• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN PENDIDIKAN DI RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL ANAK “GRATAMA” DALAM UPAYA PENANGANAN ANAK JALANAN DI KOTA SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN PENDIDIKAN DI RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL ANAK “GRATAMA” DALAM UPAYA PENANGANAN ANAK JALANAN DI KOTA SEMARANG"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

1

IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN PENDIDIKAN

DI RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL ANAK

“GRATAMA”

DALAM UPAYA PENANGANAN ANAK JALANAN

DI KOTA SEMARANG

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Oleh Ani Zuliyani NIM 3401407074

Jurusan Hukum Dan Kewarganegaraan

Fakultas Ilmu Sosial

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi Fakultas Ilmu Sosial Unnes pada

Hari : Selasa Tanggal : 26 Juli 2011

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Maman Rachman, M. Sc Drs. Tijan, M. Si

NIP.194806091976031001 NIP.1962112019870211001

Mengetahui, Ketua Jurusan HKn

Drs. Slamet Sumarto, M. Pd NIP. 19610127 198601 1 001

(3)

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan sidang panitia ujian skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada

(4)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau

seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 26 Juli 2011

Ani Zuliyani NIM. 3401407074

(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

1. Kegagalan hanya situasi tak terduga yang menuntut transformasi dalam makna positif (Eugenio Barba).

2. Tidak ada jaminan kesuksesan, namun tidak mencobanya adalah jaminan kegagalan (Bill Clinton).

3. Untuk membahagiakan seseorang isilah tangannya dengan kerja, cintanya dengan kasih sayang, pikirannya dengan tujuan, ingatannya dengan ilmu yang bermanfaat, masa depannya dengan harapan, dan perutnya dengan makanan.

(Frederick E. Crane ).

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Bapak dan ibu tercinta yang tidak pernah berhenti mendukungku, mendoakanku, dan memberikan semangat di setiap saat.

2. Adikku tercinta, yang selalu memberikan dukungan dan semangat.

3. Seluruh keluarga besarku yang selalu mendoakan yang terbaik untukku.

(6)

PRAKATA

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul ”Implementasi

Program Bantuan Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama

Semarang dalam Upaya Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang”dapat

terselesaikan.

Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa tersusunnya skripsi ini bukan hanya atas kemampuan dan usaha penulis sendiri, namun juga berkat bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan yang sebesar-besarnya terima kasih kepada: memberi semangat dan membantu dalam terselesainya penyusunan skripsi ini. 5. Drs. Tijan, M.Si dosen pembimbing II yang dengan sabar mengarahkan dan

meluangkan waktunya untuk membimbing kami dalam penyusunan skripsi ini.

6. Dwi Priyanto, pimpinan RPSA Gratama Semarang yang telah banyak membantu dalam memberikan data untuk penyusunan skripsi ini.

(7)

7. Bapak dan Ibu Dosen Prodi PPKn Fakultas Ilmu Sosial Unnes yang telah memberi bekal pengetahuan kepada penulis.

8. Ali Anwar dan Wahyuni, bapak dan ibu tercinta yang telah memberikan semangat dan dorongan spiritual dan material kepada penulis.

(8)

SARI

Zuliyani, Ani. 2011. Implementasi Program Bantuan Pendidikan di Rumah

Perlindungan Sosial Anak “Gratama” Semarang dalam Upaya Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang. Skripsi. Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Prof. Dr. Maman Rachman, M.Sc. Pembimbing II Drs. Tijan, M. Si. 101 hlm.

Kata kunci: Implementasi, Program Bantuan Pendidikan, RPSA, Anak Jalanan.

Penelitian ini dilakukan dengan latar belakang bahwa salah satu hak anak adalah mendapatkan pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi dan kecerdasan anak sesuai dengan bakat dan minatnya. Secara normatif, Negara Republik Indonesia menjamin kesejahteraan anak, termasuk hak anak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang layak. Namun, pada kenyataannya menunjukkan bahwa masih tingginya angka putus sekolah di Indonesia termasuk yang dialami oleh anak jalanan.

(9)
(10)

DAFTAR ISI

(11)

D. Pengertian RPSA ... 26

E. Anak Jalanan... 27

F. Kerangka Berfikir... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 34

B. Lokasi Penelitian ... 35

C. Fokus Penelitian ... 35

D. Sumber Data Penelitian ... 36

E. Metode Pengumpulan Data ... 37

(12)

DAFTAR TABEL

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Faktor Penentu Implementasi Kebijakan Menurut George Edwards III...16

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 : Instrumen Penelitian 2. Lampiran 2 : Identitas Responden

3. Lampiran 3 : Foto Hasil Penelitian Implementasi Program di RPSA Gratama Semarang

4. Lampiran 4 : Kartu Bimbingan Skripsi

5. Lampiran 5 : Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Universitas Negeri Semarang/Kesbangpol dan Linmas Kota Semarang untuk Kepala Dinsospora Kota Semarang

6. Lampiran 6 : Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Unnes/Kesbangpol dan Linmas Kota Semarang untuk Pimpinan RPSA Gratama 7. Lampiran 7 : Daftar Anak Jalanan Binaan RPSA Gratama yang Masih

Sekolah Tahun 2011

8. Lampiran 8 : Transkip Wawancara Penelitian Implementasi Program Bantuan Pendidikan di RPSA Gratama

9. Lampiran 9 : Surat Keterangan Penelitian dari Dinsospora Kota Semarang 10.Lampiran 10 : Surat Keterangan Penelitian dari RPSA Gratama Semarang.

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak (pasal 23 Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002).

Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis, dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.

(16)

memenuhi hak anak. Akibatnya, banyak anak yang terpaksa meninggalkan bangku sekolah atau drop out.

Menurut Ketua Yayasan Lembaga GNOTA, Jeannette Sudjunadi (Puji, 2010), berdasarkan data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat tahun 2009, di Indonesia terdapat sedikitnya 13.685.324 anak sekolah usia 7 hingga 15 tahun yang putus sekolah. Sebanyak 419.940 (32 persen) diantaranya berada di Provinsi Jawa Tengah. Program-program bantuan yang dapat diakses dari jumlah angka putus sekolah ini agar anak tersebut tidak putus sekolah masih sangat minim. http://www.republika.co.id (3 februari 2011).

(17)

tetapi tidak demikian bagi sebagian orang yang kurang beruntung. Sulitnya mencari pekerjaan kadang kala memaksa mereka untuk mencari nafkah dengan jalan mengemis atau mengamen. Pada akhirnya mereka menjadi gelandangan. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja, akan tetapi juga terjadi pada anak-anak. Hampir di seluruh jalanan besar Kota Semarang, sering kita jumpai anak-anak usia sekolah meminta-minta, mengamen, mengelap mobil, menyemir sepatu, berjualan koran, dan sebagainya. Anak-anak inilah yang disebut anak jalanan.

Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat umum lainnya. Definisi tersebut kemudian berkembang, bahwa anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktunya di jalanan, baik untuk bekerja maupun tidak, yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarganya, dan anak-anak yang mandiri sejak kecil karena kehilangan orang tua atau keluarga. Fenomena anak jalanan ini merupakan fenomena nyata dalam kehidupan. Sering kali keberadaan mereka diabaikan dan tidak dianggap ada oleh sebagian besar masyarakat, terutama masyarakat awam.

Fenomena yang terjadi di Kota Semarang adalah semakin meningkatnya jumlah anak jalanan. Jumlah anak jalanan di Semarang sendiri, dari tahun ke tahun semakin meningkat.

(18)

anak jalanan perempuan yang tersebar dalam 16 kecamatan di Kota Semarang, sedangkan gelandangan (21 tahun keatas) berjumlah 218 orang (2003).

Tabel 1. Jumlah Anak Jalanan di Kota Semarang

No Jenis Kelamin

Sumber: Bagian PMKS Dinsospora Kota Semarang * Sumber: Skripsi Pratiwi Wijayanti, 2010

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa jumlah anak jalanan mengalami perkembangan yang pesat. Diperkirakan jumlah anak jalanan pada tahun 2011 juga akan mengalami peningkatan. Menurut rekapitulasi bagian PMKS tahun 2010, ada sekitar 181 anak yang rentan menjadi anak jalanan, terdiri dari 88 anak jalanan perempuan dan 93 anak jalanan laki-laki.

(19)

Tabel 2. Data Anak jalanan di Kantong Binaan RPSA Gratama Pendataan ini tidak mencakup seluruh anak jalanan yang ada di Semarang namun hanya meliputi daerah kerja RPSA (Rumah Perlindungan Sosial Anak) Gratama Semarang seperti daerah Jatingaleh, Citarum, Ada Srondol, Kaligarang, Bangkong, dan lain-lain.

(20)

mayeng (pemungut barang sampah). Anak jalanan tersebut menyebar di berbagai titik Kota Semarang, di antaranya kawasan Tugu Muda, Simpang Lima, Pasar Johar, Bundaran Kalibanteng, Perempatan Metro, Pasar Karangayu, dan Swalayan ADA Banyumanik (Jawa Pos, 21 Juli 2008).

Menjadi anak jalanan tentunya bukanlah sebuah pilihan hidup, namun menjadi anak jalanan adalah suatu keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya sebab-sebab tertentu. Bagi sebagian anak, hidup di jalanan mempunyai dampak yang positif misalnya anak menjadi tahan bekerja keras karena sudah terbiasa dengan panas dan hujan. Disamping itu, anak menjadi mandiri.

(21)

Tabel 3. Masalah yang Dihadapi Anak jalanan

Aspek Permasalahan yang Dihadapi

Pendidikan Sebagian besar putus sekolah karena waktunya habis di jalan

Intimidasi Menjadi sasaran tindak kekerasan anak jalanan yang lebih dewasa, kelompok lain, petugas, dan razia

Tempat Tinggal Umumnya di sembarang tempat, di gubuk-gubuk, atau di pemukiman kumuh

Risiko Kerja Tertabrak, pengaruh sampah

Hubungan dengan Keluarga Umumnya renggang, dan bahkan sama sekali tidak berhubungan

Makanan Seadanya, kadang mengais dari tempat sampah, kadang beli.

Sumber: Bagong Suyanto, 2003.

Tabel di atas menunjukkan masalah-masalah yang dihadapi oleh anak jalanan pada umumnya. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa masalah pendidikan menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh anak jalanan. Hal ini dikarenakan banyak anak jalanan yang waktunya habis di jalan sehingga sebagian besar putus sekolah.

Melihat fenomena tersebut, pemerintah dan LSM mendirikan tempat-tempat penampungan bagi anak-anak jalanan dan anak-anak terlantar, misalnya Panti Asuhan dan Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA).

(22)

Yayasan Gradhika yang difungsikan sebagai implementor program RPSA melalui RPSA Gratama.

RPSA (Rumah Perlindungan Sosial Anak) Gratama adalah salah satu rumah singgah bagi anak-anak jalanan di Kota Semarang. RPSA Gratama ini bekerja di bawah naungan Yayasan Gradhika. RPSA Gratama ini terletak di jalan Stonen Utara I No. 34 Semarang. Organisasi kemasyarakatan ini sangat peduli dan menaruh perhatian terhadap nasib anak terlantar atau anak jalanan di Kota Semarang.

Sebenarnya sampai saat ini masih ada empat RPSA yang masih aktif di Kota Semarang yaitu RPSA Gratama, YKKS, RPSA Pelangi, dan RPSA Anak Bangsa. Namun, dari keempat RPSA ini RPSA Gratama dipilih sebagai lokasi penelitian karena program-program yang dijalankan RPSA Gratama paling lengkap yaitu program bantuan pendidikan, bantuan keterampilan, dan program bantuan modal orang tua anak jalanan.

RPSA Gratama berdiri pada tahun 1998 dan mulai aktif pada tahun 1999. Sejak saat itu sampai sekarang ribuan anak jalanan dibina dan dididik di RPSA Gratama ini. Ada tiga program yang dijalankan oleh RPSA Gratama dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang. Program yang dimaksud yaitu program bantuan pendidikan, program bantuan keterampilan, dan program bantuan modal orang tua anak jalanan.

(23)

anak jalanan dapat mengatasi masalahnya dan menemukan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya sehingga mereka tidak perlu turun ke jalan lagi.

Salah satu program bantuan pendidikan oleh RPSA Gratama adalah program beasiswa. Melalui program ini, anak-anak jalanan diberi beasiswa agar bisa kembali ke bangku sekolah. Bantuan yang diberikan berupa uang sekolah, peralatan sekolah, dan perlengkapan sekolah. Program inilah yang paling membantu anak jalanan agar haknya untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang bermutu terpenuhi.

Akan tetapi, pelaksanaan program ini masih belum optimal. Banyak sekali hambatan yang dialami rumah singgah dalam mengimplementasikan program. Suyanto (2010:199) menyatakan bahwa selama ini penanganan masalah anak jalanan masih dilakukan secara temporer, segmenter, dan terpisah sehingga hasilnya pun menjadi kurang maksimal. Hal ini ditunjang juga dengan watak anak jalanan yang cenderung lebih bangga dengan penghasilan yeng mereka peroleh di jalanan sehingga masih banyak anak jalanan yang lebih memilih kembali ke jalanan dari pada ke bangku sekolah.

Kenyataan di atas menarik untuk diadakan penelitian berkenaan dengan implementasi dari program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang.

(24)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan utama yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang?

Sedangkan pertanyaan penelitiannya adalah:

1. bagaimanakah tahapan pelaksanaan penanganan anak jalanan?

2. apa saja macam-macam program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang?

3. berapakah besarnya bantuan pendidikan yang diberikan RPSA Gratama kepada anak jalanan?

4. bagaimanakah pemanfaatan bantuan pendidikan yang diberikan RPSA Gratama oleh anak jalanan penerima bantuan?

5. bagaimanakah kontrol atau pengawasan terhadap implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang?

6. bagaimanakah dampak dari pemberian bantuan pendidikan terhadap anak jalanan?

7. faktor apa yang menjadi hambatan dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang?

(25)

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang.

Sedangkan sub tujuannya adalah:

1. untuk mengetahui tahapan pelaksanaan penanganan anak jalanan;

2. untuk mengetahui macam-macam program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang;

3. untuk mengetahui besarnya bantuan pendidikan yang diberikan RPSA Gratama terhadap anak jalanan;

4. untuk mengetahui pemanfaatan bantuan pendidikan yang diberikan RPSA Gratama oleh anak jalanan penerima bantuan;

5. untuk mengetahui kontrol atau pengawasan terhadap implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang;

6. untuk mengetahui dampak dari pemberian bantuan pendidikan terhadap anak jalanan;

7. untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang;

(26)

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.3.2.1Manfaat Teoretis

Melalui penelitian ini peneliti berharap hasilnya dapat dijadikan kontribusi positif yaitu untuk menambah wawasan keilmuan bagi mahasiswa dan pemerhati masalah anak jalanan khususnya tentang implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang.

1.3.2.2Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pimpinan dan pengurus RPSA Gratama sebagai bahan pertimbangan untuk penyempurnaan program pelayanan sosial anak-anak jalanan di masa yang akan datang. Selain itu dapat memberikan masukan bagi pemerintah agar lebih memperhatikan keberadaan anak jalanan khususnya dalam bidang pendidikan.

1.4Batasan Istilah

1.4.1 Program Bantuan Pendidikan

Program bantuan pendidikan adalah salah satu program yang dijalankan RPSA Gratama dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang. Program bantuan pendidikan ini berupa uang sekolah, peralatan sekolah, dan perlengkapan sekolah untuk sekolah formal. Selain itu juga ada program pelatihan keterampilan dan program bantuan orang tua anak jalanan.

1.4.2 RPSA Gratama

(27)

aktif di Kota Semarang yaitu RPSA Gratama, YKKS, RPSA Pelangi, dan RPSA Anak Bangsa. Namun, dari keempat RPSA ini RPSA Gratama dipilih sebagai lokasi penelitian karena program-program yang dijalankan RPSA Gratama paling lengkap yaitu program bantuan pendidikan, bantuan keterampilan, dan program bantuan modal orang tua anak jalanan.

1.4.3 Penanganan Anak Jalanan

Penanganan merupakan serangkaian proses pekerjaan, cara, perbuatan menangani, penggarapan, penyelesaian. Penanganan yang dimaksud adalah penanganan anak jalanan yang dimulai dari pendekatan awal, pertolongan pertama, assessment, rencana intervensi, pelaksanaan intervensi, evaluasi, terminasi, dan reunifikasi.

1.4.4 Anak Jalanan

(28)

BAB II

LANDASAN TEORETIS

2.1Implementasi Kebijakan Publik 2.1.1 Konsep Implementasi

Kamus Webster, merumuskan secara pendek bahwa mengimplementasikan berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu sehingga menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Implementasi kebijaksanaan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan, biasanya dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden (Wahab, 2001:64).

(29)

2.1.2 Teori Implementasi Kebijakan 2.1.2.1Teori George C. Edwards III

Menurut pandangan Edwards (dalam Nawawi, 2009:136) implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yang saling berhubungan satu sama lain.

a. Komunikasi

Agar implementasi kebijakan berhasil, seorang implementor harus mengetahui apa yang harus dilakukan secara jelas. Tujuan dan sasaran harus diinformasikan kepada kelompok sasaran (target group). Apabila penyampaian tujuan dan sasaran kebijakan kurang jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, dimungkinkan akan terjadi penolakan dari kelompok sasaran yang bersangkutan. Oleh karena itu diperlukan adanya tiga hal, yaitu penyaluran yang baik akan menghasilkan implementasi yang baik, adanya kejelasan yang diterima oleh pelaksana kebijakan sehingga tidak membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan, dan adanya konsistensi yang diberikan dalam pelaksanaan kebijakan. Jika yang dikomunikasikan berubah-ubah akan membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan yang bersangkutan.

(30)

b. Sumberdaya

Sumberdaya merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Sumberdaya yang dimaksud bisa mencakup sumberdaya manusia, material, dan metoda. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja tidak bisa diwujudkan dalam upaya pemberian pelayanan pada masyarakat dan pemecahan masalahnya. Apabila implementor kekurangan sumberdaya walaupun sasaran, tujuan, dan isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, implementasi tidak akan berjalan efektif dan efisien.

c. Disposisi

Disposisi merupakan sikap yang dimiliki oleh implementor kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik, dan sifat demokratis. Implementor yang baik harus memiliki disposisi yang baik sehingga kebijakan dapat dijalankan sesuai dengan yang diinginkan dan ditetapkan pembuat kebijakan.

d. Struktur Birokrasi

(31)
(32)

2.1.2.2Teori Brian W. Hogwood dan Lewis A.Gunn

(33)

kebijaksanaan. Van meter dan Van Horn dalam teorinya ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijaksanaan yang akan dilaksanakan (Wahab, 2001:78).

Menurut Van meter dan Van Horn (dalam Nawawi, 2009:139) ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi yaitu sebagai berikut.

a. Standar dan Sasaran Kebijakan

Setiap kebijakan publik harus mempunyai standar dan sasaran kebijakan yang jelas agar dapat mencapai tujuan. Apabila standar dan sasaran kebijakan tidak jelas maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan kesalahpahaman dan konflik diantara para agen implementasi.

b. Sumberdaya

Perlu adanya dukungan sumberdaya yang baik (manusia, material, dan metode) dalam implementasi kebijakan. Diantara ketiga sumberdaya tersebut yang paling penting adalah sumberdaya manusia, karena disamping sebagai subjek implementasi juga termasuk objek kebijakan publik.

c. Komunikasi antar Organisasi dan Penguatan Aktivitas

(34)

d. Karakteristik Agen Pelaksana

Agar implementasi mencapai keberhasilan maksimal harus diidentifikasikan dan diketahui karakteristik agen pelaksana yang mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi karena semua ini berpengaruh terhadap implementasi program.

e. Disposisi Implementor

Disposisi implementor ini dibedakan menjadi tiga hal, respon implementor terhadap kebijakan (terkait kemauan implementor untuk melaksanakan kebijakan publik), kondisi (pemahaman terhadap kebijakan yang telah ditetapkan), dan intensitas disposisi implementor (preferensi nilai yang dimiliki).

f. Lingkungan Kondisi Sosial Ekonomi dan Politik

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan, dukungan kelompok-kelompok kepentingan, karakteristik para partisipan, sifat opini publik, dan dukungan elit politik.

2.1.2.4Teori daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier

(35)

a. Karakteristik Masalah

1. Kesulitan permasalahan yang dihadapi. Dalam implementasi kebijakan terdapat beberapa masalah yang secara teknis mudah dipecahkan tetapi beberapa masalah lainnya sulit untuk diatasi, misal masalah kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya. Dari realitas tersebut, sifat permasalahan itu sendiri akan mempengaruhi mudah tidaknya suatu program kebijakan diimplementasikan.

2. Kemajemukan kelompok sasaran. Suatu program akan relatif mudah diimplementasikan apabila kelompok sasarannya adalah bersifat homogen. Sebaliknya, apabila kelompok sasaran kebijakan bervariasi maka implementasi program kebijakan akan relatif sulit karena tingkat pemahaman setiap anggota kelompok sasaran terhadap program relatif berbeda.

3. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi. Sebuah program akan mengalami kesulitan apabila cakupannya terlalu luas dan kompleks. Sebaliknya, implementasi program akan mengalami kemudahan apabila cakupannya tidak terlalu luas dan kompleks.

(36)

b. Karakteristik Kebijakan

1. Kejelasan isi kebijakan. Suatu kebijakan yang isinya jelas dan terperinci maka akan mudah diimplementasikan dikarenakan mudah dipahami dan diterjemahkan dalam tindakan nyata oleh implementor kebijakan.

2. Dukungan teoretis. Suatu kebijakan yang berorientasi pada teoretis memiliki sifat kemapanan lebih karena telah teruji.

3. Alokasi sumberdaya finansial. Sumberdaya ini merupakan faktor krusial dalam setiap program sosial. Setiap program memerlukan dukungan sumberdaya manusia untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat administrasi dan teknis, serta memonitor dan mengevaluasi program yang semua memerlukan pembiayaan dan metode yang memadai.

4. Keterikatan dan dukungan berbagai institusi. Program sering mengalami kegagalan disebabkan kurangnya koordinasi antar instansi yang terlibat dalam implementasi program kebijakan.

5. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana sebuah kebijakan yang telah ditetapkan.

6. Adanya komitmen aparat dimana tinggi dan rendahnya komitmen aparat menentukan tingkat tercapainya program kebijakan.

(37)

c. Lingkungan Kebijakan

1. Sosial ekonomi dan kemajuan teknologi masyarakat. Kemajuan masyarakat membuka dan mempermudah penerimaan program-program pembaruan dibanding masyarakat yang masih terbelakang. Kemajuan teknologi juga membantu proses keberhasilan implementasi program, karena program dapat disosialisasikan dan diimplementasikan dengan bantuan media yang ditunjang dengan teknologi canggih.

2. Dukungan publik. Implementasi program kebijakan yang memberikan motivasi dan intensif biasanya mudah mendapatkan dukungan publik. 3. Sikap dari kelompok-kelompok pemilih dimana kelompok pemilih ini

dapat mempengaruhi kebijakan melalui berbagai cara.

4. Komitmen dan keterampilan aparat dan implementor. Aparat badan pelaksana harus memiliki kompetensi dalam menentukan skala prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan skala prioritas tujuan program kebijakan yang telah ditentukan tersebut.

2.2Konsep Pendidikan

(38)

Menurut John Dewey (dalam Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 2001:69) pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Menurut John Dewey tujuan akhir dari setiap program pendidikan adalah terjadinya pertumbuhan dan perkembangan dalam diri peserta didik atau meningkatkan kapasitas peserta didik untuk belajar dan berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.

Menurut Rousseau (dalam Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 2001:69) pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi kita membutuhkannya pada masa dewasa.

Menurut pandangan Ki Hajar Dewantara dalam pengantar ilmu pendidikan, bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak. Sedangkan menurut Crow and Crow menyatakan bahwa pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi.

(39)

kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju ke tingkat kedewasaannnya.

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dari seorang pendidik terhadap peserta didik yang bertujuan untuk memajukan kemampuan intelektual dan emosional seseorang yang berguna untuk berpartisipasi dalam aktivitas masyarakat baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.

Menurut sifatnya pendidikan dibedakan menjadi tiga macam.

a. Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang hayat. Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga, dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam pekerjaan, masyarakat, keluarga, dan organisasi.

b. Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat, dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini berlangsung di sekolah.

c. Pendidikan nonformal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat (Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 2001:97).

(40)

Tujuan pendidikan nasional menurut Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 adalah bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan nasional menurut TAP MPR RI No. II/MPR/1998 bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

2.3Pengertian RPSA (Rumah Perlindungan Sosial Anak)

RPSA yang dulunya lebih dikenal dengan sebutan rumah singgah adalah suatu wahana yang disiapkan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu anak jalanan.

Ciri-ciri rumah singgah adalah sebagai berikut.

a. Lokasi rumah singgah berada dekat dengan lokasi anak-anak jalanan.

b. Rumah singgah terbuka 24 jam bagi anak jalanan, namun mungkin ada aturan yang membatasi jam buka tersebut.

c. Rumah singgah bukan tempat/menetap, namun hanya merupakan tempat persinggahan.

(41)

ini mereka dilarang melakukan kegiatan yang tidak baik misalnya mencuri, berjudi, minum minuman keras, dan sebagainya.

Fungsi dari rumah singgah adalah untuk membantu anak jalanan, memperbaiki atau membetulkan sikap dan perilaku yang keliru, memberi proteksi, mengatasi masalah, dan menyediakan berbagai informasi yang berkaitan dengan anak jalanan. Tugas tersebut dilakukan oleh pengurus dan petugas sosial. Para pekerja sosial membina anak jalanan dengan bertindak sebagi teman, bertindak sejajar dengan anak jalanan, dan pembinaan ini bersifat kekeluargaan. Diharapkan dengan cara tersebut anak tidak mengalami hambatan untuk menyampaikan keluhan, masalah, dan bersedia untuk merubah sikap dan perilaku yang keliru.

2.4Anak jalanan

Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah. Ada beberapa pengertian anak jalanan menurut beberapa ahli hukum.

a. Sandyawan memberikan pengertian bahwa anak jalanan adalah anak-anak yang berusiamaksimal 16 tahun, telah bekerja dan menghabiskan waktunya di jalanan.

(42)

Anak jalanan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam.

a. Anak jalanan on the street/road, yaitu anak-anak yang ada di jalanan, hanya sesaat saja di jalanan, dan meliputi dua kelompok yaitu kelompok dari luar kota dan kelompok dari dalam kota (Rosdalina, 2007:72). Anak-anak jalanan pada kategori ini memberikan sebagian penghasilan mereka kepada orang tuanya. Menurut Suyanto (2010:187) fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.

b. Anak jalanan of the street/road atau anak-anak yang tumbuh dari jalanan, seluruh waktunya dihabiskan di jalanan, tidak mempunyai rumah, dan jarang atau tidak pernah kontak dengan keluarganya (Rosdalina, 2007:72).

(43)

Adapun ciri-ciri anak jalanan secara umum antara lain:

a. berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, dan tempat hiburan) selama 3-24 jam sehari;

b. berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah dan sedikit sekali yang tamat SD);

c. berasal dari keluarga-keluarga yang tidak mampu (kebanyakan kaum urban dan beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya); dan

d. melakukan aktivitas ekonomi atau melakukan pekerjaan pada sektor informal (Rosdalina, 2007:72).

Rosdalina (2007:202) menarik kesimpulan dari jurnal penelitian tersebut yaitu:

adanya ciri umum tersebut di atas, tidak berarti bahwa fenomena anak jalanan merupakan fenomena yang tunggal. Penelusuran yang lebih empatik dan intensif ke dalam kehidupan mereka menunjukkan adanya keberagaman. Keberagaman tersebut antara lain: latar belakang keluarga, lamanya berada di jalanan, lingkungan tempat tinggal, pilihan pekerjaan, pergaulan, dan pola pengasuhan. Sehingga tidak mengherankan jika terdapat keberagaman pola tingkah laku, kebiasaan, dan tampilan dari anak-anak jalanan.

Ada beberapa hal yang dapat menjadi penyebab munculnya fenomena anak jalanan (Rosdalina 2007:72), yaitu:

a. sejumlah kebijakan makro dalam bidang sosial ekonomi telah menyumbang munculnya fenomena anak jalanan;

(44)

c. kekerasan dalam keluarga menjadi latar belakang penting penyebab anak keluar dari rumah dan umumnya terjadi dalam keluarga yang mengalami tekanan ekonomi dan jumlah anggota keluarga yang besar;

d. terkait permasalahan ekonomi sehingga anak terpaksa ikut membantu orang tua dengan bekerja (di jalanan);

(45)

rumah dan terpaksa hidup di jalanan. Menurut penjelasan Justika S. Baharsjah, kebanyakan anak bekerja di jalanan bukanlah atas kemauan mereka sendiri, melainkan sekitar 60 % (persen) diantaranya karena dipaksa oleh orang tuanya (dalam Suyanto, 2003:197).

Berdasarkan studi yang dilakukan UNICEF pada anak-anak yang dikategorikan children of the street (dalam Suyanto, 2003:197), menunjukkan bahwa motivasi anak turun ke jalan bukan hanya karena desakan kebutuhan ekonomi rumah tangga tetapi juga karena adanya kekerasan dan keretakan kehidupan rumah tangga orang tuanya. Keadaan ini menjadikan mereka menilai bahwa kehidupan di jalan memberikan alternatif dibandingkan hidup dalam keluarganya yang penuh kekerasan yang tidak dapat dihindari.

Adapun aktivitas yang biasa dilakukan anak jalanan di jalan untuk mencari uang menurut pengamatan RPSA Gratama Semarang antara lain mengamen, jual koran, semir sepatu, ngelap kaca mobil, meminta-minta, menjadi tukang parkir, pemulung/pencari barang bekas, dan jual mainan.

Menurut Tata Sudrajat (dalam Suyanto, 2003:201), selama ini ada tiga pendekatan yang biasa dilakukan oleh LSM dalam penanganan anak jalanan yaitu sebagai berikut.

(46)

intervensi. Disini para street educator memberikan kehangatan hubungan dan perhatian yang bisa menumbuhkan kepercayaan satu sama lain.

b. Centre based, yaitu pendekatan dan penanganan anak jalanan di lembaga atau panti. Di sini anak-anak ditampung dan diberikan pelayanan, makanan, perlindungan, serta perlakuan yang hangat dan bersahabat dari pekerja sosial. Pada panti yang permanen, bahkan disediakan pelayanan pendidikan, keterampilan, kebutuhan dasar, kesehatan, kesenian, dan pekerjaan bagi anak jalanan.

c. Community based, yaitu model penanganan yang melibatkan seluruh potensi masyarakat, terutama keluarga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan ini bersifat preventif atau pencegahan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah anak agar tidak masuk dan terjerumus dalam kehidupan di jalanan. Kegiatan penyuluhan tentang pengasuhan anak dan upaya untuk meningkatkan taraf hidup diberikan kepada keluarga, sedangkan anak-anak diberikan kesempatan memperoleh pendidikan formal maupun informal serta kegiatan lainnya yang bemanfaat. Pendekatan ini ditujukan agar orang tua mandiri dan lebih bertanggung jawab terhadap anak-anaknya.

(47)

terselesaikan sampai tuntas. Namun menurut Suyanto, selama ini penanganan masalah anak jalanan masih dilakukan secara temporer, segmenter, dan terpisah sehingga hasilnya pun menjadi kurang maksimal.

2.5 Kerangka Berfikir

Berdasarkan kerangka berfikir di atas, implementasi suatu kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur organisasi. Keempat variabel ini saling berpengaruh satu sama lain dalam menentukan tingkat keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Implementasi kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah implementasi kebijakan tentang penanganan anak jalanan di Kota Semarang. Dalam hal ini dijalankan oleh RPSA Gratama dengan melaksanakan program-program dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang, salah satunya adalah program bantuan pendidikan.

Sumberdaya Komunikasi

Disposisi Struktur

Organisasi Implementasi

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Prosedur penelitian yang dijalankan peneliti dalam metode kualitatif ini akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara holistic (utuh). Jadi, dalam hal ini individu atau organisasi tidak diisolasikan ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi dipandang sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.

Peneliti mengumpulkan data deskriptif dalam penelitian ini dan bukan menggunakan angka-angka sebagai alat metode utama. Data-data yang dikumpulkan berupa teks, kata-kata, simbol, gambar, walaupun dapat dimungkinkan terkumpulnya data-data yang bersifat kuantitatif.

Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini antara lain: pertama, penelitian ini diarahkan pada pengkajian mengenai suatu pelaksanaan program bantuan dari RPSA Gratama kepada anak jalanan berupa bantuan pendidikan. Dengan demikian studi ini merupakan studi dari fenomena yang cukup kompleks. Keadaan yang ada kemudian diuraikan secara spesifik, rinci, dan jelas sehingga objektivitas penelitian akan semakin terwujud. Kedua, penelitian ini tidak ditujukan untuk menguji suatu teori atau konsep melainkan lebih bersifat memaparkan kondisi nyata yang terjadi berkaitan dengan

(49)

implementasi program bantuan pendidikan yang diberikan oleh RPSA Gratama kepada anak jalanan, sehingga pencarian data tidak bertujuan untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan sebelum penelitian. Ketiga, sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka pendekatan yang tepat adalah pendekatan kualitatif, dimana peneliti sebagai instrumen dan sebagai pengumpul data harus turun secara langsung ke objek penelitian. Hal tersebut adalah ciri dari penelitian kualitatif.

3.2Lokasi Penelitian

(50)

dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.

Salah satu hak anak adalah mendapatkan pendidikan, namun masalah kemiskinan yang menimpa bangsa Indonesia masih belum bisa teratasi sehingga masih banyak anak yang terpaksa tidak bersekolah dan bahkan sebagian dari mereka harus mengais rejeki sebagai anak jalanan. Hal ini tentu tidak sejalan dengan pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus penelitian adalah implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang yaitu terkait tahapan pelaksanaan penanganan anak jalanan, macam-macam program bantuan pendidikan, besarnya bantuan pendidikan, pemanfaatan bantuan pendidikan, kontrol atau pengawasan terhadap implementasi program bantuan pendidikan, dampak dari pemberian bantuan pendidikan terhadap anak jalanan, implementasi program bantuan pendidikan, serta faktor yang menjadi hambatan dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang.

3.4Sumber Data Penelitian

3.4.1 Sumber Data Primer

(51)

primer ini dapat memberikan informasi dan keterangan-keterangan yang memadai sesuai aspek kajian yang dirumuskan.

3.4.2 Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa arsip-arsip, dokumen-dokumen, catatan-catatan, yang terdapat di RPSA Gratama Semarang serta bahan studi lainnya yang dapat digunakan untuk studi kelayakan.

3.5Metode Pengumpulan Data

3.5.1 Wawancara (Interview)

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Wawancara tidak terstruktur ini digunakan untuk menemukan informasi yang tidak baku atau informasi tunggal. Hasil wawancara seperti ini menekankan perkecualian, penyimpangan, penafsiran yang tidak lazim, penafsiran kembali, pendekatan baru, pandangan ahli, atau perspektif tunggal.

Responden dalam wawancara ini terdiri dari mereka yang terpilih karena sifat-sifatnya yang khas yaitu mereka yang memiliki pengetahuan dan mendalami situasi, dan mereka lebih mengetahui informasi yang diperlukan.

Wawancara tidak terstruktur ini digunakan untuk memperoleh data tentang implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang.

3.5.2 Pengamatan (Observasi)

(52)

kegiatan yang dilaksanakan oleh RPSA Gratama Semarang dalam penerapan program bantuan pendidikan bagi anak jalanan. Dalam penelitian ini, yang diamati adalah sikap pekerja sosial terhadap anak jalanan, kondisi tempat tinggal anak jalanan, serta sarana dan prasarana di RPSA Gratama.

3.5.3 Dokumentasi

Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen resmi yang ada di RPSA Gratama Semarang serta catatan-catatan tertulis yang dapat dipertanggungjawabkan serta menjadi alat bukti yang resmi.

3.6Validitas Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu, untuk keperluan pengecekan data sebagai pembanding data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak di gunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainya (Moleong, 2007: 330).

Metode pengukuran data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik triangulasi sumber dan teknik triangulasi teknik. Di sini peneliti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu, sumber dan alat yang berbeda.

Dalam hal ini dapat dicapai dengan jalan sebagai berikut.

1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

2) Membandingkan apa yang di katakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

(53)

4) Membandingkan keadaan dengan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, dan orang pemerintahan.

5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moleong, 2007: 330).

3.7Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan dan setelah selesai di lapangan. Analisis yang dimaksud dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun fokus penelitian ini masih bersifat sementara, akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan.

3.7.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yaitu mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan dan peneliti mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil wawancara, pengamatan, dan observasi di lapangan. Analisis selama pengumpulan data dilakukan menggunakan multi sumber bukti.

3.7.2 Reduksi Data (Data Reduction)

(54)

data peneliti harus memilih, memusatkan perhatian dan menyederhanakan data kasar yang diperoleh di lapangan.

3.7.3 Penyajian Data (Data Display)

Dalam penelitian kualitatif ini, penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Namun, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif ini adalah teks yang bersifat naratif.

3.7.4 Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing)

(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum RPSA Gratama

RPSA Gratama Merupakan salah satu unit kegiatan Yayasan Gradhika Semarang. Yayasan Gradhika Semarang merupakan yayasan pendidikan dan sosial yang berdiri pada tanggal 1 Maret 1998. Yayasan ini dibentuk sebagai respon munculnya berbagai masalah sosial dan pendidikan di masyarakat yang semakin kompleks dan meningkat kualitas serta kuantitasnya.

Fenomena muncul dan merebaknya anak jalanan dipandang sebagai suatu hal yang sangat memprihatikan. Oleh sebab itu perlu dibentuk unit khusus guna menangani permasalahan tersebut. Maka pada tanggal 29 Maret 1998 Yayasan Gradhika membentuk Rumah Singgah Gratama, beralamat di Jalan Mugas Semarang dengan binaan sebanyak 40 anak jalanan. Setelah ada koordinasi dengan Rumah Singgah lain di Semarang, Gratama mendapat tugas untuk membina anak jalanan di bagian timur Kota Semarang. Untuk mendekati kantong anak jalanan maka Gratama pada tahun 2000 pindah ke Jl. Sukarno-Hatta 5 Semarang. Lokasi yang sangat dekat dengan kantong anak jalanan dekat lampu merah ternyata menyulitkan proses reunifikasi anak karena anak tidak mau pulang dan ingin tinggal terus di Rumah Singgah. Karena pertimbangan tersebut akhirnya pada tahun 2002 Gratama pindah ke Jl. Gombel Lama 125 C Semarang. Di tempat itu pun Gratama tidak lama. Karena kondisi tanah lokasi yang labil di tempat itu, itu memaksa Gratama untuk pindah tempat. Pada bulan Agustus 2002, Gratama

(56)

pindah ke Jl. Jangli Krajan Barat IV No. 230 B Semarang. Di Jl. Jangi ini ternyata Gratama juga menghadapi kendala yang cukup fital, yaitu kesulitan air. Akhirnya pada Bulan Juni 2007 sampai sekarang RPSA Gratama pindah di Jl. Stonen Utara I No. 34 Semarang.

Sejak tahun 2004, untuk perbaikan dan penyempurnaan program terjadi perubahan metode pembinaan yaitu model Rumah Singgah menjadi Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA), sehingga namanya pun berubah menjadi RPSA Gratama.

Total anak jalanan yang telah dibina RPSA Gratama sejak berdiri sudah sekitar 1.200 anak jalanan. Untuk tahun 2010 Gratama membina 175 anak jalanan.

Visi dan misi RPSA Gratama adalah sebagai berikut. 1) Visi

Terentaskannya anak jalanan dan terpenuhinya hak-hak anak, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan menjadi generasi yang berkualitas.

2) Misi

a. Melindungi anak dari situasi terburuk yang dihadapi dan menciptakan situasi yang memungkinkan anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. b. Melindungi anak agar dapat melaksanakan tugasnya sebagai anak, baik di

rumah, sekolah, maupun situasi kehidupan sosial lainnya.

(57)

d. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami anak sebagai akibat tekanan dan trauma.

e. Mengembangkan relasi dengan lembaga atau orang lain yang peduli terhadap permasalahan anak jalanan.

f. mewujudkan situasi kehidupan dan lingkungan yang mendukung keberfungsian sosial dan mencegah terulangnya tindak kekerasan dan perlakuan salah terhadap anak.

g. Membantu pemerintah dalam upaya mengentaskan anak jalanan. 4.1.1.1Pelayanan RPSA Gratama

a. Penerimaan Pelayanan

Kapasitas RPSA Gratama adalah 170 anak. Dulu ada beberapa anak yang diasuh di RPSA dan selebihnya diasuh di rumah orang tuanya dengan bimbingan petugas RPSA. Namun, karena keterbatasan dana akhirnya mulai tahun 2009 program pengasuhan di RPSA Gratama ditiadakan.

Ada beberapa ketentuan yang ditetapkan RPSA Gratama untuk anak jalanan sebagai penerima pelayanan.

1) Anak jalanan yang menjadi korban tindak kekerasan dan perlakuan salah (child abuse) baik fisik, mental, maupun seksual.

2) Anak jalanan yang termasuk kategori memerlukan perlindungan khusus (korban trafficking atau eksploitasi lainnya).

3) Anak jalanan yang terpisah dari orang tuanya karena konflik bersenjata, kerusuhan, bencana, orang tua dipenjara, orang tua meninggal secara tragis, dan lain-lain.

(58)

b. Prinsip-prinsip Pelayanan

1) Prinsip Non Diskriminasi

a. Setiap anak berhak mendapat pelayanan secara manusiawi dan adil tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama, suku bangsa, dan status sosial lainnya.

b. Menghargai anak sebagai manusia seutuhnya yang memiliki hak dan kewajiban yang sama.

c. Menerima keadaan anak apa adanya sebagai individu yang mempunyai harga diri, potensi, kelebihan, kemampuan, serta mempunyai sikap empati. d. Menghadapi anak sebagai individu yang berbeda dengan yang lainnya atau

unik dari segi potensi, bakat, minat, ciri-ciri, latar belakang, kondisinya saat ini, cita-cita, dan harapan masa depannya.

2) Prinsip Kepentingan Terbaik Anak

a. Mengupayakan semua keputusan, kegiatan dan dukungan dari berbagai pihak (kepolisian, pengadilan, dan instansi pemerintah lainnya, organisasi internasional dan nasional, serta masyarakat) untuk membantu anak yang membutuhkan perlindungan khusus dan semata untuk kepentingan terbaik anak.

b. Mengupayakan suatu lingkungan yang terbaik bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus untuk dapat hidup, berkembang, dan memperoleh masa depannya secara lebih baik.

3) Prinsip Menghormati Pandangan Anak

(59)

b. Mendorong, memberikan kesempatan, dan melibatkan anak seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan. c. Menghormati hak anak untuk menentukan keputusan bagi dirinya dan

memberi kesempatan seluasnya untuk mengambil keputusannya tersebut. 4) Mengutamakan Hak Anak untuk Hidup, Kelangsungan Hidup, dan Tumbuh

Kembang

a. Kegiatan disusun untuk meningkatkan perkembangan anak berdasarkan kemampuan dan tugas-tugas perkembangannya.

b. Menghargai bahwa setiap anak mempunyai keinginan untuk mengembangkan diri.

5) Prinsip Kerahasiaan

Memperlakukan semua informasi anak sebagai dokumen yang rahasia dan tidak dapat diceritakan pada forum-forum dan orang-orang lain, kecuali untuk kepentingan anak.

4.1.1.2Indikator Keberhasilan Program

RPSA Gratama mempunyai beberapa indikator keberhasilan program, yaitu:

1) anak tidak lagi beraktivitas di jalan;

2) anak kembali ke bangku sekolah bagi yang masih usia sekolah; 3) anak dapat menjaga kebersihan diri dan lingkungannya;

4) anak dapat memiliki penghasilan yang layak dengan ketrampilan yang dimiliki;

(60)

6) anak mengerti, menghayati, dan mematuhi norma-norma sosial; 7) anak mematuhi aturan-aturan yang ada (agama, hokum, dan sosial);

8) anak memiliki hubungan yang harmonis dengan keluarga dan masyarakat sekitar; dan

(61)

4.1.2 Profil Responden dan Anak jalanan Kota Semarang

Subjek penelitian dari penelitian adalah Pemerintah Kota Semarang dalam hal ini adalah Dinsospora Kota Semarang, pimpinan RPSA Gratama Semarang, pekerja sosial di RPSA Gratama Semarang, dan anak-anak jalanan binaan RPSA Gratama yang mendapatkan bantuan pendidikan.

Mengenai indentitas subjek penelitian yaitu dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. Pemerintah Kota Semarang (Dinsospora Kota Semarang)

No Nama Jabatan Pendidikan Usia Peranan dalam

Penanganan ANJAL

Tabel 5. Daftar Pengelola RPSA Gratama Semarang

No Nama Pendidikan Usia Peranan dalam

(62)
(63)

Setiap anak jalanan mempunyai aktivitas dan jenis pekerjaan sendiri-sendiri seperti yang terlihat tabel di atas. Jenis pekerjaan anak jalanan dapat dikelompokkan menjadi berbagai macam seperti mengamen, mengemis, nyemir sepatu, mengelap mobil, memanfaatkan barang bekas, dan lain-lain.

Indentitas orang tua dari anak jalanan yang dijadikan subjek penelitian dapat dibaca pada tabel di bawah ini.

Tabel 8. Data Orang Tua Anak Jalanan Kota Semarang

(64)

akhirnya anak-anak mereka terpaksa ikut menanggung beban. Inilah salah satu penyebab munculnya anak jalanan di Kota Semarang.

4.1.3 Implementasi Program Bantuan Pendidikan

4.1.3.1Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Penanganan Anak jalanan

4.1.3.1.1 Pendekatan Awal

Pada tahap pendekatan awal ini, yang pertama RPSA Gratama menjangkau sendiri anak dari kantong-kantong binaan sebagaimana yang dikemukakan oleh pimpinan RPSA Gratama, Bapak Dwi Priyanto.

(65)

Tahapan selanjutnya setelah penjangkauan pekerja sosial melakukan pendataan dan pengarahan awal terhadap anak jalanan. Dalam tahap ini biasanya anak jalanan diundang ke RPSA Gratama untuk mendapatkan pengarahan awal dari pekerja sosial di RPSA Gratama. Setelah itu para pekerja sosial melaksanakan identifikasi awal terhadap permasalahan anak untuk menentukan langkah penanganan awal yang paling tepat bagi anak.

4.1.3.1.2 Pertolongan Pertama

Pada tahap ini pekerja sosial memberikan pertolongan pertama terhadap anak yang sifatnya segera untuk dipenuhi, misalnya menyehatkan psikologis anak yang trauma akibat ancaman atau tekanan terhadap anak dari pihak lain.

4.1.3.1.3 Assesment

(66)

ini harus diungkap secara jelas karena permasalahan satu anak dengan anak lainnya tidak sama.

2) Identifikasi Potensi

Menggali dan mengungkap potensi yang ada pada diri anak yang dapat dikembangkan untuk masa depannya. Untuk selanjutnya, pembinaan ataupun metode yang akan digunakan untuk membantu anak jalanan juga disesuaikan dengan potensi yang dimilikinya. Misalkan saja anak jalanan tersebut masih dalam usia sekolah dan dia punya minat untuk bersekolah, maka pembinaan yang tepat adalah dengan memasukkan anak jalanan tersebut ke sekolah.

3) Identifikasi Kebutuhan

Mengungkap kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan anak untuk memecahkan permasalahannya, agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. Selanjutnya dapat mempengaruhi metode yang akan digunakan agar anak jalanan ini tidak turun ke jalan.

4.1.3.1.4 Rencana Intervensi

Merupakan kegiatan untuk merencanakan bentuk penanganan masalah yang tepat untuk anak berdasarkan hasil assessment. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam rencana intervensi adalah:

1) hasil assessment dan deskripsi; 2) menghitung berbagai sumberdaya;

3) menghitung sumberdaya manusia yang dibutuhkan dan kualifikasi yang diperlukan;

(67)

5) menetapkan tujuan hasi-hasil kegiatan;

6) membagi tugas kepada profesi lain sebagai tim; 7) menyusun jadwal kegiatan; dan

8) melakukan induksi peranan pada anak mengenai tugas-tugas yang harus dilakukan anak di RPSA dan dalam rangka intervensi.

4.1.3.1.5 Pelaksanaan Intervensi

Merupakan pelaksanaan kegiatan dalam pembinaan anak. Dalam pelaksanaan intervensi ini jenis pelayanan yang disediakan adalah sebagai berikut. 1) Tutorial, yaitu ceramah dan pengarahan dari berbagai lembaga yang berkompeten terhadap anak, baik instansi pemerintah, LSM, dan lembaga swasta lain.

2) Pemberian beasiswa, yaitu bagi anak jalanan yang sekolah. Pemberian beasiswa ini tidak diberikan kepada semua anak jalanan tapi mereka saja yang punya potensi, kemauan, masih usia sekolah, dan diprioritaskan untuk anak-anak yang benar-benar membutuhkan. Hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Pak Dwi Priyanto.

(68)
(69)

5) Khusus anak yang tidak memiliki pengasuh

a) Penyediaan kebutuhan dasar seperti tempat berlindung atau tempat tinggal, makan, pakaian, pendidikan, dan pengobatan.

b)Pelayanan asuhan dan pendampingan oleh pekerja sosial.

c) Pelayanan rehabilitasi dan trauma, meliputi pelayanan psikososial dan konseling oleh pekerja sosial dan psikolog, serta terapi untuk penyembuhan trauma oleh psikiater, pekerja sosial, terapis, dan ahli agama.

4.1.3.1.6 Evaluasi

Merupakan proses peninjauan ulang pada akhir setiap tahapan sebagai mekanisme timbal balik kepada tim dan anak mengenai kemajuan yang dicapai anak. Evaluasi ini berlangsung tidak hanya di akhir tahapan pelaksanaan program penanganan anak jalanan tetapi berlangsung di setiap akhir tahapan program yang dijalankan. Dengan kata lain, peninjauan ulang atau evaluasi ini bisa berlangsung di awal, tengah, maupun di akhir tahapan. Evaluasi ini untuk meninjau setiap tahapan yang dilaksanakan dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai masukan untuk ke tahapan berikutnya.

4.1.3.1.7 Terminasi

(70)

Alur Pelayanan Utama

Alur Pelayanan Pilihan

TEMPORARY SHALTER

(71)

4.1.3.1.8 Reunifikasi

Reunifikasi adalah tahapan pengembalian anak jalanan yang sudah dibina kepada orang tua anak jalanan tersebut. Reunifikasi ini dilakukan misalnya ketika orang tua anak jalanan sudah mampu membiayai sekolah anak dan anak jalanannya itu sendiri sudah tidak lagi di jalan. Jadi di sini bantuan dihentikan dan dialihkan ke anak jalanan yang lain.

4.1.3.2Macam-macam Program Bantuan Pendidikan

Program bantuan pendidikan merupakan salah satu program yang dijalankan RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang selain program keterampilan dan bantuan orang tua ANJAL. Program ini merupakan salah satu bentuk implementasi kebijakan pemerintah Kota Semarang terkait penanganan anak jalanan di Kota Semarang.

(72)
(73)
(74)
(75)

Sosial Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pendidikan, Disnakertrans, pihak sekolah tempat anak jalanan bersekolah, dan orang tua anak jalanan.

Implementasi program bantuan pendidikan ini melibatkan orang tua anak jalanan, mengingat bahwa di sini program yang yang dilaksanakan bertujuan agar anak tidak terjun lagi ke jalan. Jadi orang tua anak jalanan dilibatkan agar orang tua itu bisa mandiri sehingga tidak membebani anak jalanan dan pada akhirnya anak tidak lagi turun ke jalan. Jadi, untuk mendukung program bantuan pendidikan ini, diadakan juga program pemberdayaan orang tua anak jalanan. Dalam program ini orang tua anak jalanan ini diberikan bantuan modal sekitar dua bulan sekali. Jadi pada awal program para pekerja sosial RPSA Gratama sudah menentukan besarnya bantuan itu berapa dan sisanya diberikan ke orang tua anak jalanan. Tapi bantuan ini diberikan secara bertahap untuk mengantisipasi jikalau bantuan ini disalahgnakan atau tidak digunakan sebagaimana mestinya.

(76)
(77)
(78)
(79)

orang tuanya dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Namun, tidak ada program khusus yang dilaksanakan terkait pendidikan anak jalanan.

4.1.4 Hambatan Implementasi Program Bantuan Pendidikan

Dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan, RPSA mengalami beberapa hambatan, yaitu sebagai berikut.

1) Pendanaan

Menurut Pimpinan RPSA Gratama Bapak Dwi Priyanto implementasi program bantuan pendidikan ini mengalami masalah di bidang pendanaan. Menurut beliau, pemerintah kurang mensupport program ini. Misalkan saja dari Dinas Pendidikan dan Dinsospora Kota Semarang tidak ada dana khusus untuk pendidikan anak jalanan.

(80)

orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Ini juga yang menjadi penghambat pelaksanaan program-program RPSA Gratama.

Hambatan lain dari orang tua anak jalanan adalah terkadang ada orang tua yang berfikiran daripada sekolah lebih baik bantu orang tua cari uang untuk makan. Namun ada juga pemikiran anak jalanan yang bertolak belakang dengan pemikiran orang tua yang seperti ini. Ada orang tua yang ingin anaknya itu turun ke jalan mencari uang tapi anaknya lebih memilih bersekolah.

3) Hambatan dari Anak jalanan

(81)
(82)

jalanan dari luar kota, bukan dari Semarang. Misalkan saja dari Demak, Kendal, Rembang, dan sekitarnya. Dari 100 % jumlah anak jalanan yang ada di Semarang, sekitar 80 % nya berasal dari luar Kota Semarang. Hal ini tentu menjadi kendala tersendiri karena belum tuntas masalah anak jalanan di Kota Semarang yang dibina, sudah muncul lagi anak jalanan yang lain.

4.1.5 Tingkat Keberhasilan Program Bantuan Pendidikan 4.1.5.1Komunikasi

(83)

sosial menjelaskan fungsi, peranan, dan program-program RPSA lebih rinci. Penyampaian informasi dilakukan dengan sangat terbuka.

(84)

Selain dengan sekolah, koordinasi juga dijalin dengan orang tua anak jalanan. Karena tanpa dukungan mereka program bantuan pendidikan yang dilaksanakan tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam hal ini orang tua anak jalanan diberikan bantuan agar mampu mengembangkan usaha sehingga kedepannya dapat membiayai kebutuhan anak. Ini juga bertujuan agar anak tidak menanggung beban yang seharusnya ditanggung orang tua yaitu mencari penghasilan. Tujuan akhirnya kedua program ini dapat saling mendukung sehingga anak tidak lagi turun ke jalan.

4.1.5.2Sumberdaya

Sumber dana yang dipergunakan untuk implementasi program di RPSA Gratama khususnya program bantuan pendidikan berasal dari berbagai sumber, yaitu:

1) usaha-usaha Yayasan Gradhika yang sah;

2) bantuan-bantuan yang tidak mengikat dari pemerintah, swasta nasional, maupun bantuan dari luar negeri;

3) pendapatan lain yang sah dan tidak mengikat, seperti bantuan dari mahasiswa maupun donatur tidak tetap.

(85)
(86)
(87)
(88)
(89)

b. Melakukan pengarsipan dokumen administrasi. c. Membuat laporan.

3) Bidang Manajemen Kasus

a. Melakukan kegiatan berdasarkan intervensi mulai dari pendekatan awal, assessment, dan perencanaan intervensi.

b. Menyiapkan perangkat penanganan kasus dan mendokumentasikan seluruh kegiatan.

c. Mengorganisir kelompok profesi bantu untuk kepentingan manajemen kasus.

d. Mendukung dan memberi informasi terhadap bidang pelayanan dalam melakukan intervensi.

e. Membuat laporan kegiatan kepada pimpinan. 4) Bidang Pelayanan

a. Melaksanakan intervensi berdasarkan hasil pembahasan kasus. b. Mengatur dan menyediakan jenis-jenis pelayanan pada anak.

c. Mengorganisir kelompok profesi bantu untuk kepentingan pelayanan. d. Melakukan pemantauan proses pelayanan intervensi yang dilakukan. e. Membuat laporan kegiatan kepada pimpinan.

5) Bidang Pengasuhan

a. Membuka pendampingan dan asuhan pada anak.

(90)

d. Memberikan penjelasan dan bimbingan kepada anak untuk penyesuaian diri dan keterlibatan dalam proses pelayanan dan penanganan masalah. e. Membuat laporan kegiatan kepada pimpinan.

6) Bidang Rujukan

a. Mengidentifikasi dan menyiapkan lembaga/keluarga asli maupun pengganti untuk reunifikasi anak setelah terminasi.

b. Mengorganisir kelompok profesi bantu untuk kepentingan rujukan. c. Mengidentifikasi dan menyiapkan panti/keluarga lain untuk reunifikasi. d. Menempatkan anak pada keluarga atau panti yang sesuai.

e. Melakukan monitoring setelah anak mendapat terminasi. f. Membuat laporan kegiatan kepada pimpinan.

7) Kelompok Profesi Bantu

Merupakan tenaga-tenaga professional yang terdiri dari dokter, psikolog, psiater, guru, ahli agama, pengacara, polisi, terapis, dan lainnya. Kelompok ini bertanggung jawab kepada pimpinan sedangkan tugasnya membantu pekerja sosial sebagai profesi utama dalam proses pelayanan.

(91)

4.2Pembahasan

4.2.1 Implementasi Program Bantuan Pendidikan

Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis, dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi termasuk juga anak jalanan.

Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat umum lainnya. Dalam penelitian ini anak jalanan yang menjadi responden beraktivitas di jalan dengan ngamen dan mengelap mobil di sekitar traffic light. Anak jalanan ini mencari uang dan biasanya digunakan untuk membantu orang tua mereka dan untuk keperluan lainnya.

Gambar

Tabel 1   Jumlah Anak Jalanan di Kota Semarang
Gambar 1 Faktor Penentu Implementasi Kebijakan Menurut George Edwards
Tabel 1. Jumlah Anak Jalanan di Kota Semarang
Tabel di atas merupakan pendataan anak jalanan oleh RPSA Gratama.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penanganan Anak Jalanan Berbasis Kemitraan Di Kota Surakarta (Studi Tentang Bentuk, Program, dan Faktor yang Berpengaruh dalam Kemitraan Antara Dinas Sosial, Tenaga

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, kinerja Dinas Sosial, Pemuda dan Olahraga dalam mendorong terwujudnya kesejahteraan sosial bagi anak jalanan di Kota Semarang masih

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah pelaksanaan program perlindungan dan pembinaan anak jalanan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Batu sudah sesuai

Dengan adanya kebijakan program pembinaan anak jalanan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, hal ini bertujuan untuk membina anak jalanan baik

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini lebih mengutamakan pada revitalisasi program Dinas Sosial dalam penanganan anak jalanan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan penanganan anak jalanan gelandangan dan pengemis di Kota Makassar, apa program dalam pembinaan anak jalanan gelandangan

Implementasi Pancasila dan UUD 1945 dalam Kebijakan Penanganan Anak Jalanan di Kota Malang Penerapan Kebijakan Perlindungan A- nak Jalanan di Kota Malang jalanan ini di- mulai dari

Memanfaatkan sarana parasarana dengan memaksimalkan penggunaan teknologi yang telah dilakukan dalam rangka Manajemen Strategi Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang diantaranya