• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Agroforestri Sentang (Azadirachta Excelsa (Jack) M. Jacobs) Dengan Meniran (Phyllanthus Urinaria L Dan Phyllanthus Debilis Klein Ex Wild)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem Agroforestri Sentang (Azadirachta Excelsa (Jack) M. Jacobs) Dengan Meniran (Phyllanthus Urinaria L Dan Phyllanthus Debilis Klein Ex Wild)"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM AGROFORESTRI SENTANG (

Azadirachta excelsa

(Jack) M. Jacobs) DENGAN MENIRAN (

Phyllanthus

urinaria

L. DAN

Phyllanthus debilis

Klein ex Wild)

NILASARI DEWI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sistem Agroforestri Sentang (Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs) dengan Meniran (Phyllanthus urinaria L. dan Phyllanthus debilis Klein ex Wild) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

NILASARI DEWI. Sistem Agroforestri Sentang (Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs) dengan Meniran (Phyllanthus urinaria L. dan Phyllanthus debilis Klein ex Wild). Dibimbing oleh NURHENI WIJAYANTO dan GUSMAINI.

Sentang merupakan salah satu jenis pohon cepat tumbuh yang tahan terhadap hama dan penyakit, memiliki kualitas kayu yang cukup baik dan nilai ekonomi yang tinggi. Penanaman sentang dapat dilakukan berdasarkan sistem agroforestri dengan meniran. Meniran merupakan tanaman herba berkhasiat obat dengan kategori kelas toksik ringan. Meniran dapat ditanam di tempat ternaungi ataupun terbuka. Penanaman dengan sistem ini akan memberikan dampak positif dan negatif terhadap keduanya. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai sistem agroforestri meniran dan sentang dengan tujuan menganalisis pengaruh alelopati sentang terhadap pertumbuhan dan produksi meniran, menganalisis pertumbuhan sentang dan menganalisis pertumbuhan, produksi dan kandungan senyawa filantin dan hipofilantin pada meniran.

Penelitian ini dilaksanakan di lahan Unit Konservasi Budidaya Pusat Studi Biofarmaka Cikabayan dan di rumah kaca, Departemen Silvikultur, IPB dimulai dari bulan Januari sampai Juni 2016. Penelitian ini terdiri dari 3 kegiatan.

Kegiatan pertama berjudul “pengaruh alelopati serasah daun dan ranting sentang terhadap pertumbuhan dan produksi meniran merah dan kuning”. Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan petak terbagi (split plot design). Perlakuan yang digunakan terdiri dari 14 perlakuan dengan 3 ulangan. Petak utama adalah 2 jenis tanaman meniran yaitu meniran merah (P. urinaria) dan kuning (P. debilis). Anak petak adalah 7 konsentrasi ekstrak yang terdiri dari P0 = tanpa ekstrak sentang; P1 = ekstrak serasah daun sentang 1.25%; P2 = ekstrak serasah daun sentang 2.5%; P3 = ekstrak serasah daun sentang 5%; P4 = ekstrak serasah ranting sentang 1.25%; P5 = ekstrak serasah ranting sentang 2.5% dan P6 = ekstrak serasah ranting sentang 5%.

Kegiatan yang kedua berjudul “pertumbuhan sentang dalam sistem monokultur dan agroforestri”. Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan perlakuan pola tanam dengan 14 ulangan. Pola tanam terdiri dari P0= pola monokultur dan P1= pola agroforestri. Sentang berumur 2 tahun dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m.

Kegiatan yang ketiga berjudul “pertumbuhan, produksi, dan kandungan

senyawa meniran merah dan meniran kuning dalam sistem monokultur dan

agroforestri”. εetode yang digunakan adalah rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan perlakuan monokultur meniran merah (P0Mm), monokultur meniran kuning (P0Mk), agroforestri meniran merah dengan sentang (P1Mm), dan agroforestri meniran kuning dengan sentang (P1Mk). Jumlah ulangan yang digunakan adalah 4 ulangan. Sentang memiliki umur 2 tahun dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m.

(5)

bahwa ekstrak daun sentang 5% menghambat produksi biomassa basah meniran merah.

Pola tanam dengan sistem agroforestri tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon sentang. Hal ini diduga karena waktu pengukuran yang relatif singkat yakni hanya berkisar tiga bulan. Pertumbuhan akar sentang mengarah ke permukaan baik agroforestri maupun monokultur. Hal ini diakibatkan oleh pergerakan akar yang mengikuti letak unsur hara dan air. Unsur hara tersedia di permukaan tanah akibat adanya pemupukan pada tanaman sela pada sistem agroforestri. Selain itu, curah hujan yang cukup tinggi juga menyebabkan terjadinya erosi.

Pola tanam dengan sistem agroforestri juga mempengaruhi pertumbuhan, produksi dan kandungan senyawa meniran merah dan kuning. Sistem agroforestri menurunkan pertumbuhan dan produksi meniran merah dan kuning akibat kekurangan cahaya. Namun sistem agroforestri cenderung meningkatkan kandungan dan produksi senyawa filantin dan hipofilantin pada meniran merah dan kuning. Hal ini dipengaruhi oleh adanya cekaman cahaya tersebut sehingga meniran melakukan mekanisme pertahanan dengan memproduksi metabolit sekunder yang lebih tinggi. Meniran kuning memiliki kandungan dan produksi senyawa filantin dan hipofilantin yang lebih tinggi dibandingkan dengan meniran merah bahkan tidak terdeteksi pada meniran merah yang ditanam secara monokultur. Sistem agroforestri mampu memicu pembentukan senyawa filantin pada meniran merah yaitu 0.0018 mg/g.

(6)

SUMMARY

NILASARI DEWI. System Agroforestry of Sentang (Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs) and Meniran (Phyllanthus urinaria L. and Phyllanthus debilis Klein ex Wild. Supervised by NURHENI WIJAYANTO and GUSMAINI.

Sentang is one of fast growing species which high resistance to pests and diseases, averagely-good wood quality, and high economic value. Sentang planting can be integrated with meniran in Agroforestry system. Meniran is an herbaceous medicinal plant with mild toxic category. Meniran can be grown both under shade or open land. Cultivation in agroforestry system affect positively and negatively to both of the plants. Therefore, the research about meniran and sentang in agroforestry system was conducted to analyze the influence of sentang allelopathy towards growth and biomass yield of meniran, analyze growth of sentang and analyze the growth, biomass yield and compounds content phyllanthin and hypophyllanthin of meniran.

This research was conducted in Conservation Unit Research Center for Biopharmaceutical Cikabayan IPB and green house of Silviculture Laboratory, Department of Silviculture, Faculty of Forestry, IPB started from January until June 2016. This research consists of three activities. First, the title is “influence of sentang leaf and twigs litter to the growth and yield of red and yellow meniran”. The method was split plot design with 14 treatments and 3 replications. Main plot was species, it was red meniran (P. urinaria) and yellow meniran (P. debilis). Subplot was extract consentration. The consentrations used were P0= no sentang leaves extract, P1= 1.25% sentang leaves extract, P2= 2.5% sentang leaves extract, P3= 5% sentang leaves extract, P4= 1.25% sentang twigs extract, P5= 2.5% sentang twigs extract, and P6= 5% sentang twigs extract.

The second title was “the growth of sentang in monoculture and agroforestry systems”. The method was complete randomize design with cropping system treatments and 14 replications. Cropping systems consist of P0= monoculture and P1= agroforestry. The sentang stands is two years old with spacing of 2.5 m x 2.5 m.

The third title is “the growth, yield and compound of red and yellow

meniran in monoculture and agroforestry systems”. The method was complete randomized block design with 4 replications. The treatments was monoculture of red meniran (P0Mm), monoculture of yellow meniran (P0Mk), agroforestry of red meniran (P1Mm), and agroforestry of yellow meniran (P1Mk). The sentang stand is two years old with spacing of 2.5 m x 2.5 m.

The result shows that, there was no influence from single treatment allelopathy extract of leaf and twig litter of sentang to meniran growth. Interaction effect of 5% sentang leaf extract (P3) on the red meniran has the lowest value of wet biomass yield compared to red meniran with other treatments. It indicated that 5% leaf extract of sentang could inhibit the wet biomass yield of red meniran.

(7)

fertilization in intercrops of agroforestry systems. In addition, rainfall is quite high causes erosion.

Agroforestry systems affect the growth, yield and phyllanthin and hypophyllanthin compound content of red and yellow meniran. Agroforestry system reduced the growth and yield of red and yellow meniran due to lack of light. However agroforestry systems tend to increase the content and yield of compounds phyllanthin and hypophyllanthin on red and yellow meniran. This is influenced by the light of their stress, so meniran conduct defense mechanisms by producing secondary metabolites were higher. Yield and compound phyllanthyn and hypophyllanthin of yellow meniran higher than the red meniran. Even, both of these compounds were not detected in red meniran monoculture. Agroforestry system triggers the formation of filantin compounds on red meniran that 0.0018 mg/g.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Silvikultur Tropika

SISTEM AGROFORESTRI SENTANG (

Azadirachta excelsa

(Jack) M. Jacobs) DENGAN MENIRAN (

Phyllanthus

urinaria

L. DAN

Phyllanthus debilis

Klein ex Wild)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah agroforestri yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2016, dengan judul Sistem Agroforestri Sentang (Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs) dengan Meniran (Phyllanthus urinaria L. dan Phyllanthus debilis Klein ex Wild).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS dan Ibu Dr Ir Gusmaini, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan nasihat, bimbingan, ilmu dan saran dalam penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS selaku penguji luar komisi dan Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS selaku ketua sidang atas saran, nasihat dan ilmunya. Penghargaan penulis sampaikan kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang telah memberikan beasiswa tesis 2016. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah Hariri, Ibu Sri Wahyuni, adik Eny Dwiyanti, mas Saifurrohman Wahid, dan seluruh keluarga atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya.

Terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan seperjuangan satu bimbingan, Aditya Wardani, Andhira Trianingtyas, Arifa Mulyesthi Rahmawathi, dan Nofika Senjaya atas semangat, kerjasama dan bantuannya dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Adnani dan pekerja lapangan Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka Cikabayan IPB yang sudah banyak membantu dalam kelancaran penelitian ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Fatimah Nur Istiqomah, Muhammad Iqbal Maulana, Christine Della P, Ria Rachmawati, Aldy Juliansyah, Zhafira Rizki Amelia, Siti Jaenab, Dyah Ayu K, Dinda Aisyah FH, Sopto Darmawan, teman-teman seperjuangan fast track Silvikultur 48, dan teman Silvikultur Tropika 2014 yang telah memberikan bantuan, semangat dan dukungan selama ini. Terima kasih juga disampaikan kepada seluruh staf Departemen Silvikultur IPB dan semua pihak yang telah membantu selama penelitian sampai tahap penyusunan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

2 PENGARUH ALELOPATI SERASAH DAUN DAN RANTING SENTANG TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI MENIRAN MERAH

DAN MENIRAN KUNING 5

3 PERTUMBUHAN SENTANG DALAM SISTEM MONOKULTUR DAN

AGROFORESTRI 16

4 PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KANDUNGAN SENYAWA MENIRAN MERAH DAN MENIRAN KUNING DALAM SISTEM

(14)

DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis uji GC-MS pirolisis serasah daun dan ranting sentang 10 2 Hasil sidik ragam pengaruh ekstrak serasah daun dan ranting sentang

terhadap pertumbuhan dan produksi meniran 11

3 Hasil uji Duncan pengaruh faktor jenis terhadap pertumbuhan dan

produksi meniran 12

4 Hasil uji Duncan pengaruh faktor interaksi terhadap produksi meniran 12 5 Rekapitulasi hasil sidik ragam dan uji Duncan pengaruh pola tanam

terhadap pertumbuhan sentang 21

6 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap

pertumbuhan dan produksi meniran 30

7 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan meniran 31 8 Kandungan senyawa filantin dan hipofilantin pada meniran 33 9 Produksi senyawa filantin dan hipofilantin pada meniran 33

DAFTAR GAMBAR

1 Ruang lingkup penelitian 4

2 Meniran merah pada berbagai konsentrasi 13

3 Pola tanam sentang a) monokultur dan b) agroforestri 20 4 Pertumbuhan tinggi dan diameter batang sentang per bulan 21 5 Meniran pada pola tanam a) monokultur dan b) agroforestri 30 6 Struktur kimia a) filantin dan b) hipofilantin 34

DAFTAR LAMPIRAN

1 Desain plot agroforestri sentang dan meniran 43

2 Desain plot monokultur sentang 44

3 Desain plot monokultur meniran 45

4 Hasil analisis sifat fisik tanah 46

5 Hasil analisis sifat kimia tanah 47

6 Hasil analisis senyawa daun sentang 48

7 Hasil analisis senyawa ranting sentang 49

8 Hasil analisis filantin dan hipofilantin meniran merah dan meniran

kuning 50

9 Data curah hujan 51

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pasokan kayu baik dari hutan alam maupun hutan tanaman atau hutan rakyat saat ini telah mengalami penurunan (BPS 2016). Hal ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain lahan hutan yang semakin menyempit akibat perubahan fungsi hutan menjadi fungsi lainnya, adanya serangan hama penyakit pada pohon yang dibudidayakan dan lain-lain. Jenis kayu yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat seperti mahoni, jabon, sengon dan akasia mulai banyak diserang oleh hama dan penyakit. Oleh karena itu, saat ini dibutuhkan jenis kayu yang memiliki karakteristik cepat tumbuh (fast growing species) namun tahan terhadap serangan hama dan penyakit. dikonsumsi sebagai sayuran (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2002).

Biji sentang mengandung Azadirachtin (3.3−3.5 mg/g) yang digunakan sebagai insektisida. Peneliti Jerman telah mengisolasi senyawa ini dan telah dilaporkan bahwa Azadirachtin pada sentang lebih aktif dua hingga tiga kali dibanding Azadirachtin pada mimba (Mungkorndin 1993). Selain itu, sentang juga berpotensi sebagai kayu energi karena memiliki persentase kadar abu rendah dan nilai kalori yang tinggi (Hossain & Jalil 2015). Berdasarkan kegunaan tersebut, sentang berpotensi untuk dikembangkan oleh masyarakat dalam hutan tanaman sebagai pengganti kayu yang telah banyak terserang hama penyakit untuk memenuhi pasokan kayu di Indonesia.

Pembangunan hutan tanaman sentang dapat dilakukan dengan pengembangan sistem agroforestri yaitu penggunaan lahan secara bersamaan. Selain berfungsi untuk pengoptimalan lahan di bawah tegakan, agroforestri juga dapat digunakan sebagai solusi permasalahan berkurangnya luasan hutan maupun pertanian. Sentang berpotensi ditanam berbasiskan agroforestri karena sentang memiliki tajuk kerucut dan arsitektur pohon yang seimbang (Orwa et al. 2009) sehingga intensitas cahaya yang masuk ke bawah tegakan cukup tinggi. Hal ini akan mendukung pertumbuhan tanaman di bawah tegakan.

Tanaman yang dapat dikembangkan di bawah tegakan sentang adalah tanaman musiman termasuk tanaman obat. Tanaman obat yang berpotensi untuk dikembangkan salah satunya adalah meniran. Kebutuhan simplisia meniran oleh pabrik obat tradisional adalah 20 ton/ha (Kartasubrata 2010). Bahkan kebutuhan meniran dapat mencapai lebih dari 6 000 ton/tahun bila digunakan sebagai subtitusi obat penurun hipertensi (BPS 2010). Kebutuhan ini akan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Bermawie et al. (2006) menyatakan bahwa meniran dapat ditanam di tempat ternaungi ataupun terbuka. Sebagian masyarakat telah menggunakan tanaman ini sebagai obat tradisional.

(16)

2

2013), antikanker (Huang et al. 2010), antidiabetik (Perera & Handuwalage 2015), antiplasmodial (Haslinda et al. 2015) dan penghambat pertumbuhan virus penyebab penyakit (Karyawati 2011). Meniran juga termasuk dalam kategori kelas toksik ringan sehingga tidak membahayakan bagi kesehatan manusia (Halim 2010).

Khasiat herba meniran diduga berasal dari kandungan senyawa kimia seperti alkaloid, flavanoid, fenolik, steroid dan lignan (Masruroh et al. 2014). Lignan merupakan senyawa penanda kualitas dari herba meniran. Lignan memiliki komponen utama filantin, hipofilantin, filtetralin dan nirantin (Murugaiyah & Chan 2008). Kandungan senyawa aktif meniran yang diamati adalah filantin dan hipofilantin. Filantin dan hipofilantin merupakan salah satu kandungan senyawa dari meniran yang penting dan berkhasiat obat. Filantin, hipofilantin dan tanin berperan dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan sebagai hepatoprotektor (Than et al. 2006). Sarin et al. (2014) juga menyebutkan bahwa filantin dan hipofilantin memberikan efek antibakteri, antioksidan, anti-inflammatory dan berperan dalam penurunan kadar gula darah.

Meniran memiliki banyak jenis yang berbeda baik morfologi maupun manfaatnya termasuk meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) dan meniran kuning (Phyllanthus debilis Klein ex Wild). Kedua meniran ini banyak ditemukan di sekitar tempat penelitian. Meniran kuning mengandung antioksidan tertinggi dibanding genus Phyllanthus lainnya (Ali et al. 2007) dan meniran merah mengandung antioksidan tertinggi kedua setelah meniran kuning (Kumaran & Karunakaran 2007).

Penelitian mengenai manfaat dan khasiat tanaman meniran sudah banyak dilakukan. Namun penelitian mengenai budidaya meniran masih jarang dilakukan terutama dalam sistem agroforestri. Hal ini dikarenakan meniran tumbuh secara liar dan oleh sebagian masyarakat masih dianggap sebagai gulma yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman lainnya. Perolehan bahan baku meniran sebagai obat juga masih bergantung pada alam. Oleh karena itu, penelitian mengenai budidaya meniran masih perlu dilakukan.

Penanaman dengan sistem agroforestri ini memiliki interaksi baik positif maupun negatif. Interaksi positif seperti adanya penambahan nutrisi akibat kegiatan pemupukan pada tanaman pertanian, sedangkan interaksi negatif salah satunya yaitu adanya sifat alelopati dari salah satu tumbuhan kepada tumbuhan lainnya. Oleh karena itu, interaksi yang terjadi di antara keduanya perlu dianalisis. Interaksi keduanya dapat ditentukan berdasarkan ada tidaknya alelopati dari pohon sentang terhadap pertumbuhan meniran, pertumbuhan dan produksi masing-masing komoditas, serta kandungan senyawa meniran yang ditanam secara agroforestri dengan sentang. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian mengenai sistem agroforestri sentang dengan meniran merah dan meniran kuning.

Perumusan Masalah

(17)

3 yang biasanya dilakukan dengan sistem monokultur dapat dikembangkan dengan sistem agroforestri. Hal ini juga memberikan solusi terhadap permasalahan penurunan luasan lahan produksi. Tanaman kehutanan yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan pasokan kayu adalah sentang. Sentang saat ini masih belum banyak dikenal dan dibudidayakan di Indonesia, padahal manfaat dan kegunaan sentang cukup tinggi. Pengoptimalan lahan di bawah tegakan sentang dapat dilakukan dengan menerapkan sistem agroforestri tersebut, misalnya menanam meniran yang berkhasiat obat sebagai tanaman sela.

Meniran hingga saat ini masih dianggap sebagai gulma yang menghambat pertumbuhan tanaman lainnya oleh sebagian masyarakat. Budidaya tanaman meniran juga masih kurang diteliti terutama dalam sistem agroforestri sehingga budidayanya masih sulit dilakukan. Penerapan sistem agroforestri antara sentang dan meniran akan memberikan dampak positif maupun negatif yang masih belum diketahui terhadap kedua tanaman tersebut. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang perlu dikaji antara lain:

1. Apakah serasah daun dan ranting sentang memiliki zat alelopati terhadap pertumbuhan meniran merah dan kuning?

2. Bagaimana pertumbuhan sentang yang ditanam berdasarkan sistem monokultur dan agroforestri?

3. Bagaimana pertumbuhan, produksi dan kandungan senyawa filantin dan hipofilantin meniran merah dan kuning yang ditanam berdasarkan sistem monokultur dan agroforestri?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui interaksi antara pohon sentang dan herba meniran yang ditanam dengan sistem agroforestri, kemudian dibagi menjadi beberapa tujuan antara lain:

1. Menganalisis pengaruh alelopati serasah daun dan ranting sentang terhadap pertumbuhan meniran merah dan meniran kuning

2. Menganalisis pertumbuhan sentang yang ditanam berdasarkan sistem monokultur dan agroforestri.

3. Menganalisis pertumbuhan, produksi dan kandungan senyawa filantin dan hipofilantin meniran merah dan kuning yang ditanam berdasarkan sistem monokultur dan agroforestri.

Manfaat Penelitian

(18)

4

di bawah tegakan sentang untuk penanaman meniran agar pola agroforestri tersebut dapat dikembangkan.

Hipotesis

Penelitian ini dilaksanakan dengan didasarkan pada hipotesis sebagai berikut:

1. Serasah daun dan ranting sentang tidak bersifat alelopati terhadap pertumbuhan meniran merah dan kuning.

2. Agroforestri sentang dan meniran mempengaruhi pertumbuhan sentang.

3. Agroforestri sentang dan meniran mempengaruhi pertumbuhan, produksi dan kandungan senyawa filantin dan hipofilantin meniran merah dan kuning.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi interaksi yang akan terjadi antara pohon sentang dan herba meniran akibat penanaman menggunakan pola agroforestri (Gambar 1). Interaksi keduanya kemudian dirumuskan dengan tiga judul penelitian antara lain: 1) pengaruh alelopati serasah daun dan ranting sentang terhadap pertumbuhan meniran merah dan kuning; 2) pertumbuhan sentang yang ditanam berdasarkan sistem monokultur dan agroforestri; dan 3) pertumbuhan, produksi dan kandungan senyawa filantin dan hipofilantin meniran merah dan kuning yang ditanam berdasarkan sistem monokultur dan agroforestri.

Gambar 1 Ruang lingkup penelitian Penanaman pohon

sentang dan herba meniran

Interaksi

Alelopati sentang terhadap meniran

Pertumbuhan sentang

Pertumbuhan, produksi, dan kandungan senyawa filantin dan hipofilantin

meniran

Keberhasilan pembangunan agroforestri pohon sentang

(19)

5

2

PENGARUH ALELOPATI SERASAH DAUN DAN RANTING

SENTANG TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

MENIRAN MERAH DAN MENIRAN KUNING

Abstrak

Sistem agroforestri merupakan perpaduan antara tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian dalam satu hamparan lahan yang sama seperti sentang dan meniran. Penanaman dengan sistem agroforestri ini memiliki interaksi baik positif, netral maupun negatif seperti adanya sifat alelopati. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh alelopati serasah daun dan ranting sentang terhadap pertumbuhan meniran. Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap dengan petak terpisah (Split Plot Design). Perlakuan yang digunakan terdiri dari 14 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Petak utama adalah 2 jenis tanaman meniran yaitu meniran merah dan kuning. Anak petak adalah 7 konsentrasi ekstrak yang terdiri dari P0 = tanpa ekstrak sentang; P1 = ekstrak serasah daun sentang 1.25%; P2 = ekstrak serasah daun sentang 2.5%; P3 = ekstrak serasah daun sentang 5%; P4 = ekstrak serasah ranting sentang 1.25%; P5 = ekstrak serasah ranting sentang 2.5% dan P6 = ekstrak serasah ranting sentang 5%. Berdasarkan hasil penelitian, pengaruh faktor tunggal konsentrasi ekstrak tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan meniran. Pengaruh interaksi ekstrak daun sentang 5% (P3) pada meniran merah memiliki nilai paling rendah dibandingkan meniran merah dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun sentang 5% menghambat produksi biomassa basah meniran merah.

Kata kunci: agroforestri, alelopati, meniran kuning, meniran merah, sentang Abstract

Agroforestry system is integration between forestry species with agricultural crops at same location, in this case was sentang and meniran. Planting using agroforestry system has positive and negative interaction, such as allelopathy effect. This research aimed to analyze the influence of leaf and branches litter of sentang toward growth and yield of meniran, namely red and yellow meniran. The design was completely randomized design with split plot design. The treatment consisted of 14 treatments with 3 replications. The main plot was two meniran species. The subplot was the extracts concentration with 7 levels; without extract of sentang (P0), 1.25% leaf extract of sentang (P1), 2.5% leaf extract of sentang (P2), 5% leaf extract of sentang (P3), 1.25% twig extract of sentang (P4), 2.5% twig extract of sentang (P5), and 5% twig extract of sentang (P6). The result shows that, there was no influence from single treatment allelopathy extract of leaf and twig litter of sentang to meniran growth. Interaction effect of 5% sentang leaf extract (P3) on the red meniran has the lowest value of wet biomass yield compared to red meniran with other treatments. It indicated that 5% leaf extract of sentang could inhibit the wet biomass yield of red meniran.

(20)

6

Pendahuluan

Sistem agroforestri merupakan suatu sistem yang menggunakan lahan secara terpadu dan memiliki aspek sosial dan ekologi. Sistem ini dilaksanakan melalui pengkombinasian antara pepohonan dengan tanaman pertanian dan/atau ternak, baik secara bersama-sama atau bergiliran pada suatu unit lahan yang sama sehingga dapat mencapai hasil yang berkesinambungan (Nair 1987). Pengkombinasian ini menimbulkan interaksi seperti interaksi positif, negatif, maupun netral. Interaksi negatif terjadi bila salah satu atau pun kedua produksi tanaman mengalami penurunan. Hal ini misalnya akibat dari adanya zat alelopati.

Alelopati didefinisikan sebagai pengaruh langsung maupun tidak langsung dari suatu tumbuhan terhadap yang lainnya termasuk mikroorganisme baik yang bersifat positif atau perangsangan maupun negatif atau penghambatan terhadap pertumbuhan (Singh et al. 2003). Sumber alelopati dari suatu agroekosistem dapat berasal dari gulma, tanaman semusim, tanaman tahunan/berkayu, residu dari tanaman dan gulma serta mikroorganisme. Dalam sistem agroforestri, sumber alelopati dapat berasal dari tanaman kehutanan maupun tanaman pertanian, namun pengaruhnya akan lebih besar dari tanaman kehutanan terhadap tanaman pertanian. Hal ini disebabkan tanaman kehutanan memiliki waktu pertumbuhan yang lebih lama dibandingkan tanaman pertanian, sehingga pengaruhnya juga akan lebih dominan.

Pengkombinasian yang dilakukan dalam penelitian adalah pohon sentang dengan herba meniran. Pengaruh alelopati pohon sentang terhadap meniran akan lebih besar dibanding pengaruh meniran terhadap pohon sentang. Oleh karena itu, pengaruh alelopati yang diamati adalah alelopati dari ekstrak serasah daun dan ranting sentang terhadap pertumbuhan meniran.

Pendugaan adanya alelopati ini dikarenakan mimba (Azadirachta indica) sebagai kerabat dekat sentang merupakan salah satu tanaman berkayu yang memiliki sifat alelopati. Tumbuhan ini dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan tanaman pertanian seperti alfalfa, buncis, wortel, lobak, padi, wijen, gulma (Xuan et al. 2003) crabgrass, ryegrass, barnyard grass dan padi hutan (Kato-Noguchi et al. 2014). Namun diharapkan sentang tidak memiliki sifat alelopati terhadap pertumbuhan meniran agar perpaduan keduanya dapat tetap dikembangkan. Meniran yang digunakan dalam penelitian ini adalah meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) dan kuning (Phyllanthus debilis Klein ex Wild). Hal ini dikarenakan kedua jenis meniran tersebut mudah ditemukan di sekitar lokasi penelitian dan keduanya memiliki manfaat yang cukup tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh alelopati serasah daun dan ranting sentang terhadap pertumbuhan dan produksi meniran merah dan meniran kuning.

Bahan dan Metode

Waktu dan tempat

(21)

7 Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Analisis kandungan senyawa sentang dilakukan dengan uji GC-MS Pirolisis di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (P3KKPHH) Gunung Batu, Bogor.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan antara lain polybag, pupuk kompos, pupuk anorganik (Urea, SP-36, KCl), alkohol 70%, aquades, kertas saring, benih meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) dan meniran kuning (Phyllanthus debilis Klein ex Wild), insektisida, fungisida, serasah daun dan ranting sentang, amplop kertas serta plastik. Alat yang digunakan antara lain cangkul, timbangan, ajir, penggaris, pita ukur, kaliper, sprayer, gembor, gelas ukur, bak plastik, label, oven, dan botol film.

Rancangan penelitian dan analisis data

Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap dengan petak terpisah (Split Plot Design). Perlakuan yang digunakan terdiri dari 14 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Petak utama adalah jenis tanaman meniran, sedangkan anak petak adalah konsentrasi ekstrak. Jenis meniran terdiri dari meniran merah dan kuning. Anak petak terdiri dari 7 konsentrasi ekstrak antara lain:

P0 = Tanpa ekstrak sentang

P1 = Ekstrak serasah daun sentang 1.25% P2 = Ekstrak serasah daun sentang 2.5% P3 = Ekstrak serasah daun sentang 5% P4 = Ekstrak serasah ranting sentang 1.25% P5 = Ekstrak serasah ranting sentang 2.5% P6 = Ekstrak serasah ranting sentang 5%

Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2006):

αi = pengaruh perlakuan petak utama ke-i

βj = pengaruh perlakuan anak petak ke-j

(αβ)ij = pengaruh interaksi antara perlakuan petak utama ke-i dengan

(22)

8

pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati. Data diolah menggunakan program SAS 9.1.3.

Data selanjutnya diolah menggunakan software SAS 9.1.3, jika:

a. P-value > � (0.05), maka perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter yang diamati.

b. P-value < � (0.05), maka perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap parameter yang diamati. Bila perlakuan memberikan pengaruh nyata, data kemudian diuji lanjut dengan Duncan’s Multiple Range Test.

Prosedur penelitian

Penanaman

Benih meniran (meniran merah dan kuning) disemai dalam media semai (tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1). Semai yang sudah dapat dipindahkan ke polybag minimal memiliki 3−5 daun majemuk (Kartasubrata 2010). Meniran yang sudah disemai ditanam dalam polybag dengan ukuran 15 cm x 20 cm yang berisi media tanam (tanah dan kompos dengan perbandingan 2:1) sebanyak 1 kg.

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan antara lain penyiangan untuk membersihkan gulma yang tumbuh, pengendalian hama penyakit, dan penyiraman yang dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Pupuk yang digunakan adalah pupuk anorganik (Urea, SP-36, KCl). SP-36 dengan dosis 100 kg/ha diberikan seluruhnya pada waktu tanam sedangkan urea dengan dosis 200 kg/ha dan KCl dengan dosis 150 kg/ha diberikan dua kali yaitu pada 4 MST dan 6 MST (Bermawie et al. 2006). Penyulaman tanaman yang mati dilakukan pada tanaman hingga berumur 2 minggu setelah penanaman.

Persiapan bahan ekstraksi

Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstrasi serasah daun dan ranting sentang adalah metode maserasi. Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan proses perendaman sampel dalam pelarut organik yang digunakan pada suhu ruangan (Darwis 2000). Pelarut yang digunakan dalam mengekstraksi dapat berupa pelarut polar dan non polar. Contoh pelarut polar adalah etanol dan air. Pemakaian pelarut etanol lebih baik dalam mengekstraksi meniran terhadap perolehan kadar fenolat dan daya aktioksidan dibanding pelarut air dengan perbandingn 60:40 (Martinus & Riva’i 2011). Oleh karena itu, pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol.

Serasah daun dan ranting sentang diperoleh dari kebun sentang di Cikabayan, IPB. Ranting dan daun sentang kemudian dipotong dengan panjang 0.5 cm kemudian dioven dengan suhu 80 °C selama 48 jam. Potongan ranting dan daun digiling menjadi serbuk. Untuk mendapatkan ekstrak bahan dengan konsentrasi 10% w/v, masing-masing bahan tanaman yang sudah dihaluskan sebanyak 10 g kemudian diekstrak dengan 100 ml alkohol 70% yang fungsinya untuk melepaskan senyawa-senyawa kimia yang ada dalam organ tanaman. Ekstrak kemudian dikocok selama 24 jam dengan kecepatan 150 rpm, pada

(23)

9 kertas saring. Konsentrasi ekstrak lainnya (1.25%, 2.5%, dan 5% masing-masing) diperoleh dengan mengencerkan 10% ekstrak (Lungu et al. 2011).

Aplikasi ekstraksi

Ekstrak serasah daun dan ranting sentang disaring menggunakan kertas saring. Hasil saringan ekstrak yang sudah diencerkan disiramkan pada satuan amatan sebanyak 10 ml/polybag sesuai perlakuan. Aplikasi ekstrak serasah dan ranting sentang dilakukan setiap tiga hari sekali (Solichatun & Nasir 2002) selama 10 minggu.

Pengamatan dan panen

Pengamatan pertumbuhan meniran yang diberi perlakuan ekstrak sentang dilakukan setiap dua minggu selama 10 minggu. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah daun majemuk, jumlah cabang, dan diameter batang. Pengamatan produksi biomassa basah (berat basah pucuk dan berat basah akar) dan biomassa kering (berat kering pucuk dan berat kering akar) dilakukan setelah dilakukan pemanenan. Biomassa basah diamati dengan cara menimbang menggunakan timbangan neraca analitik bagian akar dan pucuk. Biomassa kering diamati dengan cara menimbang menggunakan timbangan neraca analitik bagian akar dan pucuk yang telah dioven pada suhu 50 °C selama 24 x 5 jam. Panen meniran dilakukan pada umur 10 minggu setelah dipindahkan ke polybag.

Hasil dan Pembahasan

Kandungan senyawa sentang

Hasil uji GC-MS Pirolisis menunjukkan bahwa daun dan ranting sentang mengandung berbagai senyawa yang ditunjukkan pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Kandungan 7 senyawa tertinggi dari senyawa tersebut ditunjukkan pada Tabel 1. Senyawa yang ada pada daun dan ranting sentang beberapa termasuk dalam alelokimia. Li et al. (2010) menyebutkan bahwa senyawa yang termasuk dalam alelokimia antara lain asam fenolik, asam lemak, dan terpenoid.

Kandungan senyawa pada daun sentang antara lain ammonium carbamate, phytene, phytol, asam stearik, methyl 12-methyltetradecene, oleic acid dan ambrettolide. Ammonium carbamate merupakan senyawa dengan persentase paling tinggi yaitu 25.67%, namun senyawa ini diduga bukan termasuk senyawa yang bersifat alelopati. Phytene dan phytol termasuk dalam senyawa diterpen, sedangkan asam stearik, methyl 12-methyltetradecene dan oleic acid termasuk dalam golongan asam lemak. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa-senyawa tersebut termasuk dalam alelokimia. Cahyanti et al. (2015) menyebutkan bahwa serasah daun bambu yang mengandung senyawa phytol 3.62% mampu menghambat pertumbuhan gulma rumput ginting pada konsentrasi 5% dan 10%.

(24)

10

lainnya diduga bersifat alelopati antara lain ethylic acid termasuk golongan asam lemak, dan beberapa senyawa lain yang termasuk dalam golongan fenolik.

Tabel 1 Hasil analisis uji GC-MS pirolisis serasah daun dan ranting sentang

No Daun sentang Ranting sentang

Senyawa Persentase (%) Senyawa Persentase (%)

1

Kusuma (2016) menyatakan bahwa ekstrak umbi teki yang mengandung senyawa fenol termasuk phenol 2,6 dimethoxy mampu mengendalikan pertumbuhan gulma daun lebar pada konsentrasi 0.5 kg/L dan 1.0 kg/L. Ekstrak gulma alang-alang yang dilaporkan menghasilkan senyawa kimia polifenol mampu menghambat pertumbuhan populasi gulma di pertanaman mentimun (Budi & Hajoeningtijas 2013). Mekanisme senyawa fenol sebagai alelokimia yaitu menghambat aktivitas hormon pertumbuhan seperti sitokinin dan giberelin, menurunkan sintesis protein, mengganggu proses fotosintesi dan respirasi, serta perkembangan dan pemanjangan sel tanaman (Li et al. 2010).

(25)

11

Pertumbuhan dan produksi meniran

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor tunggal konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan meniran pada semua parameter (Tabel 2). Perlakuan dengan konsentrasi paling rendah (1.25%) hingga paling tinggi (5%) tidak memberikan perbedaan pertumbuhan meniran dibandingkan dengan kontrol. Hal ini dapat diartikan bahwa ekstrak serasah daun dan ranting sentang tidak memiliki sifat alelopati terhadap pertumbuhan meniran pada konsentrasi tersebut.

Mekanisme hambatan zat alelopati dapat terjadi melalui proses metabolisme yang cukup kompleks meliputi pembelahan dan pemanjangan sel, pengaturan pertumbuhan melalui gangguan pada zat pengatur tumbuh, pengambilan hara, fotosintesis, respirasi, pembukaan stomata, sintesis protein, penimbunan karbon dan sintesis pigmen, permeabilitas membran dan mengubah fungsi enzim spesifik (Einhellig et al. 1985). Pemberian ekstrak serasah daun dan ranting sentang pada meniran merah dan kuning tidak memberikan pengaruh nyata. Hal ini juga disebabkan adanya faktor pertahanan meniran baik secara morfologi maupun fisiologi terhadap mekanisme hambatan zat alelopati dari sentang. Astutik et al. (2016) menyatakan bahwa kacang hijau tidak mengalami hambatan pertumbuhan dengan adanya alelopati dari daun beluntas karena kacang hijau memiliki lignin pada dinding sel sebagai pertahanan morfologi. Meniran pun memiliki kandungan lignin pada seluruh batangnya (Gupta et al. 1984).

Tabel 2 Hasil sidik ragam pengaruh ekstrak serasah daun dan ranting sentang

(tn): tidak berbeda nyata, (*): berbeda nyata pada taraf uji 5%; KK: koefisien keragaman ; R2: R kuadrat; (t1): hasil transformasi ln; (t2): hasil trasformasi akar (x+0.5).

(26)

12

Meniran merah dan meniran kuning yang ditanam memiliki tinggi yang relatif sama (Tabel 3). Meniran merah memiliki jumlah cabang yang lebih banyak dibandingkan meniran kuning, sehingga jumlah daun meniran merah pun lebih banyak. Hal ini dikarenakan meniran merah memiliki cabang dan daun yang lebih rapat serta jarak antar ruas batang juga lebih pendek. Jumlah daun meniran merah bahkan mencapai 70 daun, sedangkan meniran kuning hanya 30 daun. Jumlah cabang meniran merah 8 cabang dan meniran kuning 5 cabang. Diameter meniran merah juga lebih besar dibanding meniran kuning.

Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh faktor jenis terhadap pertumbuhan dan produksi meniran

aAngka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh faktor interaksi terhadap produksi meniran

Interaksi Parameter

a

Berat Basah Total Berat basah pucuk

MMP0 (g) 13.02a 10.49a

(27)

13 Tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang merupakan faktor yang mempengaruhi komponen biomassa suatu tanaman. Biomassa juga dapat dilihat dari berat basah dan berat kering suatu tanaman. Meniran merah memiliki biomassa yang lebih tinggi dibandingkan meniran kuning. Meniran sebagai obat tradisional digunakan biomassanya sebagai bahan untuk obat-obatan karena diduga memiliki kandungan senyawa yang lebih tinggi. Oleh karena itu, meniran dengan biomassa yang tinggi akan menghasilkan senyawa yang lebih banyak sehingga baik sebagai bahan obat-obatan. Meniran merah dengan biomassa yang cukup tinggi dapat direkomendasikan untuk dibudidayakan.

Interaksi kedua faktor tersebut hanya berpengaruh terhadap berat basah total dan berat basah pucuk. Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 4), meniran kuning kontrol memiliki nilai yang sama rendahnya dibanding perlakuan lain pada meniran kuning. Hal ini menunjukkan bahwa baik ekstrak daun maupun ranting sentang tidak menghambat pertumbuhan meniran kuning.

Gambar 2 Meniran merah pada berbagai konsentrasi

Meniran merah kontrol memiliki berat basah dan berat pucuk yang paling tinggi dibanding perlakuan lainnya. Perlakuan pemberian ekstrak daun sentang 5% (P3) pada meniran merah memiliki nilai paling rendah dibandingkan meniran merah dengan perlakuan lainnya, sedangkan meniran merah dengan ekstrak ranting sentang memiliki nilai yang sama dengan kontrol (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun sentang 5% cukup menghambat produksi biomassa basah meniran merah, sedangkan ekstrak ranting sentang tidak menghambat pertumbuhan meniran merah. Kondisi ini diduga akibat persentase kandungan senyawa yang bersifat alelopati pada daun sentang lebih tinggi dibanding pada ranting sentang (Tabel 1).

Meniran merah mengalami hambatan produksi biomassa basah dengan adanya ekstrak daun sentang namun tidak ada hambatan pada meniran kuning. Hal ini mengindikasikan bahwa meniran merah memiliki sensivitas yang lebih tinggi dibanding meniran kuning terhadap adanya senyawa alelopati. Kandungan senyawa hasil metabolit sekunder dari meniran kuning yang lebih tinggi mampu memberikan efek pertahanan terhadap senyawa yang bersifat alelopati.

(28)

14

Simpulan

Pengaruh faktor tunggal konsentrasi ekstrak daun dan ranting sentang tidak menghambat pertumbuhan dan produksi meniran, namun pengaruh interaksi ekstrak daun sentang 5% mampu menghambat produksi biomassa basah meniran merah dengan hambatan paling tinggi.

Daftar Pustaka

Astutik AF, Raharjo, Purnomo T. 2016. Pengaruh ekstrak daun beluntas Pluchea indica L. terhadap pertumbuhan gulma meniran (Phyllanthus niruri L.) dan tanaman kacang hijau (Phaseolus radiatus L.). LenteraBio 1(1):9-16.

Bermawie N, Indrawanto C, Ibrahim MSD, Purwiyanti S. 2006. Budidaya Mahkota Dewa, Daun Dewa dan Meniran. Bogor (ID): BALITTRO.

Budi GP, Hajoeningtijas. 2013. Penerapan herbisida organik ekstrak alang-alang untuk mengendalikan gulma pada mentimun. Agritech 15(1):32−38.

Cahyanti LD, Jadid K, Azis AA, Alam N. 2015. Pemanfaatan serasah daun bambu (Dendrocalamus asper) sebagai bioherbisida pengendali gulma yang ramah lingkungan. Gontor Agrotech Science Journal 2(1):1−17.

Darwis D. 2000. Teknik dasar laboratorium dalam penelitian senyawa bahan alam hayati Workshop Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati, FMIPA Universitas Andalas Padang. Einhellig FA, Leather GR, Hobbs LL. 1985. Use of Lemna minor L. as a

bioassay in allelopathy. J. Chem. Eco. 11:65−72.

Gupta, Ahmed B, Shoyakugaku Z. 1984. A new flavones Glycoside from Phyllanthus niruri. J. Nat. Prod. 4:213−215.

Kartasubrata J. 2010. Sukses Budidaya Tanaman Obat. Bogor (ID): IPB Pr. Kato-Noguchi H, Salam MA, Ohno O, Suenaga K. 2014. Nimbolide B and

Nimbic B, phytotoxic substances in neem leaves with allelopathic activity. Molecules 19(2014):6929-6940.

Kusuma AVC. 2016. Identifikasi fenol dari tajuk dan umbi teki (Cyperus rotundus L.) pada berbagai umur serta pengaruhnya terhadap perkecambahan gulma berdaun lebar [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Li Z, Wang Q, Ruan X, Pan C, Jiang D. 2010. Phenolics and plant allelopathy. Molecules 15:8933-8952.

Lungu L, Popa CV, Morris J, dan Savoiu M. 2011. Evaluation of phytotoxic activity of Melia azedarach L. extracts on Lactuca sativa L. Romanian Biotechnological Letters 16(2): 6089 – 6095.

εartinus BA, Riva’i H. 2011. Pengaruh perbandingan etanol:air sebagai pelarut

ekstraksi terhadap perolehan kadar fenolat dan daya antioksidan herba meniran (Phyllantus niruri L.). Scientia 1(1):59-64.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan. Bogor (ID): IPB Pr. Nair PKR. 1987. Agroforestry systems inventory. Agroforestry System 5:25−42. Singh HP, Batish DR, Kohli RK. 2003. Allelopathic interaction and

(29)

15 Solichatun, Nasir M. 2002. Alelopati intravarietas vigna radiata (l.) wilczek yang tumbuh pada ketersediaan air yang berbeda terhadap perkecambahan, pertumbuhan dan nodulasinya. Biosmart 4(2):27 – 31.

(30)

16

3

PERTUMBUHAN SENTANG DALAM SISTEM

MONOKULTUR DAN AGROFORESTRI

Abstrak

Sentang adalah salah satu pohon cepat tumbuh yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Sentang juga memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Sentang dapat ditanam secara agroforestri dengan meniran. Penanaman secara agroforestri ini memberikan dampak positif dan negatif pada keduanya. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pertumbuhan sentang yang ditanam secara agroforestri dan monokultur. Penelitian dilaksanakan di lahan Unit Konservasi Budidaya Pusat Studi Biofarmaka Cikabayan Kampus IPB Darmaga. Sentang yang diamati dalam penelitian berumur 2 tahun dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m. Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan yang digunakan adalah pola tanam monokultur (P0) dan agroforestri (P1) dengan 14 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem agroforestri tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan sentang diduga karena waktu pengamatan yang relatif singkat. Pertumbuhan akar sentang mengarah ke permukaan baik agroforestri maupun monokultur.

Kata kunci: agroforestri, perakaran, sentang, tajuk Abstract

Sentang is one of fast-growing tree species which resistant to disease and pest. It also has good quality of its wood with high economic value. Sentang planting can be integrated with meniran. Planting in the agroforestry system will impact positively and negatively to both plants. The aim of this research was to analyze growth of sentang in agroforestry system. This research was conducted in Cultivation Conservation Unit of Medicinal Plants Biofarmaka, IPB, Dramaga. The sentang stand two years old with spacing of 2.5 m x 2.5 m with 14 replications. The method used was a completely randomized design to analysis sentang growth. The treatment applied was P0= monoculture and P1 = agroforestry. The results showed that agroforestry systems is not influences towards growth of sentang trees cause short-term measurement time . The growth of sentang roots appear on surface, both agroforestry and monoculture.

Keywords: agroforestry, Azadirachta excelsa, crown, rooting

Pendahuluan

(31)

17 dibudidayakan dan lain-lain. Hama dan penyakit dapat menurunkan produktivitas kayu karena dapat merusak kualitas kayu.

Sentang (Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs) adalah salah satu jenis pohon cepat tumbuh yang termasuk dalam famili Meliaceae dan merupakan spesies lokal di Pulau Borneo serta tahan serangan hama penyakit. Kayu sentang termasuk kayu keras sederhana (Ching 2003). Kayu ini sangat berguna untuk konstruksi ringan, mebel, panel dan vinir (Gan et al. 1999). Bagian tumbuhan lainnya juga dapat dimanfaatkan seperti tunas muda dan bunganya yang dapat dikonsumsi sebagai sayuran (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2002).

Biji sentang mengandung Azadirachtin (3.3−3.5 mg/g) yang digunakan sebagai insektisida. Peneliti Jerman telah mengisolasi senyawa ini dan telah dilaporkan bahwa Azadirachtin pada sentang lebih aktif dua hingga tiga kali dibanding Azadirachtin pada mimba (Mungkorndin 1993). Selain itu, sentang juga berpotensi sebagai kayu energi karena memiliki persentase kadar abu rendah dan nilai kalori yang tinggi (Hossain & Jalil 2015). Berdasarkan kegunaan tersebut, sentang berpotensi untuk dikembangkan oleh masyarakat maupun perusahaan untuk memenuhi dan meningkatkan pasokan kayu di Indonesia.

Pembangunan hutan tanaman sentang dapat dilakukan dengan pengembangan sistem agroforestri yaitu penggunaan lahan secara bersamaan. Sentang berpotensi ditanam berbasiskan agroforestri karena sentang memiliki tajuk kerucut dan arsitektur pohon yang seimbang (Orwa et al. 2009) sehingga intensitas cahaya yang masuk ke bawah tegakan cukup tinggi. Hal ini akan mendukung pertumbuhan tanaman di bawah tegakan. Tanaman pertanian yang digunakan dalam penelitian adalah meniran.

Penerapan sistem agroforestri memberikan keuntungan antara lain memperbaiki kesuburan tanah, menekan terjadinya erosi, mencegah perkembangan hama dan penyakit serta menekan populasi gulma (Young 1997). Pemeliharaan seperti penyiangan dan pemupukan yang dilakukan terhadap tanaman pertanian berdampak positif pula terhadap tanaman kehutanan. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian dengan tujuan menganalisis pertumbuhan sentang yang ditanam dengan sistem monokultur dan agroforestri.

Bahan dan Metode

Waktu dan tempat

Waktu penelitian dimulai pada bulan Januari hingga Juni 2016. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Unit Konservasi Budidaya Pusat Studi Biofarmaka Cikabayan Kampus IPB Darmaga seluas 300 m2. Koordinat lokasi penelitian berada pada 106°43’0.81” BT dan 6°32’51.95” δS. Analisis tanah dilakukan di Balittanah.

Bahan dan alat

(32)

18

Rancangan penelitian dan analisis data

Rancangan penelitian yang digunakan dalam percobaan ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) satu faktorial dengan perlakuan pola tanam. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 14 kali. Perlakuan yang digunakan yaitu pola tanam monokultur (P0) dan agroforestri (P1).

Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2006):

Yij= μ + τi + ij

Keterangan:

Yij = nilai pengamatan pada pola tanam ke-i dan ulangan ke-j

i = pola tanam 1, 2 perbedaan antar perlakuan. Uji lanjut Duncan taraf 5% dilakukan apabila terdapat pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati. Data diolah menggunakan program SAS 9.1.3.

Data selanjutnya diolah menggunakan software SAS 9.1.3, jika:

a. P-value > � (0.05), maka perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter yang diamati.

b. P-value < � (0.05), maka perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap parameter yang diamati. Bila perlakuan memberikan pengaruh nyata, data kemudian diuji lanjut dengan Duncan’s Multiple Range Test.

Prosedur penelitian

Penanaman dan pemeliharaan meniran di bawah tegakan sentang

Bibit meniran yang ditanam adalah yang seragam untuk menghasilkan kisaran umur bibit meniran yang sama. Sebelum penanaman, dilakukan pengolahan tanah pada kedalaman 30 cm. Pengolahan tanah ini bertujuan agar tanah menjadi gembur. Gulma di bawah tegakan sentang juga dibersihkan terlebih dahulu. Tanah kemudian dicangkul sampai gembur dan dibuat petakan dengan ukuran 2.5 m x 1 m.

Tanaman meniran ditanam pada petak yang telah disediakan dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Sebelum dilakukan penanaman meniran, lubang tanam diberi furadan. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang dan pupuk anorganik (Urea, SP-36, KCl). Pupuk kandang dengan dosis 20 ton/ha dan SP-36 dengan dosis 100 kg/ha diberikan seluruhnya pada waktu tanam sedangkan urea dengan dosis 200 kg/ha dan KCl dengan dosis 150 kg/ha diberikan dua kali yaitu pada 4 MST dan 6 MST (Bermawie et al. 2006).

(33)

19 Persiapan dan pengamatan sentang

Tegakan sentang yang diamati terdiri dari dua pola tanam yaitu monokultur dan agroforestri. Desain plot agroforestri dan monokultur sentang ditunjukkan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Sentang memiliki umur 2 tahun dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m. Pemeliharaan tanaman yaitu penyiangan dilakukan pada tegakan sentang monokultur maupun agroforestri. Pengamatan dan pengukuran dimensi tanaman sentang (Wijayanto & Hidayanthi 2012) meliputi:

1. Pengukuran tinggi (cm) dilakukan menggunakan pita meter, tanaman sentang diukur mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh sentang. Pengukuran ini dilakukan setiap satu bulan sekali sampai bulan ketiga yaitu pada saat setelah panen meniran.

2. Pengukuran diameter batang (cm) dilakukan dengan menggunakan pita meter, diameter batang diukur pada ketinggian sekitar 130 cm di atas pangkal batang sentang. Pengukuran diameter dilakukan setiap satu bulan sekali sampai bulan ketiga yaitu pada saat panen meniran.

3. Pengukuran tajuk dilakukan dengan cara mengukur diameter tajuk terpanjang dan terpendek menggunakan pita meter. Pengukuran dilakukan pada awal sebelum penanaman meniran dan setelah panen meniran.

4. Perakaran sentang diperoleh dengan cara mengamati akar tersier dan akar horizontal. Pada lingkaran tegakan pohon sentang, dilakukan penggalian hingga ditemukan akar horizontal. Akar horizontal tersebut kemudian diukur panjang, kedalaman dan diameter. Panjang diukur mulai dari batang utama hingga ujung akar dan kedalamannya dari permukaan tanah hingga akar horizontal. Pengukuran dilakukan pada awal sebelum penanaman meniran dan setelah panen meniran.

Pengukuran dimensi sentang masing-masing dilakukan pada lahan agroforestri dan monokultur.

Data pendukung

Data pendukung dalam penelitian ini antara lain sifat fisik dan kimia tanah, serta data iklim antara lain suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan curah hujan. Analisis tanah dilakukan di Balittanah. Suhu, kelembaban dan intensitas cahaya diamati setiap minggu mulai dari penanaman hingga panen. Suhu dan intensitas cahaya juga diperoleh dari BMKG untuk membandingkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Curah hujan diperoleh dari BMKG Unit Dramaga.

Hasil dan Pembahasan

Kondisi agroklimat di lokasi penelitian

Sentang adalah jenis lokal Pulau Borneo yang hidup baik pada ketinggian hingga 350 m dpl, dengan suhu 22−27 °C dan curah hujan di atas 2 000 mm/tahun (Joker 2000). Hal ini sesuai dengan kondisi tempat penelitian yang berada pada ketinggian 193 m dpl dengan suhu rata-rata 26.2−27.1 °C dan kelembaban

(34)

20

Tanah pada lokasi penelitian memiliki nilai pH dengan kategori masam, kandungan C-org yang rendah, dan nilai KTK yang sedang menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) (Lampiran 5), namun sudah cukup baik dalam penyerapan hara. Nilai bobot isi juga bernilai <1.3, menunjukkan tanah masih cukup mudah untuk dapat ditembus oleh akar. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa kondisi tanah di tempat penelitian termasuk dalam kategori tanah yang cukup subur, meskipun memiliki sifat kimia tanah yang rendah. Kondisi ini dapat mendukung pertumbuhan sentang.

Pertumbuhan sentang

Penanaman sentang dengan sistem monokultur dan agroforestri ditunjukkan pada Gambar 3. Pertumbuhan sentang yang ditanam secara agroforestri tidak memiliki perbedaan nyata dengan sentang monokultur pada semua parameter pertumbuhan (Tabel 5). Parameter pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi mekanisme hambatan maupun perangsangan dari sistem agroforestri terhadap pertumbuhan sentang. Kondisi ini tidak sesuai dengan penelitian Puri et al. (2016) yang menyebutkan bahwa tinggi dan diameter batang sentang pada sistem agroforestri memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding monokultur. Hal ini dapat disebabkan karena waktu pengukuran sentang yang relatif pendek yaitu hanya berkisar 3 bulan.

Gambar 3 Pola tanam sentang a) monokultur dan b) agroforestri

Pertambahan tinggi dan diameter sentang setiap bulannya ditunjukkan pada Gambar 4. Sentang monokultur memiliki tinggi dan diameter lebih besar dibanding agroforestri sejak awal pengukuran. Hal ini disebabkan karena kondisi tempat penelitian agroforestri terhalangi oleh pohon yang berada di samping tempat penelitian sehingga cahaya matahari tidak sepenuhnya mengenai sentang dan menghambat pertumbuhan.

Luas tajuk juga merupakan salah satu parameter pertumbuhan dimensi sentang. Luas tajuk dapat diukur dengan mengetahui diameter tajuk. Semakin besar tinggi dan diameter batang, tajuk juga akan semakin luas. Pengukuran tajuk sentang selain untuk mengetahui pertambahan dimensi, juga penting untuk mengetahui cahaya matahari yang akan masuk ke lantai hutan. Luas tajuk yang semakin besar akan meningkatkan luasan daun yang menerima cahaya matahari (Raharjo & Sadono 2008). Penerimaan cahaya matahari ini berkaitan dengan

(35)

21 proses fotosintesis. Diameter tajuk sentang agroforestri tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan sentang monokultur.

Tabel 5 Rekapitulasi hasil sidik ragam dan uji Duncan pengaruh pola tanam terhadap pertumbuhan sentang

Parameter Uji F Perlakuan

a

Monokultur Agroforestri Pertambahan tinggi total (cm) tn 153.79a 176.57a Pertambahan diameter (cm) tn 1.60a 1.50a aAngka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); (tn): tidak berbeda nyata, (*): berbeda nyata pada taraf uji 5%

Perakaran termasuk parameter penting yang perlu dikaji karena akar memiliki fungsi yang sangat penting. Pertumbuhan akar yang baik diperlukan untuk kekuatan dan pertumbuhan pucuk pada umumnya (Gardner et al. 2008). Berdasarkan Tabel 5, panjang akar sentang agroforestri tidak berbeda nyata dengan akar sentang monokultur. Perkembangan akar sangat erat kaitannya dengan perkembangan tajuk, semakin panjang akar maka pertumbuhan tajuk juga akan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya (Suryanto et al. 2005). Diameter tajuk monokultur dan agroforestri tidak berbeda nyata mengakibatkan panjang akar juga tidak berbeda nyata.

Tajuk pohon yang semakin rapat akan semakin mengurangi cahaya yang sampai ke permukaan tanah dan akan mempengaruhi tanaman budidaya di bawahnya. Mahendra (2009) menyatakan bahwa tajuk yang berat merupakan kompetitor dominan dalam mendapatkan cahaya matahari dan mengakibatkan

0

(36)

22

pertumbuhan tanaman di bawahnya kurang optimal. Intensitas cahaya matahari di bawah tegakan sentang maksimal hanya 100 lux.

Kedalaman akar menunjukkan kemampuan akar untuk menjelajah dalam melakukan penyerapan hara dan air. Kedalaman akar sentang umur 2 tahun ini berkisar 6.39−9.39 cm dan termasuk dangkal. Hal ini karena bentuk tajuk sentang yang kerucut (Wijayanto & Hidayanthi 2012) sehingga memiliki kedalaman akar yang dangkal. Akar sentang agroforestri dan monokultur memiliki kedalaman awal dan akhir yang tidak berbeda nyata. Keduanya pun mengalami penurunan kedalaman akar atau dapat dikatakan akar tumbuh ke arah permukaan.

Pertumbuhan akar menuju ke permukaan diduga karena arah pergerakan akar mengikuti letak unsur hara dan air di dalam tanah (Wijayanto & Rhahmi 2013). Akar sentang agroforestri mencari nutrisi yang ada di permukaan akibat adanya pemupukan. Selain itu, pertumbuhan ke arah permukaan ini juga diduga disebabkan karena adanya erosi akibat limpasan air hujan. Curah hujan selama penelitian cukup tinggi yaitu berkisar antara 329.7−373.0 mm/bulan. Tanah di lokasi penelitian juga berbatu, sehingga ketika terjadi erosi dan batu terangkat mengakibatkan tanah menurun dan akar menjadi lebih dangkal.

Simpulan

Sistem agroforestri tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi, diameter batang, diameter tajuk, panjang akar dan kedalaman akar pohon sentang.

Daftar Pustaka

Bermawie N, Indrawanto C, Ibrahim MSD, Purwiyanti S. 2006. Budidaya Mahkota Dewa, Daun Dewa dan Meniran. Bogor (ID): BALITTRO.

BPS [Badan Pusat Statistik]. 2016. Produksi Kayu Hutan. Jakarta (ID): Badan Pusat Statitistik.

Ching TS. 2003. Kebolehawetan kayu Sentang (Azadirachta excelsa) [tesis]. Malaysia (MY): Universiti Sains Malaysia.

Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2002. Informasi Singkat Benih. Bandung (ID): Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan.

Gan KS, Choo KT, Lim SC. 1999. Timber notes - light hardwoods VII (sentang sepetir, sesendok, terap, terentang). Timber Technology Bulletin 17:1999. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya.

Jakarta (ID): UI Pr.

Hossain N, Jalil R. 2015. Analyses if bio-energy properties from Malaysian local plants: Sentang and Sesendok. Asia Pasific Journal of Energy and Environment 2(3):141-144.

Joker. 2000. Azadirachta excelsa, seed leaflet. Denmark (DK): University of Copenhagen.

Mahendra F. 2009. Sistem Agroforetri dan Aplikasinya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

(37)

23 Mungkorndin S. 1993. Spotlight on species: Azadirachta excelsa. Farm Forestry

News 6(1).

Orwa C, Mutua A, Kindt R, Jamnadas R, Anthony S. 2009. Sentang (Azadirachta excelsa) [internet]. [diunduh 2015 Jan 2]. Tersedia pada: <http://www.worldagroforestry.org/treedb2/AFTPDFS/Azadirachta_excelsa .pdf>).

Puri SR, Wijayanto N, Wulandari AS. 2016. Dimensi pohon sentang (Azadirachta excelsa Jack) dan produksi kedelai (Glycine max (L.) Merril) di dalam sistem agroforestri. Jurnal Silvikultur Tropika 7(3):205−210.

Pusat Penelitian Tanah. 1983. Kriteria Penilaian Data Sifat Analisis Kimia Tanah. Bogor (ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Raharjo JT, Sadono R. 2008. Model tajuk jati (Tectona grandis L.F.) dari berbagai famili pada uji keturunan umur 9 tahun. Jurnal Ilmu Kehutanan 2(2):89-95.

Suryanto P, Tohari, Sabarnudin MS. 2005. Dinamika sistem berbagai sumberdya (resources sharing) dalam agroforestri: dasar pertimbangan penyusunan strategi silvikultur. Ilmu Pertanian 12(2):165-178.

Wijayanto N, Hidayanthi D. 2012. Dimensi dan sistem perakaran tanaman sentang (Melia excelsa Jack) di lahan agroforestri. Jurnal Silvikultur Tropika. 3(3):196–202.

Wijayanto N, Rhahmi I. 2013. Panjang dan kedalaman akar lateral jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.) di Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jurnal Silvikultur Tropika 4(1):23-29.

(38)

24

4

PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KANDUNGAN

SENYAWA MENIRAN MERAH DAN MENIRAN KUNING

DALAM SISTEM MONOKULTUR DAN AGROFORESTRI

Abstrak

Meniran merupakan tanaman herba berkhasiat obat dengan kategori kelas toksik ringan. Penelitian mengenai budidaya meniran terutama dalam sistem agroforestri masih jarang dilakukan. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan tujuan menganalisis pertumbuhan, produksi dan kandungan senyawa aktif meniran pada sistem agroforestri dan monokultur. Penelitian ini menggunakan pohon sentang berumur 2 tahun dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m. Penelitian dilaksanakan di lahan Unit Konservasi Budidaya Pusat Studi Biofarmaka Cikabayan Kampus IPB Darmaga. Metode yang digunakan adalah rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari monokultur meniran merah (P0Mm), monokultur meniran kuning (P0Mk), agroforestri meniran merah (P1Mm), dan agroforestri meniran kuning (P1Mk).. Hasil penelitian menunjukkan sistem agroforestri menurunkan pertumbuhan dan produksi meniran merah dan kuning, namun meningkatkan kandungan dan produksi filantin dan hipofilantin. Kandungan dan produksi senyawa filantin dan hipofilantin meniran kuning lebih tinggi dibanding meniran merah. Sistem agroforestri memicu pembentukan senyawa filantin pada meniran merah yaitu 0.0018 mg/g.

Kata kunci: agroforestri, filantin, hipofilantin, Phyllanthus Abstract

Meniran is an herbaceous plant whose medicinal with low toxic class category. Research on cultivation meniran particullary in agroforestry systems is still rare. Therefore, doing research with the aims of analyzing the growth, yield and active compound meniran with monoculture and agroforestry systems. This study used 2-years-old sentang tree with spacing of 2.5 m x 2.5 m. The research was conducted in land cultivation of Conservation Unit Cikabayan Center Biofarmaka, IPB Dramaga. The method used was a complete randomized block design (RAKL) with 4 treatments and 4 replications. Treatments consists of monoculture of red meniran (P0Mm), monoculture of yellow meniran (P0Mk), agroforestry of red meniran (P1Mm), and agroforestry of yellow meniran (P1Mk). The results showed agroforestry systems reduced the growth and yield of red and yellow meniran, but tend to increase the content and yield of compounds phyllanthyn and hypophyllanthin at red and yellow meniran. Yield and compound phyllanthin and hypophyllanthin of yellow meniran higher than the red meniran. Agroforestry system triggers the formation of phyllanthin compounds on red meniran that 0.0018 mg/g.

(39)

25

Pendahuluan

εeniran merupakan herba, semusim, tumbuh tegak, tinggi 30−50 cm,

bercabang-cabang. Herba meniran tumbuh liar di dataran hingga daerah pegunungan. Meniran juga mampu hidup pada tanah gembur, berpasir di ladang, di tepi sungai dan di pantai, bahkan tumbuh liar di sekitar pekarangan rumah (De Padua et al. 1999). Pemanfaatan meniran sebagai obat secara umum adalah seluruh bagian tanaman. Meniran dipanen setelah berumur 2−3 bulan (Bermawie et al. 2006).

Penelitian mengenai manfaat dan khasiat tanaman meniran sudah banyak dilakukan. Namun penelitian mengenai budidaya meniran masih jarang dilakukan terutama dalam sistem agroforestri yaitu penanaman bersamaan dengan tanaman berkayu. Hal ini dikarenakan meniran tumbuh secara liar dan oleh sebagian masyarakat masih dianggap sebagai gulma yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman lainnya. Perolehan bahan baku meniran sebagai obat juga masih bergantung pada alam. Oleh karena itu, penelitian mengenai budidaya meniran masih perlu dilakukan terutama dengan sistem agroforestri.

Budidaya meniran dengan sistem agroforestri dilakukan untuk mengoptimalkan lahan di bawah tegakan yang biasanya kosong. Tanaman berkayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah pohon sentang. Sentang berpotensi ditanam berbasiskan agroforestri karena sentang memiliki tajuk kerucut dan arsitektur pohon yang seimbang (Orwa et al. 2009) sehingga intensitas cahaya yang masuk ke bawah tegakan cukup tinggi. Hal ini akan mendukung pertumbuhan herba meniran di bawah tegakan.

Meniran memiliki banyak jenis yang berbeda baik morfologi maupun manfaatnya. Dalam penelitian ini, meniran yang digunakan adalah meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) dan meniran kuning (Phyllanthus debilis Klein ex Wild). Kedua meniran ini banyak ditemukan di sekitar tempat penelitian. Meniran kuning mengandung antioksidan tertinggi dibanding genus Phyllanthus lainnya (Ali et al. 2007) dan meniran merah mengandung antioksidan tertinggi kedua setelah meniran kuning (Kumaran & Karunakaran 2007).

Meniran merah mengandung senyawa aktif seperti lignan, flavanoid, coumarin, sterol dan diterpen (Sarin et al. 2014). Meniran kuning mengandung senyawa antara lain flavanoid, fenolik, flavanol (Kumaran & Karunakaran 2007), lignan, dan steroid (Chandrashekar et al. 2004). Lignan utama yang terkandung pada kedua meniran tersebut adalah filantin dan hipofilantin. Filantin, hipofilantin dan tanin berperan dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan sebagai hepatoprotektor (Than et al. 2006). Sarin et al. (2014) juga menyebutkan bahwa filantin dan hipofilantin memberikan efek antibakteri, antioksidan, anti-inflammatory dan berperan dalam penurunan kadar gula darah. Meniran kuning terbukti lebih baik dibanding P. amarus sebagai hepatoprotectant dalam menstimulasi disfungsi liver (Chandrashekar et al. 2004). Filantin juga digunakan sebagai identitas dalam menganalisis ekstrak kental herba meniran (BPOM 2004).

Gambar

Gambar 1  Ruang lingkup penelitian
Tabel 1  Hasil analisis uji GC-MS pirolisis serasah daun dan ranting sentang
Tabel 2 Hasil sidik ragam pengaruh ekstrak serasah daun dan ranting sentang
Tabel 3  Hasil uji Duncan pengaruh faktor jenis terhadap pertumbuhan dan
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Infeksi yang berulang dan sumbatan pada kripta tonsil mengakibatkan peningkatan stasis debris maupun antigen di dalam kripta, juga ter jadi penurunan integr itas epitel kr ipta

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemunculan hakikat sains pada Lembar Kerja Siswa (LKS) Biologi SMA Negeri dan mengetahui pemahaman hakikat sains siswa

Rekomendasi yang dapat diberikan untuk Bank Mestika Dharma Tbk dalam menerapkan manajemen risiko kredit dan instrumen derivatif yang digunakan telah baik dengan risiko yang

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Menteri

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Teknis

Materi yang digunakan dalam penyusunan aplikasi ini tentunya terkait dengan kalender tanam, yaitu standing crop yang diekstrak dari citra satelit MODIS, data

Hasil penelitian menunjukkan jadwal tanam yang sesuai untuk Desa Abbanuangnge dan Minangatellue pada musim tanam rendengan 2018 adalah 10-30 April yang merupakan