• Tidak ada hasil yang ditemukan

AGROFORESTRI SENTANG (Azadirachta excelsa Jack) DAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) ANDI RINTO PRASTIYO WIBOWO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "AGROFORESTRI SENTANG (Azadirachta excelsa Jack) DAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) ANDI RINTO PRASTIYO WIBOWO"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

AGROFORESTRI SENTANG (Azadirachta excelsa Jack) DAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench)

ANDI RINTO PRASTIYO WIBOWO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Agroforestri Sentang (Azadirachta excelsa Jack) dan Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor , Juli 2012

Andi Rinto Prastiyo Wibowo NRP. E 451090071

(3)

ABSTRACT

ANDI RINTO PRASTIYO WIBOWO. Agroforestry between Sentang (Azadirachta excelsa Jack.) and Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench). Under academic supervision of SUPRIYANTO and NURHENI WIJAYANTO

Agroforestry is a system in forest management that supports the growth of trees and crops. This research was focused on the interaction process among the agroforestry components based on the planting distance, in order to achieve high productivity of trees and crops in agroforestry system. The objectives of this research were (1) To find out the type of interaction between main components in the agroforestry system, (2) To analyze the potentiality of indigenous V-AM and its colonization in sentang, sorghum, and weed roots; and (3) To predict when sorghum was not able to be planted in the agroforestry system. This research was conducted during 16 months since December 2010 until May 2012. The study was done in Silviculture laboratory, SEAMEO-BIOTROP and in farm area of 1500 m2 at Cibadak village, Ciampea sub-district, Bogor district. Furthermore, the experimental design used in this research was factorial in completely randomized block design (2 x 3) with 3 replicates. The first factors was the planting distance of sentang (2 levels); 2,5 m x 2,5 m and 2,5 m x 5,0 m respectively. The second factor was sorghum crop that consisted of without sorghum (S0), Numbu (S1), and ZH-30 (S2). Duncan multiple range test (DMRT) was used to analyze significant difference among the treatments. The successfully of agroforestry is determined by the interaction between main components and edaphic factor (soil). The interaction between sentang and sorghum in the agroforestry system showed a positive interaction where the biological interaction between main components generated a mutual benefit. The canopy of sentang which are conic and having balance shape has positive influence. Therefore the plant distance of 2,5 m x 2,5 m and 2,5 m x 5 m did not inhibit the sorghum growth until the end of the study.

The sentang roots invasion into the sorghum root zone did not compete yet to the sorghum performance and showing a positive interaction. This is reinforced by the increasing of spore distribution and V-AM colonization in the root system of sentang, sorghum and weeds. Moreover, the sorghum roots have became the host of V-AM assisted spore spreading and infection into sentang roots. Thus the growth of sentang and sorghum was better. On the contrary, there was a negative interaction (interference) in the sentang plot without sorghum. By using the planting distance of 2,5 m x 2,5 m and 2,5 m x 5 m, agroforesty sentang and sorghum showed a positive interaction during 14 months after planting. Therefore this agroforestry system could be continued. The time prediction when sorghum is not able to be planted with sentang will be in 4 years with the planting distance of 2,5 m x 2,5 m, and 8 years for planting distance 2,5 m x 5.

Keywords: Planting distance, Agroforestry, Azadirachta excelsa Jack., Sorghum bicolor L. Moench.

(4)

RINGKASAN

ANDI RINTO PRASTIYO WIBOWO. Agroforestri Sentang (Azadirachta excelsa Jack.) dan Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench). Dibimbing oleh SUPRIYANTO dan NURHENI WIJAYANTO

Dinamika ruang sistem agroforestri sangat ditentukan oleh karakteristik dan interaksi yang saling mempengaruhi antar komponen penyusun dalam sistem silvikultur yang diterapkan. Penentuan komponen dalam sistem agroforestri harus dapat menjawab kebutuhan jangka panjang (hasil hutan kayu) dan jangka pendek (pangan dan pakan). Penentuan tanaman kehutanan sebaiknya jenis yang memiliki tajuk kerucut (conic) dengan arsitektur pohon yang seimbang sehingga terjadi pembagian penggunaan cahaya (light capture sharing) yang merata, sedangkan untuk tanaman pertanian sebaiknya jenis yang tahan naungan dan memiliki geometri akar yang berfungsi sebagai jaringan pengaman hara (safety nutrient network). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis bentuk interaksi antara sentang dan sorgum berdasarkan pengaturan jarak tanam di dalam sistem agroforestri, (2) menganalisis potensi dan kolonisasi V-AM pada akar sentang, sorgum, dan gulma, dan (3) memprediksi waktu penutupan tajuk sentang yang membatasi pertumbuhan sorgum.

Penelitian ini dilaksanakan selama 16 bulan, terhitung dari bulan Desember 2010 s/d Mei 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Silvikultur, SEAMEO-BIOTROP dan di lokasi peternakan Ciampea, Bogor, seluas 1500 m2. Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok pola faktorial dengan ulangan 3 kali. Jarak tanam = A1 (2,5 m x 2,5 m) dan A2 (2,5 m x 5 m). Jenis sorgum= S0 (tanpa sorgum), S1 (Numbu), dan S2 (ZH-30).

Penelitian ini terdiri dari dari dua percobaan lapangan yaitu (1) percobaan pendahuluan dan (2) percobaan agroforestri. Parameter yang diamati untuk sentang adalah diameter, tinggi, tajuk dan perakaran, sedangkan parameter sorgum meliputi persentase hidup, diameter, tinggi, produksi benih, bobot biji 1000 butir, kadar gula, biomassa, dan nira. Selain itu juga dilakukan pengataman terhadap kolonisasi V-AM di akar sentang, sorgum, dan gulma. Mengukur penutupan tajuk sentang untuk memprediksi waktu penanaman sorgum di bawah tegakan sentang.

Dari hasil analisis tanah menunjukkan bahwa lokasi penelitian merupakan tanah kritis dengan cekaman Al dan pH rendah, sehingga pH dan Al merupakan faktor pembatas yang sangat perlu dicermati dan dikaji agar pertumbuhan tanaman di lapangan menjadi lebih baik. Akibat pH tanah masam dan Al yang tinggi menyebabkan tanaman sorgum tidak begitu baik pertumbuhannya meskipun pemupukan dilakukan dengan baik. Namun demikian, sorgum Numbu sangat tahan terhadap kemasaman tanah dibanding dengan ZH-30. Pertumbuhan sentang di lokasi penanaman sangat baik, bahkan semua tanaman tidak ada yang mati. Dari hasil ini tanaman sentang dapat di golongkan menjadi tanaman yang tahan terhadap tanah yang masam. Hasil analisis biologis tanah berupa jumlah spora V-AM terbukti bahwa ada peningkatan jumlah spora. Pada awal penelitian terdapat 49 spora per 10 g tanah dan kebanyakan dari jenis Glomus sp., kemudian pada akhir penelitian diperoleh 170 spora per 10 g tanah dengan jenis Glomus sp.,

(5)

dan Aucolaspora sp. Hal ini menunjukkan adanya potensi mikorhiza alami yang ada di lokasi penelitian, kemudian meningkat setelah dilakukan pengolahan lahan dan penanaman dengan sorgum. Penelitian Hanum (2004) menunjukkan bahwa simbiosis dengan V-AM meningkatkan kemampuan adaptasi tanaman terhadap cekaman Al dan kekeringan yang ditunjukkan oleh semakin meningkatnya bobot kering akar, bobot kering tajuk, kandungan hara N, P, dan Ca, dan serapan P, tetapi tidak meningkatkan produksi biji kering. Hasil analisis kolonisasi V-AM pada akar menunjukkan adanya kolonisasi V-AM pada akar sentang, sorgum, dan gulma. Akar sentang terkolonisasi paling banyak yaitu 61,67%, sedangkan akar sorgum sebesar 57,50% dan akar gulma sebesar 31,01%. Jangkauan akar sentang di plot sorgum lebih panjang 41 cm sampai dengan 75 cm dari pada di plot tanpa sorgum yaitu 13 cm sampai dengan 34 cm. Akar sentang terpanjang yang berhasil mengokupasi di lahan sorgum hingga 190 cm, namun belum terjadi interaksi negatif antara kedua komponen tersebut, bahkan mengindikasikan akar sentang membantu penyebaran spora mikorhiza dan infeksi ke akar sentang. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa mikroba tanah dalam hal ini V-AM membantu didalam pertumbuhan tanaman sentang dan sorgum. Pada plot tanpa sorgum terlihat adanya interaksi negatif antara akar sentang dan gulma, karena akar gulma atau alang-alang mendominasi areal pertumbuhan akar sentang.

Jarak tanam sentang di dalam percobaan ini belum berpengaruh terhadap pertumbuhan sorgum selama 14 BST, hal ini berarti sentang tidak berkompetisi dengan sorgum selama jangka waktu penelitian yaitu 14 BST. Plot yang ditanami sorgum memberikan asupan hara ke sentang dari pupuk dan pengolahan lahannya.

Pertumbuhan sentang di plot yang ditanami sorgum lebih baik jika dibandingkan dengan plot tanpa sorgum. Biji sorgum yang di tabur pada masing-masing plot menunjukkan persentase hidupnya kecil yaitu 33,9% untuk jenis Numbu dan 15,8% untuk jenis ZH-30. Hal ini dikarenakan faktor tanah yang miskin hara, pH sangat rendah dan kandungan unsur Al yang tinggi. Namun demikian, pertumbuhan Numbu lebih baik dari pada ZH-30 dan jika dilihat dari hasil produktifitasnya maka Numbu lebih besar yaitu 5,51 kg/100 m2 dari pada ZH-30 yaitu 1,68 kg/100 m2. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Numbu ini termasuk varietas tahan kekeringan dan merupakan varietas nasional yang sudah dilepas, sedangkan ZH-30 masih berupa galur harapan dan varietasnya masih rentan. Hasil penelitian (Agustina et al., 2010) memperkuat bahwa jenis Numbu mempunyai daya tahan terhadap kemasaman dan cekaman Al dibanding dengan ZH-30, B-75, dan B-69.

Pada percobaan agroforestri perlakuan jenis sorgum memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap parameter pertumbuhan sentang dan sorgum sendiri.

Pertumbuhan diameter, tinggi, lebar dan tinggi tajuk, fraksi akan horizontal dan kolonisasi V-AM sentang umur 14 BST di plot sorgum dan tanpa sorgum sangat nampak perbedaannya. Pertumbuhan diameter sentang yang paling bagus jika berada di plot sorgum yaitu 3,8 cm di S1 dan 3,65 cm di ZH-30, sedangkan di plot tanpa sorgum hanya 1,99 cm. Pertumbuhan lebar dan tinggi tajuk juga terlihat sangat berbeda di plot sorgum dibanding di plot tanpa sorgum. Hal yang serupa juga terjadi pada parameter perakaran dan juga kolonisasi akar terhadap V-AM, bahwa pada plot sorgum pertumbuhannya lebih baik dibanding dengan di plot tanpa sorgum.

(6)

Interaksi yang terjadi dalam agroforestri sentang dan sorgum menunjukkan hal yang positif yaitu adanya hubungan biologis antar komponen penyusun yang saling menguntungkan. Tajuk pohon sentang yang conic dan seimbang berpengaruh positif sehingga dengan jarak tanam 2,5 m x 2,5 m dan 2,5 m x 5 m belum menghambat pertumbuhan sorgum. Perakaran sentang yang menginfasi ke daerah perakaran sorgum belum berkompetisi atau menunjukkan interaksi negatif.

Hal ini diperkuat dengan bertambahnya sebaran spora dan kolonisasi akar, sehingga terbukti bahwa akar sorgum menjadi inang V-AM dan membantu dalam penyebaran spora serta infeksi akar ke sentang, sehingga pertumbuhan sorgum dan sentang menjadi lebih baik. Sebaliknya di plot sentang dan tanpa sorgum terjadi interaksi negatif (interference) yaitu terjadinya kompetisi antara sentang dan gulma, hal ini berakibat pertumbuhan sentang menjadi tertekan.

Penggunaan jarak tanam sentang 2,5 m x 2,5 m dan 2,5 m x 5 m dalam agroforestri sentang dan sorgum selama 14 BST memberikan gambaran bahwa interaksi yang terjadi adalah positif sehingga agroforestri ini masih bisa diteruskan. Prediksi pertumbuhan sentang pada umur 4 tahun dengan jarak tanam sentang 2,5 m x 2,5 m sudah tidak dapat diteruskan untuk ditanami sorgum, sedangkan pada jarak tanam sentang 2,5 m x 5 m diprediksi penutupan tajuk total pada umur 8 tahun.

Kata kunci: jarak tanam, agroforestri, Azadirachta excelsa Jack., Sorghum bicolor L. Moench.

(7)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(8)

AGROFORESTRI SENTANG (Azadirachta excelsa Jack) DAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench)

ANDI RINTO PRASTIYO WIBOWO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

(9)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, M.S.

(10)

Judul Penelitian : Agroforestri Sentang (Azadirachta excelsa Jack) dan Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench)

Nama : Andi Rinto Prastiyo Wibowo

NRP : E 451090071

Program Studi : Silvikultur Tropika

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Supriyanto Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS.

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Silvikultur Tropika Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Basuki Wasis, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian : 26 Juli 2012 Tanggal Lulus :

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. atas segala karunia- Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam tesis ini adalah “Agroforestri” dengan judul “Agroforestri Sentang (Azadirachta excelsa Jack) dan Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench)”. Penelitian ini menitikberatkan pada hubungan antar komponen penyusun yang menyebabkan adanya suatu interaksi yang menarik untuk dikaji di dalam suatu sistem agroforestri. Di dalam penelitian ini menghabungkan dua komponen tanaman yaitu pohon sentang sebagai tanaman pokok dan sorgum sebagai tanaman semusim, dengan masing- masing keutamaan dari tanaman tersebut dan ditanam berdasarkan jarak tanam.

Kemudian hal tersebut akan menyangkut banyak aspek kebutuhan hidup bagi makluk hidup diantaranya kebutuhan pangan, pakan, dan papan. Interaksi terjadi juga tercermin dari kemampuan fungi mikorhiza arbuskula dan vesicular yang yang mengkolonisasi akar sentang dan sorgum.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Supriyanto dan Prof.

Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS. atas bimbingannya dalam penyusunan tesis ini.

Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., M.S selaku penguji luar komisi yang karena kesediaanya sebagai penguji sehingga ujian tesis dapat terselenggarakan dengan baik. Disamping itu, penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga karya ilmiah ini terselesaikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu kehutanan khususnya bidang agroforestri.

Bogor, Juli 2012 Andi Rinto Prastiyo Wibowo

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten, Propinsi Jawa Tenggah pada tanggal 21 Juni 1982. Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan bapak Maman Soetarman (alm) dan ibu Nanik Eminarni. Pada tahun 2008 penulis menikah dengan Depi Susilawati, S.Hut dan telah dikaruniai satu orang anak bernama Daud Yusuf Alghyfari.

Tahun 2000 penulis lulus dari SMU N 1 Kalasan Sleman Yogyakarta, kemudian tahun 2001 melanjutkan studi ke Program Diploma III Jurusan Pengelolaan Hutan, Fakultas Kehutanan UGM dan diselesaikan pada tahun 2004.

Penulis diangkat menjadi pegawai Fakultas Kehutanan UGM pada bulan Februari 2005 sebagai Koordinator pengelola Hutan Pendidikan Wanagama I dan menjadi asisten praktikum di Laboratorium Silvikultur dan Agroforestri Jurusan Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan UGM. Pada tahun 2005 melanjutkan studi ke strata satu (S1) di Institut Pertanian STIPER Yogyakarta pada Jurusan Budidaya Kehutanan dan lulus pada tahun 2008. Selanjutnya pada tahun 2009 penulis melanjutkan studi ke strata dua (S2) di Program Studi Silvikultur Tropika, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama melanjutkan studi S2, penulis menjadi asisten peneliti di Laboratorium Silvikultur SEAMEO-BIOTROP dari bulan Januari 2010 sampai Januari 2011. Pada bulan Juni 2011 sampai Februari 2012 menjadi Supervisor Rehabilitasi di Perusahaan Migas (on shore) ConocoPhillips, Ltd. Grissik, Palembang.

.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Hipotesis Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Agroforestri ... 7

2.2 Interaksi antara Pohon – Tanah – Tanaman Semusim ... 8

2.3 Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) ... 13

2.4 Sentang (Azidarachta excelsa Jack) ... 19

III. METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

3.2 Bahan dan Alat ... 24

3.3 Prosedur Penelitian ... 25

3.4 Pengumpulan Data Sekunder ... 36

3.5 Analisis Data ... 36

IV. HASIL PENELITIAN ... 37

4.1 Kondisi Lokasi ... 37

4.2 Percobaan Pendahuluan ... 39

4.3 Percobaan Agroforestri ... 43

V. PEMBAHASAN ... 59

5.1 Pertumbuhan di Lokasi Penanaman ... 59

5.2 Pengaruh Jarak Tanam Sentang ... 62

5.3 Pengaruh Jenis Sorgum ... 63

5.4 Pengaruh Interaksi ... 66

VI KESIMPULAN ... 70

VII. SARAN ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

LAMPIRAN ... 75

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Disekripsi galur sorgum ZH-30 (PAHAT) ... 15 2. Karakter sorgum unggul varietas Numbu ... 16 3. Nilai nutrisi beberapa makanan pokok ... 18 4. Hasil pengujian sifat fisik dan kimia tanah pada blok 1, 2, dan 3 di

service laboratory SEAMEO BIOTROP ... 37 5. Hasil analisis sebaran mikorhiza pada awal dan akhir penelitian ... 38 6. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jarak tanam sentang dan jenis

sorgum terhadap parameter pertumbuhan sentang dan sorgum ... 39 7. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jenis sorgum, jarak tanam, dan

umur panen terhadap parameter produksi sorgum ... 40 8. Uji lanjut Duncan pengaruh blok tanam terhadap diameter sentang

umur 2 BST ... 41 9. Uji lanjut Duncan pengaruh jarak tanam terhadap lebar tajuk

sentang umur 3 BST ... 42 10. Uji lanjut pengaruh jenis sorgum terhadap hasil produksi benih

sorgum ... 42 11. Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum dan blok tanam terhadap

pertumbuhan diameter dan tinggi sentang umur 14 BST ... 43 12. Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum terhadap pertumbuhan

lebar dan jenis sentang umur 14 BST ... 44 13. Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum terhadap fraksi akar

horizontal sentang umur 14 BST ... 49 14. Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi jenis sorgum dan jarak tanam

sentang terhadap fraksi akar horizontal sentang umur 14 BST ... 49 15. Jangkauan akar sentang umur 14 BST terhadap jenis sorgum ... 50 16. Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum terhadap kolonisasi V-

AM di akar sentang umur 14 BST ... 51 17. Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum terhadap hasil produksi

benih sorgum di percobaan agroforestri ... 52

(15)

18. Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum, interaksi jenis

sorgum*jarak tanam dan blok tanam terhadap diameter dan tinggi

sorgum di percobaan agroforestri ... 52 19. Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum terhadap bobot biji 1000

butir sorgum ... 53 20. Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen, jenis sorgum, interaksi

umur panen*jenis sorgum dan interaksi jenis sorgum*jarak tanam terhadap biomassa sorgum per 10 batang di percobaan agroforestri

... 54 21. Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen, interaksi jenis

sorgum*jarak tanam (JS*JT), dan jenis sorgum terhadap hasil nira

per 10 batang sorgum ... 55 22. Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen terhadap kadar gula

sorgum ... 55 23. Kolonisasi V-AM di akar sentang, sorgum, dan gulma berdasarkan

perlakuan jenis sorgum, jarak tanam dan blok tanam pada umur 14

BST ... 57

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pola alur pikir pokok permasalahan ... 5

2. Interaksi antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim pada sistem agroforestri, a= naungan; b= kompetisi akan air dan hara; c= daun gugur (seresah); d= pohon berperakaran dalam (Hairiah et al., 2002) ... 9

3. Bentuk-bentuk kompetisi antar tanaman (Hairiah et al., 2000) ... 10

4. Interaksi positif (a), netral (b dan c), atau negatif (d) antara komponen penyusun agroforestri (Hairiah et al., 2000) ... 13

5. Sebaran alami Azadirachta excelsa di berbagai negara (Orwa et al., 2009) ... 21

6. Pola alur prosedur kerja penelitian ... 25

7. Tata letak plot percobaan sentang dan sorgum ... 26

8. Pola penanaman sentang dan sorgum dalam satu plot pengamatan ... 27

9. Pertumbuhan tajuk sentang umur 14 BST di blok 3 ... 45

10. Prediksi pertumbuhan tajuk di blok 1 pada umur 14 BST (a), umur 2 tahun (b), dan umur 4 tahun (c). ... 46

11. Prediksi pertumbuhan tajuk di blok 2 pada umur 14 BST (a), umur 2 tahun (b), dan umur 4 tahun (c). ... 46

12. Prediksi pertumbuhan tajuk di blok 3 pada umur 14 BST (a), umur 2 tahun (b), dan umur 4 tahun (c). ... 47

13. Hasil analisis pengukuran penutupan tajuk sentang umur 3 BST 14. Hasil analisis pengukuran penutupan tajuk sentang umur 14 BST ... 48

15. Jangkauan akar sentang di lahan sorgum (a) dan jangkauan akar sentang di lahan tanpa sorgum (b) ... 50

16. Model interaksi sistem jaringan pengaman unsur hara antara sentang, sorgum, dan V-AM ... 58

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil analisis sifat kimia dan fisika tanah ... 76

2. Foto kondisi lokasi penelitian sebelum pengolahan lahan ... 80

3. Foto agroforestri sentang dan sorgum ... 81

4. Foto sebaran dan pertumbuhan akar sentang ... 82

5. Foto Spora V-AM sebelum dan sesudah penanaman sentang dan sorgum ... 83

6. Kolonisasi V-AM pada akar sentang, sorgum dan ilalang ... 84

7. Proyeksi horizontal tajuk sentang pada umur 3 BST dab 14 BST ... 85

8. Prediksi pembukaan tajuk sentang umur 2, 4, dan 8 tahun ... 88

(18)

18  

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jumlah penduduk yang besar berdampak langsung terhadap pembangunan berupa tersedianya tenaga kerja yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan. Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan kemampuan produksi menyebabkan tingginya beban pembangunan berkaitan dengan penyediaan pangan, sandang, dan papan. Sektor kehutanan merupakan salah satu bidang yang melaksanakan pembangunan yang berkaitan dengan penyediaan pangan dan papan. Salah satu kebijakan kehutanan Indonesia untuk menghadapi persolaan tersebut yaitu berupaya meningkatkan pengelolaan hutan secara terpadu antara pelestarian hutan dan pembangunan hutan tanaman penghasil kayu serta pangan dengan sistem agroforestri.

Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan hutan yang dapat mendukung pertumbuhan pohon dan kebutuhan petani setempat. Oleh karena itu, pengembangan agroforestri ini diharapkan akan membantu pelaksanaan pembangunan yang berkaitan langsung terutama pada penyediaan pangan dan papan. Didalam sistem agroforestri mempertimbangkan nilai ekologi dan ekonomi dalam interaksi antar pohon dan komponen lainnya. Hodges (2000) dan Koopelman dan Lai (1996) mendefinisikan agroforestri sebagai bentuk menumbuhkan dengan sengaja dan mengelola pohon secara bersama-sama dengan tanaman pertanian dan atau pakan ternak dalam sistem yang bertujuan menjadi berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi.

Pada dasarnya, agroforestri mempunyai dua komponen penyusun utama, yaitu tanaman kehutanan dan tanaman pertanian yang saling berkompetisi untuk mendapatkan cahaya dan unsur hara. Jarak tanam yang terlalu dekat akan mengakibatkan kompetisi dalam serapan air dan hara. Apabila jarak tanamnya diperlebar maka besarnya tingkat kompetisi tersebut semakin berkurang. Pada sistem campuran dari berbagai jenis tanaman atau mixed cropping (pohon dengan

(20)

tanaman semusim, atau hanya pepohonan saja), maka setiap jenis tanaman dapat mengubah lingkungannya dengan caranya sendiri. Sebagai contoh, jenis tanaman yang bercabang banyak akan menaungi tanaman yang lain. Beberapa tanaman yang jaraknya tidak terlalu dekat akan memperoleh keuntungan, prosesnya sering disebut dengan facilitation (saling memfasilitasi). Dalam waktu singkat kondisi lingkungan di sekitar tanaman akan berubah (ketersediaan hara semakin berkurang), sehingga akhirnya akan menimbulkan kompetisi antar tanaman (Hairiah, 2002). Oleh karena itu, dinamika ruang sistem agroforestri sangat ditentukan oleh karakteristik komponen penyusun dan sistem budidaya pohon (aspek silvikultur) yang saling mempengaruhi.

Proses saling mempengaruhi, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan, antara komponen penyusun sistem campuran ini (termasuk sistem agroforestri) sering disebut dengan interaksi (Hairiah, 2002). Penentuan komponen tersebut harus dapat menjawab kebutuhan jangka panjang (hasil hutan kayu) dan jangka pendek (pangan dan pakan). Penentuan tanaman kehutanan sebaiknya jenis yang memiliki tajuk kerucut (conic) dengan arsitektur pohon yang seimbang sehingga terjadi pembagian penggunaan cahaya (light capture sharing), sedangkan untuk tanaman pertanian sebaiknya jenis yang toleran terhadap naungan jaringan akar tanaman kehutanan dan pertanian berfungsi sebagai jaringan pengaman unsur hara (safety nutrient network) yang berfungsi melakukan efisiensi serapan hara dalam lingkungan tanah (Hairiah et al., 2000), untuk itu dipilih kayu sentang.

Kayu sentang (Azadirachta excelsa Jack) merupakan jenis pohon multiguna yang cepat tumbuh dan memiliki tajuk kerucut dengan arsitektur pohon yang seimbang, sehingga sentang potensial dikembangkan dengan sistem agroforestri. Sentang merupakan jenis asli Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Filipina, dan Papua New Guinea. Tegakan sentang dapat dijumpai juga di Jawa Barat, yaitu di Kebun Percobaan Dramaga, Carita, Pasirhantap, dan Pasirawi. Kayu sentang sangat berguna untuk konstruksi ringan, mebel, panel dan vinir. Tunas muda dan bunganya dikonsumsi sebagai sayuran.

Biasanya ditanam di sepanjang jalan, batas peternakan atau batas kebun karet.

Seperti neem, bijinya mengandung azadirachtin, digunakan sebagai insektisida

(21)

(Departemen Kehutanan, 2002). Jenis tanaman pertanian yang ditanam dengan sentang adalah sorgum.

Sorgum (Sorghum bicolour L) merupakan salah satu jenis tanaman musiman yang potensial untuk dikembangkan dalam agroforestri, dikarenakan geometri akarnya berfungsi sebagai jaringan pengaman unsur hara, yaitu sebaran akarnya yang dalam, distribusi akar lebar, dan kerapatan akar pada lapisan bawah tinggi. Selain itu, perakaran sorgum berfungsi sebagai inang cendawan Vesicular- arbuscular mycorrhizae (V-AM). Cendawan V-AM akan berkembang di dalam tanah dan diharapkan akan menginokulasi akar sentang dengan sistem kontak akar (root contact system). V-AM sangat penting peranannya bagi tanaman, terutama pada tanah marginal (Mansur, 2010). Hal ini disebabkan V-AM efektif dalam meningkatkan penyerapan unsur hara, memperbaiki stabilitas/struktur tanah (Setiadi, 2000), meningkatkan daya tahan tanaman terhadap beberapa penyakit akar (Imas et al., 1989), mampu meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan juga faktor pengganggu lain, seperti salinitas tinggi, logam berat, dan ketidakseimbangan hara (Setiadi et al., 1992), serta berperan dalam pembentukan komunitas tanaman (Koide dan Mosee, 2004). Sorgum termasuk dalam tanaman serealia yang memiliki potensi penting dalam ketahanan pangan. Sebagai pangan sorgum menempati urutan ke-5 di dunia setelah gandum, padi, jagung, barley, sedangkan sorgum menempati urutan ke-3 di USA. Dengan demikian, sorgum dapat digunakan sebagai bahan pangan alternatif selain beras, jagung, singkong dan sagu (Hoeman, 2009). Sorgum merupakan jenis rumput dengan fungsi ganda yaitu biji sebagai tanaman pangan maupun pakan, sedangkan daun dan batang dapat digunakan sebagai pakan (Soedarsono dan Hanafi, 2004).

Berdasarkan keunggulan yang dimiliki oleh kedua jenis tersebut, maka pada penelitian ini telah dilakukan agroforestri sentang dengan sorgum. Jenis sorgum yang digunakan adalah galur ZH-30 (galur yang diproduksi oleh BATAN) dan varietas Numbu (varietas yang diproduksi oleh Balitserealia, Deptan). Galur ZH-30 adalah jenis sorgum grain yang dimanfaatkan bijinya untuk pangan (Sihono, 2009). Galur ZH-30 memiliki potensi hasil mencapai 10 ton/ha (Sihono

& Wijaya, 2010). Rerata tinggi jenis sorgum ZH-30 adalah 120 cm (Supriyanto et al., 2011a). Numbu merupakan jenis sorgum yang memiliki batang manis

(22)

sehingga dapat diperas untuk diambil niranya sebagai bahan sirup, gula dan bioethanol (Supriyanto, 2011b). Kombinasi kedua jenis tersebut diharapkan akan meningkatkan produktivitas sistem agroforestri karena terjadi hubungan biologis yang saling menguntungkan dengan melakukan pengaturan jarak tanam. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang bagaimana sebenarnya proses hubungan biologis yang terjadi antar komponen penyusun agroforestri dan produktivitas kedua jenis tanaman penyusunnya.

1.2 Perumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran

Kebutuhan kayu sebagai papan (rumah) dan kebutuhan pangan nasional selalu bertambah dari waktu ke waktu, sementara itu jumlah produksinya seringkali tidak dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka perlu mengembangkan sistem agroforestri yang produktif dan berkelanjutan. Penelitian agroforestri sudah dilakukan di banyak tempat, namun hal yang masih lemah diteliti bagaimana proses hubungan biologis antar komponen penyusun, khususnya tentang interaksi tanaman berdasarkan jarak tanam. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mengembangkan agroforestri antara sentang (A. excelsa) dengan sorgum galur BATAN (ZH-30) dan sorgum varietas nasional (Numbu) untuk mengetahui interaksi tanaman berdasarkan jarak tanam. Interaksi yang terjadi di atas tanah dapat disebabkan oleh perubahan pertumbuhan tajuk sentang yang berakibat terhadap persaingan pemanfaatan cahaya, sedang interaksi di bawah tanah dapat terjadi akibat perkembangan pertumbuhan sistem perakaran sentang dan sorgum serta perkembangan endomikorhiza (V-AM) karena perubahan tanaman inang dari gulma ke sorgum dan sentang sehingga interaksi tersebut akan tercermin terhadap pertumbuhan sentang dan sorgum sebagai indikator interaksi antar komponen penyusun agroforestri. Sistem perakaran di dalam tanah tersebut membentuk suatu jaringan pengaman unsur hara yang efektif untuk meningkatkan produktifitas lahan.

(23)

Gambar 1. Pola alur pikir pokok permasalahan

Kebutuhan papan

Tanaman Pohon (Sentang)

Agroforestri (Produktifitas tinggi)

Pertumbuhan Penduduk

Kebutuhan sandang Kebutuhan pangan

Tanaman Pangan (Sorgum) Komponen Tanaman

penyusun

Persaingan tanaman Pohon dan Sorgum Persaingan

Cahaya Persaingan

Nutrisi Perkembangan Tajuk

pohon

Penghalang Fotosintesis Tanaman

Pangan

9 Pengaturan jarak tanam

9 Tajuk konik 9 Tanaman pangan

yang tahan naungan

SistemPerakaran Mikroba tanah V-AM

Pohon Sorgum

Jaringan Pengaman Unsur Hara

V-AM Berkembang dengan baik pada

akar tanaman

Membantu serapan hara dan air

Interaksi positif antar komponen penyusun agroforestri sehingga pertumbuhan sorgum dan

sentang meningkat

(24)

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis bentuk interaksi antara sentang dan sorgum berdasarkan pengaturan jarak tanam di dalam sistem agroforestri.

2. Menganalisis potensi dan kolonisasi V-AM pada akar sentang, sorgum, dan gulma.

3. Memprediksi waktu penutupan tajuk sentang yang membatasi pertumbuhan sorgum.

1.4 Manfaat Penelitian

Mendapatkan informasi hasil produktivitas sorgum dan dapat menentukan jenis interaksi yang terjadi antara penyusun komponen agroforestri, kemudian dapat memperkirakan kapan sorgum sudah tidak mampu untuk ditanam di dalam sistem agroforestri dengan sentang.

1.5 Hipotesis

1. Jarak tanam mempengaruhi pertumbuhan dan interaksi antara tanaman sentang dan sorgum.

2. Sorgum membantu penyebaran spora V-AM di lokasi penanaman.

3. Sorgum tidak dapat tumbuh dengan baik sejalan dengan penutupan tajuk tanaman sentang.

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agroforestri a. Pengertian

Perubahan lingkungan daerah tropika berkaitan erat dengan perubahan hutan alam yang menimbulkan erosi, kepunahan flora dan fauna, dan perluasan lahan kritis. Semakin beratnya permasalahan tersebut telah mendorong munculnya sebuah aliran ilmu baru yang berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan sistem agroforestri yang diciptakan petani daerah tropika yaitu ilmu agroforestri. Agroforestri mengembangkan ilmu kehutanan dan agronomi, serta memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan (Michon & de Foresta 2000).

Dalam bahasa Indonesia Agroforestry lebih dikenal dengan istilah agroforestri atau wanatani. Dalam pengertian sederhana agroforestri adalah membudidayakan pepohonan pada lahan pertanian. Akhir-akhir ini Michon dan de Foresta (2000), mengelompokan agroforestri ini menjadi 2 yaitu (1) sistem agroforestri sederhana dan (2) sistem agroforestri kompleks.

b. Peranan Agroforestri

Dewasa ini kebijakan kehutanan di Indonesia adalah meningkatkan upaya pengelolaan hutan terpadu, pelestarian hutan, dan pembangunan hutan tanaman penghasil kayu. Tetapi sampai sejauh ini, pelibatan masyarakat setempat dalam proyek-proyek hutan tanaman penghasil kayu, program- program pelestarian hutan, dan diversifikasi pola kehutanan untuk pengelolaan ekositem hutan yang serba guna dan berkesinambungan, ternyata belum menunjukkan keberhasilan. Agroforest merupakan suatu sistem pengelolaan hutan yang tepat guna, yang sesuai dengan kebutuhan petani dan yang tumbuh di masyarakat setempat. Oleh karena itu, bagi kalangan kehutanan, agroforest perlu dijadikan bentuk pendekatan baru dalam kerangka pelestarian hutan dan pembanguan untuk wilayah-wilayah dimana perlindungan hutan secara total tidak mungkin bisa dilakukan. Sejauh ini kebun-kebun agroforest di Indonesia

(26)

tampaknya merupakan satu-satunya sistem pemanfaatan lahan di daerah tropika yang memadukan produksi pertanian yang intensif dengan konservasi kekayaan keanekaragaman hayati (Michon & de Foresta 2000).

Sistem-sistem agroforest tersebut juga menawarkan alternatif penting terhadap model-model silvikultur yang berkembang sekarang. Agroforest dapat merangsang pengertian-pengertian teknik pengelolaan sumberdaya hutan yang orisinil, dan berpotensi menyempurnakan program-program kehutanan masyarakat yang lebih berhasil. Agroforest di Indonesia merupakan kebun pepohonan yang dibangun setelah vegetasi asli dibuka, dilanjutkan dengan penanaman spesies yang berharga, pengkayaan alami, dan sedikit pengarahan. Teknik-teknik pembuatan dan perawatannya, semestinya menarik bagi kalangan ahli kehutanan. Teknik penghutanan kembali melalui pengelolaan agroforest tersebut, terbukti berhasil dan teruji sejak lama oleh jutaan petani Indonesia (Michon & de Foresta 2000).

2.2 Interaksi antara Pohon – Tanah – Tanaman Semusim

Pada sistem pertanian monokultur, jarak tanam yang terlalu dekat akan mengakibatkan kompetisi akan air dan hara. Apabila jarak tanamnya diperlebar maka besarnya tingkat kompetisi tersebut semakin berkurang.

Dalam praktek di lapangan, petani mengelola tanamannya dengan melakukan pengaturan pola tanam, pengaturan jarak tanam, pemangkasan cabang dan ranting dan sebagainya (Hairiah et al., 2000).

Pada sistem campuran dari berbagai jenis tanaman atau mixed cropping (pohon dengan tanaman semusim, atau hanya pepohonan saja), maka setiap jenis tanaman dapat mengubah lingkungannya dengan caranya sendiri.

Beberapa tanaman yang jaraknya terlalu dekat akan menaungi tanaman yang lain, sedangkan yang jaraknya tidak terlalu dekat akan memperoleh keuntungan, prosesnya sering disebut dengan facilitation atau saling memfasilitasi. Sebagai contohnya adalah pohon dadap yang tinggi dan lebar sebaran kanopinya memberikan naungan yang menguntungkan bagi tanaman kopi. Contoh lain, jenis tanaman yang berperakaran lebih dalam daripada yang lain sehingga lebih menguntungkan untuk menyerap air dan hara dari lapisan yang lebih dalam. Dalam waktu singkat kondisi lingkungan di sekitar tanaman

(27)

akan berubah karena ketersediaan hara semakin berkurang sehingga akhirnya akan menimbulkan kompetisi antar tanaman (Hairiah et al., 2002).

Proses saling mempengaruhi, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan, antara komponen penyusun sistem campuran ini (termasuk agroforestri) sering disebut dengan ‘interaksi”. Secara ringkas digambarkan secara skematis dalam Gambar 2.

Gambar 2. Interaksi antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim pada sistem agroforestri, a= naungan; b= kompetisi akan air dan hara; c=

daun gugur (seresah); d= pohon berperakaran dalam (Hairiah et al., 2002)

Salah satu kunci keberhasilan usaha agroforestri terletak pada usaha meningkatkan pemahaman terhadap interaksi antar tanaman (tujuan jangka pendek) dan dampaknya terhadap perubahan kusuburan tanah (tujuan jangka waktu panjang). Guna menghindari kegagalan agroforestri, ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan yaitu: (a) proses terjadinya interaksi, (b) faktor penyebab terjadinya interaksi, dan (c) jenis-jenis interaksi.

a. Proses Terjadinya Interaksi: langsung atau tidak langsung

Dalam sistem pertanian campuran, kompetisi antar tanaman yang ditanam berdampingan pada satu lahan yang sama sering terjadi, apabila

(28)

ketersediaan sumber kehidupan tanaman berada dalam jumlah terbatas.

Kompetisi ini biasanya diwujudkan dalam bentuk hambatan pertumbuhan terhadap tanaman lain. Hambatan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Hambatan secara langsung, misalnya melalui efek allelophathy, tetapi hambatan secara ini jarang sekali dijumpai di lapangan. Hambatan tidak langsung dapat melalui berkurangnya intensitas cahaya karena naungan pohon, atau menipisnya ketersediaan hara dan air kerena dekatnya perakaran dua jenis tanaman yang berdampingan. Tanaman kadang-kadang mempengaruhi tanaman lain melalui “pihak ketiga” yaitu apabila tanaman tersebut dapat menjadi inang bagi hama atau penyakit bagi tanaman lainnya (Gambar 3).

Gambar 3. Bentuk-bentuk kompetisi antar tanaman (Hairiah et al., 2000) Dalam Gambar 3 menunjukkan bahwa spesies A secara langsung menghambat pertumbuhan spesies B atau sebaliknya. Pada interaksi tidak langsung (B) yaitu dengan merubah lingkungan pertumbuhan dan sedangkan pada interaksi tidak langsung (C) yaitu dengan menstimulasi pertumbuhan musuh (hama dan penyakit) bagi tanaman.

(29)

b. Faktor Penyebab Terjadinya Interaksi

Secara umum interaksi yang bersifat negatif dapat terjadi karena (1) keterbatasan daya dukung lahan yang menentukan jumlah populasi maksimum dapat tumbuh pada suatu lahan; dan (2) keterbatasan faktor pertumbuhan pada suatu lahan (Hairiah et al., 2000).

Konsep daya dukung alam merupakan konsep yang juga penting diketahui oleh ahli ekologi. Konsep ini menggambarkan tentang jumlah maksimum dari suatu spesies di suatu area, baik sebagai sistem monokultur atau campuran. Suatu spesies mungkin saja dapat tumbuh dalam jumlah yang melimpah pada suatu lahan. Apabila dua spesies tumbuh bersama pada lahan tersebut, maka salah satu spesies lebih kompetitif daripada yang lain. Hal ini kemungkinan mengakibatkan spesies ke dua akan mengalami kepunahan. Di dalam usaha pertanian, terutama tanaman pokok yang diharapkan tumbuh lebih baik (Hairiah et al., 2000).

Salah satu sarat terjadinya kompetisi adalah keterbatasan faktor pertumbuhan (air, hara dan cahaya). Pertumbuhan tanaman mengalami kemunduran jika terjadi penurunan ketersediaan satu atau lebih faktor.

Kekurangan hara di suatu lahan mungkin saja terjadi karena kesuburan alami yang memang rendah atau karena besarnya proses kehilangan hara pada lahan tersebut, misalnya karena penguapan dan pencucian. Kekurangan air dapat terjadi karena daya menyimpan air yang rendah, distribusi curah hujan yang tidak merata, atau proses kehilangan air (aliran permukaan) yang cukup besar.

Pengetahuan akan ketersediaan faktor pertumbuhan (air dan hara) dan pengetahuan akan kebutuhan tanaman ini sangat diperlukan dalam pelaksanaan agroforestri (Hairiah et al., 2000).

c. Jenis Interaksi Pohon-Tanah-Tanaman

Penanaman berbagai jenis tanaman pada lahan yang sama dalam sistem agroforestri akan menimbulkan berbagai macam bentuk interaksi antar tanaman (Hairiah et al., 2000). Jenis-jenis interaksi yang terjadi sebagai berikut:

1. Mutualisme (Mutualism) yaitu interaksi yang saling menguntungkan diantara tanaman. Misalnya, mycorrhizae, rhizobium dengan legume.

(30)

2. Fasilitasi (Facilitation) yaitu interaksi yang terjadi bila satu tanaman membantu tanaman lainnya. Misalnya; penghalang angin (Windbreaks), pohon penaung (shade trees), budi daya pagar (hedgerow inter cropping).

3. Komensalisme (Commensalism) yaitu interaksi yang terjadi bila satu tanaman harus mendapatkan dukungan tanaman lain (interaction obligatory), tetapi tanaman lain tidak dirugikan. Misalnya, sebagai tempat rambatan dan Bero (Improved fallow).

4. Netralisme (Neutralism) yaitu tidak ada saling pengaruh diantara tanaman. Misalnya, pohon yang tumbuh berpencar.

5. Parasit/pemangsa (Parasitism/predation) yaitu jika satu jenis tanaman harus menghambat (Interaction obligatory) tanaman yang lain untuk hidupnya. Misalnya, hama dan penyakit.

6. Amensalisme yaitu interaksi yang terjadi bila satu tanaman terhambat dan tanaman lain tidak. Misalnya, Allelophathy.

7. Kompetisi dan penghambatan (Competition and interference) yaitu interaksi yang terjadi bila satu jenis tanaman dihambat oleh tanaman lainnya melalui persaingan terhadap cahaya, air dan hara. Misalnya, Alley cropping (yang tidak dikelola dengan baik).

Dalam sistem agroforestri, interaksi positif dan negatif dalam jangka pendek terutama ditekankan pada pengaruhnya terhadap produksi tanaman semusim.

Pada prinsipnya ada tiga macam interaksi di dalam sistem agroforestri (Gambar 4), yaitu:

1. Interaksi positif (complementarity = saling menguntungkan): bila peningkatan produksi satu jenis tanaman diikuti oleh peningkatan produksi tanaman lainnya (Gambar 4a).

2. Interaksi netral: bila kedua tanaman tidak saling mempengaruhi, peningkatan produksi semusim tidak mempengaruhi produksi pohon (Gambar 4b) atau peningkatan produksi pohon tidak mempengaruhi produksi tanaman semusim (Gambar 4c)

(31)

3. Interaksi negatif (kompetisi/persaingan = saling merugikan): bila peningkatan produksi satu jenis tanaman diikuti oleh penurunan produksi tanaman lainnya (Gambar 4d), ada kemungkinan pula terjadi penurunan produksi keduannya.

Gambar 4. Interaksi positif (a), netral (b dan c), atau negatif (d) antara komponen penyusun agroforestri (Hairiah et al., 2000) 2.3 Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench)

Sorgum adalah tanaman serealia yang potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia (Hoeman, 2009). Keunggulan sorgum terletak pada daya adaptasi agroekologi yang luas, tahan terhadap kekeringan, produksi tinggi, perlu input lebih sedikit serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibanding tanaman pangan lain.

Selain itu, tanaman sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, sehingga sangat baik digunakan sebagai sumber bahan pangan maupun pakan ternak alternatif. Tanaman sorgum telah lama dan banyak dikenal oleh petani Indonesia khususnya di daerah Jawa, NTB dan NTT. Di Jawa sorgum dikenal dengan nama Cantel, dan biasanya petani menanamnya secara tumpangsari dengan tanaman pangan lainnya. Produksi sorgum Indonesia masih sangat rendah, bahkan secara umum produk sorgum belum tersedia di pasar-pasar (Hoeman, 2009)

(32)

Menurut Zubair (2009) penggolongan tanaman sorghum yang umum digunakan dan ditanam di Indonesia:

a. Sorgum biji (grain sorghum).

Karakteristik utama: batang kering sampai agak basah tetapi tidak manis, batang lebih pendek (75 cm – 150 cm), biji lebih banyak dan kompak, warna biji ada yang coklat sampai putih (white sorghum).

Pemanfaatannya: paling cocok untuk pangan, digunakan sebagai bahan makanan seperti tape, tenteng dan popsorgum, ditepung untuk bahan dasar kue, sebagai media yang baik untuk pertumbuhan jamur dan sebagai pakan ternak.

b. Sorgum manis/ sorgo/ cane (sweet sorghum) (Race bicolor).

Karakteristik: batang mengandung cairan/ getah manis,tinggi berkisar dari 1.5 – 3 m, tipe malai terbuka sampai agak kompak, biji sering rasanya pahit, tidak cocok untuk dikonsumsi.

Pemanfaatannya: cocok untuk digunakan sebagai pakan ternak (dibuat silase) dan bahan baku industri etanol (dari cairan sirupnya dan bagasnya).

c. Broomcorn (dikenal di Indonesia sebagai hermada).

Karakteristik: tanaman tinggi (1 – 4 m), batang kering dan berkayu, malai bercabang dan berserat dapat mencapai panjang 30 – 90 cm, biji kecil dan sedikit, sekam berduri, hijauannya/ daun sedikit.

Pemanfaatannya: tidak cocok untuk pangan dan digunakan sebagai bahan baku untuk membuat sapu terutama untuk diekspor ke Jepang.

Selain pemilihan jenis sorgum yang tepat sesuai peruntukannya, juga perlu pemilihan kultivar yang tepat. Meskipun secara umum sorgum adalah tanaman yang tahan kekeringan dan dapat tumbuh baik pada tanah-tanah marginal, namun pada kondisi lingkungan yang optimal hasil panennya akan meningkat secara nyata (Zubair, 2009). Pemuliaan tanaman sorgum dengan teknik mutasi menggunakan iradiasi gamma telah dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Tujuannya pemuliaan adalah memperbaiki hasil dan kualitas sorgum untuk pangan dan pakan ternak. Varietas induk yang digunakan adalah Durra dan Zhengzu, berasal dari materi pemuliaan kerjasama teknis antara BATAN dan FAO/IAEA melalui

(33)

Technical Cooperation Project INS/5/030 dan RAS/5/040. Iradiasi gamma dengan dosis 250-400 Gy digunakan untuk meningkatkan keragaman genetik kedua varietas induk tersebut. Penelitian ini menghasilkan 3 (tiga) jenis galur harapan yaitu B-100, B-76 (dari induk varietas Dura) dan ZH-30 (dari induk varietas Zhengzu). Deskripsi mengenai galur sorgum ZH-30 yang cocok sebagai jenis PAHAT (pakan sehat) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Deskripsi galur sorgum ZH-30 (PAHAT)

Asal Varietas Zhengzu dari China, iradiasi gamma 300 Gy

Umur berbunga 50 % 58-71 hari

Umur panen 88-101 hari

Sifat tanaman Tidak beranak, dapat diratoon Tinggi tanaman 142.71-151.58 cm

Bentuk daun Agak lebar memanjang

Jumlah daun 10 helai

Kedudukan tangkai Tegak

Sifat malai Setengah kompak

Bentuk malai Elips

Panjang malai 30.41-34.32 cm Berat kering malai 78.46-104.52 g

Sifat sekam Menutup 1/3 bagian biji

Warna biji Putih

Bobot 1000 biji 27.19-28.83 g

Sifat biji Mudah rontok dan mudah disosoh Ukuran biji Relatif kecil

Kerebahan Tahan rebah

Potensi hasil 5.03 ton/ha

Hasil rata-rata 4.71 ton/ha (di musim kering) Ketahanan hama Sangat disukai burung

Ketahanan penyakit Tahan penyakit karat daun

Kadar protein Pending (sedang dianalisa di lab. Kimia LIPI) Kadar lemak Pending (sedang dianalisa di lab. Kimia LIPI) Kadar karbohidrat Pending (sedang dianalisa di lab. Kimia LIPI) Kadar tanin Pending (sedang dianalisa di lab. Kimia LIPI) Keterangan Cocok ditanam pada musim kering, biji untuk pangan dan sisa tanaman untuk pakan ternak Pemulia Prof. Dr. Soeranto Human, M.Sc, Sihono S.P,

Tarmizi S.P, Parno, Wijaya Murti Indriatama, S.P.

Pengusul PATIR – BATAN

Sumber: Sihono (2009)

(34)

Varietas Numbu dan Kawali merupakan jenis sorgum unggul yang sudah dilepas dan termasuk varietas nasional. Untuk mengetahui karakteristiknya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakter sorgum unggul varietas Numbu

Karakter Numbu

Tinggi tanaman, cm 160 – 190

Umur panen, hari 100 – 110

Bentuk malai dan cabang biji Ellips dan kompak

Bobot malai, g 100 – 110

Panjang malai, cm 22 – 23

Bobot 1000 butir, g 36 – 38

Kandungan tannin, % 0,75

Protein, % 8 – 9

Lemak, % 3 – 4

Karbohidrat, % 85 -87

Warna sekam Coklat muda

Warna biji Krem

Bentuk butiran biji Bulat

Kerontokan Mudah rontok

Sumber: Sihono (2009)

Pada musim kering, galur harapan B-100 dan ZH-30 memiliki rerata hasil biji 4.23 dan 4.70 ton/ha, stabil dan signifikan dibanding kontrol (Dura, UPCA-S1 dan Mandau). Kedua galur tersebut juga memiliki kualitas pati yang baik untuk industri pangan. Galur harapan B-76 stabil pada semua musim dengan rerata produksi biomasa tertinggi (36.03 ton/ha) pada musim kering dan signifikan dibanding kontrol, sehingga galur B-76 cocok untuk pakan ternak. Disarankan galur B-100, ZH-30 dan B-76 dapat segera dilepas sebagai varietas sorgum unggul baru berturut-turut dengan nama varietas TARING, PAHAT dan ARIT (Sihono, 2009).

Selain itu, BATAN bekerja sama dengan SEOMEO-BIOTROP untuk melakukan penelitian uji multi lokasi sorgum yang ditanam di lahan terbuka dan ternaungi (agroforestri) yaitu di bawah tegakan jati (Tectona grandis). Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa sorgum di lahan jati pertumbuhannya kurang optimal dan diperlukan penelitian yang lebih mendalam lagi mengenai pengaturan jarak tanam dan pemilihan jenis pohon (Supriyanto et al., 2011a).

SEAMEO-BIOTROP juga melakukan penelitian sorgum varietas NUMBU yaitu merupakan jenis sorgum manis yang dapat digunakan sebagai

(35)

pengahasil ethanol, dengan penambahan unsur BORON dalam pengelolaannya (Supriyanto et al., 2012). Penggunaan boron dengan dosis 1 kg/ha dapat mengahasilkan berat biji 1000 butir sebanyak 43 g atau meningkat 30% dibanding dengan tanpa boron. Varietas NUMBU ini juga dikembangkan oleh PT TRI FONDASI INDONESIA untuk tepung dan pakan ternak.

Kegunaan Sorgum

Di banyak negara biji sorgum digunakan sebagai bahan pangan, pakan ternak dan bahan baku industri. Sebagai bahan pangan dunia, sorgum berada pada urutan ke-5 setelah gandum, padi, jagung dan barley (ICRISAT/FAO, 1996). Di negara maju biji sorgum digunakan sebagai pakan ternak unggas sedang batang dan daunnya untuk ternak ruminansia. Biji sorgum juga merupakan bahan baku industri seperti industri etanol, bir, sirup, lem, cat dan modifikasi pati (modified starch). Terkait dengan energi, di beberapa negara seperti Amerika, India dan Cina, sorgum telah digunakan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar etanol (bioetanol). Secara tradisional, bioetanol telah lebih lama diproduksi dari molases hasil limbah pengolahan gula tebu (sugarcane). Walaupun harga molases tebu relatif lebih murah, namun bioetanol sorgum dapat berkompetisi mengingat beberapa kelebihan tanaman sorgum dibanding tebu antara lain sebagai berikut (Hoeman, 2009):

• Tanaman sorgum memiliki produksi biji dan biomass yang jauh lebih tinggi dibanding tanaman tebu.

• Adaptasi tanaman sorgum jauh lebih luas dibanding tebu sehingga sorgum dapat ditanam di hampir semua jenis lahan, baik lahan subur maupun lahan marjinal.

• Tanaman sorgum memilki sifat lebih tahan terhadap kekeringan, salinitas tinggi dan genangan air (water lodging).

• Sorghum memerlukan pupuk relatif lebih sedikit dan pemeliharaannya lebih mudah daripada tanaman tebu.

• Laju pertumbuhan tanaman sorgum jauh lebih cepat daripada tebu.

• Menanam sorgum lebih mudah, kebutuhan benih hanya 4,5–5 kg/ha dibanding tebu yang memerlukan 4500–6000 stek batang/ha.

(36)

• Umur panen sorgum lebih cepat yaitu hanya 3 bulan, dibanding tebu yang dipanen pada umur 7 bulan.

• Sorgum dapat diratun sehingga untuk sekali tanam dapat dipanen beberapa kali.

Nilai Nutrisi

Nilai nutrisi sorgum lebih baik daripada beras, singkong dan jagung. Nilai nutrisi sorgum hanya dikalahkan oleh kedelai. Tabel 3 menunjukkan nilai nutrisi beberapa makanan pokok.

Tabel 3. Nilai nutrisi beberapa makanan pokok Unsur

Nutrisi

Kandungan per 100 gram

Beras Sorgum Singkong Jagung Kedelai

Kalori (Cal) 360 332 146 361 286

Protein (g) 6.8 11 12 8.7 30.2

Lemak (g) 0.7 3.3 0.3 4.5 15.6

Karbohidrat (g) 78.9 73 34.7 72.4 30.1

Kalsium (mg) 6 28 33 9 196

Besi (mg) 0.8 4.4 0.7 4.6 6.9

Pospor (mg) 140 287 40 380 506

Vit. B1 (mg) 0.12 0.38 0.06 0.27 0.93

Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1992)

Sorgum menjadi salah satu sumber pangan sehat yang dapat diolah menjadi berbagai bentuk panganan seperti nasi sorgum, kue kering dan basah, bubur, berondong, flake (emping sorgum), dll, tergantung kreatifitas inovasi dan keahlian seseorang (Supriyanto, 2011b).

Berbagai produk turunan dari sorgum (Supriyanto, 2011b) a. Pangan ; bubur, nasi, berondong dan kue sorgum

Makanan berbasis sorgum memiliki nutrisi tinggi, rasa gurih, juga dapat meningkatkan ketahanan tubuh (immunomodulator) dan mengandung antioksidan yang tinggi.

(37)

b. Pakan ternak (hijauan segar, silase dan bekatul)

Sorgum dapat digunakan sebagai pakan sapi perahdan pedaging serta kambing dalam bentuk hijauan atau silase. Kadar protein batang sorgum 12 %. Dengan pakan sorgum produksi susu perah meningkat 10-15% sedang untuk daging 0,9-1,6 kg/hari. Bekatul sorgum dapat digunakan untuk pakan unggas seperti ayam dan burung puyuh, kulit telur menjadi lebih keras dan kuning telur menjadi lebih besar.

c. Energi

Batang sorgum di press untuk menghasilkan nira berwarna hijau dengan kadar gula 17 % skala Briks, kemudian nira difermentasi berubah menjadi berwarna crem dan beraroma seperti tape. Nira terfermentasi didestilasi dengan menggunakan destilator ethanol (rendemen 3%). Limbah pengepresan dapat dijadikan pakan ternak atau bahan bakar biomassa.

d. Industri (jamur tiram, gula, kerajinan tangan)

Beberapa industri turunan berbasis sorgum dapat dikerjakan antara lain budidaya jamur (biji dan bekatul sorgum), gula semut dari nira yang dipanaskan dengan rendemen 25% dan kerajinan tangan dari malai sorgum.

Serat selulosa sorgum juga sangat berpotensi untuk pembuatan kertas sedang malainya dapat dibuat xilitol dengan rendemen 33%.

2.4 Sentang (Azidarachta excelsa Jack)

Deskripsi sentang menurut Orwa et al. (2009):

a. Nama-nama lokal :

Bahasa Inggris (Philippine neem tree, marrango tree); bahasa Indonesia (sentang, kayu bawang); bahasa Malaysia (saurian bawang, ranggu, kayu bawang); bahasa Thailand (sa-daothiam); nama perdagangan (sentang).

b. Deskripsi Botani :

1) Azadirachta excelsa merupakan jenis pohon menggugurkan daun, pohonnya besar, tinggi dapat mencapai 50 m dan diameter batang dapat mencapai 125 cm, tanpa penopang.

2) Permukaan kulit kayu halus sampai ada yang pecah-pecah dan seperti terkelupas, berwarna pink-coklat atau abu-abu merah muda, sampai

(38)

menjadi pucat kecoklatan atau keabu-abuan kalau pohon-pohon sudah tua, kulit kayu bagian dalam oranye-merah.

3) Daun bervariasi, panjang dari 60-90 cm, dengan 7-11 pasang daun, lebar daun asimetris, mulai lanset sampai elips, batas margin sampai 12,5 x 3,5 cm.

4) Bunga berwarna putih kehijauan, di bagian aksila banyak terdapat bunga malai, Actinomorphic, 5-merous dan harum.

5) Pohonnya berbuah dan berbiji, 2,4-3,2 cm, berwarna hijau berubah kuning saat masak.

c. Biologi :

Di Thailand, A. excelsa berbunga mulai dari bulan Februari - Maret. Buah- buahan, biasanya dimakan oleh burung dan kelelawar, matang 12 minggu setelah bunga mekar.

d. Ekologi :

A. excelsa adalah tanaman hutan hujan dataran rendah di Asia Tenggara yang biasanya tumbuh setelah ada pembukaan hutan tua atau hutan sekunder, tetapi dapat juga ditemukan di hutan dipterocarpaceae sampai dengan ketinggian 350 mdpl. Jenis tanaman ini sebagian besar berinteraksi dengan jenis tanaman Durio, Palaquim, Calophyllum dan Agathis.

e. Batasan Biofisik :

Rentang ketinggian : 0 - 350 m Rata-rata hujan per tahun : 1600 - 3000 mm Rata-rata suhu maksimal : 21 – 34 °C

Cocok tumbuh pada jenis tanah aluvial, bertekstur sedang, drainase bebas, tanah asam. Tanaman ini juga ditemukan tumbuh di tanah liat, tanah granit, tanah laterit dan batu gamping.

(39)

Penyebaran tanaman sentang yang terdokumentasi

Asli : Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Philippines, Vietnam Eksotik : Singapore, Thailand

  Gambar 5. Sebaran alami Azadirachta excelsa di berbagai negara (Orwa et al.,

2009)

Peta di atas (Gambar 5) menunjukkan sebaran alami jenis A. excelsa di beberapa negara dan ditanam sebagai tanaman eksotikdi Singapura dan Thailand.

Hal itu tidak menunjukkan bahwa A. excelsa dapat ditanam di setiap zona ekologis dalam negara tersebut. Pohon ini juga bersifat invasif, sehingga perlu mengikuti prosedur keamanan hayati yang berlaku di lokasi yang akan dilakukan penanaman (Orwa et al., 2009).

Manfaat beberapa produk turunan dari sentang

Tunas muda, daun, dan bunga dapat dikonsumsi sebagai sayuran. Bunga- bunga yang harum adalah sumber serbuk sari dan nectar. Sentang merupakan kayu keras yang ringan sampai sedang-berat, kayu gubalnya berwarna pucat coklat kemerahan dan dibatasi secara jelas oleh warna putih kekuning-kuningan, putih keabu-abuan atau kadang-kadang abu-abu merah muda. Kepadatan kayu 550-780 kg/cu m pada kadar air 15%. Kayu sentang dinilai sebagai kayu yang tidak tahan lama sampai cukup tahan lama. Kayu umumnya mudah untuk diolah dengan perencanaan dan finishing yang baik. Kayu dapat digunakan untuk

(40)

pekerjaan konstruksi (kayu pertukangan, finishing interior dan lantai) dan untuk furniture. Potensi untuk produksi veneer juga tinggi (Orwa et al., 2009). Kayu Sentang mempunyai berat jenis 0.60 dan tergolong dalam kelas awet III – IV. Kayu Sentang banyak dipergunakan untuk bangunan rumah dan perahu. Kayu Sentang tergolong kuat, awet dan mudah dikerjakan (Prawira dan Oetja, 1978).

Peranan :

Sentang dapat ditanam untuk tujuan konservasi tanah, estetika, perkebunan dlam rangka reboisasi dan aforestrasi, daun dapat digunakan sebagai mulsa. A.

excelsa adalah jenis tanaman tropis yang cepat tumbuh (fast growing species), tetapi kurang dikenal sebagai pohon multiguna yang berpotensi tumbuh pada lahan agroforestri. Sentang dan karet sering dicampur dalam perkebunan (Orwa et al., 2009).

Pengelolaan Pohon :

Jenis tanaman ini bertahan dengan baik di lapangan dengan persentase hidup hampir 100% dan relatif sedikit dari masalah hama dan penyakit selama fase pertumbuhan awal. A. excelsa mentolerir curah hujan lebih besar daripada A.

indica. Pertumbuhan lambat pada awalnya, tetapi kemudian meningkat secara cepat. Sentang ditanam pada jarak 2-4 m x 4 m. Sentang biasanya dapat dipenen pada umur 5 tahun setelah tanam.

Penjarangan harus dilakukan untuk mendorong pertumbuhan yang cepat dan mempertahankan pohon terhadap kencangnya angin. Persyaratan untuk menyeleksi tanaman yang baik, yaitu batang lurus dan bentuk umumnya baik.

Untuk produksi kayu gergajian ukuran sedang, tanaman terakhir biasanya dipanen setelah dua kali penjarangan. Berikut usulan rezim penjarangan untuk A.

excels : penjarangan pertama dilakukan ketika ketinggian pohon rata-rata di atas 10-15 m, stok lebih dari 800 batang per hektar berkurang menjadi 500-600 batang per hektar; penjarangan komersial dilakukan ketika ketinggian pohon rata-rata di atas 20 m, stok dikurangi menjadi tanaman terakhir sebanyak 250- 300 batang per hektar (Orwa et al., 2009)

(41)

Pengelolaan Plasma Nutfah :

Tingkat perkecambahan benih sentang dapat mencapai adalah 75-80%

ketika benih ditabur langsung setelah pengunduhan. Jumlah benih sebanyak 470 biji/kg. Buah sentang harus dikumpulkan dari pohon untuk menghindari kontaminasi oleh patogen tanah yang menular, dan tidak boleh diletakkan di atas tanah. Buah sentang dapat mengelupas dengan dicuci, pengeringan biji dilakukan selama 3-7 hari di daerah kering dan teduh sebelum disimpan. Seleksi benih dilakukan dengan cara merendamnya dalam air, benih yang mengambang harus dibuang (Orwa et al., 2009).

Hama dan Penyakit :

Kayu gubal sentang rentan terhadap rayap kayu kering dan bubuk-posting kumbang, dan juga terhadap serangan jamur. Empat jenis kutu kayu dan ngengat ulat, Loboschiza vulnerata telah menyebabkan kerusakan kecil pada perkebunan sentang di Malaysia (Orwa et al., 2009)

 

(42)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 16 bulan, terhitung dari bulan Desember 2010 s/d Mei 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Silvikultur, SEAMEO-BIOTROP dan di lokasi peternakan Ciampea, Bogor, seluas 1500 m2.

3.2 Bahan dan Alat Bahan

Bahan utama dalam penelitian ini yaitu biji sorgum (Sorghum bicolor) dan bibit sentang (A. excelsa). Sorgum yang digunakan ada dua varietas yaitu varietas NUMBU sebagai sweet sorghum dan ZH-30 (pahat) sebagai grain sorghum.

NUMBU diproduksi oleh Balitserealia – Kementrian Pertanian di Maros, Sulawesi Selatan sebagai varietas hasil pemuliaan konvensional, sedangkan ZH- 30 diproduksi oleh BATAN sebagai varietas yang diperoleh melalui teknologi mutasi. Kedua varietas tersebut kemudian dikembangkan oleh SEAMEO BIOTROP.

Sentang (A. excelsa) diperoleh dari Kebun Percobaan Dramaga, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementrian Kehutanan RI. Bibit cabutan tersebut (tinggi rata-rata 15 cm) merupakan hasil regenerasi alam di bawah tegakan sentang yang disapih dan dibesarkan di rumah kaca Laboratorium Silvikultur, SEAMEO BIOTROP selama 7 bulan. Semai yang akan ditanam di lapangan rerata diameternya 0,7 cm dengan rerata tinggi 7,8,63 cm

Alat

Untuk pekerjaan penelitian di lapangan, peralatan yang digunakan antara lain parang, meteran tanah, tali tambang, cangkul, garpu, caliper digital, meteran bangunan, kompas, busur, galah, tugal, kamera, dan alat tulis, sedangkan peralatan yang digunakan di rumah kaca dan laboratorium antara lain alat sieveing, timbangan triple beam, beaker glass, mikroskop, object glass, cover glass, pinset, pisau scalpel, cawan petri, hot plate magnetic stirrer, dll.

(43)

3.3 Prosedur Penelitian

Untuk mempermudah dalam pelaksanaan penelitian maka dibuat alur kerja (Gambar 6) dan rancangan percobaan yaitu tata letak plot percobaan (Gambar 7) sehingga diperoleh data yang mencerminkan proses penelitian.

Rancangan perc

Tahapan

Orientasi lapangan dan Pembagian Blok Tanaman sesuai

Persiapan lahan:

- Pembersihan lahan - Analisis tanah awal - Penerapan rancangan

percobaan dan Pengadaan bibit sentang;

Analisis potensi mikoriza pada semai sentang di pembibitan

Persiapan biji sorgum:

- Pengadaan biji Rancangan

percobaan

Tahapan

Orientasi lapangan dan pembagian blok tanaman sesuai dengan rancangan

Persiapan lahan:

- Pembersihan lahan - Analisis tanah awal - Penerapan rancangan

percobaan dan pemasangan ajir - Pengolahan lahan

- Pembuatan lubang tanam sentang dan pemupukan - Pembuatan guludan untuk

sorgum

Penanaman:

- Percobaan Pendahuluan - Percobaan

Agroforestri

Analisis Data&Penulisan

Laporan Koleksi Data:

Parameter pertumbuhan:

Data lokasi percobaan: iklim,sifat tanah Data sentang: tinggi&diameter, lebar&tinggi tajuk, perakaran Data sorgum: persentase hidup, diameter&tinggi, produksi panen, biomassa, nira dan kadar gula

Analisis data dan penulisan

Gambar 6. Pola alur prosedur kerja penelitian

(44)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok pola faktorial dengan ulangan 3 kali.

Jarak tanam = A1 (2,5x2,5) m dan A2 (2,5x5) m.

Jenis sorgum = S0 (tanpa sorgum), S1 (Numbu), dan S2 (ZH-30).

Model umum yang digunakan sebagai berikut (Gomez & Gomez 1995):

(dua faktor: jarak tanam dan jenis sorgum) Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + εijk

Tata letak plot percobaan sentang dan sorgum disajikan pada Gambar 7.

Blok 1 Blok 2 Blok 3

2,5 x 2,5 m 2,5 x 5 m 2,5 x 2,5 m 2,5 x 5 m 2,5 x 2,5 m 2,5 x 5 m S0 S0 S0 S2 S2 S1

S2 S1 S2 S0 S0 S2

S1 S2 S1 S1 S1 S0

 

Gambar 7. Tata letak plot percobaan sentang dan sorgum

Untuk mengukur parameter produksi (biomasa, nira dan kadar gula) menggunakan faktor umur panen: 1 (60 HST), 2 (70 HST), 3 (80 HST) dan 4 (90 HST). Sehingga rancangannya percobaan yang digunakan adalah: RAK Pola faktorial dengan 3 faktor, yaitu jarak tanam, jenis sorgum dan umur panen.

Model umum yang digunakan (Gomez dan Gomez, 1995):

Yijk = µ + αi + βj + γk+ (αβ)ij +(αγ)ik + (βγ)jk + (αβγ)ijk + ρk + εijk

(45)

Po disajikan p

Gamba Tahapan p

Da orientasi l sentang, p penerapan pembuatan pemelihar a. Orient Tu memenuhi dengan su adalah pe antara lain tanah.

b. Pengad Tu jumlah ya

ola penanam pada Gamb

ar 8. Pola pe persiapan alam tahap lapangan, pe

pengadaan n rancangan n lubang ta raan dan pem

tasi lapanga ujuan dari i persyarata umber air, engurusan ij n berupa da

daan bibit ujuan penga

ang mema

man senta ar 8.

enanaman se

pan persiap engadaan b

benih sor n percobaan

anam sorgum manenan so an

orientasi la an untuk pen

akses , da ijin dan pe

ata letak, lu

Sentang adaan bibit

dai dan te

ang dan so

entang dan

pan peneli bibit sentang

rgum, pemb dan pemas m dan sent orgum.

apangan ad nelitian anta an ketersed

rsiapan tek uas, kepem

t sentang a epat waktu

orgum ber

sorgum dal

itian ini m g, analisis p

bersihan la sangan ajir t tang, penan

dalah untuk ara lain data diaan tenaga knis lainnya milikan laha

adalah mem u. Bibit be

rdasarkan j

lam satu plo

meliputi ta potensi miko

ahan, anali tanaman, pe naman senta

k mendapat ar, luasan m a kerja. Ta a. Hasil ori an, vegetasi

mperoleh b erkualitas h

jarak tana

ot pengamat

ahapan keg oriza pada s isis tanah

engolahan l ang dan sor

tkan lahan mencukupi,

ahap selanju ientasi lapa i awal, dan

bibit berkua harus mem

mnya

tan

giatan semai

awal, lahan, rgum,

yang dekat utnya angan jenis

alitas, enuhi

Gambar

Gambar 1. Pola alur pikir pokok permasalahan Kebutuhan papan Tanaman  Pohon (Sentang) Agroforestri (Produktifitas tinggi) Pertumbuhan Penduduk
Gambar 2. Interaksi antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim pada  sistem agroforestri, a= naungan; b= kompetisi akan air dan hara; c=
Gambar 3. Bentuk-bentuk kompetisi antar tanaman (Hairiah et al., 2000)  Dalam Gambar 3 menunjukkan bahwa spesies A secara langsung  menghambat pertumbuhan spesies B atau sebaliknya
Gambar 4. Interaksi positif (a), netral (b dan c), atau negatif (d) antara  komponen penyusun agroforestri (Hairiah et al., 2000)  2.3 Sorgum (Sorghum bicolor L
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil análisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara varietas dan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap diameter batang pada 2, 7, 8, 9 MST, sementara untuk

Jumlah spora fungi mikoriza arbuskular memperlihatkan respon yang tidak berbeda nyata antara mindi yang diberi perlakuan agroforestri dengan mindi monokultur (Gambar 21),

Pertumbuhan dan Hasil Sorgum manis (Sorghum bicolor (L.)Moench) Tanam Baru dan Ratoon pada Jarak Tanam Berbeda.. Universitas

Hasil ringkasan analisis ragam menunjukan bahwa pengaruh interaksi varietas dan jumlah tanam per lubang pada vigor benih ditunjukan pada benih sorgum yang sudah

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan jarak tanam dengan perlakuan ratoon terhadap semua parameter pertumbuhan dan hasil dari sorgum

Hasil ringkasan analisis ragam menunjukan bahwa pengaruh interaksi varietas dan jumlah tanam per lubang pada vigor benih ditunjukan pada benih sorgum yang sudah

Hal ini menunjukkan bahwa berbagai jarak tanam yang diberikan belum dapat mengakibatkan kompetisi antar tanaman sorgum dalam pemanfaatan air, unsur hara dan

Hasil ringkasan analisis ragam menunjukan bahwa pengaruh interaksi varietas dan jumlah tanam per lubang pada vigor benih ditunjukan pada benih sorgum yang sudah