IV. HASIL PENELITIAN
5.4 Pengaruh Interaksi
Pada sistem agroforestri (wanatani) pengaturan jarak tanam sangat penting, karena dalam luasan lahan tersebut akan terjadi interaksi antar tanaman dan saling mempengaruhi. baik yang menguntungkan maupun yang merugikan.
Guna menghindari kegagalan agroforestri, ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu proses terjadinya interaksi, penyebab terjadinya interaksi, dan jenis interaksinya.
Pada penelitian percobaan pendahuluan belum ada interaksi antara komponen penyusun yaitu sentang dan sorgum, hal ini termasuk jenis interaksi netral yaitu diantara kedua tanaman tidak saling mempengaruhi, peningkatan produksi tanaman semusim tidak mempengaruhi produksi pohon atau sebaliknya.
Pada Tabel 6 hasil rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa blok tanam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan sentang baik itu diameter, tinggi, lebar dan tinggi tajuk di lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa faktor tempat tumbuh berpengaruh terhadap pertumbuhan sentang pada umur 3 BST, sehingga sentang masih dalam proses beradaptasi dengan faktor lingkungan.
Hasil pada penelitian percobaan agroforestri belum menunjukkan interaksi antara jenis sorgum dengan jarak tanam yang nyata terhadap parameter pertumbuhan sorgum, namun fraksi akar horizontal mempengaruhi interaksi antara sorgum dan sentang. Hasil interaksinya ini menunjukkan jenis Numbu (S1) yang ditanam dalam areal sentang dengan jarak tanam 2,5 m x 5 m (A2) memiliki fraksi akar tertinggi yaitu yaitu 66 %, sedangkan jangkauan akar sentang paling panjang ada di plot yang ditanami sorgum Numbu (S1). Dengan demikian infasi akar sentang ke tempat tumbuh sorgum sebagai awal terjadinya interaksi. Dalam hal ini akar sentang lebih banyak dan mudah berkembang untuk membentuk akar horizontal guna melakukan penyerapan hara di lahan olah sorgum. Namun hal ini belum menunjukkan interference atau interaksi negatif, dikarenakan belum ada
komponen yang dirugikan. Namun, dilihat dari hasil kolonisasi V-AM maka akar sentang terkolonisasi paling banyak di lahan olah sorgum Numbu (S1), kemudian penyebaran spora mikorhiza pada akhir penelitian sekitar 170 spora per 10 g tanah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada interaksi positif antara komponen penyusun tersebut yaitu sorgum dengan sentang. Sorgum membantu dalam penyebaran spora dan kolonisasi akar ke sentang, sehingga pertumbuhan sentang dan sorgum lebih baik. Berbeda dengan interaksi yang terjadi di plot tanpa sorgum, bahwa sentang pertumbuhannya tertekan akibat adanya kompetisi dengan gulma yang menyebabkan interaksi negatif. Gulma menginvasi tempat tumbuh sentang sehingga terjadi perebutan hara dan air. Tempat tumbuh yang tidak dilakukan pengolahan dan pemupukan juga mengakibatkan akar sorgum tidak berkembang dengan baik, sehingga fraksi akar horizontal sentang kecil (Tabel 13) dan shoot-root ratio nya paling tinggi (Tabel 15). Tanah yang masam dan kandungan Al yang tinggi juga berakibat terhadap interaksi antar komponen di agroforestri yaitu antara akar sentang dan sorgum. Toksisitas Al akan menghambat perpanjangan akar dengan meningkatkan tegangan ion di dalam tanah atau larutan nutrisi (Blamey et al. 1991 diacu dalam Marschner, 1995).
Tanah yang terdeteksi masam di lokasi penelitian adalah akibat dari peningkatan konsentrasi aluminium (Al) yang bersifat toksik bagi tanaman dan rendahnya kelarutan dari unsur hara sehingga terjadi defisiensi. Tanah masam ini umumnya kurang baik untuk pertumbuhan tanaman karena mempunyai pH rendah (masam), kandungan unsur P, Ca, Mg, Ca, Na dan kejenuhan basa (KB) yang rendah, serta kejenuhan Al yang tinggi (Tabel 4 dan Lampiran 1). Pembentukan suasana masam yang melewati daya dukung tanah dapat menghancurkan kisi mineral liat sehingga semakin banyak ion Al3+ yang menjauhi kompleks jerapan, menjadi tersedia. Secara umum kehadiran aluminium di dalam media pertumbuhan, jika pH di atas 5 konsentrasi Al di dalam larutan tanah rendah dan pertumbuhan tanaman normal. Jika pH lebih rendah daripada 4, konsentrasi Al menjadi sangat tinggi dan pertumbuhan tanaman sangat terhambat yang disebabkan oleh keracunan Al, walaupun ion H+ itu sendiri juga berbahaya untuk tanaman.
Gejala keracunan aluminium mudah diidentifikasi. Gejala yang terjadi pada tanaman sorgum adalah ketika tanaman sorgum di lapangan berumur lebih dari 15 HST, terlihat mulai layu, ujung daun mati dan berwarna kuning, serta akarnya pendek dan mengering. Pada tingkat selanjutnya jika tanaman tidak segera diganti maka akan terjadi kering dan akhirnya mati. Setelah diamati perakakarannya, terlihat akar tidak berkembang dan keriput berwarna kemerahan.
Hal ini adalah gejala keracuanan Al yang paling mudah dilihat yaitu penghambatan pertumbuhan akar. Pada hasil penelitian menunjukkan tanaman kehutanan dalam hal ini adalah sentang lebih tahan terhadap kemasaman tanah dan cekaman Al dari pada tanaman pertanian (sorgum) di lokasi penelitian.
Namun, sorgum varietas Numbu terbukti lebih tahan dari cekaman Al dan kemasaman tanah daripada sorgum galur ZH-30 di lokasi penelitian. Hal ini ditunjukkan pada percobaan pendahuluan terhadap persentase perkecambahan dan produktifitas sorgum yang awalnya rendah kemudian pada percobaan agroforestri meningkat dengan adanya proses adaptasi. Dalam penelitian ini beberapa sorgum (Numbu dan ZH-30) sudah ada yang toleran terhadap cekaman Al di lahan masam melalui proses adaptasi.
Menurut Toylor (1992) dalam Hanum (2004) bahwa mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman aluminium sangat beragam yaitu (1) mekanisme eksklusi, yaitu suatu mekanisme yang berusaha menghambat aluminium masuk ke dalam sel tanaman, dan (2) mekanisme inklusi, yaitu suatu mekanisme yang memungkinkan tanaman melanjutkan proses tumbuhnya meskipun aluminium sudah masuk ke dalam sel tanaman. Mekanisme eksklusi adalah imobilisasi Al di bidang sel dengan permeabilitas membran yang selektif, peningkatan pH rizosfer atau apoplas, eksudasi ligan pengkelat, eksudasi fosfat, dan efluks. Kemampuan apoplas sel akar menjerat Al dianggap sebagai salah satu mekanisme toleransi terhadap Al, semakin kecil kemampuan akar untuk menyerap Al, tanaman semakin peka terhadap Al. Tanaman yang toleran terhadap Al akan meningkatkan pH pada daerah perakaran sehingga menurunkan kelarutan dan keracuanan aluminium. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis tanah awal dan akhir pada plot yang ditanam sorgum dengan yang tidak ditanam sorgum, bahwa dengan adanya pengelolaan tanah dan penanaman sorgum mengakibatkan keasaman dan cekaman
Al menurun (Lampiran 1). Indikasi yang lain adalah akibat dari simbiosis V-AM dengan komponen penyusun agroforestri yang saling menguntungkan sehingga sorgum dapat tumbuh dengan baik di lokasi penelitian (Tabel 23). V-AM membantu dalam penyerapan hara dan air melalui simbiosis yang terjadi di akar.
Perakaran tanaman yang bersimbiosis dengan V-AM akan semakin melebar (luas) sehingga kesempatan dan kemampuan menyerap unsur hara semakin besar.
Peningkatan penyerapan hara pada tanaman yang diasosiasikan dengan V-AM disebabkan adanya pengurangan jarak bagi hara untuk memasuki akar tanaman, peningkatan rata-rata penyerapan hara dan konsentrasi hara pada bidang serap, serta terjadinya perubahan secara kimia sifat-sifat hara sehingga memudahkan penyerapan ke dalam akar tanaman. Pada sentang, sorgum dan gulma yang terkolonisasi mengindikasikan bahwa penyebaran spora yang terjadi di bawah permukaan tanah adalah melalui proses interaksi positif antar komponen penyusun di lokasi penelitian. Hal ini dibuktikan dengan hasil kolonisasi V-AM di akar tanaman penyususun komponen agroforestri yaitu sentang, sorgum dan gulma (Tabel 23 dan Lampiran 6). Terlihat jelas dari hasil rata-rata kolonisasi V-AM di akar sentang menunjukkan yang paling tinggi yaitu 61,67%, kemudian pada sorgum sebesar 57,50% dan pada gulma sebesar 31,01%
Interaksi antara pohon dan tanaman bawah yang terjadi, baik yang ada di atas maupun di bawah permukaan tanah belum menunjukkan interference atau interaksi negatif di plot sorgum, sedangkan hal yang berbeda terjadi di plot tanpa sorgum dimana interference terjadi di sistem akar yaitu kompetisi akar gulma dengan akar sentang yang saling membutuhkan unsur hara dan air.
VI. KESIMPULAN
Bentuk interaksi agroforestri sentang dan sorgum yang diatur melalui jarak tanam sentang (2,5 m x 2,5 m dan 2,5 m x 5 m) menunjukkan interaksi positif karena dapat meningkatkan pertumbuhan sorgum dan sentang. Sistem perakaran sentang dan sorgum saling membentuk jaringan pengaman unsur hara yang saling menguntungkan.
Interaksi tersebut terdapat faktor pembatas seperti pH dan toksisitas aluminium (Al), sehingga perlu dilakukan proses adaptasi sorgum terhadap cekaman Al. Sorgum varietas Numbu lebih toleran terhadap Al daripada ZH-30.
Potensi V-AM alami (berasosiasi dengan gulma) termasuk rendah yaitu 49 spora per 10 g tanah, tetapi potensi V-AM meningkat ketika ditanam sorgum dan sentang yaitu sebesar 170 spora per 10 g tanah. Sorgum pada dasarnya merupakan tanaman inang yang sering dijadikan untuk perbanyakan spora V-AM oleh banyak peneliti. Potensi V-AM tersebut membantu dalam serapan hara dan air kepada sentang dan sorgum sebagai bagian dari jaringan pengaman unsur hara.
Penutupan tajuk sentang pada jarak tanam sentang 2,5 m x 2,5 m sudah tidak dapat ditanami sorgum pada umur 4 tahun, sedangkan pada jarak tanam sentang 2,5 m x 5 m penutupan tajuk total diprediksi pada umur 8 tahun.
VII. SARAN
1. Perlu kajian khusus untuk mengatasi masalah tanah dengan pH yang rendah dan Al tinggi untuk meningkatkan pertumbuhan sentang dan sorgum.
2. Perlu kajian yang lebih mendalam lagi mengenai penelitian peran V-AM untuk meningkatkan pertumbuhan sentang.
3. Perlu penelitian pertumbuhan sorgum dengan penutupan tajuk sentang yang lebih rapat.