IDENTIFIKASI FENOL DARI TAJUK DAN UMBI TEKI (Cyperus
rotundus L.) PADA BERBAGAI UMUR SERTA PENGARUHNYA
TERHADAP PERKECAMBAHAN GULMA BERDAUN LEBAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Fenol dari Tajuk dan Umbi Teki (Cyperus rotundus L.) pada Berbagai Umur serta
Pengaruhnya terhadap Perkecambahan Gulma Berdaun Lebar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Ayu Vandira Candra Kusuma
RINGKASAN
AYU VANDIRA CANDRA KUSUMA. Identifikasi Fenol dari Tajuk dan Umbi Teki (Cyperus rotundus L.) pada Berbagai Umur serta Pengaruhnya terhadap
Perkecambahan Gulma Berdaun Lebar. Dibimbing oleh M. A. CHOZIN dan DWI GUNTORO.
Alelokimia teki (Cyperus rotundus L.) berpotensi untuk dikembangkan
sebagai bioherbisida karena mampu menekan perkecambahan gulma lain, terutama gulma berdaun lebar. Alelokimia teki mengandung senyawa fenol yang dapat dipengaruhi oleh perbedaan bagian dan umur teki. Terdapat dugaan bahwa bagian dan umur teki yang berbeda memberikan perbedaan jenis senyawa fenol yang teridentifikasi, serta perbedaan potensi penekanannya terhadap perkecambahan gulma daun lebar Asystasia gangetica dan Borreria alata. Potensi
alelokimia teki sebagai bioherbisida dapat diketahui melalui aplikasi ekstrak teki berbagai konsentrasi di lahan penanaman kedelai.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis senyawa fenol pada ekstrak tajuk dan umbi teki dari tiga umur pertumbuhan, serta pengaruhnya terhadap perkecambahan A. gangetica dan B. alata. Penelitian juga bertujuan
untuk mempelajari pengaruh ekstrak teki pada konsentrasi yang berbeda terhadap pertumbuhan gulma serta pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan penanaman. Penelitian dilaksanakan pada November 2014 hingga Juni 2015 dan terbagi menjadi percobaan laboratorium dan percobaan lapangan. Percobaan laboratorium pertama merupakan identifikasi jenis senyawa fenol ekstrak teki dengan perlakuan faktor tunggal yaitu ekstrak tajuk dan umbi teki umur 1, 2, dan 3 bulan setelah tanam. Percobaan laboratorium kedua merupakan pengujian ekstrak teki pada perkecambahan kedelai, A. gangetica, dan B. alata yang disusun berdasarkan
rancangan acak lengkap faktor tunggal. Perlakuan terdiri dari kontrol, ekstrak tajuk, umbi, serta seluruh bagian teki umur 1, 2, dan 3 bulan setelah tanam, dengan tiga ulangan. Percobaan lapangan merupakan pengujian ekstrak umbi teki berbagai konsentrasi sebagai bioherbisida pada lahan kedelai yang disusun berdasarkan rancangan acak kelompok lengkap faktor tunggal. Perlakuan terdiri dari perlakuan tanpa pengendalian gulma, perlakuan penyiangan manual, dan pemberian ekstrak umbi teki konsentrasi 0.5-3.0 kg L-1, dengan tiga ulangan.
Hasil menunjukkan bahwa tajuk teki umur 2 bulan setelah tanam memiliki jenis senyawa fenol terbanyak yaitu 2-methoxy-4-vinylphenol; phenol,2,6-dimethoxy; 2-furanmethanol; dan α-tocopherol. Ekstrak teki dari bagian dan umur
yang berbeda tidak menekan perkecambahan kedelai. Ekstrak umbi teki dari semua umur cenderung menekan perkecambahan A. gangetica, sedangkan ekstrak
seluruh bagian teki umur 2 bulan setelah tanam memberikan penekanan terbesar pada perkecambahan B. alata. Ekstrak teki tidak menekan pertumbuhan plumula
dan radikula A. gangetica, namun mampu menekan pertumbuhan plumula dan
radikula B. alata. Pemberian ekstrak umbi teki pada lahan penanaman kedelai
dapat mengendalikan pertumbuhan gulma daun lebar total, serta gulma daun lebar sasaran yaitu Richardia brasiliensis dan Cyanotis axillaris. Ekstrak umbi teki
tidak menekan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.
SUMMARY
AYU VANDIRA CANDRA KUSUMA. Phenol Identification in Shoot and Tuber of Purple Nutsedge (Cyperus rotundus L.) on Various Ages and Its Effect on
Broadleaf Weed Germination. Supervised by M. A. CHOZIN and DWI GUNTORO.
Allelochemical of purple nutsedge (Cyperus rotundus L.) potentially to be
developed as bioherbicide because it can suppress germination of other weeds, especially broadleaf weed. Allelochemical of purple nutsedge contains phenolic compounds which may be influenced by the difference of plant parts and growth ages of purple nutsedge. There was a presumption that the difference of plant parts and growth ages of purple nutsedge gave difference in types of phenol compounds identified, as well as difference in its suppression potency on germination of broadleaf weed Asystasia gangetica and Borreria alata. Potency
of allelochemical of purple nutsedge as bioherbicide can be known through the application of purple nutsedge extracts in various concentrations in soybean field.
This research aimed to identify type of phenol compounds in shoot and tuber extracts of purple nutsedge from three plant ages, as well as its effect on germination of A. gangetica and B. alata. This research also aimed to study the
effect of purple nutsedge extract in different concentration on the growth of weed, as well as the growth and production of soybean in the field. Research was conducted on November 2014 untill June 2015 and divided into laboratorium and field experiments. The first laboratorium experiment was type of phenol compounds identification on purple nutsedge extracts with single factor treatment i.e. shoot and tuber extracts of purple nutsedge from 1, 2, and 3 months after planting. The second laboratorium experiment was testing of purple nutsedge extracts on germination of soybean, A. gangetica, and B. alata which was
arranged in completely randomize design with single factor. Treatments i.e. control, shoot, tuber, and all parts extracts of purple nutsedge from 1, 2, and 3 months after planting, with 3 replications. Field experiment was testing of tuber extracts of purple nutsedge in various concentration as bioherbicide in soybean field, which was arranged in randomize complete block design with single factor. Treatments i.e. without weed control, manual weeding, and application of tuber extracts of purple nutsedge in 0.5-3.0 kg L-1 concentration, with 3 replications.
Result showed that shoot extracts from 2 months after planting had the highest type of phenol compounds i.e. 2-methoxy-4-vinylphenol; phenol,2,6-dimethoxy; 2-furanmethanol; and α-tocopherol. Purple nutsedge extract from
different parts and different plant ages did not suppress soybean germination. Tuber extract from all ages tend to suppress germination of A. gangetica, while all
parts extracts from 2 months after planting gave the greatest suppression on germination of B. alata. Purple nutsedge extracts did not suppress growth of
plumule and radicle of A. gangetica, but was able to suppress growth of plumule
and radicle of B. alata. Application of tuber extracts of purple nutsedge in
soybean field were able to control growth of total broadleaf weeds and target broadleaf weeds i.e. Richardia brasiliensis and Cyanotis axillaris. Tuber extracts
of purple nutsedge did not suppress the growth and yield of soybean.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura
IDENTIFIKASI FENOL DARI TAJUK DAN UMBI TEKI (Cyperus
rotundus L.) PADA BERBAGAI UMUR SERTA PENGARUHNYA
TERHADAP PERKECAMBAHAN GULMA BERDAUN LEBAR
AYU VANDIRA CANDRA KUSUMA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 ini adalah potensi alelokimia gulma teki sebagai bioherbisida, dengan judul “Identifikasi Fenol dari Tajuk dan Umbi Teki (Cyperus rotundus L.) pada Berbagai Umur serta
Pengaruhnya terhadap Perkecambahan Gulma Berdaun Lebar”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir M. A. Chozin, MAgr dan Dr Dwi Guntoro, SP, MSi selaku pembimbing, pimpinan dan staf Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor, pimpinan dan staf Laboratorium Kesehatan DKI Jakarta, pimpinan dan staf University Farm IPB, seluruh staf laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB, teman-teman seperjuangan mahasiswa pascasarjana AGH Fakultas Pertanian IPB angkatan 2012 dan 2013, serta seluruh pihak yang turut membantu dan mendoakan selama studi yang tidak dapat diungkapkan satu per satu. Tidak lupa terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas dukungan finansial yang diberikan selama studi dan penelitian melalui program BPPDN (Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri) 2013. Ungkapan terima kasih yang begitu besar juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala motivasi, doa, dan kasih sayang yang tulus.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN 1
Latar belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Hipotesis 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 4
SENYAWA FENOL DARI TAJUK DAN UMBI TEKI (Cyperus rotundus L.)
PADA TIGA UMUR PERTUMBUHAN SERTA PENGARUHNYA
TERHADAP PERKECAMBAHAN Asystasia gangetica DAN Borreria alata 9
1 Pendahuluan 10
2 Metode 11
Waktu dan Tempat Penelitian 11
2.1 Identifikasi kandungan fenol ekstrak tajuk dan umbi teki pada tiga
umur pertumbuhan 11
Bahan 11
Alat 12
Prosedur Percobaan 12
Pengamatan 13
2.2 Pengujian ekstrak teki terhadap perkecambahan biji kedelai dan
gulma berdaun lebar 14
Bahan 14
Alat 14
Prosedur Percobaan 14
Pengamatan 16
Analisis data 17
3 Hasil dan Pembahasan 17
4 Simpulan 28
PEMBERIAN EKSTRAK UMBI TEKI (Cyperus rotundus L.) BERBAGAI
KONSENTRASI SEBAGAI BIOHERBISIDA PADA BUDIDAYA
KEDELAI (Glycin max L.) 29
1 Pendahuluan 30
2 Metode 31
Waktu dan Tempat Penelitian 31
Bahan 31
Prosedur Percobaan 31
Pengamatan 33
Analisis data 35
3 Hasil dan Pembahasan 36
4 Simpulan 45
PEMBAHASAN UMUM 46
SIMPULAN UMUM DAN SARAN 49
Simpulan 49
Saran 49
DAFTAR PUSTAKA 50
LAMPIRAN 56
DAFTAR TABEL
1.1 Jenis senyawa fenol yang teridentifikasi oleh GC-MS pada tajuk dan
umbi teki berbagai umur 20
1.2 Pengaruh pemberian ekstrak teki terhadap perkecambahan kedelai 21 1.3 Pengaruh pemberian ekstrak teki terhadap perkecambahan A. gangetica 23
1.4 Pengaruh pemberian ekstrak teki terhadap perkecambahan B. alata 25
2.1 Nilai Jumlah Dominansi (NJD) gulma pada lahan penanaman kedelai
saat sebelum pengolahan tanah 37
2.2 Perubahan komposisi jenis gulma daun lebar saat sebelum pengolahan
tanah dan setelah pemberian ekstrak umbi teki (2 MST) 38 2.3 Pengaruh pemberian ekstrak umbi teki terhadap berat kering gulma
daun lebar total pada saat 2, 4, 6, dan 8 MST 39
2.4 Pengaruh pemberian ekstrak umbi teki terhadap berat kering gulma
daun lebar R. brasiliensis pada saat 2, 4, 6, dan 8 MST 40
2.5 Pengaruh pemberian ekstrak umbi teki terhadap berat kering gulma
daun lebar C. axillaris pada saat 2, 4, 6, dan 8 MST 41
2.6 Pengaruh pemberian ekstrak umbi teki terhadap berat kering gulma
daun lebar B. alata pada saat 2, 4, 6, dan 8 MST 41
2.7 Hubungan antara berat kering total gulma daun lebar saat 8 MST dengan pertumbuhan, hasil, dan mutu hasil kedelai pada akhir
pengamatan 43
DAFTAR GAMBAR
1 Bagan alir penelitian 3
1.1 Bagian-bagian teki yang digunakan sebagai perlakuan 13 1.2 Jumlah jenis senyawa metabolit dan jumlah jenis senyawa fenol yang
teridentifikasi oleh GC-MS pada tajuk dan umbi teki berbagai umur 19 1.3 Panjang plumula kecambah kedelai (a) dan panjang radikula
kecambah kedelai (b) saat 2 dan 4 HSS pada pemberian ekstrak teki
dari bagian dan umur yang berbeda 22
1.4 Panjang plumula kecambah A. gangetica (a) dan panjang radikula
kecambah A. gangetica (b) saat 2 dan 4 HSS pada pemberian ekstrak
teki dari bagian dan umur yang berbeda 26
1.5 Panjang plumula kecambah B. alata (a) dan panjang radikula
kecambah B. alata (b) saat 2 dan 4 HSS pada pemberian ekstrak teki
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data iklim per bulan selama penelitian 56
2 Grafik hasil analisis GC-MS ekstrak tajuk teki umur 1 bulan setelah
tanam 57
3 Grafik hasil analisis GC-MS ekstrak tajuk teki umur 2 bulan setelah
tanam 58
4 Grafik hasil analisis GC-MS ekstrak tajuk teki umur 3 bulan setelah
tanam 59
5 Grafik hasil analisis GC-MS ekstrak umbi teki umur 1 bulan setelah
tanam 60
6 Grafik hasil analisis GC-MS ekstrak umbi teki umur 2 bulan setelah
tanam 61
7 Grafik hasil analisis GC-MS ekstrak umbi teki umur 3 bulan setelah
tanam 62
8 Jenis seluruh senyawa metabolit (senyawa fenol dan senyawa metabolit selain fenol yang teridentifikasi pada ekstrak teki dari bagian dan umur
yang berbeda 63
9 Keadaan lahan penanaman kedelai pada saat 6 MST 65
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan herbisida sintetis untuk mengatasi gulma yang muncul pada tanaman budidaya saat ini semakin meluas, namun hal tersebut bertentangan dengan kegiatan pertanian berkelanjutan karena sifatnya yang tidak ramah lingkungan. Bahan kimia yang terkandung dalam herbisida sintetis dapat menurunkan kualitas lingkungan dan mengganggu kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Menurut Junaedi et al. (2006), pertanian berkelanjutan
harus ditunjang dengan pengelolaan agroekosistem yang menunjang kelestarian lingkungan, salah satunya dengan pengendalian gulma yang muncul pada lahan budidaya secara ramah lingkungan.
Pengendalian gulma secara ramah lingkungan dapat dilakukan melalui pemanfaatan alelopati tanaman, gulma, maupun mikroorganisme. Menurut Rice (1984) alelopati merupakan pengaruh langsung maupun tidak langsung dari suatu tumbuhan (termasuk mikroba) terhadap jenis yang lain, baik pengaruh positif maupun negatif, melalui pelepasan senyawa kimia ke lingkungan. Senyawa kimia yang dilepaskan ke lingkungan dikenal sebagai alelokimia. Rizvi dan Rizvi (1992) menyatakan beberapa peran penting alelokimia dalam kegiatan pertanian yaitu kemampuannya meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit, memberikan pengaruh terhadap nitrifikasi dan denitrifikasi, serta memiliki kemungkinan untuk dikembangkan sebagai zat pengatur tumbuh serta biopestisida. Narwal (1998) menambahkan bahwa senyawa tumbuhan yang secara efektif menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan lain berpotensi digunakan sebagai bioherbisida.
Alelokimia gulma berpotensi untuk dikembangkan sebagai bioherbisida karena memberikan penekanan terhadap pertumbuhan gulma yang lain. Gulma-gulma yang menekan pertumbuhan Gulma-gulma lain melalui alelokimia yang dilepaskan di antaranya adalah Euphorbia guyoniana yang menekan pertumbuhan Bromus tectorum (Nasrine et al. 2013), Chromolaena odorata dan Mikania micranta yang
mampu menekan pertumbuhan Ageratum conyzoides (Nornasuha dan Ismail
2013), serta teki (Cyperus rotundus L.) yang mampu menekan pertumbuhan
gulma berdaun lebar (Chozin et al. 2013). Teki merupakan gulma berbahaya yang
tumbuh baik di daerah tropis maupun subtropis, mampu melepaskan alelokimia, serta memiliki kemampuan besar dalam menyerap unsur hara dari dalam tanah sehingga tumbuh menyebar dengan cepat dan menekan tanaman utama. Rata-rata penurunan hasil panen tanaman utama yang disebabkan oleh teki mencapai 75% (USDA 2007 dan Ebtan et al. 2014). Teki mampu menghasilkan senyawa bioaktif
berupa alelokimia yang dapat menghambat perkecambahan tumbuhan lain melalui efek fitotoksik yang dimiliki (Kavitha et al. 2012). Senyawa bioaktif teki yang
berperan dalam penghambatan perkecambahan merupakan golongan fenol (Leela 1995; Blum 1996; El-Rokiek et al. 2010; Ameena et al. 2013), benzoat, derivat
asam sinamat, dan golongan asam organik larut air (Blum et al. 1999).
2
gulma, di antaranya pada Chorchorus olitorius (El-Rokiek et al. 2010), Echinochloa crus-galli L. (El-Rokiek et al. 2010 dan Esmaeili et al. 2012), Eleusine coracana Gaertn. (Kavitha et al. 2012), Chromolaena odorata, Gomphrena decumbens, dan Synedrella nodiflora (Ameena et al. 2013), Asystasia gangetica dan Borreria alata (Chozin et al. 2013). Senyawa fenol dalam teki
dapat beragam jenisnya pada bagian dan umur tanaman yang berbeda. Menurut Peng et al. (2004) bagian, jaringan, dan stadia tanaman yang berbeda dapat
memberikan perbedaan kandungan alelokimia. Perbedaan jenis kandungan alelokimia akan berpengaruh terhadap potensi hambatannya terhadap perkecambahan gulma, terutama gulma daun lebar. El-Rokiek et al. (2010)
menyatakan bahwa gulma daun lebar lebih rentan terhadap alelokimia teki dibandingkan gulma rumput.
Informasi mengenai keragaman jenis senyawa fenol pada bagian dan umur pertumbuhan teki yang berbeda, serta pengaruhnya terhadap perkecambahan gulma terutama gulma daun lebar belum banyak dilaporkan sehingga perlu dilakukan percobaan laboratorium untuk memperoleh informasi tersebut. Hasil dari percobaan laboratorium dapat digunakan sebagai dasar pada percobaan lapangan untuk menguji efektivitas alelokimia teki berbagai konsentrasi dalam mengendalikan perkecambahan dan pertumbuhan gulma pada lahan penanaman kedelai, serta pengaruhnya pada tanaman kedelai. Percobaan laboratorium dan percobaan lapangan yang dilakukan merupakan kesatuan penelitian yang dapat memberikan informasi penting untuk menunjang pengembangan alelokimia teki sebagai bioherbisida.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian adalah untuk memperoleh informasi jenis senyawa metabolit pada alelokimia teki dari bagian dan umur pertumbuhan teki yang berbeda, serta pengaruhnya pada perkecambahan gulma baik dalam percobaan laboratorium maupun percobaan lapangan.
Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah :
1. Terdapat perbedaan jenis senyawa fenol dari tajuk dan umbi teki pada tiga umur pertumbuhan.
2. Ekstrak teki dari bagian tajuk dan umbi teki pada tiga umur pertumbuhan berpengaruh terhadap perkecambahan biji A. gangetica dan B. alata.
3. Perbedaan konsentrasi ekstrak teki berpengaruh terhadap pertumbuhan gulma serta pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan penanaman.
Ruang Lingkup Penelitian
3
identifikasi jenis senyawa fenol pada bagian dan umur pertumbuhan teki yang berbeda, serta pengujian pengaruh ekstrak teki dari bagian dan umur pertumbuhan teki yang berbeda pada perkecambahan kedelai dan gulma daun lebar. Percobaan lapangan merupakan pengujian ekstrak teki berbagai konsentrasi terhadap pertumbuhan gulma serta pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan penanaman. Rangkaian percobaan dalam penelitian ini secara garis besar disajikan pada bagan alir berikut (Gambar 1).
Gambar 1 Bagan alir penelitian Alelokimia teki yang mengandung senyawa
fenol dapat menghambat perkecambahan tanaman lain
Bagian teki : - Tajuk teki
- Umbi teki
- Seluruh bagian teki
Umur teki : - 1 bulan setelah tanam - 2 bulan setelah tanam - 3 bulan setelah tanam
Percobaan Laboratorium :
I. Identifikasi jenis senyawa fenol ekstrak tajuk dan umbi teki pada tiga umur pertumbuhan
II. Pengujian ekstrak teki terhadap perkecambahan biji kedelai dan gulma berdaun lebar
Pengendalian gulma tanaman budidaya dengan
herbisida sintetis
Menurunkan kualitas lingkungan
Pengendalian gulma secara ramah lingkungan dengan
bioherbisida
Percobaan Lapangan :
Pengujian ekstrak teki berbagai konsentrasi terhadap pertumbuhan gulma serta pertumbuhan
dan produksi kedelai di lahan penanaman
Informasi penting untuk menunjang pengembangan alelokimia teki sebagai
4
TINJAUAN PUSTAKA
Teki (Cyperus rotundus L.)
Teki dengan nama ilmiah Cyperus rotundus L. merupakan gulma tahunan
yang memiliki batang tegak berbentuk segitiga dan dapat mencapai tinggi 36-40 cm, bahkan dapat mencapai 75-100 cm pada daerah lembab. Daun teki tumbuh dari bagian dasar batang, linier, tipis, halus mengkilap, berwarna hijau gelap, beralur pada permukaan atas, dan lebarnya hanya mencapai 5 mm. Teki memiliki bunga berwarna coklat atau merah keunguan, bergerombol memanjang pada ujung tangkai, panjangnya hanya mencapai 3.5 cm. Sistem perakaran teki adalah serabut dengan percabangan yang ekstensif untuk penyerapan nutrisi. Teki memiliki rhizoma dan umbi yang dapat digunakan sebagai alat perkembangbiakan vegetatif sehingga teki dapat cepat tumbuh menguasai lahan. Umbi teki berwarna putih saat muda dan akan berubah menjadi coklat atau hitam saat tua. (Hall et al.
2012).
Ebtan et al. (2014) menyatakan bahwa gulma teki dapat tumbuh cepat dan
membentuk kanopi yang rimbun pada lahan karena teki tergolong gulma yang memiliki kemampuan besar dalam menyerap unsur hara dari dalam tanah. Kemampuan akar teki yang baik dalam menyerap nutrisi dapat mempengaruhi kemampuan teki untuk bersaing dengan tanaman budidaya. Persaingan antara teki dan tanaman budidaya, selain dalam penyerapan nutrisi, juga dalam penerimaan cahaya matahari untuk fotosintesis, serta penyerapan air.
Teki dapat tumbuh dengan baik pada semua jenis tanah dan dapat bertahan hidup pada suhu tinggi. Teki banyak ditemukan pada lahan-lahan pertanian, tepi jalan, padang rumput, serta lingkungan alami. Pertumbuhan teki pada lahan pertanian sulit untuk dikendalikan karena pengendalian secara manual hanya menghilangkan bagian tajuk teki, sedangkan bagian umbi dan rhizoma yang tertinggal di dalam tanah tetap dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat. Kemampuan teki yang cepat dalam menguasai berbagai jenis lahan serta sulitnya pengendalian, menyebabkan kerugian pada kegiatan budidaya tanaman. Pertumbuhan teki di lahan budidaya dapat menurunkan produksi tebu, jagung, kapas, padi, sayuran, serta tanaman budidaya lainnya (USDA NRCS 2006).
Teki tergolong dalam gulma berbahaya di dunia karena dapat tumbuh dengan cepat menguasai lahan, sulit dikendalikan, serta memiliki potensi alelopati. Potensi ini menyebabkan teki mampu menghasilkan dan melepaskan senyawa bioaktif/alelokimia yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman lain di sekitarnya. Alelokimia teki dapat dilepaskan dari bagian tajuk teki maupun bagian teki yang berada di dalam tanah (Friedman dan Horowitz 1971; Setyowati dan Suprijono 2001; El-Rokiek et al. 2010).
Alelokimia
5
Cheema et al. (2004) menambahkan bahwa efek dari alelopati bersifat selektif dan
tergantung pada konsentrasi alelokimia yang dilepaskan. Efek alelopati terhadap tanaman lain dapat berupa penghambatan maupun peningkatan pertumbuhan.
Alelokimia yang dilepaskan oleh tanaman pada umumnya adalah senyawa metabolit sekunder yang diproduksi sebagai produk sampingan dari berbagai proses fisiologis tanaman. Senyawa metabolit sekunder yang teridentifikasi sebagai alelokimia di antaranya adalah senyawa fenol, flavonoid, terpenoid, alkaloid, momilactone, hydroxamic acids, salisilat, karbohidrat, dan asam amino.
Senyawa metabolit sekunder dalam alelokimia tersebut dapat menghambat pertumbuhan tanaman lain, sehingga alelokimia berpotensi dimanfaatkan dalam kegiatan pengendalian gulma. Penggunaan alelokimia dianggap lebih baik dibandingkan herbisida sintetis karena alelokimia tidak meninggalkan residu yang bersifat racun baik bagi tanah maupun tanaman (Bhadoria 2011; Farooq et al.
2011; Jabran dan Farooq 2012; Farooq et al. 2013).
Keragaman aktivitas dan produksi alelokimia sebagai senyawa metabolit sekunder dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya adalah temperatur, ketersediaan air, kondisi tanah, aksesi tanaman, jaringan tanaman, dan umur tanaman. Temperatur yang tinggi di sekitar tanaman, fotoperiode yang panjang, dan ketersediaan air yang rendah dapat meningkatkan aktivitas dan produksi alelokimia tanaman tersebut. Kondisi tanah juga sangat berpengaruh terhadap aktivitas dan produksi alelokimia tanaman karena pada umumnya alelokimia dilepaskan melalui akar tanaman ke tanah. Aktivitas dan produksi alelokimia juga sangat dipengaruhi oleh spesies tanaman karena alelokimia bersifat spesifik terhadap spesies. Tanaman dengan spesies yang sama dapat menghasilkan alelokimia yang berbeda karena terdapat perbedaan aksesi, serta perbedaan jaringan dan umur tanaman. Alelokimia yang dilepaskan oleh tanaman ke lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan jenis tanaman lain di sekitarnya, baik itu berupa peningkatan maupun penekanan pertumbuhan. Pengaruh dari alelokimia pada umumnya merubah proses fisiologis suatu tanaman, di antaranya adalah (a) mempengaruhi struktur, fungsi, dan permeabilitas dari sitoplasma, (b) mempengaruhi perombakan cadangan makanan pada saat proses perkecambahan, dan (c) mempengaruhi fotosintesis dan pertumbuhan tanaman melalui perusakan klorofil (Peng et al. 2004).
Alelokimia teki yang teridentifikasi pada ekstrak teki dengan pelarut ethanol di antaranya adalah senyawa terpenoid, alkohol, ester, asam linolenat, asam palmitrat, asam stearat, fenol, dan flavonoid (Elezabeth dan Arumugam 2014). Senyawa fenol dan flavonoid merupakan alelokimia teki yang teridentifikasi pada berbagai jenis pelarut ekstrak yaitu petroleum ether, n-heksana, aseton, alkohol, dan aquades (Sivapalan dan Jeyadevan 2012). Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai alelokimia telah menunjukkan bahwa alelokimia teki, terutama senyawa fenol dapat menekan perkecambahan dan pertumbuhan jenis gulma yang lain (Leela 1995; El-Rokiek et al. 2010; Ameena et al. 2013; Chozin et al. 2013).
6
Senyawa Fenol pada Alelokimia
Senyawa fenol adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus hidroksil (-OH) yang menempel pada cincin aromatik, dan diproduksi melalui lintasan asam sikimat. Senyawa fenol sebagai senyawa yang paling umum ditemukan pada alelokimia tanaman berpotensi untuk dikembangkan sebagai herbisida karena memiliki mekanisme yang beragam dalam menekan pertumbuhan tanaman lain. Mekanisme senyawa fenol dalam menghambat pertumbuhan tanaman lain di antaranya adalah (a) merubah permeabilitas membran sel tanaman, (b) mengganggu penyerapan nutrisi tanaman, (c) menghambat perkembangan dan pemanjangan sel tanaman, (d) mengganggu proses fotosintesis dan respirasi, (e) merubah aktivitas dan fungsi enzim yang berperan dalam metabolisme tanaman, (f) menurunkan aktivitas hormon pertumbuhan, dan (g) menurunkan sintesis protein (Zhao et al. 2010).
Blum (1996) dan Blum et al. (1999) menyatakan bahwa senyawa fenol
dapat menghambat perkecambahan karena menyebabkan gangguan osmotik pada jaringan saat perkecambahan dan pertumbuhan biji. Pramiadi dan Al (2008) menambahkan bahwa hambatan perkecambahan juga dapat terjadi karena senyawa fenol yang terserap ke dalam biji menghambat metabolisme perombakan endosperma. Perkecambahan dimulai setelah masuknya air yang dapat merangsang aktivitas hormon dan enzim perkecambahan. Senyawa fenol yang ikut masuk bersama dengan air berakibat rusaknya daya katalitik enzim perkecambahan terutama yang terkait dengan perombakan karbohidrat. Senyawa fenol dapat menghambat aktivitas enzim perkecambahan seperti selulase, poligalakturonase, proteinase, dehydrogenase, dan dekarboksilase.
Jangaard et al. (1971) telah mengidentifikasi kandungan alelokimia pada
teki. Bagian daun dan umbi teki diketahui mengandung senyawa fenol seperti
salicylic acid, p-coumaric acid, ferulic acid, vanilic acid, p-.hydroxybenzoic acid, syringic acid, protocatechuic acid, caffeic acid, dan eugenol. Leela (1995)
melakukan identifikasi senyawa fenol pada ekstrak umbi teki dan diperoleh lima jenis senyawa fenol yaitu p-hydroxybenzoic acid, p-coumaric acid, caffeic acid, o-coumaric acid, dan ferulic acid. El-Rokiek et al. (2010) berhasil
mengidentifikasi jenis senyawa fenol yang berbeda dari bagian tajuk dan umbi teki. Tajuk teki teridentifikasi mengandung jumlah jenis senyawa fenol lebih banyak dibandingkan umbi teki, yaitu ferulic, coumaric, benzoic, vanelic, chlorogenic, caffeic, gallic, dan cinnamic. Jenis senyawa fenol pada bagian umbi
teki yaitu ferulic, vanelic, chlorogenic, caffeic, dan hydroxybenzoic. Penelitian
Delsi (2012) berhasil mengidentifikasi senyawa fenol cyperene dan culmorin dari
ekstrak teki segar dengan pelarut aquades.
Potensi Alelokimia Teki sebagai Bioherbisida
7
yang ramah lingkungan terutama pada sistem pertanian berkelanjutan. Walaupun telah banyak kemajuan dalam hal pengembangan potensi alelopati ini, namun tetap masih diperlukan upaya-upaya pengembangan melalui berbagai penelitian sehingga dapat diperoleh cara penerapan yang praktis (Junaedi et al. 2006).
Potensi alelokimia teki dalam menekan pertumbuhan gulma daun lebar pada lahan kedelai diketahui melalui pengujian berbagai jenis mulsa, yaitu mulsa padi (Oryza sativa), mulsa alang-alang (Imperata cylindrica), mulsa teki, mulsa eceng
gondok (Eichornia crassipes), dan mulsa plastik hitam sebagai kontrol. Hasil
menunjukkan bahwa seluruh jenis mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma, namun diketahui bahwa mulsa teki dapat menekan gulma daun lebar yang tumbuh pada lahan kedelai lebih baik dibandingkan mulsa padi, mulsa eceng gondok, dan mulsa alang-alang. Hasil juga menunjukkan bahwa produksi kedelai pada perlakuan mulsa teki lebih rendah dibandingkan mulsa plastik hitam, namun tetap lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol (tanpa mulsa dan tanpa penyiangan) (Chozin et al. 2013).
Senyawa fenol dari ekstrak daun dan umbi teki dapat menekan pertumbuhan gulma C. olitorius dan E. crus-galli pada pertanaman kedelai. Ekstrak daun dan
umbi teki yang diberikan lebih menekan pertumbuhan C. olitorius yang
merupakan gulma daun lebar dibandingkan pertumbuhan E. cruss-galli yang
merupakan gulma rumput. Senyawa fenol dari ekstrak daun dan umbi teki tidak memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai, namun sebaliknya, pemberian ekstrak daun dan umbi teki dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (El-Rokiek et al. 2010).
Penggunaan teki sebagai bioherbisida dalam pengendalian gulma dapat dilakukan dalam bentuk ekstrak teki yang dapat disemprotkan, maupun biomassa teki yang dapat dicampur dengan tanah. Saputra (2012) menyatakan bahwa cara pemberian biomassa teki pada tanah dapat mempengaruhi keefektifan teki dalam mengendalikan gulma di lahan penanaman kedelai. Biomassa teki dapat diberikan pada tanah dalam bentuk mulsa teki baik kering maupun segar, teki segar dicampur tanah, teki kering dicampur tanah, dan kompos teki. Seluruh cara pengaplikasian tersebut dapat menekan pertumbuhan gulma di lahan penanaman kedelai terutama gulma daun lebar dibandingkan terhadap kontrol. Penekanan tertinggi diperoleh pada perlakuan teki dicampur tanah, baik berupa teki segar maupun teki kering. Berbagai cara pemberian biomassa teki tersebut tidak menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.
Pemberian ekstrak teki dengan konsentrasi 0.5-4.5 kg L-1 pada uji perkecambahan gulma A. gangetica, B. alata, dan Mimosa pigra, serta
perkecambahan kedelai juga dapat menunjukkan potensi alelokimia teki untuk dikembangkan sebagai bioherbisida. Hasil uji perkecambahan menunjukkan bahwa ekstrak teki konsentrasi 0.5-4.5 kg L-1 dapat menekan daya berkecambah biji gulma daun lebar yang diujikan, namun tidak berpengaruh negatif pada perkecambahan kedelai. Besar penekanan daya berkecambah yang disebabkan oleh ekstrak teki berbeda antara jenis gulma daun lebar yang satu dengan yang lain (Delsi 2012).
Keefektifan teki dalam menekan perkecambahan gulma A. gangetica dapat
8
kering yang diblender halus), dan butiran teki (tepung teki yang digumpalkan menjadi butiran dengan larutan tepung kanji). Seluruh formulasi teki tersebut dapat menekan perkecambahan biji A. gangetica sebesar 70 sampai 100%, dengan
9
SENYAWA FENOL DARI TAJUK DAN UMBI TEKI (Cyperus
rotundus L.) PADA TIGA UMUR PERTUMBUHAN SERTA
PENGARUHNYA TERHADAP PERKECAMBAHAN
Asystasia gangetica DAN Borreria alata
Phenol Compounds of Shoots and Tubers of Purple Nutsedge (Cyperus rotundus L.) at Three Plant Ages and Its Effect on Asystasia gangetica and
Borreria alata Germination
ABSTRAK
Teki (Cyperus rotundus L.) sebagai gulma berbahaya mengandung
alelokimia yang menghambat perkecambahan tumbuhan lain sehingga berpotensi sebagai bioherbisida. Percobaan laboratorium dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa fenol pada tajuk dan umbi teki dari tiga umur pertumbuhan, serta untuk mempelajari pengaruhnya terhadap perkecambahan kedelai, Asystasia gangetica,
dan Borreria alata. Percobaan pertama merupakan faktor tunggal dengan metode
deskriptif dan percobaan kedua disusun berdasarkan rancangan acak lengkap faktor tunggal. Perlakuan percobaan pertama terdiri dari ekstrak tajuk dan umbi teki umur 1, 2, dan 3 bulan setelah tanam. Perlakuan percobaan kedua terdiri dari kontrol, ekstrak tajuk, umbi, serta seluruh bagian teki umur 1, 2, dan 3 bulan setelah tanam, dengan tiga ulangan. Data hasil percobaan kedua dianalisis dengan uji F dan uji lanjut dengan uji Tukey taraf 5%. Hasil menunjukkan bahwa tajuk teki umur 2 bulan setelah tanam memiliki jenis senyawa fenol terbanyak yaitu
2-methoxy-4-vinylphenol; phenol,2,6-dimethoxy; 2-furanmethanol; dan
α-tocopherol. Ekstrak teki dari bagian dan umur yang berbeda tidak menekan
perkecambahan kedelai. Ekstrak umbi teki dari semua umur cenderung menekan perkecambahan A. gangetica, sedangkan ekstrak seluruh bagian teki umur 2 bulan
setelah tanam memberikan penekanan terbesar pada perkecambahan B. alata.
Ekstrak teki tidak menekan pertumbuhan plumula dan radikula A. gangetica,
namun mampu menekan pertumbuhan plumula dan radikula B. alata.
Kata kunci : alelokimia, bioherbisida, penekanan, plumula, radikula
ABSTRACT
Purple nutsedge (Cyperus rotundus L.) is noxious weed that contains
allelochemicals which inhibit other plants germination thereby it can be potentially as bioherbicide. Laboratorium experiments were conducted to identify phenol compounds in purple nutsedge’s shoot and tuber from three plant ages, and to study its effect on germination of soybean, Asystasia gangetica, and Borreria alata. First experiment was single factor using descriptive method and second
10
planting, with 3 replications. Data from second experiment was analyzed using F test and followed by Tukey test 5%. Result showed that shoot extracts from 2
months after planting had the highest type of phenol compounds namely
2-methoxy-4-vinylphenol; phenol,2,6-dimethoxy; 2-furanmethanol; and
α-tocopherol. Purple nutsedge extract from different parts and different plant ages
did not suppress soybean germination. Tuber extract from all plant ages tend to suppress germination of A. gangetica, while all parts extracts from 2 months after
planting gave the greatest suppression on germination of B. alata. Purple nutsedge
extracts did not suppress growth of plumule and radicle of A. gangetica, but was
able to suppress growth of plumule and radicle of B. alata.
Keywords : allelochemicals, bioherbicide, plumule, radicle, suppression
1
Pendahuluan
Teki (Cyperus rotundus L.) merupakan gulma berbahaya yang memiliki
kemampuan besar dalam menyerap unsur hara dari dalam tanah sehingga tumbuh menyebar dengan cepat dan menekan tanaman utama (Ebtan et al. 2014). Teki
dapat melepaskan alelokimia yang berpotensi dikembangkan sebagai bioherbisida karena mampu menekan perkecambahan gulma lain. Menurut Kavitha et al.
(2012) alelokimia teki dapat menghambat perkecambahan tumbuhan lain melalui efek fitotoksik yang dimiliki. El-Rokiek et al. (2010) berhasil mengidentifikasi
senyawa fenol sebagai salah satu senyawa metabolit sekunder teki yang mampu menghambat perkecambahan gulma.
Senyawa fenol merupakan salah satu penyusun alelokimia tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai bioherbisida karena memiliki mekanisme penghambatan yang beragam baik secara morfologis maupun fisiologis. Penghambatan yang terjadi di antaranya adalah (a) perubahan permeabilitas membran, (b) hambatan pembelahan dan pemanjangan sel, (c) pengaruh pada fotosintesis dan respirasi, (d) hambatan pada aktivitas enzim, serta sintesis hormon dan protein (Zhao et al. 2010). Senyawa fenol yang terkandung dalam
alelokimia teki dapat beragam jenisnya pada bagian dan umur tanaman yang berbeda. Menurut Figuiredo et al. (2008) produksi dan komposisi senyawa
metabolit sekunder tanaman dapat dipengaruhi oleh perbedaan bagian dan stadia perkembangan tanaman.
Perbedaan jenis senyawa fenol dalam alelokimia teki dari bagian dan umur pertumbuhan yang berbeda berpengaruh terhadap potensi hambatannya terhadap perkecambahan gulma, terutama gulma daun lebar. Penelitian sebelumnya oleh El-Rokiek et al. (2010) menunjukkan bahwa alelokimia teki lebih menekan
pertumbuhan gulma daun lebar Chorchorus olitorius dibandingkan dengan
pertumbuhan gulma rumput Echinochloa crus-galli L. Percobaan uji
perkecambahan dalam penelitian ini menggunakan gulma daun lebar Asystasia gangetica dan Borreria alata karena keduanya termasuk gulma daun lebar yang
bersifat invasif dan menimbulkan masalah pada lahan-lahan budidaya. Menurut Sihombing et al. (2012) dan Indraheni et al. (2013), A. gangetica dan B. alata
11
Penggunaan herbisida sintetis dianggap lebih praktis untuk mengendalikan
A. gangetica dan B. alata di perkebunan, namun dalam jangka panjang dapat
berdampak buruk pada lingkungan. Dampak negatif tersebut dapat dihindari dengan pengendalian gulma yang ramah lingkungan, di antaranya melalui penggunaan tanaman penutup tanah serta bioherbisida.
Alelokimia teki dapat menjadi salah satu pilihan untuk dikembangkan sebagai bioherbisida, namun pengembangannya harus ditunjang dengan berbagai informasi. Pengembangan alelokimia teki sebagai bioherbisida dapat dimulai dari percobaan laboratorium untuk memperoleh informasi mengenai keragaman jenis senyawa fenol pada bagian dan umur teki yang berbeda serta pengaruhnya terhadap perkecambahan A. gangetica dan B. alata. Ekstrak teki juga diberikan
pada perkecambahan kedelai, sehingga dapat diperoleh informasi apabila terdapat perbedaan pengaruh dari alelokimia teki pada perkecambahan gulma dan perkecambahan kedelai. Hasil dari percobaan laboratorium dapat digunakan sebagai dasar untuk pengujian ekstrak teki berbagai konsentrasi dalam mengendalikan gulma pada percobaan lapangan. Percobaan laboratorium ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis senyawa fenol pada ekstrak tajuk dan umbi teki dari tiga umur pertumbuhan, serta untuk mempelajari pengaruh ekstrak tajuk teki, umbi teki, dan seluruh bagian teki dari tiga umur pertumbuhan terhadap perkecambahan biji kedelai, A. gangetica, dan B. alata.
2
Metode
Waktu dan Tempat Penelitian
Percobaan laboratorium dilaksanakan pada bulan November 2014 hingga Maret 2015 dan terbagi menjadi dua percobaan. Penanaman teki dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan ekstrak teki dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor, sedangkan analisis ekstrak teki dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan DKI Jakarta. Percobaan perkecambahan dilaksanakan di Laboratorium Ecotoxycology Waste and Bioagents dan Laboratorium Seed Storage and Seed Quality Testing,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
2.1 Identifikasi senyawa fenol ekstrak tajuk dan umbi teki pada tiga umur pertumbuhan
Bahan
12
Alat
Peralatan yang digunakan meliputi timbangan analitik dan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) (Agilent Technologies 6890 Gas Chromatograph with Auto Sampler and 5973 Mass Selective Detector and Chemstastion data System).
Prosedur Percobaan
Percobaan laboratorium pertama merupakan percobaan laboratorium untuk mengidentifikasi jenis senyawa fenol pada ekstrak tajuk dan umbi teki dari tiga umur pertumbuhan. Percobaan menggunakan metode deskriptif dengan satu faktor yaitu ekstrak teki yang terdiri dari enam taraf, sebagai berikut :
E1 = ekstrak tajuk teki segar umur 1 bulan setelah tanam E2 = ekstrak tajuk teki segar umur 2 bulan setelah tanam E3 = ekstrak tajuk teki segar umur 3 bulan setelah tanam E4 = ekstrak umbi teki segar umur 1 bulan setelah tanam E5 = ekstrak umbi teki segar umur 2 bulan setelah tanam E6 = ekstrak umbi teki segar umur 3 bulan setelah tanam
Terdapat enam perlakuan ekstrak teki dengan pengambilan contoh secara triplo
sebanyak 5 mL untuk tiap pengambilan, sehingga total terdapat 15 mL untuk setiap perlakuan.
Penanaman teki
Umbi teki sebagai bahan tanam diambil dari Jonggol, Kabupaten Bogor (06° 28.755’ LU, 107° 00.822’ BT). Teki yang digunakan dalam penelitian merupakan teki yang telah ditanam pada Kebun Percobaan Cikabayan IPB. Penanaman teki bertujuan untuk memperoleh teki dengan faktor lingkungan tumbuh yang seragam dan untuk memperoleh teki sesuai umur yang digunakan. Penanaman dilakukan setiap bulan sekali selama tiga bulan berturut-turut sehingga diperoleh teki umur 1, 2, dan 3 bulan setelah tanam yang dapat dipanen bersamaan. Teki sebagai perlakuan 3 bulan setelah tanam ditanam paling awal, kemudian diikuti oleh penanaman teki sebagai perlakuan 2 bulan setelah tanam dan 1 bulan setelah tanam berturut-turut satu bulan dan dua bulan sesudahnya. Pengambilan teki sebagai bahan ekstrak
13
(http://alienplantsbelgium.be/content/cyperus-rotundus)
Gambar 1.1 Bagian-bagian teki yang digunakan sebagai perlakuan
Pembuatan ekstrak teki
Pembuatan ekstrak teki dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor. Tajuk dan umbi teki segar sebanyak 500 g untuk setiap perlakuan diekstrak dengan metode maserasi (Depkes 2000) menggunakan pelarut methanol. Perbandingan teki dan methanol yang digunakan adalah 1 : 2. Teki dilarutkan dalam methanol kemudian dilakukan pengocokan selama ± 3 hari pada suhu ruang hingga tercapai keseimbangan konsentrasi ekstrak, lalu dilakukan evaporasi untuk menguapkan methanol yang masih tersisa pada ekstrak sehingga dapat diperoleh ekstrak teki murni.
Identifikasi senyawa fenol
Identifikasi jenis senyawa fenol pada ekstrak tajuk dan umbi teki dari tiga umur pertumbuhan dilakukan di Laboratorium Kesehatan DKI Jakarta menggunakan GC-MS.
Pengamatan
14
dari hasil analisis GC-MS. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif.
2.2 Pengujian ekstrak teki terhadap perkecambahan biji kedelai dan gulma berdaun lebar
Bahan
Bahan yang digunakan meliputi tajuk teki segar umur 1, 2, dan 3 bulan setelah tanam, umbi teki segar umur 1, 2, dan 3 bulan setelah tanam, seluruh bagian teki segar umur 1, 2, dan 3 bulan setelah tanam, biji kedelai varietas Grobogan, biji A. gangetica, biji B. alata, aquades, NaClO 1%, dan kertas
Whatman nomor 1 (Ø 9 cm).
Alat
Peralatan yang digunakan meliputi cawan petri (Ø 9 cm), germinator cabinet, mikropipet, dan timbangan analitik.
Prosedur Percobaan
Percobaan laboratorium ke dua merupakan percobaan laboratorium untuk mengetahui pengaruh ekstrak teki terhadap perkecambahan biji kedelai serta gulma daun lebar A. gangetica dan B. alata. Rancangan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan faktor tunggal yaitu ekstrak teki yang terdiri dari 10 taraf, sebagai berikut :
E0 = kontrol / penyemprotan dengan aquades
E1 = ekstrak tajuk teki segar umur 1 bulan setelah tanam E2 = ekstrak tajuk teki segar umur 2 bulan setelah tanam E3 = ekstrak tajuk teki segar umur 3 bulan setelah tanam E4 = ekstrak umbi teki segar umur 1 bulan setelah tanam E5 = ekstrak umbi teki segar umur 2 bulan setelah tanam E6 = ekstrak umbi teki segar umur 3 bulan setelah tanam
E7 = ekstrak seluruh bagian teki segar umur 1 bulan setelah tanam E8 = ekstrak seluruh bagian teki segar umur 2 bulan setelah tanam E9 = ekstrak seluruh bagian teki segar umur 3 bulan setelah tanam
Terdapat 10 kombinasi perlakuan dengan tiga ulangan sehingga total terdapat 30 satuan percobaan. Model linier untuk setiap pengamatan adalah :
Yij = µ + τi + εij
Keterangan :
Yij : nilai pengamatan pada perlakuan ekstrak teki taraf ke-i dan ulangan ke-j µ : rataan umum
15
εij : pengaruh acak pada perlakuan ekstrak teki taraf ke-i dan ulangan ke-j Pembuatan ekstrak teki
Teki segar sebagai bahan ekstrak diambil dari teki yang ditanam pada kebun percobaan. Teki yang telah dicabut dari lahan dibersihkan dari tanah yang menempel dan dipisahkan berdasarkan perlakuan bagian teki yaitu bagian tajuk teki (ujung hingga pangkal daun), umbi teki (termasuk akar dan rhizoma), serta seluruh bagian teki (tajuk dan umbi, tanpa pemisahan). Pembuatan ekstrak teki dilakukan berdasarkan metode pada penelitian Delsi (2012) dengan konsentrasi 1.5 kg L-1. Tajuk, umbi, dan seluruh bagian teki segar umur 1, 2, dan 3 bulan setelah tanam masing-masing diambil sebanyak 1.5 kg kemudian ditumbuk dan dihaluskan menggunakan 1 L aquades. Campuran tersebut dibiarkan selama 24 jam kemudian diperas menggunakan lap kain dan disaring sehingga ampas dan larutannya terpisah. Penentuan konsentrasi 1.5 kg L-1 berdasarkan pada hasil penelitian sebelumnya oleh Delsi (2012) dan Chozin et al. (2013), di mana
konsentrasi 1.5 kg L-1 mampu menekan perkecambahan biji gulma daun lebar mencapai 92.67% dan memberikan daya berkecambah kedelai mencapai 99% pada hari ke lima.
Persiapan media perkecambahan
Cawan petri yang telah diberi alas dengan kertas Whatman digunakan sebagai media perkecambahan. Setiap satuan percobaan terdiri dari tiga cawan petri yaitu untuk 25 biji kedelai, 25 biji A. gangetica, dan 25 biji B. alata sehingga
total terdapat 90 cawan petri. Persiapan biji
Biji yang diuji perkecambahannya meliputi biji kedelai, biji gulma
A. gangetica, dan B. alata. Biji A. gangetica dan B. alata diperoleh secara
langsung dari gulma yang tumbuh di sekitar kebun percobaan Institut Pertanian Bogor. Biji gulma yang digunakan harus dalam keadaan tidak dorman agar dapat dipastikan bahwa tidak terjadinya perkecambahan karena pengaruh pemberian ekstrak teki. Menurut Delsi (2012) biji A. gangetica tidak memerlukan pematahan
dormansi, sedangkan biji B. alata memerlukan pematahan dormansi dengan
pembenaman dalam tanah kering pada kedalaman 40 cm selama 4 hari. Biji
B. alata yang dibenamkan dalam tanah dibungkus menggunakan kain kasa
sehingga biji tidak hilang saat pembenaman.
16
Aplikasi ekstrak teki pada biji kedelai dan biji gulma
Pemberian ekstrak teki menggunakan mikropipet dilakukan berdasarkan metode Ameena et al. (2013) dengan modifikasi, yaitu pada hari pertama
sebanyak 1.5 mL dan sesudahnya sebanyak 1 mL secara seragam untuk 25 biji, setiap harinya sampai hari ke-14. Seluruh cawan petri percobaan disimpan dalam
germinator cabinet untuk memperoleh kondisi lingkungan yang terkontrol.
Pengamatan
Peubah yang diamati pada percobaan laboratorium ke dua meliputi : 1. Daya berkecambah (DB)
Daya berkecambah dihitung setiap hari berdasarkan jumlah biji yang berkecambah dari hari ke-1 hingga hari ke-14 setelah semai (akhir pengamatan). Persentase daya berkecambah dapat dihitung dengan rumus :
DB = x 100%
2. Kecepatan tumbuh kecambah (KCT)
Kecepatan tumbuh kecambah dihitung setiap hari berdasarkan rumus :
Keterangan :
t = kurun waktu pengamatan
d = persentase kumulatif kecambah normal per etmal (24 jam) 3. Indeks vigor (IV)
Indeks vigor bertujuan untuk memberikan informasi mengenai kemampuan biji untuk tumbuh normal dan berproduksi optimum meskipun keadaan biofisik sub optimum. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks vigor adalah :
IV = x 100%
Keterangan :
G = jumlah biji yang berkecambah pada hari tertentu D = waktu saat biji berkecambah
n = hari akhir perkecambahan 4. Panjang plumula dan radikula
17
berkecambah kurang dari lima maka hanya dicabut sejumlah biji yang berkecambah tersebut. Hasil pengukuran kecambah yang dicabut kemudian dirata-rata untuk memperoleh data panjang plumula dan radikula.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan pada percobaan ke dua dianalisis menggunakan uji F, jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf nyata 5%.
3
Hasil dan Pembahasan
3.1 Kondisi umum
Percobaan dilaksanakan pada dua lokasi yang berbeda yaitu lahan penanaman teki dan laboratorium untuk uji perkecambahan. Lahan penanaman teki terletak di Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Jenis tanah pada lahan penanaman adalah tanah inceptisol Darmaga. Penanaman teki dilakukan di lahan kering yang merupakan lahan bera (tidak ditanami tanaman) selama beberapa bulan. Gulma yang dominan sebelum penanaman teki adalah gulma Imperata cylindrica (alang-alang) dan B. alata yang kemudian dibersihkan pada saat
pengolahan tanah.
Penanaman teki umur 3 bulan setelah tanam dilakukan pada bulan November 2014 dengan keadaan curah hujan tinggi sehingga umbi teki yang ditanam lebih cepat bertunas dan membentuk banyak anakan. Hal yang sebaliknya terjadi pada penanaman teki umur 2 bulan setelah tanam yang dilakukan bulan Desember 2014 dengan keadaan curah hujan rendah sehingga pertumbuhan tunas umbi teki tidak secepat pada penanaman bulan pertama. Anakan teki yang terbentuk pada penanaman bulan kedua juga lebih rendah dibandingkan dengan penanaman bulan pertama. Penanaman terakhir yaitu teki umur 1 bulan setelah tanam dilakukan pada bulan Januari 2015 dengan keadaan curah hujan sedang. Pertumbuhan tunas umbi teki pada penanaman bulan ketiga lebih cepat dibandingkan penanaman bulan kedua, namun jumlah anakan yang terbentuk tidak sebanyak penanaman bulan pertama. Gulma yang tumbuh pada lahan selama pertumbuhan teki di antaranya I. cylindrica, B. alata, dan Arachis pintoi.
18
Uji perkecambahan dilakukan di laboratorium yaitu dengan menyimpan cawan petri perkecambahan dalam germinator cabinet untuk menjaga agar
kondisi lingkungan perkecambahan terkontrol. Rata-rata suhu dalam germinator cabinet selama uji perkecambahan selama 14 hari adalah sebesar 28.5 °C.
Kelembaban di dalam germinator cabinet tetap konstan dengan adanya nampan
berisi air yang diletakkan di bagian bawah germinator cabinet.
3.2 Identifikasi senyawa fenol pada ekstrak tajuk dan umbi teki pada tiga umur pertumbuhan
Senyawa fenol merupakan salah satu senyawa metabolit tanaman yang terbentuk dari metabolisme sekunder tanaman melalui lintasan asam sikimat. Senyawa fenol juga termasuk dalam senyawa metabolit yang banyak ditemukan pada alelopati tanaman (Zhao et al. 2010). Hasil analisis GC-MS menunjukkan
bahwa ekstrak tajuk dan umbi teki dari tiga umur pertumbuhan memiliki jenis senyawa metabolit yang berbeda, baik jenis senyawa fenol maupun jenis senyawa metabolit selain fenol (Lampiran 8). Jumlah jenis senyawa metabolit teki secara keseluruhan lebih banyak ditemukan pada bagian umbi dibandingkan bagian tajuk. Menurut Kavitha et al. (2012) umbi teki lebih banyak melepaskan senyawa
metabolit dibandingkan tajuk teki. Gambar 1.2 menunjukkan bahwa umbi teki umur 3 bulan setelah tanam memiliki jumlah jenis senyawa metabolit tertinggi yaitu sebanyak 22 senyawa yang terdiri dari 21 jenis senyawa metabolit selain fenol dan 1 jenis senyawa fenol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ameena et al.
(2013) bahwa produksi alelokimia teki stadia setelah berbunga lebih besar dibandingkan dengan teki sebelum berbunga. Einhellig (1996) menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi produksi alelokimia sebagai senyawa metabolit tanaman, salah satunya adalah umur pertumbuhan tanaman.
Jumlah jenis senyawa metabolit yang tinggi pada bagian umbi teki tidak diikuti dengan tingginya jumlah jenis senyawa fenol pada bagian umbi teki. Jenis senyawa fenol lebih banyak teridentifikasi pada bagian tajuk dibandingkan bagian umbi (Gambar 1.2). Jumlah jenis senyawa fenol pada bagian tajuk yang lebih tinggi dibandingkan bagian umbi diduga karena senyawa fenol memiliki peran khusus pada bagian tajuk tanaman yang tidak dapat digantikan oleh senyawa metabolit yang lain. Menurut Hadacek (2002), War et al. (2012), dan Oszmianski et al. (2015) senyawa fenol pada bagian tajuk tanaman memberikan aroma yang
dapat membuat tanaman terhindar dari serangga herbivora serta patogen. Senyawa fenol juga memberikan warna dan aroma pada bunga tanaman sehingga dapat menarik serangga polinator serta hewan lain yang membantu penyebaran biji tanaman. Hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa tajuk teki umur 2 bulan setelah tanam mengandung jumlah jenis senyawa fenol tertinggi yaitu sebanyak 4 senyawa. Keadaan di lahan penanaman menunjukkan bahwa teki umur 2 bulan setelah tanam merupakan teki pada stadia berbunga, sehingga tajuk teki umur 2 bulan setelah tanam terdiri dari daun teki dan bunga teki yang telah muncul sempurna. Hasil penelitian Kowalski dan Wolski (2003) juga menunjukkan bahwa daun dan bunga Silphium perfoliatum L. mengandung 6 jenis senyawa fenol, lebih
19
Gambar 1.2 Jumlah jenis senyawa metabolit dan jumlah jenis senyawa fenol yang teridentifikasi oleh GC-MS pada tajuk dan umbi teki berbagai umur
Gambar 1.2 juga dapat menunjukkan adanya dinamika produksi senyawa metabolit pada tajuk dan umbi teki pada tiga umur pertumbuhan. Jumlah jenis seluruh senyawa metabolit pada bagian tajuk teki meningkat dari umur 1 bulan (fase vegetatif) ke umur 2 bulan setelah tanam (fase berbunga). Jumlah jenis seluruh senyawa metabolit menurun kembali pada tajuk teki umur 3 bulan setelah tanam, namun bagian umbi teki pada umur tersebut mengalami peningkatan jumlah jenis seluruh senyawa metabolit diduga karena umbi merupakan organ reproduktif dan organ penyimpanan cadangan makanan pada teki. Menurut Chen
et al. (2012) rendahnya tingkat biosintesis senyawa metabolit saat fase vegetatif
tanaman dapat disebabkan karena adanya beberapa enzim penting dalam proses biosintesis yang belum aktif. Biosintesis senyawa metabolit akan meningkat hingga tanaman mencapai fase puncak pembungaan. Produksi senyawa metabolit pada bagian daun dan batang akan mencapai maksimal pada fase puncak pembungaan dan kemudian akan menurun saat fase pembuahan. Hal ini disebabkan oleh adanya konsumsi nutrisi yang tinggi dari organ reproduktif yang berkembang, sehingga kandungan senyawa bioaktif di bagian yang lain menjadi rendah.
Tajuk dan umbi teki dari tiga umur pertumbuhan teridentifikasi mengandung lima jenis senyawa fenol yaitu 1,2-benzenediol; 2-methoxy-4-vinylphenol; phenol,2,6-dimethoxy; 2-furanmethanol; dan α-tocopherol (Tabel
1.1). Empat di antara lima senyawa fenol tersebut teridentifikasi pada tajuk teki umur 2 bulan setelah tanam yaitu 2-methoxy-4-vinylphenol; phenol,2,6-dimethoxy; 2-furanmethanol; dan α-tocopherol. Senyawa yang diduga mempengaruhi
pertumbuhan tanaman lain adalah 2-methoxy-4-vinylphenol; phenol,2,6-dimethoxy; dan 2-furanmethanol. Menurut Darabi et al. (2007), 2-methoxy-4-vinylphenol (MVP) merupakan salah satu senyawa alami yang mempengaruhi
dormansi eksogen biji gandum. Senyawa 2-methoxy-4-vinylphenol diketahui dapat
20
menunjukkan bahwa senyawa phenol,2,6-dimethoxy yang teridentifikasi pada wood vinegar (cuka kayu) berpotensi untuk pengendalian gulma. Khadilkar et al.
(1998) menyatakan bahwa 2-furanmethanol merupakan senyawa yang diolah
menjadi herbisida menggunakan reaktor trickle-bed bertekanan tinggi.
Tabel 1.1 Jenis senyawa fenol yang teridentifikasi oleh GC-MS pada tajuk dan umbi teki berbagai umur
Perlakuan Senyawa Fenol Senyawa Σ Jenis
Fenol
F1 F2 F3 F4 F5
Tajuk teki 1 bulan √ √ √ - - 3
Tajuk teki 2 bulan - √ √ √ √ 4
Tajuk teki 3 bulan - √ √ - - 2
Umbi teki 1 bulan - - - √ - 1
Umbi teki 2 bulan - - √ √ - 2
Umbi teki 3 bulan - - - √ - 1
Keterangan : F1 = 1, 2-benzenediol F4 = 2-furanmethanol
F2 = 2-methoxy-4-vinylphenol F5 = α-tocopherol
F3 = phenol, 2, 6-dimethoxy
Senyawa 1,2-benzenediol dan α-tocopherol juga tergolong dalam senyawa
fenol, namun diduga tidak berperan menghambat pertumbuhan tanaman yang lain. Senyawa 1,2-benzenediol yang juga dikenal dengan nama catechol merupakan
senyawa yang digunakan dalam industri pestisida (Sassolas et al. 2012),
pencetakan foto hitam putih, industri farmasi, kosmetik, parfum, insektisida, pewarna buatan, dan karet buatan (Michalowicz dan Duda 2007). Bosch (2005) menyatakan bahwa α-tocopherol tergolong vitamin E yang dapat ditemukan pada
kloroplas daun dan bersifat antioksidan. Jumlah α-tocopherol dalam tanaman
dapat berubah tergantung respon tanaman terhadap stress lingkungan yang terjadi. Sejauh ini diketahui bahwa peningkatan α-tocopherol pada tanaman merupakan
salah satu bentuk toleransi tanaman terhadap stress lingkungan seperti stress cahaya, kekeringan, salinitas, suhu ekstrim, serta serangan patogen.
3.3 Pengaruh ekstrak teki terhadap perkecambahan kedelai
21
menunjukkan bahwa aplikasi ekstrak teki dosis 0.0-4.5 kg L-1 tidak memberikan pengaruh negatif pada perkecambahan kedelai, dengan daya berkecambah mencapai 96.00% dan kecepatan tumbuh kecambah mencapai 62.63%KN etmal-1.
Tabel 1.2 Pengaruh pemberian ekstrak teki terhadap perkecambahan kedelai
Perlakuan DB (%) a KCTKedelai
Daya berkecambah menunjukkan kemampuan benih untuk dapat berkecambah dan tumbuh normal pada keadaan biofisik lingkungan perkecambahan yang serba optimum (Raharjo et al. 2014). Daya berkecambah
kedelai yang tinggi menunjukkan bahwa biji kedelai tetap dapat berkecambah dan tumbuh normal pada keadaan biofisik lingkungan perkecambahan yang dibatasi oleh pemberian ekstrak teki. Nilai daya berkecambah kedelai yang tinggi juga diikuti dengan tingginya nilai kecepatan tumbuh kecambah dan indeks vigor kedelai.
Pemberian ekstrak teki tidak berpengaruh negatif terhadap perkecambahan kedelai diduga karena biji kedelai memiliki kulit biji/testa sebagai lapisan
pelindung embrio, serta karena ukuran biji kedelai yang lebih besar dibandingkan dengan biji gulma. Kulit biji dapat menentukan proses fisiologis yang terjadi pada embrio (Ma et al. 2004) dan mempengaruhi aktivitas senyawa alelokimia yang
dapat menghambat perkecambahan biji (Pebriani et al. 2013). Rahmawati (2009),
Ichsan et al. (2013), dan Pratama et al. (2014) menyatakan bahwa biji dengan
ukuran yang lebih besar memiliki ukuran embrio dan cadangan makanan yang lebih besar sehingga memiliki energi yang lebih besar untuk perkecambahan. Biji dengan cadangan makanan yang lebih besar berpeluang untuk mengatasi hambatan yang terjadi pada saat perkecambahan seperti kondisi lingkungan yang ekstrim serta tidak sesuai untuk perkecambahan. Ekstrak teki tidak menekan perkecambahan kedelai diduga juga disebabkan oleh sifat selektif dari alelokimia teki. Seigler (1996) dan Cheema et al. (2004) menyatakan bahwa alelokimia dapat
22
Hasil analisis pertumbuhan kecambah kedelai menunjukkan bahwa pemberian ekstrak teki berpengaruh terhadap pertumbuhan plumula kedelai pada saat 2 dan 4 hari setelah semai (HSS), namun tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan radikula kedelai pada saat 2 dan 4 HSS (Gambar 1.3). Ekstrak umbi teki umur 2 bulan setelah tanam dan seluruh bagian teki dari semua umur memberikan panjang plumula kedelai pada saat 2 HSS yang lebih besar dibandingkan terhadap kontrol. Panjang plumula terbesar pada saat 2 HSS terdapat pada perlakuan ekstrak seluruh bagian teki umur 2 bulan setelah tanam yaitu sebesar 1.06 cm. Ekstrak tajuk teki umur 2 bulan setelah tanam menunjukkan panjang plumula kedelai saat 4 HSS lebih rendah dibandingkan terhadap kontrol. Panjang plumula terbesar pada saat 4 HSS terdapat pada perlakuan ekstrak tajuk teki umur 1 bulan setelah tanam yaitu sebesar 4.79 cm.
Gambar 1.3 Panjang plumula kecambah kedelai (a) dan panjang radikula kecambah kedelai (b) saat 2 dan 4 HSS pada pemberian ekstrak
23
3.4 Pengaruh ekstrak teki terhadap perkecambahan A. gangetica
Pemberian ekstrak teki dari bagian dan umur yang berbeda berpengaruh terhadap daya berkecambah, kecepatan tumbuh kecambah, dan indeks vigor
A. gangetica (Tabel 1.3). Pemberian ekstrak umbi teki umur 3 bulan setelah tanam
memberikan daya berkecambah biji A. gangetica yang terkecil yaitu sebesar 32%,
dengan penekanan sebesar 54.72% dibandingkan terhadap kontrol. Kecepatan tumbuh kecambah dan indeks vigor terendah juga dihasilkan oleh perlakuan ekstrak umbi teki umur 3 bulan setelah tanam, yaitu berturut-turut sebesar 8.96%KN etmal-1 dan 2.19%.
Tabel 1.3 Pengaruh pemberian ekstrak teki terhadap perkecambahan A. gangetica
Perlakuan A. gangetica
aAngka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
pada uji Tukey taraf 5%; bDB = daya berkecambah; cKCT = kecepatan tumbuh kecambah, KN =
kecambah normal; dIV = indeks vigor.
Hasil analisis menunjukkan bahwa umbi teki dari semua umur cenderung menekan daya berkecambah A. gangetica yang lebih besar dibandingkan dengan
bagian tajuk teki serta dibandingkan dengan seluruh bagian teki dari semua umur. Hal ini diduga disebabkan oleh senyawa fenol yang teridentifikasi pada umbi teki dari semua umur, yaitu senyawa 2-furanmethanol yang mampu menekan
perkecambahan A. gangetica melalui berbagai mekanisme. Zhao et al. (2010)
menyatakan bahwa senyawa fenol pada alelokimia dapat menekan perkecambahan tanaman melalui perubahan permeabilitas membran sel sehingga proses imbibisi terganggu. Senyawa fenol juga dapat menurunkan aktivitas enzim dan produksi hormon pertumbuhan yang berperan dalam perombakan cadangan makanan pada proses perkecambahan. Penekanan perkecambahan A. gangetica
diduga juga disebabkan oleh senyawa metabolit selain fenol yang teridentifikasi pada umbi teki dari semua umur, yaitu senyawa furfural (Lampiran 8). RIRDC (2006) menyatakan bahwa senyawa furfural merupakan senyawa adjuvant pada