ANALISIS EKUITAS MEREK TERHADAP KEPUTUSAN
PEMBELIAN HANDPHONE MEREK NOKIA
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
J ur usan Manajemen
Oleh:
MARYANA ARYA MICHROTIN 1012010100 / FE / EM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
2014
Yang Diajukan Oleh
MARYANA ARYA MICHROTIN 1012010100 / FE / EM
Telah disetujui untuk diseminar kan oleh:
Pembimbing Utama
Dr s.Ec.Pandji Soegiono, MM Tanggal:...
NIP. 196410231990031002
Mengetahui
Ketua J urusan Progam Studi Manajemen
ANALISIS EKUITAS MEREK TERHADAP KEPUTUSAN
PEMBELIAN HANDPHONE MEREK NOKIA
Yang diajukan oleh :
MARYANA ARYA MICHROTIN 1012010100 / FE / EM
Disetujui untuk mengikuti Ujian Lisan oleh
Pembimbing Utama
Dr s.Ec.Pandji Soegiono, MM Tanggal:...
NIP. 196410231990031002
MENGETAHUI WAKIL DEKAN 1
Dr s. Ec. H. R. A. Suwaedi, MS
NIP.196003301986031001
Yang Diajukan Oleh
MARYANA ARYA MICHROTIN 1012010100 / FE / EM
Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh
Pembimbing Utama
Dr s.Ec.Pandji Soegiono, MM Tanggal:...
NIP. 196410231990031002
Mengetahui
Ketua J urusan Progam Studi Manajemen
SKRIPSI
ANALISIS EKUITAS MEREK TERHADAP KEPUTUSAN
PEMBELIAN HANDPHONE MEREK NOKIA
Disusun oleh :
MARYANA ARYA MICHROTIN 1012010100 / FEB / EM
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skr ipsi Pr ogram Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Univer sitas Pembangunan Nasional ”Veteran” J awa Timur Pada Tanggal
PEMBIMBING TIM PENGUJ I :
Pembimbing Utama Ketua
Dr s.Ec.Pandji Soegiono, MM Dr .Muhadjir Anwar.MM
NIP. 196410231990031002
Sekr etaris
Dr s.Ec.Pandji Soegiono, MM
Anggota
Drs.Ec. Her ry ALW. MM
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Univer sitas Pembangunan Nasional ”Veteran” J awa Timur
Dr. Dhani Ichsanuddin N, MM. NIP. 196309241989031001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas limpahan berkah,
rahmat dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang
berjudul “ Analisis Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian Handphone
Merek Nokia“ Skripsi ini di ajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam
memperoleh gelar sarjana Ekonomi jurusan Manajemen.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini seringkali
menghadapi hambatan dan keterbatasan dalam berbagai hal. Namun, karena
dorongan dan bimbingan yang telah diberikan berbagai pihak akhirnya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepeda:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MT. Rektor UPN “Veteran” Jawa
Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar MM. Ketua Program Studi Ekonomi
Manajemen Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Drs. EC. Pandji Soegiono, MM Selaku Dosen Pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Manajemen yang telah memberikan ilmu
yang sangat bernilai. Sehingga ucapan terima kasihpun dirasa belum
ii
semoga apa yang sudah diberikan kepada kami akan terbalaskan dengan
berkah sang Illahi.
6. Yang terhormat Ayah, Ibu, dan Adik yang telah banyak memberikan
dukungan dan pengorbanan, baik secara moril maupun materil sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.
7. Dan untuk semua pihak yang telah membantu peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini, mas saya Irfan, sahabat saya Rinda, Made, dan
Vicki. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuannya.
Penulis menyadari bukan hal yang tidak mungkin apabila skripsi jauh dari
sempurna, dan dengan rendah hati bersedia menerima segala saran yang bersifat
membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya
penulis.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis
dan para pembaca pada umumnya, semoga Allah SWT meridhoi dan dicatat
sebagai ibadah disisi-Nya, amin.
Surabaya, Maret 2014
Penulis
DAFTAR TABEL... vi
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
ABSTRAKSI...ix
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1
1.2 Perumusan Masalah...9
1.3 Tujuan Penelitian...10
1.4 Manfaat Penelitian...10
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu...12
2.2 Landasan Teori...13
2.2.1 Keputusan Pembelian...13
2.2.2 Pengertian Merek...20
2.2.3 Pengertian Ekuitas Merek...24
2.2.3.1 Pengertian Kesadaran Merek...26
2.2.3.2 Pengertian Asosiasi Merek...27
2.2.3.3 Pengertian Persepsi Kualitas...28
iv
2.2.4 Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan
Pembelian...32
2.4 Kerangka Penelitian...33
2.5 Hipotesis...34
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional...35
3.1.1 Definisi Operasional Variabel...35
3.2 Pengukuran Variabel...37
3.3 Teknik Penentuan Sampel...38
3.3.1 Populasi...38
3.3.2 Sampel...38
3.4 Teknik Pengumpulan Data...39
3.4.1 Jenis Data...39
3.4.2 Sumber Data...39
3.4.3 Pengumpulan Data...39
3.5 Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis...41
3.5.1 Teknik Analisis...41
3.5.2 Pengujian Hipotesis...53
BAB IV ANALISIS PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian...54
4.1.1 Sejarah Singkat...54
4.2 Deskripsi Jawaban Responden...55
4.2.1 Penyebaran Kuesioner...55
4.3.2 Keputusan Pembelian...63
4.4 Hasil Partial Least Square...64
4.4.1 Evaluasi Model Pengukuran...64
4.4.2 Evaluasi Model Struktural...69
4.4.3 Uji Kausalitas...69
4.5 Pembahasan...71
4.5.1 Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian...71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...73
5.2 Saran...73
DAFTAR PUSTAKA
ix
ANALISIS EKUITAS MEREK TERHADAP
KEPUTUSAN PEMBELIAN HANDPHONE MEREK NOKIA
Oleh:
MARYANA ARYA MICHROTIN
Abstraksi
Berdasarkan data dari hasil penjualan Handphone merek Nokiadi Astro Cell Mojoagung dalam empat tahun terakhir, yaitu mulai tahun 2009-2012 menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan pada tingkat penjualan Handphone merek Nokia. Fenomena penurunan pada tingkat penjualan Handphone merek Nokia di Astro Cell Mojoagung merupakan fenomena yang harus segera diselesaikan dan dicari penyebabnya. Banyak hal yang menjadi penyebab dari penurunan penjualan Handphone merek Nokia di Astro Cell Mojoagung tersebut salah satunya adalah nilai ekuitas merek yang semakin menurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian Handphone merek Nokia di Mojoagung.
Data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner secara langsung pada pembeli maupun pengguna Handphone merek Nokia di Mojoagung yang menjadi sampel. Skala pengukuran yang digunakan yaitu non probability sampling dengan teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan kebetulan, dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu. Pengambilan sampel didasarka pada pedoman ukuran sampel dari Imam Ghozali, dari hasil perhitungan didapatkan sampel sebanyak 90 responden. Teknik analisis yang digunakan adalah Partial Least Square (PLS) untuk melihat pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian.
Hasil pengujian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Ekuitas merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian Handphone merek Nokia di Mojoagung.
Kata Kunci: Ekuitas Merek dan Keputusan Pembelian
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dunia bisnis di Indonesia semakin pesat. Di era globalisasi,
dunia usaha secara otomatis akan dihadapkan pada persaingan yang ketat. Dengan
lingkungan yang padat persaingan ini, konsumen memiliki peluang yang luas
untuk produk sederajat pilihan sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Hal ini
menuntut perusahaan untuk memanfaatkan kemampuan yang ada semaksimal
mungkin serta selalu berusaha mempunyai keunggulan dalam bersaing agar dapat
memenuhi tuntutan pasar dan memenangkan persaingan. Dalam konsep
pemasaran, salah satu cara untuk mencapai tujuan perusahaan adalah dengan
mengetahui apa kebutuhan dan keinginan konsumen sehingga produk mampu
diserap oleh pasar (Kotler dan Armstrong, 2001:87).
Merek berfungsi sebagai mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang
atau kelompok penyaji dan membedakannya dari produk sejenis dari penyaji lain
(Kotler, 2004). Lebih dari itu merek adalah sesuatu yang dibentuk dari pikiran
pelanggan dan memiliki kekuatan membentuk kepercayaan pelanggan (Peter dan
Alson, 1996:168). Jika perusahaan mampu membangun merek yang kuat
dipikiran pelanggan melalui strategi pemasaran yang tepat, perusahaan akan
mampu membangun mereknya. Dengan demikian merek dapat memberi nilai
tambah pada nilai yang ditawarkan oleh produk kepada pelanggannya yang
2
Durianto, dkk, (2001:1) mengatakan bahwa ekuitas merek (brand equity)
adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek,
nama, simbol, yang dapat menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh
sebuah produk atau jasa kepada perusahaan atau pada pelanggan perusahaan.
Ekuitas merek menurut Aaker (2003) adalah seperangkat aset dan liabilitas
merek yang berkaitan dengan suatu merek, yang menambah atau mengurangi nilai
yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para
pelanggan perusahaan. Menurut Aaker (2003:165), ekuitas merek dapat
dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi
kualitas, dan loyalitas merek, tanpa mengikutsertakan aset-aset hak milik lain dari
merek. Karena salah satu tujuan dari penelitian ini adalah melihat konsep ekuitas
merek dari perspektif pelanggan.
Sedangkan hak milik lain dari merek adalah komponen ekuitas merek yang
lebih cenderung ditinjau dari perspektif perusahaan. Sehingga pada pembahasan
elemen ekuitas merek dalam penelitian ini hanya terdiri dari 4 variabel tersebut.
David A. Aaker (1997) mendefinisikan kesadaran merek sebagai kesanggupan
seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu
merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Asosiasi merek adalah
segala sesuatu yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan
ingatan konsumen mengenai sebuah merek (David A. Aaker, 2001:167). Variabel
ini berkaitan dengan persepsi yang dibentuk dibenak seseorang karakteristik atau
atribut-atribut yang dimiliki oleh suatu merek. Kesan-kesan yang terkait dengan
suatu merek akan meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen
dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan
merek tersebut dengan strategi komunikasinya.
Aaker (2003:85) menyatakan bahwa persepsi kualitas merupakan persepsi
pelanggan atas atribut yang dianggap penting baginya. Persepsi pelanggan
merupakan penilaian yang tentunya tidak selalu sama antara pelanggan satu
dengan pelanggan lainnya. Menurut Rangkuty (2002:60) loyalitas merek adalah
suatu persepsi kualitas yang positif dapat dibangun melalui upaya
mengidentifikasi dimensi kualitas yang dianggap penting oleh pelanggan (segmen
pasar yang dituju) dan membangun persepsi kualitas yang positif pada dimensi
penting pada merek tersebut, persepsi kualitas yang positif dipikiran pelanggan
dapat memberikan keuntungan bagi pengembangan merek misalnya menciptaka
positioning yang jelas dan membuka bagi perluasan merek.
Sedemikian pentingnya peran ekuitas merek sebagai landasan dalam
menentukan strategi pemasaran dari suatu produk, sehingga sering kali ekuitas
merek memperoleh pengkajian yang mendalam. Semakin kuat ekuitas merek
suatu produk, semakin kuat pula daya tarik dimata konsumen untuk
mereferensikan produk tersebut. Dan selanjutnya dapat menarik konsumen untuk
melakukan pembelian serta mengantarkan perusahaan untuk mendapatkan
keuntungan dari waktu ke waktu.
Nokia adalah merek ternama untuk gadget handphone di Indonesia. Nokia
pertama kali diciptakan di Finlandia, dan mulai beroperasi pada tahun 1980. Sejak
berdiri Nokia berhasil memimpin dipasaran, dan bisnis Nokia telah berkembang
4
industri telekomunikasi di negara-negara tersebut termasuk di Indonesia.
Berdasarkan pengamatan, di Indonesia sendiri terjadi “perang” antar merek
melalui penerapan strategi marketing mix yang sangat gencar (Muafi dan Efendi,
2001).
Nokia sebagai market leader selalu berusaha mengusung produk-produk
yang berkualitas dan terdepan dalam inovasi untuk menarik konsumen dalam
menghadapi persaingan yang ketat. Hal ini dilakukan dengan cara selalu
memberikan nilai tambah dalam setiap produk yang dikeluarkan. Nokia juga
mengeluarkan terobosan-terobosan dalam memproduksi handphone dengan
menambah aplikasi-aplikasi seperti GPS, web browser, games, dan aplikasi office.
Mengutip laman Telegraph, Nokia sukses menjadi produsen ponsel
terbesar di dunia sejak 1998. Dominasi Nokia di pasar ponsel begitu kuat, dan
mampu bertahan hingga 14 tahun berikutnya. Bahkan di antara 1996 hingga 2001,
pendapatan Nokia meningkat 5 kali lipat dari 6,5 miliar Euro menjadi 31 miliar
Euro. Tapi Nokia sepertinya merasa puas dengan apa yang sudah di capainya. Hal
ini terlihat ketika Apple merilis iPhone pada tahun 2007. Saat itu Nokia merasa
tidak tersaingi karena memiliki N95 sebagai produk unggulan dan Nokia
menganggap bahwa iPhone jauh dibawah N95 karena mempunyai fitur-fitur yang
lebih canggih dari iPhone. Oleh karena itu, Nokia tidak terlalu memikirkan
dengan adanya iPhone, apalagi di kuartal empat 2007, menurut data Gartner,
Symbian menguasai pangsa pasar hingga 62,5%. Pesaing terdekat saait itu
Windows Phone dengan 11,1% dan BlacBerry dengan 10,9%. Kemunculan
iPhone 3G di 2008 mulai memberikan dampak terhadap Nokia dan Symbian.
Pangsa pasar Symbian turun, tapi tetap menguasai pangsa pasar dengan 40,8%.
Pada tahun 2008, Google memperkenalkan sistem operasi Android. Ketika itu
pengguna Symbian beralih ke Android. Nokia malah memperkenalkan N8 dengan
sistem operasi baru Symbian 3 tetapi publik tidak tertarik untuk menggunakan
Nokia keluaran baru tersebut karena Android dan iOS dianggap jauh lebih baik.
Hingga pada tahun 2010, pangsa pasar Symbian jatuh di angka 32%. Sebaliknya
Android tumbuh pesat menjadi 30%. Momen inilah yang menjadi penanda
turunnya pangsa pasar Nokia
(http://m.liputan6.com/tekno/read/691801/dihajar-android-popularitas-nokia-mulai-menurun).
Banyak sekali merek-merek yang tadinya populer kemudian lambat laun
turun bahkan hilang dari peredaran. Dinamika merek-merek di pasar
menunjukkan bahwa kompetisi antar merek di pasar semakin tinggi salah satunya
yaitu handphone merek Nokia. Dulu Nokia menjadi pemimpin pasar karena
handphone ini sangat mudah pengoperasian fitur-fiturnya, tidak hanya itu Nokia
juga mengeluarkan berbagai tipe. Namun pada tahun 2010 Nokia mengalami
penurunan pangsa pasar dikarenakan Nokia sangat lambat dalam merespon
permintaan dan kebutuhan konsumen. Dulu handphone merek Nokia menjadi
alternatif ketika membeli sebuah handphone karena handphone ini sangat
ekonomis dan juga sangat awet. Tetapi sekarang handphone merek Nokia sudah
ditinggalkan konsumen karena Nokia tetap menggunakan Symbian sebagai
Operating Systemnya.
Dalam membangun merek (brand awareness), merek tersebut harus
6
keberadaan merek tersebut, mengenal merek tersebut dengan baik, dan akhirnya
merek tersebut dapat melekat kuat dibenak konsumen (Ridwansyah, 2002). Merek
dapat memberi nilai tambah pada nilai yang ditawarkan oleh produk kepada
pelanggannya yang dinyatakan sebagai merek yang memiliki ekuitas merek
(Aaker, 2003:14).
Tabel berikutmerupakan hasil survei Top Brand Index yang menunjukkan
kekuatan merek. Top Brand Indeks adalah sebuah penghargaan terhadap
merek-merek yang memiliki Top Brand Indeks (TBI) tinggi dengan mengukur top of
mind awareness (yaitu didasarkan atas merek yang pertama kali disebut oleh
responden ketika kategori produknya disebutkan), last used (yaitu merek terakhir
kali digunakan/dikonsumsi dalam satu re-purchase cycle) dan future intention
(yaitu didasarkan atas merek yang ingin digunakan di masa mendatang)
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa handphone merek Nokia
selama tahun 2009-2012 masih menjadi market leader dalam kategori handphone,
akan tetapi Nokia cenderung relatif turun dari tahun ke tahun selama tahun
2009-2012.
Pada tahun 2009-2010 indeksnya mengalami penurunan sebesar 7,3 dari
79,30% menjadi 72,00% dan kemudian pada tahun 2011- 2012 indeksnya tetap
mengalami penurunan sebesar 10,5 dari 61,50% menjadi 54,20%. Hal ini
menunjukkan bahwa persaingan semakin ketat dan tidak selamanya posisi Top itu
mengalami kenaikan. Penurunan dalam Top Brand Indeks tentunya membuat
kategori merek handphone Nokia semakin kecil dan menjadi indikasi bahwa
Nokia mengalami penurunan performa dan juga kekuatan mereknya.
Merek yang diyakini memiliki nilai positif (positive brand beliefs) dapat
mempengaruhi evaluasi terhadap ekuitas merek secara positif pula, dan
meningkatkan favorability of attitude forward the brand (Assael, 1995). Menurut
Aaker (2003:165) Jika pelanggan tidak tertarik pada suatu merek dan membeli
karena karakteristik produk harga, kenyamanan, dan dengan sedikit
memperdulikan merek, kemungkinan ekuitas merek rendah sedangkan jika para
pelanggan cenderung membeli suatu merek walaupun dihadapkan pada para
pesaing yang menawarkan produk yang lebih unggul, misalnya dalam hal harga
kepraktisan, maka merek tersebut memiliki ekuitas tinggi.
Hal tersebut dikuatkan oleh data penjualan handphone merek Nokia di
salah satu konter handphone di Mojoagung yang bernama Astro Cell yang
8
Tabel 1.2
Data Penjualan Handphone Merek Nokia
Astr o Cell Mojoagung
Sumber: Astro Cell, Mojoagung
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa penjualan handphone
merek Nokia di Astro Cell Mojoagung setiap tahunnya mengalami penurunan,
mulai tahun 2010 sebesar 136 unit menjadi 209 unit, tahun 2011 juga mengalami
penurunan sebesar 65 unit menjadi 144 unit, dan kemuadian pada tahun 2012
Nokia masih mengalami penurunan sebesar 13 unit menjadi 131 unit. Hal ini
mengindikasikan bahwa adanya penurunan keputusan pembelian pada handphone
merek Nokia, sehingga penjualannya pada Astro Cell Mojoagung menjadi
menurun.
Keputusan untuk membeli yang diambil oleh pembeli itu sebenarnya
merupakan kumpulan dari sejumlah keputusan (Kotler, 2004). Pada umumnya
manusia bertindak rasional dan mempertimbangkan segala jenis informasi yang
tersedia dan mempertimbangkan segala sesuatu yang bisa muncul dari
tindakannya sebelum melakukan sebuah perilaku tertentu para pemasar harus
melihat lebih jauh bermacam-macam faktor yang mempengaruhi para pembeli dan
mengembangkan pemahaman mengenai cara konsumen melakukan keputusan
Tahun Total (Unit)
2009 345
2010 209
2011 144
2012 131
pembelian. Keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh perilaku konsumen.
Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi, serta menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan
yang mendahului dan menyusuli tindakan ini (Engel, dkk 1994).
David Aaker (1997) mengatakan bahwa untuk memenangkan persaingan
maka harus mempunyai brand equity yang kokoh yang akan berdampak terhadap
keputusan pembelian. “Brand equity can affect customer’s confidence in the
purchase decision” (David A. Aaker, 1991).
Berdasarkan permasalahan di atas menunjukkan bahwa Handphone Nokia
mengalami penilaian konsumen yang menurun yang kalah bersaing dengan
merek-merek seperti Samsung dan Sony Ericsson. Padahal Handphone Nokia
telah memberikan produk bagus untuk menarik konsumen untuk membeli produk
tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya ekuitas merek belum
tentu meningkatkan penjualan produk, sehingga keputusan pembelian terhadap
Handphone Nokia menjadi menurun.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “ANALISIS EKUITAS MEREK TERHADAP
KEPUTUSAN PEMBELIAN HANDPHONE MEREK NOKIA”.
1.1Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka masalah yang ada
pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Apakah terdapat pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian
10
1.2Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang, dan perumusan masalah yang telah diuraikan
diatas, maka tujuan penelitian ini antara lain adalah :
Untuk menganalisis ekuitas merek terhadap keputusan pembelian handphone
merek Nokia di Mojoagung.
1.3Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang diuraikan diatas,
maka manfaat yang diharapkan diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Peneliti
Menjadi masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan disiplin ilmu ekonomi khususnya Manajemen
Pemasaran.
2. Bagi perusahaan
a. Sebagai bahan refrensi bagi perusahaan umtuk mengetahui apakah
penerapan Ekuitas Merek mempengaruhi terhadap Keputusan
Pembelian.
b. Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk megembangkan
program Ekuitas Merek.
3. Bagi peneliti lain
Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang berminat untuk
melakukan penelitian di bidang yang sama.
4. Bagi Lembaga
Manfaat penelitian bagi lembaga atau institusi pendidikan adalah
sebagai bahan informasi dan pengembangan bagi penelitian
12
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Ter dahulu
Pada tahun 2011, Dimas Surya Wijaya telah melakukan penelitian dengan
judul penelitiannya adalah “Analisis Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap
Keputusan Pembelian Handphone Blackberry”. Variabel independen yang
digunakannya adalah elemen-elemen ekuitas merek, yang terdiri dari kesadaran
merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek. Sedangkan variabel
dependennya adalah keputusan pembelian. Dari hasil analisis regresi linier
berganda dalam penelitiannya, dapat disimpulkan bahwa variabel independen
memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian handphone Blackberry.
Pada tahun 2011, Amira Tria Hanin telah melakukan penelitian dengan
judul penelitiannya adalah “Analisis Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap
Keputusan Pembelian Handphone Blackberry”. Variabel independen yang
digunakannya adalah elemen-elemen ekuitas merek, yang terdiri dari kesadaran
merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek. Sedangkan variabel
dependennya adalah keputusan pembelian. Dari hasil analisis regresi linier
berganda dalam penelitiannya, dapat disimpulkan bahwa variabel independen
memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian handphone Blackberry.
Pada tahun 2013, R.Adi Subianto telah melakukan penelitian dengan judul
penelitiannya adalah “Pengaruh Elemen Ekuitas Merek Terhadap Rasa Percaya
Diri Pelanggan Di Semarang Atas Keputusan Pembelian Ponsel Sony Ericsson”.
Variabel independen yang digunakannya adalah elemen-elemen ekuitas merek,
yang terdiri dari kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas
merek. Sedangkan variabel dependennya adalah rasa percaya diri pelanggan atas
keputusan pembelian. Dari hasil analisis regresi linier berganda dalam
penelitiannya, dapat disimpulkan bahwa variabel independen memiliki pengaruh
positif terhadap keputusan pembelian handphone Blackberry.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh perilaku konsumen.
Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi, serta menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan
yang mendahului dan menyusuli tindakan ini (Engel, dkk, 1994).
Peter dan Olson (1999) mengemukakan bahwa inti dari pengambilan
keputusan konsumen adalah proses pengintregasian yang mengkombinasikan
pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih
salah satu diantaranya. Hasil dari proses pengintregasian ini adalah suatu pilihan,
yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berperilaku.
Kotler (2005) mengungkapkan bahwa seseorang mungkin dapat memiliki
peranan yang berbeda-beda dalam setiap keputusan pembelian. Berbagai peranan
yang mungkin terjadi antara lain sebagai berikut :
1. Pengambil inisiatif (initiator), yaitu orang yang pertama-tama
menyarankan atau memikirkan gagasan membeli produk atau jasa tertentu.
2. Orang yang mempengaruhi (influence), yaitu orang yang pandangan atau
14
3. Pembuat keputusan (decider),yaitu seseorang yang akan menentukan
keputusan mengenai produk yang akan dibeli, cara pembayaran, tempat
melakukan pembelian.
4. Pembeli (buyer), yaitu seseorang yang melakukan pembelian.
5. Pemakai (user), yaitu seseorang atau beberapa orang yang menikmati atau
memakai produk atau jasa.
Kotler (2005) merumuskan bahwa perilaku pembelian yang dilakukan oleh
konsumen dapat dibedakan menjadi 4 tipe, yaitu sebagai berikut:
1. Perilaku membeli yang kompleks
Keterlibatan konsumen dalam proses pemilihan dan pembelian
produk sangat tinggi. Keterlibatan konsumen dalam proses pemilihan dan
pembelian akan menjadi semakin tinggi apabila produk yang akan dibeli
merupakan produk berharga tinggi, jarang dibeli, berisiko, sangat
berkesan, dan informasi yang dimiliki konsumen mengenai produk
tersebut sedikit. Pemasar perlu membedakan ciri-ciri yang mencolok dari
mereknya. Perincian tersebut dapat dilakukan melalui media cetak yang
dapat menggambarkan produk mereka dengan lengkap melalui katalog
belanja.
2. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan
Keterlibatan konsumen dalam proses pemilihan serta pembelian
produk tinggi, namun konsumen akan melakukan proses pembelian
dengan waktu yang lebih cepat karena perbedaan dalam hal merek tidak
terlalu diperhatikan. Pemasar harus dapat memperhatikan hal-hal yang
dapat mempengaruhi pilihan konsumen terhadap merek, seperti harga,
lokasi, dan tenaga penjual. Selain itu, komunikasi pemasaran yang baik
juga diperlukan sebagai faktor yang dapat menimbulkan kepercayaan dari
konsumen terhadap produk dan agar konsumen merasa telah menentukan
pilihan yang tepat.
3. Perilaku membeli berdasarkan kebiasaan
Keterlibatan konsumen dalam proses pembelian ini relatif kecil.
Selain itu tidak terdapat perbedaan yang mencolok antar berbagai merek
dalam kategori produk sejenis, sehingga pemasar dapat memanfaatkan
promosi harga danpenjualan agar konsumen tertarik untuk membeli
produk tersebut.
4. Perilaku membeli yang mencari keragaman
Keterlibatan konsumen dalam proses pembelian relatif kecil,
namun terdapat perbedaan yang mencolok antar berbagai merek. Dalam
kondisi ini loyalitas konsumen kecil karena konsumen sering kali
berganti-ganti merek dalamkategori produk sejenis. Perpindahan merek tersebut
terjadi karena konsumeningin memperoleh keragaman, bukan karena
konsumen merasa tidak puas akan produk tersebut.
Proses pengambilan keputusan pembelian yang akan dilakukan oleh
16
Gambar 2.1
Tahapan Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Pengenalan
Proses membeli dimulai dengan tahap pengenalan masalah atau
kebutuhan. Kebutuhan dapat berasal dari dalam pembeli dan dari
lingkungan luar. Selain itu pembeli juga akan menyadari adanya suatu
perbedaan keadaan sebenarnya dan keadaan yang diinginkannya. Dalam
tahap ini sebaiknya pemasar mengetahui apa yang menjadi kebutuhan
konsumen atau masalah yang timbul dibenak konsumen, apa yang
menyebabkan semua masalah itu muncul, dan bagaimana kebutuhan atau
masalah itu dapat menyebabkan seseorang akan mencari produk tersebut.
2. Tahap pencarian informasi
Ketika seorang konsumen merasa bahwa ia harus membeli suatu
produk untuk memenuhi kebutuhannya, maka konsumen akan berusaha
untuk mencari sebanyak mungkin informasi mengenai produk yang akan
mereka beli. Jumlah informasi yang ingin diketahui seseorang konsumen
tergantung pada kekuatan dorongan kebutuhannya, banyaknya informasi
yang telah dimilikinya, kemudahan memperoleh informasi tambahan,
penilaiannya terhadap informasi tambahan, dan kepuasan apa yang
diperolehnya dari kegiatan mencari informasi tersebut. Konsumen dapat
memperoleh informasiyang dibutuhkan dari berbagai sumber, seperti
sumber pribadi, sumber niaga, sumber umum, dan sumber pengalaman.
3. Tahap penilaian alternatif
Dalam tahap ini konsumen diharuskan menentukan satu pilihan
diantara berbagai macam pilihan merek yang ada di pasar.
4. Tahap keputusan membeli
Keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah persepsi
konsumen tentang merek yang dipilih. Seseorang konsumen cenderung
akan menjatuhkan pilihannya kepada merek yang mereka sukai.
Sedangkan faktor eksternal adalah sikap orang lain dan situasi yang tak
terduga. Seorang konsumen yang akan melaksanakan keinginannya untuk
membeli sesuatu akan membuat lima macam sub keputusan pembelian,
antara lain keputusan tentang merek, keputusan membelin dari siapa,
keputusan tentang jumlah, keputusan tentang waktu pembelian, dan
keputusan tentang cara pembayaran.
5. Tahap perilaku pasca pembelian
Tugas pemasar bukan hanya memastikan bahwa produk yang
mereka pasarkan laku terjual, namun akan terus berlangsung hingga
periode pasca pembelian. Hal itu karena setelah konsumen melakukan
18
tanggapan dari konsumen mereka. Konsumen mungkin akan merasa puas
atau tidak puas atas produk yang telah mereka konsumsi.
Swastha (1990), mengungkapkan bahwa keputusan pembelian yang
dilakukan konsumen sesungguhnya merupakan kumpulan dari sejumlah
keputusan. Setiap keputusan yang diambil konsumen terdiri dari tujuh komponen,
yaitu sebagai berikut:
1. Keputusan tentang jenis produk
Para konsumen akan menggunakan uang yang mereka miliki untuk
memenuhi berbagai kebutuhannya. Oleh karena itu, produsen harus bisa
menarik konsumen agar mau membelanjakan uang yang mereka miliki
untuk membeli produk tersebut.
2. Keputusan tentang bentuk produk
Ukuran, mutu, corak dan berbagai hal lainnya mungkin akan
menjadi bahan pertimbangan konsumen sebelum mereka melakukan
keputusan pembelian. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat
memaksimalkan hal-hal yang biasanya dijadikan bahan pertimbangan oleh
konsumen.
3. Keputusan tentang merek
Dalam melakukan keputusan pembelian, konsumen juga akan
menentukan merek mana yang akan mereka pilih diantara sekian banyak
pilihan merek yang ada di pasar. Oleh karena itu, perusahaan harus
mengetahui alasan yang mendasari konsumen memilih merek tersebut.
4. Keputusan tentang penjualnya
Seorang konsumen mungkin akan memilih toko pengecer kecil,
pasar, atau supermarket sebagai tempat untuk membeli produk tersebut.
Oleh karena itu, perusahaan harus mengetahui alasan yang mendasari
konsumen dalam memilih tempat mereka melakukan keputusan
pembelian.
5. Keputusan tentang jumlah produk
Konsumen akan menentukan berapa banyak produk yang akan
mereka beli dan konsumsi. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu
memperkirakan berapa banyak produk yang akan dibeli oleh konsumen.
6. Keputusan tentang waktu
Waktu yang dipilih kponsumen untuk melakukan keputusan
pembelian akan dipengaruhi oleh ketersediaan dana. Oleh karena itu,
perusahaan harus dapat memperkirakan kapan konsumen akan melakukan
keputusan pembelian agar perusahaan dapat merencanakan waktu
produksi dan kegiatan pemasarannya.
7. Keputusan tentang cara pembayaran
Konsumen mungkin akan memilih cara tunai ataupun cicilan untuk
membeli produk yang mereka butuhkan. Cara yang akan dipilih konsumen
terkait dengan besarnya dana yang mereka miliki. Oleh karena itu,
perusahaan harus mengetahui cara yang dipilih konsumen dalam
20
Menurut R. Adi Subianto (2013), indikator yang mencirikan keputusan
pembelian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Kemantapan membeli.
2. Pertimbangan dalam membeli.
3. Kesesuaian atribut dengan keinginan dan kebutuhan.
2.2.2 Merek
American Marketing Association (Shimp, 2003) mendefinisikan merek
sebagai nama, istilah, tanda, simbol, desain, atau kombinasi keseluruhannya yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari penjualnya atau
sekelompok penjual, agar dapat dibedakan dari kompetitornya.
Merek (brand) memang bukan sekedar nama, istilah (term), tanda (sign),
simbol atau kombinasinya. Lebih dari itu, merek adalah ‘janji’ perusahaan untuk
secara konsisten memberikan feature, benefits dan services kepada para
pelanggan. Nilai dari suatu merek muncul dari persepsi dan asosiasi positif yang
dipegang oleh seseorang dan tidak hanya terdiri dari ide tentang fungsi perasaan
dan asosiasi. Merek dapat memiliki enam tingkatan pengertian : (Kotler,
2000:460)
1. Atribut (attributes)
Suatu merek membawa atribut-atribut dalam benak konsumen
merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. Mercedes memberi
kesan sebagai mobil yang mahal, dibuat dengan baik, dirancang dengan
baik, tahan lama, dan bergengsi tinggi.
2. Manfaat (benefits)
Atribut harus diterjemahkan kedalam manfaat fungsional dan
emosional. Atribut “tahan lama” dapat diterjemahkan menjadi manfaat
fungsional. Atribut “mahal” mungkin diterjemahkan menjadi manfaat
emosional.
3. Nilai (value)
Merek yang menyatakan sesuatu tentang nilai yang dimiliki oleh
produsen. Jadi Mercedes berarti kinerja tinggi, keamanan, gengsi, dan
lain-lain.
4. Budaya (culture)
Merek juga mewakili kriteria budaya tertentu. Mercedes mewakili
budaya Jerman: terorganisasi, efisien, dan bermutu tinggi.
5. Kepribadian (personality)
Mercedes mencerminkan pimpinan yang masuk akal (orang), singa
yang memerintah (binatang), atau istana yang agung (obyek).
6. Pemakai (user)
Merek menunjukkan konsumen mana yang membeli atau
menggunakan produk tersebut.
Suatu merek mempunyai lima komponen (Assael, 1993 : 393-400)
1. Nama merek (brand name)
Nama merek merupakan indikator inti yang mendasari dari merek,
basis untuk kesadaran maupun usaha-usaha komunikasi. Bahkan
22
mampu menggambarkan merek tersebut. Dengan kata lain, nama
merek bisa membentuk esensi dari konsep suatu merek (Aaker,
1997:277).
2. Simbol (symbol)
Simbol adalah bagian yang penting dari suatu merek yang
mempunyai bentuk yang unik. Suatu simbol dapat
mengkomunikasikan asosiasi-asosiasi yang bahkan atribut-atribut yang
spesifik (Aaker, 1997). Sebuah simbol bisa dengan sendirinya
menciptakan kesadaran, asosiasi, dan rasa suka atau perasaan
mempengaruhi loyalitas atau kesan kualitas (Aaker, 1997:294).
3. Pengemasan (the package)
Pengemasan mencakup kegiatan-kegiatan dalam mendesain dan
memproduksi kontainer atau pembungkusan untuk suatu produk.
Fungsi utama kemasan adalah untuk membungkus dan melindungi
produk. Selain itu, kemasan juga berfungsi untuk menarik perhatian,
menjelaskan produk, hingga membuat penjualan (Aaker, 1997:287).
4. The warranty
Pernyataan tertulis yang menggambarkan komitmen perusahaan
untuk mengganti atau memperbaiki produk yang rusak / cacat.
5. Citra merek (brand image)
Keseluruhan kesan yang terbentuk dalam benak konsumen oleh
karakteristik fisik merek, nama simbol, keriaasan, dan reputasi untuk
jasa.
Konsumen memandang merek sebagai bagian dari produk, dan pemberian
merek dapat menambah nilai produk tersebut (Kotler dan Amstrong, 1997:267).
Pemberian merek dapat bernilai bagi perusahaan dan pelanggan. Keuntungan
pemberian merek bagi perusahaan (Assael, 1993:400) :
1. Bila nama merek diasosiasikan dengan produk yang sukses, hal ini akan
menarik loyalitas pelanggan.
2. Merek yang telah membangun dasar loyalitas konsumen telah
mempunyain kekuatan.
3. Merek dengan loyalitas konsumen juga memelihara pendukung distribusi
lebih mudah.
4. Merek yang kuat dapat diturunkan dengan menerapkan pada spin-offs
dalam lini produk.
Keuntungan pemberian merek (branding) bagi konsumen:
1. Nama merek mengidentifikasi manfaat produk sehingga konsumen
mengetahui apa yang akan mereka peroleh.
Konsumen tidak perlu khawatir tentang variasi dalam isi dan kualitas dari
satu pembeli ke pembelian berikutnya.
2. Branding menfasilitasi belanja.
Penghargaan nama merek mengijinkan konsumen untuk membeli dengan
sedikit waktu yang diperlukan untuk membandingkan dan mencari
24
3. Nama merek juga memberikan informasi kepada konsumen.
Konsumen ingat rasa, isi, harga, dan kinerja suatu merek. Konsumen ingat
merek mana yang memuaskan mereka dan mana yang tidak. Karena hal
inilah branding membentuk kesempatan bagi konsumen untuk menjadi
loyal pada merek.
2.2.3 Ekuitas Merek
Menurut David A. Aaker dalam bukunya Durianto (2004:5), ekuitas merek
adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek,
nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh
sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan.
Menurut Aaker (2003:165), ekuitas merek dapat dikelompokkan dalam 5
kategori:
1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
2. Asosiasi Merek (Brand Associations)
3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
5. Tanpa mengikutsertakan aset-aset hak milik lain dari merek
Ekuitas merek dapat memberikan nilai bagi perusahaan (Durianto, dkk,
2004). Berikut adalah nilai ekuitas merek bagi perusahaan:
a. Ekuitas merek yang kuat dapat membantu perusahaan dalam upaya
menarik minat calon konsumen serta upaya untuk menjalin hubungan yang
baik dengan para pelanggan dan dapat menghilangkan keraguan konsumen
terhadap kualitas merek.
b. Seluruh elemen ekuitas merek dapat mempengaruhi keputusan pembelian
konsumen karena ekuitas merek yang kuat akan mengurangi keinginan
konsumen untuk berpindah ke merek lain.
c. Konsumen yang memiliki loyalitas tinggi terhadap suatu merek tidak akan
mudah untuk berpindah ke merek pesaing, walaupun pesaing telah
melakukan inovasi produk.
d. Asosiasi merek akan berguna bagi perusahaan untuk melakukan evaluasi
atas keputusan strategi perluasan merek.
e. Perusahaan yang memiliki ekuitas merek yang kuat dapat menentukan
harga premium serta mengurangi ketergantungan perusahaan terhadap
promosi.
f. Perusahaan yang memiliki ekuitas merek yang kuat dapat menghemat
pengeluaran biaya pada saat perusahaan memutuskan untuk melakukan
perluasan merek.
g. Ekuitas merek yang kuat akan menciptakan loyalitas saluran distribusi
yang akan meningkatkan jumlah penjualan perusahaan.
h. Empat elemen inti ekuitas merek (brand awareness, brand association,
perceived quality, dan brand loyalty) yang kuat dapat meningkatkan
kekuatan elemen ekuitas merek lainnya seperti kepercayaan konsumen,
26
2.2.3.1 Kesadar an Merek
David A. Aaker dalam Durianto dkk (2001:54) mendefinisikan kesadaran
merek (brand awareness) sebagai kesanggupan seorang calon pembeli untuk
mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari
kategori produk tertentu.
Kesadaran merek merupakan elemen ekuitas yang sangat penting bagi
perusahaan karena kesadaran merek dapat berpengaruh secara langsung terhadap
ekuitas merek. Apabila kesadaran konsumen terhadap merek rendah, maka dapat
dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga akan rendah. Aaker (1997),
mengungkapkan bahwa kesadaran merek merupakan gambaran dari kesanggupan
seorang calon pembeli untuk mengenali dan mengingat kembali suatu merek
sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu.
Aaker (2003), menyatakan bahwa ada 4 tingkatan kesadaran merek, mulai
dari kesadaran merek tingkat terendah sampai tingkat tertinggi sebagai berikut:
1. Tidak menyadari merek, yaitu tingkat dimana calon konsumen tidak
menyadari kehadiran suatu merek.
2. Pengenalan merek, yaitu tingkat dimana ingatan konsumen terhadap suatu
merek akan muncul apabila konsumen diberi bantuan agar dapat kembali
mengingat merek tersebut.
3. Pengingatan kembali terhadap merek, yaitu tingkat dimana konsumen
dapat mengingat kembali suatu merek tanpa diberikan bantuan apapun.
4. Puncak pikiran, yaitu tingkat dimana suatu merek menjadi merek yang
pertama kali disebutkan atau yang pertama kali muncul di benak
konsumen. Dalam tingkatan ini merek tersebut telah menjadi merek utama
yang ada dipikiran konsumen.
Menurut Dimas Surya Wijaya (2011), indikator yang mencirikan
kesadaran merek yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Kemampuan konsumen dalam menyebut merek diantara lainnya.
2. Kemampuan konsumen dalam mengetahui model varian merek
3. Kemampuan konsumen dalam pemahaman informasi merek.
2.2.3.2 Asosiasi Merek
Asosiasi merek adalah segala sesuatu yang berkaitan secara langsung
maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen mengenai sebuah merek (David
A. Aaker, 2001:167). Asosiasi merek dapat menciptakan nilai yang pada akhirnya
menciptakan reasa puas dibenak konsumen (Aaker, 2004:84).
Simamora (2001:82), asosiasi merek yang menciptakan nilai bagi
perusahaan dan para pelanggan juga dapat digunakan untuk:
1. Membantu proses penyusunan informasi.
2. Membedakan merek dengan merek lain.
3. Alasan pembelian.
4. Menciptakan atau perasaan positif karena pengalaman ketika
menggunakan produk.
5. Landasan perusahaan untuk melakukan perluasan merek.
28
1. Atribut
Yaitu sifat merek yang tidak tampak seperti persepsi harga, citra
pengguna, personalitas merek, dan perasaan terhadap citra merek.
2. Manfaat
Yaitu manfaat yang diperoleh seorang konsumen ketika memilih,
membeli, dan menggunakan sebuah merek barang atau jasa.
3. Perilaku
Yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan atau perilaku
yang dilakukan oleh konsumen terhadap sebuah merek barang atau jasa.
Menurut Dimas Surya Wijaya (2011), indikator yang mencirikan asosiasi
merek yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Popularitas handphone dibenak konsumen.
2. Pencitraan handphone dibenak konsumen.
3. Karakteristik handphone secara keseluruhan.
2.2.3.3 Persepsi Kualitas
Menurut Susanto (2004:129), persepsi kualitas dapat didefinisikan sebagai
persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk
atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan.
Terdapat 5 nilai yang dapat menggambarkan nilai-nilai dari persepsi
kualitas (Durianto, dkk, 2004) sebagai berikut:
1. Alasan untuk membeli
Persepsi kuaitas yang baik dapat membantu periklanan dan
promosi yang dilakukan perusahaan menjadi lebih efektif, yang akan
terkait dengan keputusan pembelian oleh konsumen.
2. Diferensiasi atau posisi
Persepsi kualitas suatu merek akan berpengaruh untik menentukan
posisi merek tersebut dalam persaingan.
3. Harga optimum
Penentuan harga optimum yang tepat dapat membantu perusahaan
untuk meningkatkan persepsi kualitas merek tersebut.
4. Minat saluran distribusi
Pedagang akan lebih menyukai untuk memasarkan produk yang
disukai oleh konsumen, dan konsumen lebih menyukai produk yang
memiliki persepsi kualitas yang baik.
5. Perluasan merek
Persepsi kualitas yang kuat dapat dijadikan sebagai dasar oleh
perusahaan untuk melaksanakan kebijakan perluasan merek.
Menurut Dimas Surya Wijaya (2011), indikator yang mencirikan persepsi
kualitas yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Pandangan konsumen mengenai kualitas produk secara keseluruhan.
2. Kemudahan konsumen dalam mengoperasikan fitur-fitur handphone.
30
2.2.3.4 Loyalitas Merek
Loyalitas merek (brand loyalty) menurut Ford (2005:132), dapat dilihat
dari seberapa sering orang membeli merek itu dibanding dengan merek lainnya.
Loyalitas merek tidak dapat terjadi tanpa melalui tindakan pembelian dan
pengalaman menggunakan suatu merek. Hal ini membedakan loyalitas merek
dengan elemen ekuitas merek lainnya dimana pelanggan memiliki kesadaran
merek, persepsi kualitas, dan asosiasi merek tanpa terlebih dahulu membeli dan
menggunakan merek (Aida, 2007:148).
Menurut konsep Brand Equity Ten yang dikembangkan oleh David A.
Aaker (1997), kategori loyalitas merek mewakili 2 elemen, yaitu sebagai berikut:
1. Loyalitas
Menurut Durianto, dkk (2004) kepuasan adalah pengukuran secara
langsung mengenai konsumen yang loyal terhadap suatu merek,
sedangkan loyalitas merupakan hasil akumulasi dari pengalaman
konsumen selama menggunakan produk. Menurut Aaker (1997), loyalitas
konsumen terhadap merek memiliki tingkatan yang berbeda-beda, yaitu
sebagai berikut:
a. Pembeli yang berpindah-pindah merupakan tingkatan loyalitas yang
paling rendah. Perpindahan merek biasanya dipengaruhi oleh perilaku
pembelian dilingkungan sekitar.
b. Pembeli yang bersifat kebiasaan, yaitu pembeli yang mengalami
ketidakpuasan ketika mengkonsumsi suatu produk karena ia membeli
suatu produk hanya berdasarkan kebiasaan saja.
c. Pembeli yang puas dengan biaya peralihan, yaitu pembeli yang merasa
puas dengan merek yang mereka konsumsi, namun mereka
berkeinginan melakukan perpindahan merek.
d. Menyukai merek adalah pembeli yang benar-benar menyukai merek
karena alasan persepsi kualitas yang tinggi, pengalaman, dan lain-lain.
e. Pembeli yang berkomitmen adalah kelompok pembeli yang setia
karena mereka merasa bangga ketika menggunakan produk tersebut
dan secara sukarela bersedia untuk merekomendasikan merek kepada
orang lain.
Loyalitas merek dapat memberikan nilai kepada perusahaan,
diantaranya adalah sebagai berikut (Durianto, dkk, 2004) :
a. Mengurangi biaya pemasaran.
b. Meningkatkan perdagangan.
c. Menarik konsumen baru.
d. Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan.
2. Harga Optimum
Harga optimum adalah ukuran sampai seberapa tinggi konsumen
bersedia membayar lebih untuk membeli suatu merek dibandingkan
dengan merek lain. Harga optimum dapat dijadikan sebagai indikator
untuk mengukur loyalitas konsumen terhadap suatu merek. Harga
optimum mencerminkan kebijakan penetapan harga yang lebih daripada
harga pasar yang disebabkan oleh berbagai hal. Harga optimum
32
pengukuran ini langsung mengetahui konsumen yang loyal terhadap suatu
merek. Konsumen yang memiliki loyalitas tinggi akan bersedia untuk
membayar harga yang lebih tinggi dari harga yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Menurut Dimas Surya Wijaya (2011), indikator yang mencirikan loyalitas
merek yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Komitmen pelanggan pada handohone.
2. Kesetiaan konsumen pada handphone.
3. Rekomendasi konsumen kepada yang membutuhkan handphone.
2.2.4 Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian
Aaker (1997:23) menyatakan bahwa ekuitas merek (brand equity)
sangat berpengaruh terahadap keputusan pembelian karena kelima dimensi
yang terdapat dalam ekuitas merek yaitu brand awareness, brand
association, perceived quality, brand loyalty, dan other asset dapat
memberikan nilai kepada konsumen dengan memperkuat informasi rasa
percaya diri dalam keputusan pembelian serta pencapaian keputusan
tersebut, sehingga terdapat hubungan yang positif antara lima dimensi dari
ekuitas merek dengan keputusan pembelian konsumen.
David Aaker (1997) mengatakan bahwa untuk memenangkan
persaingan maka harus mempunyai brand equity yang kokoh yang akan
berdampak terhadap keputusan pembelian. “Brand equity can affect
customer’s confidence in the purchase decision” (David A. Aaker, 1991).
Merek yang memiliki top of mind yang tinggi mempunyai nilai
yang tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek
tersebut tidak dipertimbangkan di benak konsumen. Biasanya
merek-merek yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah merek-merek yang disukai
atau dibenci (Durianto dkk, 2004).
Jadi berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ekuitas
merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian.
2.3 Kerangka Konseptual
Berdasarkan tinjauan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat
disusun kerangka pemikiran dalam penelitian ini, seperti yang ada dalam gambar
34
2.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian dalam penelitian ini
dapat diambil hipotesis sebagai berikut:
Ekuitas Merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian
Handphone Merek Nokia di Mojoagung.
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.1.1 Definisi Operasional Variabel
Variabel beserta definisi operasional yang digunakan dalam
pembahasan penelitian ini adalah:
Ekuitas Merek (X)
Ekuitas merek adalah seperangkat aset yang di miliki perusahaan
yang berkaitan dengan merek, nama dan symbol yang dapat menambah
atau mengurangi nilai yang di berikan produk, yaitu:
a. Kesadar an Merek (X1 )
Kesadaran merek merupakan mengenali dan mengingat kembali suatu
merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tersebut. Dengan
indikator (Dimas Surya Wijaya, 2011):
1. Kemampuan konsumen dalam menyebutkan merek diantara
lainnya (X1.1 ).
2. Kemampuan konsumen dalam mengetahui model varian merek
(X1.2).
3. Kemampuan konsumen dalam pemahaman informasi merek (X1.3).
b. Asosiasi Merek (X2)
Asosiasi merek merupakan ingatan kembali suatu merek, yang diukur
36
1. Popularitas handphone dibenak konsumen (X2.1).
2. Pencitraan handphone dibenak konsumen (X2. 2 ).
3. Karakteristik handphone secara keseluruhan (X2.3).
c. Per sepsi Kualitas (X3)
persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap kualitas
suatu produk yang sesuai dengan harapan konsumen. dengan indikator
(Dimas Surya Wijaya, 2011):
1. Pandangan konsumen mengenai kualitas produk secara
keseluruhan (X3.1).
2. Kemudahan konsumen dalam mengoperasikan fitur-fitur
handphone (X3.2).
3. Kehandalan handphone dibenak konsumen (X3.3).
d. Loyalitas Merek (X4 )
Loyalitas merek merupakan perilaku konsisten pelanggan untuk
membeli suatu merek tersebut, yang diukur dengan indikator (Dimas
Surya Wijaya, 2011) :
1. Komitmen konsumen pada handphone (X4.1).
2. Kesetiaan konsumen pada handphone (X4.2 ).
3. Rekomendasi konsumen kepada yang membutuhkan handphone
(X4.3 ).
3.1.2 Variabel Dependen
a. Keputusan Pembelian (Y)
Keputusan pembelian merupakan dorongan dari individu dalam
melakukan suatu pembelian. Indikator dari variabel dependen ini adalah
(R. Adi Subianto, 2013):
1. Kemantapan membeli. (Y1).
2. Pertimbangan dalam membeli. (Y2).
3. Kesesuaian atribut dengan keinginan dan kebutuhan. (Y3).
3.1.3 Pengukuran Variabel
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal dengan teknik
pengukuran sikap menggunakan skala likert. Menurut Riduwan (2004:90)
menyatakan bahwa skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan
persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau fenomena social.
Seperti contoh:
STS TS N S SS
Keterangan:
STS: Sangat Tidak Setuju S: Setuju
TS: Tidak Setuju SS: Sangat Setuju
N: Netral
Tanggapan atau pendapat konsumen dinyatakan dengan memberi skor
38
disebelahnya, dimana nilai 1 menunjukkan nilai terendah dan nilai 5 nilai
tertinggi. Jawaban dengan nilai antara 1-2 berarti kecenderungan untuk tidak
setuju dengan pertanyataan yang diberikan, sedangkan jawaban dengan nilai 4-5
berarti cenderung setuju dengan pernyataan yang diberikan.
3.2 Teknik Penentuan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi merupakan himpunan individu atau kelompok yang memiliki ciri
atau karakteristik yang sama yang menjadi populasi dalam penelitian. Yang
menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pembeli dan pengguna
handphone merek Nokia di Mojoagung.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri dan karakteristik
yang sama dengan populasi tersebut. Metode pengambilan sampel dilakukan
adalah non probability sampling dengan accidental sampling yaitu teknik
penentuan sampel kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan ketemu
dengan peneliti dan dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang
kebetulan bertemu itu cocok sebagai sumber data (sugiyono,2009).
Teknik penentuan sampel yang dipergunakan adalah berdasarkan pedoman
pengukuran sampel menurut (imam ghozali,2011), antara lain :
1. Sepuluh kali skala terbesar dari indikator (kausal) formatif (catatan skala
untuk konstruk yang didesain dengan refleksif indikator dapat diabaikan).
2. Sepuluh kali dari jumlah terbesar structural path yang diarahkan pada
konstruk tertentu dalam model struktural.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dan
peneliti memilih menggunakan accidental sampling. Sampel dalam penelitian ini
adaah pembeli dan pengguna handphone merek Nokia di Mojoagung sebesar 90
responden (yang berasal dari indikator formatif yang berjumlah 9, kemudian
dijumlah 9X10=90).
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 J enis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh peneliti langsung dari sumber asli.
Data primer diperoleh dari pengisian kuesioner oleh pembeli dan pengguna
handphone merek Nokia di Mojoagung.
a. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari pihak yang
mengambil data primer. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data sekunder
dari www.topbrandaward.com
3.3.2 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket atau kuesioner.
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan secara tertulis yang akan dijawab oleh
responden penelitian, agar peneliti memperoleh data lapangan / empiris untuk
memecahkan masalah penelitian dan menguji hipotesis yang telah ditetapkan
(Supardi,2005:127). Dalam penelitian ini, kuesioner yang digunakan adalah
40
disediakan jawabannya, sehingga responden hanya memilih dari alternatif
jawaban yang sesuai dengan pendapat atau pilihannya (Supardi,2005:133). Cara
pengumpulan data tersebut dilakukan dengan prosedur : 1) responden diberi
kuesioner, 2) sambil mengisi kuesioner, ditunggu dan diberikan penjelasan jika
belum jelas terhadap apa yang dibaca, 3) setelah responden mengisi kemudian
jawaban tersebut ditabulasi, diolah, dianalisis dan disimpulkan.
Gambar 3.1
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.4.1 Teknik Analisis
Partial Least Squar e
Partial Least Square (PLS) merupakan sebuah metode untuk
mengkonstruksi model-model yang dapat diramalkan ketika faktor-faktor
terlalu banyak. PLS dikembangkan pertama kali oleh Wold sebagai
metode umum untuk mengestimasi path model yang menggunakan
variabel laten dengan mutiple indikator. PLS juga merupakan faktor
indeterminacy metode analisis yang powerful karena tidak mengasumsikan
data harus dengan pengukuran skala tertentu, jumlah sampel
kecil.Awalanya Partial Least Square berasal dari ilmu sosial (khususnya
Ekonomi, HermanWold, 1996).Model ini dikembangkan sebagai altrnatif
untuk situasi dimana dasar teori pada perancangan model lemah atau
indikator yang tidak tersedia tidak memenuhi model pengukuran
refleksif.PLS selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori juga dapat
digunakan untuk membangun hubungan yang belum ada landasan teorinya
atau pengujian proposisi. Selain PLS, metode lain yang dapat digunakan
adalah SEM (Structur Equation Modelling) tetapi dengan jumlah sampel
yang besar.
SEM dengan menggunakan diagram jalur memiliki beberapa ciri,
42
a. Model struktural memenuhi sifat model rekursif.
b. Variabel laten, ada yang model pengukurannya bersifat formatif
(soaial keluarga, ekonomi keluarga, kesejahteraan keluarga dan minat
kembali ke luar negeri). Dalam model formatif, indikator dipandang
sebagai variabel laten menurut Bollen dan Lennox (1991). Dan ada
yang bersifat refleksif. Dalam model refleksif indikator atau manifest
dipandang sebagai variabel yang dipengaruhi oleh variabel laten,
sehingga perubahan dalam satu indikatornya akan berakibat pada
perubahan indikator lainnya dengan arah yang sama. Sructur Equation
Model (SEM) adalah salah satu bidang kajian statistik yang dapat
menguji sebuah rangkaian hubungan yang relatif sulit terukur secara
bersamaan. SEM terdiri dari model yang cocol untuk pasangan data.
Berdasarkan ciri ke 2, maka penerapan SEM tidak bisa digunakan,
mengingat SEM hanya bisa digunakan pada model struktural yang
variabel latennya memiliki indikator bersifat refleksif.
SEM berbasis covariance based, adapun perbedaan antara
covariance based SEM dengan component based PLS adalah dalam
penggunaan model persamaan struktural untuk menguji teori atau
pengembangan teori untuk tujuan prediksi oleh Ghozali (2008:5).
Pada situasi dimana penelitian mempunyai dasar teori yang kuat dan
pengujian teori atau pengembangan teori sebagai tujuan utama riset,
maka metode dengan covariance based lebih sesuai. Namun demikian
adanya indeterminacy dari estimasi faktor score maka akan kehilangan
ketepatan prediksi dari pengujian teori tersebut. Untuk tujuan prediksi,
pendekatan PLS lebih cocok. Karena pendekatan untuk mengestimasi
variabel laten dianggap sebagai kombinasi linier dari indikator maka
menghindarkan masalah indeterminacy dan memberikan definisi yang
pasti dari komponen skor. Bilamana model struktural yang akan
dianalisis memenuhi model rekursif dan variabel laten memiliki
indikator yang besifat forematif, refleksif atau campuran, maka yang
tepat diterapkan adalah PLS.
PLS merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk tujuan
prediksi, hal ini terutama pada kondisi dimana indikator bersifat
formatif. Dengan variabel laten berupa kombinasi linier dari
indikatornya, maka prediksi nilai dari variabel dapat dengan mudah
diperoleh, sehingga prediksi terhadap variabel laten yang
dipengaruhinya juga dapat dengan mudah dilakukan (Ghozali2008).
Sedangkan SEM kurang cocok untuk tujuan prediksi karena
indikatornya bersifat relfeksif, sehingga perubahan nilai dari suatu
indikator sangat sulit untuk mengetahui perubahan nilai dari variabel
laten, sehingga pelaksanaan prediksi sulit dilakukan. Oleh karena itu
dalam penelitian ini digunakan metode PLS.
Didalam PLS variabel laten bisa berupa hasil pemcerminan
indikatornya, diistilahkan dengan indikator refleksif (reflesive
44
indikatornya, diistilahkan dengan indikator formatif (formative
indicator).
1. Model refleksif dipandang secara matematis indikator seolah-olah
sebagai variabel yang dipengaruhi oleh variabel laten. Hal ini
mengakibatkan bila terjadi perubahan dari suatu indikator akan
berakibat pada perubahan pada indikator lainnya dengan arah
yang sama.
Ciri-ciri model indikator reflektif adalah :
a. Arah hubungan kausalitas seolah-olah dari variabel laten
(Y) ke indikator (X1, X2, X3, X4).
b. Anatra indikator diharapkan saling berkorelasi (memiliki
internal consitency reliability).
c. Menghilangkan satu indikator dari model pengukuran
tidak akan merubah makna dan arti variabel laten.
d. Menghitung adanya kesalahan pengukuran (error) pada
tingkat indikator.
2. Model formatif dipandang secara matematis indikator seolah-olah
sebagai variabel yang mempengaruhi variabel laten, jika salah
satu indikator meningkat, tidak harus diikuti oleh peningkatan
indikator lainnya dalam satu kontruk, tapi jelas akan
meningkatkan variabel latennya.
PLS adalah salah satu metode yang dapat menjawab masalah
pengukuran indeks keputusan pembelian karena PLS tidak
memerlukan asumsi yang ketat, baik mengenai sebaran dari
sebuah pengamatan maupun dari ukuran contoh yang tidak besar.
Keunggulan PLS antara lain :
1. Fleksibilitas dari algoritma
Dimensi ukuran bukan masalah, misalnya variabelnya banyak.
2. Dapat mencocokkan data dengan komponen yang lebih sedikit
(sampel data tidak harus besar).
Metode lain yang dapat digunakan adalah LISREL (Linier
Sructural Relations, software / program computer yang sering
digunakan pada SEM) yaitu metode yang dalam perhitungannya
memerlukan sebaran data berdistribusi normal dan ukuran sampel
harus besar (n > 100) (Bacon, 1997). Oleh J or eskog dan Wold
(1982), PLS dikembangkan sebagai metode umum untuk
pendugaan model laten yang diukur secara tidak langsung oleh
perubah penjelas.
Cara Kerja PLS
Estimasi parameter yang didapat dengan PLS dapat dikategorikan
menjadi tiga. Kategori pertama yaitu weight estimate yang digunakan
untuk menciptakan skor atau nilai variabel laten. Kedua mencerminkan
estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten dan
antar variabel laten dan indikatornya (loading), ketiga berkaitan dengan
means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator