• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.3 Pengaruh Faktor Pendorong (Dukungan Suami dan Peran

Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013

5.3.1 Pengaruh Dukungan Suami terhadap Lama Ketidaklangsungan Pemakaian AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013

Hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Patumbak diperoleh bahwa sebagian besar ibu pasangan usia subur memperoleh dukungan suami yang baik sebesar 55,6% sedangkan selebihnya dukungan yang kurang dari suami sebesar 44,4%. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa suami memberi kebebasan pada istri untuk memilih berhenti menggunakan alat kontrasepsi (76,8%), kemudian suami juga tidak menyarankan untuk menggunakan alat kontrasepsi yang lain yang cocok dengan keadaan istri dengan meminta penjelasan dari petugas kesehatan terlebih dahulu (38,4%).

Hasil uji analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara dukungan suami dengan lama ketidaklangsungan pemakaian AKDR dengan nilai p=1,000 yaitu semakin tinggi dukungan suami maka semakin baik partisipasi istri dalam memakai alat kontrasepsi. Peran suami yang sangat besar dalam rumah tangga menyebabkan banyak istri yang patuh terhadap suami. Demikian halnya dalam pemakaian alat kontrasepsi, banyak istri yang meminta izin kepada suami bahwa dirinya menggunakan alat kontrasepsi tersebut, tetapi setelah suami mengetahui bahwa istri

menggunakan alat kontrasepsi maka sang suami menganjurkan untuk menghentikan pemakaian tersebut. Dukungan suami pada ibu untuk drop out dalam pemakaian salah satu alat kontrasepsi dapat menyebabkan angka drop out meningkat (Hartanto, 2008).

Pencanangan keluarga berencana sebagai gerakan masyarakat dimulai dengan meningkatnya kepedulian dan peran serta masyarakat baik dalam mengelola program keluarga berencana atau dalam memenuhi kebutuhan keluarga berencana bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat. Oleh sebab itu kesepakatan operasional baik oleh aparat kecamatan, desa, tokoh masyarakat, tokoh agama petugas kesehatan perlu makin dirangsang partisipasinya dalam upaya memperkuat jaringan pelayanan dan pemberian dukungan positif pelaksanaan keluarga berencana.

Kondisi lingkungan sosial masyarakat yang kurang mendukung, serta kurang dukungan dari suami, para tokoh masyarakat, tokoh agama yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat setempat, kurangnya penerimaan masyarakat terhadap keluarga berencana termasuk motivasi dan persuasi oleh petugas kesehatan.

Menurut Notoatmodjo (2010b) perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan dari individu untuk mengambil keputusan/ bertindak, dan situasi yang memungkinkan berperilaku/bertindak atau tidak berperilaku/tidak bertindak seorang pria yang tidak mau ikut keluarga berencana mungkin karena tidak ada minat dan niat atau karena kurangnya dukungan dari istri, petugas kesehatan dan masyarakat sekitarnya. Dukungan sosial adalah suatu kegiatan untuk mencari

mensosialisasikan program-program kesehatan agar masyarakat mau menerima dan berpartisipasi terhadap program keluarga berencana.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari responden bahwa petugas kesehatan sering tidak menjelaskan tentang AKDR selama konseling dan walaupun hal tersebut dilakukan, mereka tidak memberikan informasi secara lengkap tentang AKDR. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya penggunaan AKDR. Petugas kesehatan juga tidak menjelaskan rumor negatif tentang AKDR kepada peserta KB. Inilah salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya penggunaan AKDR di Kenya dan juga menyatakan bahwa kurangnya perhatian dan metode selama konseling dan keterampilan petugas kesehatan mempengaruhi rendahnya tingkat penggunaan IUD.

5.3.2 Pengaruh Peran Petugas Kesehatan terhadap Lama Ketidaklangsungan Pemakaian AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Tahun 2013

Peran petugas kesehatan terhadap lama ketidaklangsungan pemakaian AKDR ditemukan perannya baik (39,4%), sedangkan yang perannya kurang (60,6%). Hasil observasi di lapangan ditemukan bahwa petugas kesehatan memberikan informasi tentang efek samping atau komplikasi penggunaan AKDR sebelum menggunakannya (57,6%), sedangkan peran petugas yang kurang itu akibat petugas kesehatan tidak memberikan informasi dengan detil tentang jangka waktu pemakaian AKDR sebelum menggunakannya (61,6%). Hasil statistik dengan uji chi-square menunjukkan bahwa nilai probabilitas (p) = 0,002<0,05 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara peran petugas kesehatan dengan lama ketidaklangsungan pemakaian AKDR.

Berdasarkan uji regresi logistik ganda dari variabel peran petugas kesehatan diperoleh nilai p=0,032, hal ini menunjukkan variabel tersebut berpengaruh terhadap

lama ketidaklangsungan pemakaian AKDR. Pengaruh variabel peran petugas kesehatan terlihat bahwa jika ibu PUS yang mendapat peran petuga kesehatan kurang berpeluang untuk pemakaian ≤12 bulan 3,577 kali lebih besar dibandingkan jika ibu PUS yang mendapat peran petugas kesehatan baik.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan bahwa petugas kesehatan sering tidak menjelaskan tentang AKDR selama konseling dan walaupun hal tersebut dilakukan, mereka tidak memberikan informasi secara lengkap tentang AKDR. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya penggunaan AKDR. Petugas kesehatan juga tidak menjelaskan rumor negatif tentang AKDR kepada peserta KB. Inilah salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya penggunaan AKDR di Puskesmas Patumbak, serta kurangnya perhatian dan metode selama konseling dan keterampilan petugas kesehatan mempengaruhi rendahnya tingkat penggunaan AKDR. Hingga saat ini pelayanan KB seperti komunikasi informasi dan edukasi masih kurang berkualitas terbukti dari peserta KB yang berhenti menggunakan alat kontrasepsi dengan alasan efek samping, kesehatan dan kegagalan pemakaian. Dengan memberikan pelayanan yang berkualitas khususnya informasi tentang KB AKDR dapat memengaruhi seseorang untuk menggunakan KB tersebut.

Hal ini sesuai dengan penelitian Rogers dan Shoemaker dikutip Sarwono (2004) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang memutuskan berperilaku baru, diawali dengan menerima informasi dari petugas kesehatan. Ketika seseorang mulai berminat maka petugas kesehatan meningkatkan motivasinya agar seseorang bersedia menerima obyek. Dari hasil persuasi petugas kesehatan maka dibuatlah keputusan

dimana orang meminta dukungan atas keputusan untuk berperilaku baru maka petugas kesehatan tetap melanjutkan penyuluhan guna memantapkan praktek perilaku yang baru. Berdasarkan teori di atas petugas kesehatan sangat memengaruhi dengan memberikan motivasi kepada ibu pasangan usia subur agar menggunakan AKDR.

Hasil penelitian ini masih sangat kurang peran petugasnya dimana kita ketahui bahwa untuk mewujudkan visi dari program Keluarga Berencana yaitu : “Keluarga berkualitas tahun 2015” peran petugas kesehatan sangat penting dan diharapkan sebagai petugas kesehatan yang mampu berperan aktif untuk mewujudkan visi tersebut. Karena dalam memberikan pelayanan bagi kesehatan ibu dan anak serta memberikan pelayanan KB, petugas kesehatan lebih dekat dengan masyarakat dan lebih banyak melakukan sosialisasi dalam bermasyarakat sehingga lebih mudah untuk menarik perhatian atau minat masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan promosi kesehatan. Tetapi berdasarkan hasil penelitian ternyata petugas kesehatan dalam mempromosikan KB AKDR masih sangat sedikit yang melakukannya dan kurang detilnya informasi yang diberikan. Untuk itu petugas kesehatan yang kesehariannya lebih banyak berhubungan dengan masyarakat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat seharusnya lebih aktif dari petugas kesehatan lainnya dalam mempromosikan KB AKDR.

Ketidakberlangsungan penggunaan alat kontrasepsi IUD salah satu penyebabnya karena kurangnya pengetahuan dan informasi. Pengetahuan kurang tentang KB IUD dikaitkan dengan kurangnya informasi tentang berbagai metode kontrasepsi termasuk tentang KB IUD yang disampaikan oleh petugas kesehatan.

bersifat negatif, yang biasanya berasal dari cerita teman atau tetangga. Meskipun cerita tersebut tidak dapat dipastikan kebenarannya oleh responden, tetap saja mempengaruhi penilaian responden terhadap KB IUD, yakni membuat sebagian besar takut untuk menggunakan IUD (Imbarwati, 2009).

Petugas kesehatan seharusnya melakukan penanggulangan dengan cara konseling yaitu memberi penjelasan bahwa perdarahan ringan biasanya terjadi pada awal pemasangan. Selama haid, perdarahan lebih banyak daripada biasanya hal ini tidak berbahaya. Jika ibu mengalami nyeri pada waktu pemasangan AKDR, waktu haid dan saat senggama sebaiknya petugas kesehatan menjelaskan nyeri disebabkan oleh kontraksi yang berlebihan dari rahim dan bersifat sementara dan mudah diatasi (Suratun dkk, 2008).

Pelayanan KB yang berkualitas harus mencakup pemberian pelayanan (KIP/K) yang dapat melindungi klien dari risiko efek samping dan komplikasi serta meminimalkan kemungkinan terjadinya kegagalan. Walaupun telah dilakukan upaya untuk meningkatkan pelayanan KB, masih terdapat beberapa hambatan dalam penggunaan kontrasepsi, untuk itu diperlukan upaya, antara lain dengan memberikan Komunikasi Interpersonal/Konseling (KIP/K) pada saat sebelum pelaksanaan, saat pelaksanaan dan pasca pelaksanaan. Konseling dalam pelayanan keluarga berencana merupakan suatu proses untuk membantu klien dalam memahami dan mendalami tentang alat kontrasepsi KB, sehingga dia mampu secara mandiri menentukan pilihan yang sesuai dengan kondisi tubuhnya. Proses berjalan secara dua arah baik verbal ataupun nonverbal, dengan saling berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau antar individu di dalam kelompok kecil.

Dengan konseling yang dilakukan petugas berarti telah membantu klien untuk memastikan dan memutuskan jenis alat kontrasepsi yang akan digunakan sesuai pilihannya. Konseling yang baik dapat membuat klien merasa lebih puas disamping itu juga akan membantu klien lebih lestari dalam menggunakan alat kontrasepsinya dan lebih berhasil.