur, yaitu senyawa 2-furanmethanol yang mampu menekan

perkecambahan A. gangetica melalui berbagai mekanisme. Zhao et al. (2010)

menyatakan bahwa senyawa fenol pada alelokimia dapat menekan perkecambahan tanaman melalui perubahan permeabilitas membran sel sehingga proses imbibisi terganggu. Senyawa fenol juga dapat menurunkan aktivitas enzim dan produksi hormon pertumbuhan yang berperan dalam perombakan cadangan makanan pada proses perkecambahan. Penekanan perkecambahan A. gangetica

diduga juga disebabkan oleh senyawa metabolit selain fenol yang teridentifikasi pada umbi teki dari semua umur, yaitu senyawa furfural (Lampiran 8). RIRDC (2006) menyatakan bahwa senyawa furfural merupakan senyawa adjuvant pada

pembuatan herbisida yang memudahkan penetrasi zat penghambat dalam herbisida untuk masuk ke tanaman.

24

Umbi teki umur 3 bulan setelah tanam menekan daya berkecambah

A. gangetica lebih besar dibandingkan umbi umur 1 dan 2 bulan setelah tanam

diduga karena teridentifikasi mengandung senyawa metabolit selain fenol yang di antaranya berasal dari golongan ester, steroid, serta asam palmitat (Lampiran 8). Elezabeth dan Arumugam (2014) juga berhasil mengidentifikasi beberapa senyawa metabolit selain fenol dari teki dengan pengekstrak ethanol, di antaranya golongan linolenic acid, stearic acid, palmitic acid, sesquiterpene, serta senyawa

ester. Menurut Ferguson et al. (2003), senyawa ester merupakan salah satu

senyawa yang dapat menekan pertumbuhan gulma dan berpotensi dikembangkan sebagai herbisida. Macias et al. (1997), Khanh et al. (2006), dan Ripardo et al.

(2012) menyatakan bahwa steroid memiliki potensi alelopati dan mampu menghambat perkecambahan Mimosa pudica, E. crus-galli, dan Senna obtusifolia.

Khanh et al. (2006), Tomes (2013), serta Geethambigai dan Prabhakaran (2014)

juga menyatakan bahwa asam palmitat termasuk salah satu senyawa yang dapat menghambat perkecambahan E. crus-galli, Lactuca sativa, dan beberapa kultivar

padi. Senyawa ester, steroid, serta asam palmitat yang teridentifikasi pada umbi teki umur 3 bulan setelah tanam termasuk senyawa penyusun alelokimia teki yang dapat menekan perkecambahan melalui berbagai mekanisme. Menurut Peng et al.

(2004) alelokimia dapat merubah struktur dan fungsi dari protoplasma, sehingga mengganggu proses metabolisme sel tanaman.

Ekstrak tajuk teki umur 3 bulan setelah tanam serta seluruh bagian teki umur 3 bulan setelah tanam tidak menunjukkan penekanan pada daya berkecambah A. gangetica, bahkan ekstrak seluruh bagian teki umur 3 bulan

setelah tanam mampu meningkatkan daya berkecambah A. gangetica. Hal ini

menunjukkan bahwa selain mampu menekan perkecambahan, alelokimia juga dapat menjadi stimulator pertumbuhan tanaman. Gatti et al. (2010), Farooq et al.

(2013), dan Subtain et al. (2014) menyatakan bahwa alelokimia dapat berperan

sebagai growth promotor pada tanaman. Rice (1984) berpendapat bahwa senyawa

organik dapat berperan sebagai senyawa penghambat pada konsentrasi yang tinggi, namun sebaliknya pada konsentrasi yang rendah senyawa organik dapat menjadi stimulator pertumbuhan. Peningkatan pertumbuhan A. gangetica diduga

terjadi karena tajuk teki umur 3 bulan setelah tanam dan seluruh bagian teki umur 3 bulan setelah tanam mengandung senyawa phenol,2,6-dimethoxy dalam

konsentrasi yang rendah. Zulkarami et al. (2011) menyatakan bahwa senyawa phenol,2,6-dimethoxy pada konsentrasi 30% dapat bersifat racun bagi tanaman,

namun pada konsentrasi yang lebih rendah yaitu 20 dan 10% dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman.

Dokumen terkait