• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Inokulasi FMA, Bakteri dan Kombinasinya terhadap Pertumbuhan Semai Jelutung

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2.2. Pengaruh Inokulasi FMA, Bakteri dan Kombinasinya terhadap Pertumbuhan Semai Jelutung

Parameter yang diamati pada penelitian ini antara lain pertambahan tinggi, pertambahan diameter, berat kering akar, berat kering pucuk, rasio pucuk-akar, Indeks Mutu Bibit (IMB), persentase infeksi mikoriza, dan analisis jaringan nitrogen dan fosfor. Berdasarkan hasil penelitian, respon yang bervariasi ditunjukkan oleh pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Secara umum, perlakuan mikoriza dan bakteri memberikan respon yang baik terhadap parameter pertumbuhan semai jelutung. Hal ini selaras dengan pernyataan bahwa di dalam rizosfir terjadi berbagai interaksi sinergisme maupun antagonisme. Salah satu interaksi di dalam rizosfir yang mendapat perhatian adalah interaksi antara FMA (simbiosis obligat) dengan bakteri yang hidup bebas di rizosfir (Rhizobakteria) (Pujiyanto 2001).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam perlakuan inokulasi FMA memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertambahan tinggi pada selang kepercayaan 95%. Hal ini tidak terjadi pada perlakuan bakteri dan

kombinasi perlakuan, dimana pengaruh terhadap pertambahan tinggi tidak berbeda nyata. Inokulasi FMA jenis Glomus sp. memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan perlakuan tanpa FMA. ditunjukkan pada Tabel 3 bahwa persen peningkatan perlakuan FMA Glomus sp. sebesar 18,95% terhadap perlakuan tanpa FMA. Optimalisasi dari interaksi mikroba tergantung dari jenis mikroba, keadaan lingkungan, tanaman inang dan bekerja secara spesifik (Pujianto 2001), sehingga dari hasil penelitian interaksi antara jenis mikroba akan memberikan pengaruh yang berbeda pada setiap parameter pertumbuhan. Imas dan Setiadi (1987) menyatakan bahwa akar hidup akan menunjang sejumlah nutrien secara terus menerus pada suatu area terbatas. Disamping itu juga menyediakan suatu permukaan yang berekspansi terus-menerus untuk memungkinkan kolonisasi dan dengan aktivitas metabolisme mengubah lingkungan di dalam tanah. Oleh karena itu tidak mengherankan bila terjadi perubahan besar dalam aktivitas mikroba di daerah perakaran yang mungkin berakibat menguntungkan atau merugikan bagi tanaman itu sendiri.

Berdasarkan uji lanjut Duncan semai jelutung yang diinokulasi FMA memiliki nilai rata-rata pertambahan diameter lebih besar daripada perlakuan tanpa FMA. Inokulasi FMA pada jenis Glomus sp. memberikan pengaruh yang nyata ditunjukkan pada Tabel 4 bahwa perlakuan inokulasi FMA jenis Glomus sp.

mengalami peningkatan yang lebih besar yaitu sebesar 16,16% terhadap perlakuan tanpa FMA. Hal ini diduga bahwa mikoriza telah bersimbiosis secara baik dengan tanaman inang. Dengan demikian kebutuhan mikoriza akan nutrien dapat terpenuhi dari akar tanaman. Menurut Imas dan Setiadi (1987) stimulasi mikroorganisme tanah dapat terjadi karena akar mensuplai nutrien. Kebutuhan nutrisi sangat penting bagi keberadaan mikroorganisme rizosfir. Hal ini berarti bahwa zona perakaran menjadi daerah yang kondusif bagi mikoriza dan untuk berkembang. Sehingga, kinerja mikoriza dalam memacu pertumbuhan tanaman inang menjadi lebih optimum.

Untuk mengetahui pertumbuhan semai jelutung, perlu dilakukan pengukuran biomassa tanaman. Pengukuran biomassa bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan hara dalam tanah yang digunakan tanaman untuk pertumbuhan dan kegiatan fisiologis lainnya. Berdasarkan analisis sidik ragam berat kering akar

semai jelutung, perlakuan inokulasi FMA memberikan pengaruh yang nyata pada selang kepercayaan 95%. Inokulasi FMA pada jenis Glomus sp. memberikan pengaruh yang lebih baik ditunjukkan dengan peningkatan berat kering akar sebesar 10,93%. Untuk perlakuan bakteri dan interaksinya berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Hal ini menunjukkan tidak terjalinnya kerjasama yang baik antara bakteri dan mikoriza sehingga pada akhirnya tidak mampu secara optimum meningkatkan biomassa akar semai. Hal lain yang dapat diduga adalah terjadinya persaingan antara bakteri dan mikoriza.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam berat kering pucuk, interaksi antara perlakuan inokulasi FMA dan bakteri menunjukkan beda nyata pada selang kepercayaan 95%. Perlakuan kombinasi JW13G1 menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol yaitu 0,586 gr dengan peningkatan terhadap kontrol sebesar 36,28%. Hal ini membuktikan bahwa bakteri JW13 dan mikoriza jenis Glomus sp. bekerja bersama-sama dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman inang. Keberadaan mikoriza dalam tanah ternyata menguntungkan bakteri karena sistem perakaran lebih mudah mendapatkan hara makro maupun nutrisi lain dari dalam tanah. Dengan meningkatnya ketersediaan hara di perakaran khususnya karbon, maka keberadaan bakteri akan terjamin kehidupannnya karena karbon merupakan sumber makanan utama bagi bakteri (Waksman 1963 dalam Suyono 2003). Duponnois (1992) dalam Safriyanto (2004) menyatakan bahwa bakteri-bakteri sekitar perakaran tanaman berdasarkan hipotesis dapat menyuburkan perakaran dan meningkatkan daya serap akar setelah adanya keterlibatan dari simbiosis dengan fungi. Garbaye (1994) menambahkan bahwa bakteri membantu pertumbuhan fungi karena metabolisme yang dihasilkan bakteri digunakan fungi untuk pertumbuhannya. Berat kering bagian atas tanaman merupakan salah satu indikator tentang baik tidaknya pertumbuhan semai sebagai hasil dari interaksi faktor ekologis dan fisiologis tanaman. Semakin baik atau semakin efisien proses fisiolgis tanaman, maka berat kering tanaman akan semakin besar, artinya tanaman mampu menyerap unsure hara yang tersedia untuk digunakan dalam proses pertumbuhan (Salissbury dan Ross 1995).

Rasio pucuk-akar merupakan hasil perhitungan yang membandingkan antara biomassa pucuk dengan biomassa akar tanaman. Sehingga, besarnya nilai rasio pucuk-akar tanaman sangat ditentukan oleh pertumbuhan pucuk dan akar tanaman. Pertumbuhan tanaman yang baik dan normal ditunjukkan dengan nilai rasio pucuk-akar yang seimbang. Hal ini mengindikasikan bahwa bagian pucuk dan akar tanaman mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang seimbang. Berdasarkan analisis sidik ragam rasio pucuk akar perlakuan inokulasi bakteri dan FMA menunjukkan beda nyata pada selang kepercayaan 95%. Sedangkan interaksinya tidak berbeda nyata.

Uji lanjut Duncan pada perlakuan inokulasi bakteri menunjukkan jenis bakteri JW13 memiliki rata-rata rasio pucuk sebesar 1,067 atau mengalami peningkatan sebesar 20,97% terhadap perlakuan tanpa bakteri. Respon dari bakteri JW13 berbeda nyata dengan perlakuan jenis bakteri CR.R1 memiliki rata-rata rasio pucuk akar sebesar 0,762. Perlakuan FMA pada jenis Gigaspora sp. menunjukkan respon yang lebih baik daripada perlakuan FMA pada jenis Glomus

sp., dimana pada perlakuan mikoriza jenis Gigaspora sp. memiliki nilai rata-rata sebesar 0,967 sedangkan rata-rata pada perlakuan FMA jenis Glomus sp. hanya sebesar 0,815. Dari rasio pucuk akar dapat dihubungkan dengan serapan hara oleh tanaman. Perlakuan yang mempunyai serapan hara yang tinggi mempunyai rasio pucuk akar yang tinggi demikian juga sebaliknya, hal ini berarti hubungan serapan hara tanaman dengan pertumbuhan tanaman sangat erat sekali, dimana serapan hara yang rendah akan mempunyai pertumbuhan yang buruk dan rasio pucuk akar yang rendah.

Indeks Mutu Bibit merupakan salah satu parameter yang diamati dengan tujuan untuk mengetahui keadaan mutu semai (bibit). Sehingga, kemampuan suatu semai untuk tumbuh di lapangan dapat diketahui. Menurut Lackey dan Alm (1982) dalam Hendromono (1987) menyatakan bahwa semakin besar angka indeks mutu menandakan bibit semakin tinggi mutunya. Selanjutnya Roller (1977) dalam Hendromono (1987) menambahkan bahwa bibit yang mempunyai angka indeks mutu lebih kecil dari 0,09 tidak akan berdaya hidup tinggi dikondisi lapangan. Berdasarkan hasil penelitian, besarnya angka indeks mutu bibit bervariasi. Hal ini dikarenakan respon yang diberikan oleh perlakuan juga

beragam. Rata-rata nilai IMB terbesar terdapat pada perlakuan NTG1, yaitu sebesar 0, 259. Perlakuan bakteri CK26 menunjukkan nilai IMB terendah yaitu 0,183. Dari hasil tersebut, menunjukkan bahwa ada tidaknya perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Roller (1977) dalam

Hendromono (1987) menyebutkan bahwa bibit yang mempunyai angka indeks mutu lebih kecil dari 0,09 tidak akan berdaya hidup tinggi dikondisi lapangan. Berdasarkan nilai rata-rata dari IMB diketahui bahwa nilainya diatas 0,09 sehingga dapat dikatakan ada atau tidaknya perlakuan nilai IMB semai jelutung tetap dalam kondisi baik.

Analisis jaringan dimaksudkan untuk mengetahui kandungan suatu unsur tertentu. Berdasarkan analisis sidik ragam data analisis jaringan N menunjukkan interaksinya berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui perlakuan kombinasi JW13G1 memiliki rata-rata kandungan unsur N terbesar yaitu 1,12 mg atau mengalami peningkatan terhadap kontrol sebesar 69,59%. Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap data analisis jaringan unsur P diketahui bahwa interaksi antara perlakuan inokulasi FMA dan bakteri berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Perlakuan kombinasi JW1G2 memiliki rata-rata kandungan unsur P sebesar 0,13 mg sedangkan pada perlakuan JW13G2 memiliki rata-rata kandungan unsur P sebesar 0,04 mg atau mengalami penurunan sebesar 55,68% terhadap perlakuan kontrol.

Beberapa isolat bakteri yang digunakan teridentifikasi sebagai bakteri pengikat nitrogen non simbiotik (Sitepu 2007). Menurut Dalton dan Kramer (2006) dalam Sitepu (2007) bakteri penambat nitrogen non simbiotik merupakan kelompok organisme prokariotik yang mampu mereduksi nitrogen di udara atau dinitrogen menjadi ammonia melalui proses yang dikenal dengan istilah BNF (Biological Nitrogen fixation). Berdasarkan dari hasil penelitian mengenai kandungan unsur P dan N yang menunjukkan beda nyata pada interaksinya selaras dengan hasil penelitian Barea et al., (1997) dimana perlakuan kombinasi mikroba PGPR dan FMA secara efektif membantu penyerapan hara dan pengikatan N2. Mikroflora rizosfir dipasok dengan karbon, energi dan tenaga produksi dalam bentuk berbagai macam gas, zat yang dapat larut, dan bahan yang tidak larut yang

dibebaskan oleh akar tanaman. Karbohidrat yang dibebaskan ini dapat digunakan oleh bakteri penambat nitrogen (Fakuara 1990).

Bukman dan Brady (1969) dalam Suyono (2003) menambahkan bahwa bakteri dapat membantu pertumbuhan tanaman tingkat tinggi dengan baik, karena bakteri secara praktis dapat memegang monopoli tiga buah pokok transformasi enzim yaitu nitrifikasi, oksidasi sulfur dan fiksasi N. Selain itu bakteri dapat membantu pertumbuhan tanaman diantaranya dengan cara membantu penyediaan unsur hara penting bagi tanaman. Disamping itu, terdapat beberapa bakteri yang merugikan tanaman inang. Hal ini diduga bahwa dalam jumlah banyak nutrisi yang dihasilkan oleh tanaman inang, dimanfaatkan bakteri untuk pertumbuhannya. Bukman dan Brady (1982) dalam Suyono (2003) menyebutkan bahwa organisme tanah dapat merugikan tanaman tingkat tinggi diantaranya melalui persaingan untuk memperoleh hara yang tersedia. Organisme tanah biasanya memperoleh unsur hara lebih dulu, baru tanaman tingkat tinggi dapat mempergunakan yang masih tersisa. Pelczar et al. (1986) menambahkan bahwa bakteri tidak hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda terhadap kondisi fisik di dalam lingkungannya. Untuk berhasilnya pembiakan berbagai tipe bakteri, dibutuhkan suatu kombinasi hara serta lingkungan fisik yang sesuai.

Berdasarkan hasil penelitian, interaksi antara FMA dengan bakteri memberikan respon yang beragam dalam mempengaruhi pertumbuhan semai jelutung. Dari data yang menyajikan peningkatan pertumbuhan yang bernilai negatif terhadap kontrol menunjukkan bahwa terjadi penurunan pertumbuhan sehingga dapat diartikan perlakuan yang diberikan tidak efektif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak semua bakteri mampu bekerjasama dengan mikoriza. Hal ini diduga bahwa kinerja bakteri dengan mikoriza ada yang bersifat antagonis. Hal ini diduga karena terjadi persaingan dalam mendapatkan sumber nutrisi diantara keduanya. Sehingga, sangat memungkinkan kombinasi keduanya menghasilkan respon yang lebih rendah terhadap kontrol. Bukman dan Brady dalam Suyono (2003) menyatakan bahwa disamping persaingan antara mikroorganisme dan tanaman tingkat tinggi terdapat persaingan makanan yang hebat antara mikroorganisme itu sendiri.

BAB V

Dokumen terkait