• Tidak ada hasil yang ditemukan

AGUSTINA MERDEKAWATI, A.MD ADMINISTRAS

4.1.5 Tingkat Keberhasilan Program Bantuan Pendidikan 1 Komunikas

4.2.3.4 Struktur Birokras

Sebenarnya struktur birokrasi atau struktur organisasi di RPSA Gratama tidak terlalu panjang sehingga tidak cenderung melemahkan pengawasan atau menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. Ini sesuai dengan pendapat George Edwards. Namun ada kendala tersendiri dalam hal ini yaitu semakin sedikitnya jumlah pekerja sosial di RPSA Gratama Semarang sehingga mempengaruhi kinerja dari para pekerja sosial itu sendiri. Kenyataan ini tentu saja dapat mempengaruhi kinerja para pekerja sosial di RPSA Gratama dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan dalam upaya penanganan anak jalanan. Tugas dan tanggungjawab yang sebelumnya sudah diatur dan dibagi menurut struktur organisasi terpaksa tidak diberlakukan kembali mengingat bahwa banyak pekerja sosial di RPSA Gratama yang sudah tidak aktif lagi. Tugas dan tanggungjawab ini selanjutnya dibebankan pada pekerja sosial atau pengurus yang lain sehingga dalam mengimplementasikan program menjadi kurang efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan pendapat George Edwards.

Melalui keempat faktor penentu kebijakan tersebut, dapat dianalisa sejauh mana tingkat kemanfaatan program baik secara ideal maupun berdasarkan kenyataan di lapangan serta dapat melihat dampak apa yang diharapkan dan dirasakan oleh anak jalanan sebagai kelompok sasaran dari program bantuan pendidikan tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian tentang Implementasi program bantuan pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang, jika dilihat dari indikator keberhasilan program RPSA Gratama cukup berhasil dalam mencapai tujuannya yaitu agar anak tidak lagi beraktivitas di jalan, anak kembali ke bangku sekolah bagi yang masih usia sekolah, anak dapat memiliki penghasilan yang layak dengan keterampilan yang dimiliki, anak mampu mengendalikan diri terhadap godaan-godaan untuk kembali ke jalanan. Selain itu, program ini juga sudah cukup membantu anak mendapatkan haknya untuk memperoleh pendidikan walaupun dalam pelaksanaannya masih banyak hambatan yang dihadapi dari segi komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasinya. Namun implementasi program ini didukung oleh disposisi (sikap pelaksana) yang baik dari para implementor maupun pekerja sosial sehingga mampu mendukung implementasi program bantuan pendidikan yang dijalankan.

Tolak ukur keberhasilan suatu program tidak hanya ditentukan oleh satu alat ukur saja. Jika dilihat dari intensitas anak berada di jalan atau turun ke jalan, program ini cukup berhasil. Namun turun atau tidaknya anak di jalan itu dipengaruhi seberapa besar masalah dan kondisi si anak. Anak jalanan yang sudah

dibina bertahun-tahun tapi masih berada di jalan belum tentu program dapat dikatakan gagal. Karena jika kondisi anak jalanan cukup parah, butuh waktu yang lama untuk membinanya agar benar-benar tidak lagi kembali ke jalan.

Rata-rata keberhasilan program ini mengentaskan anak jalanan dari jalan jika dirata-ratakan dalan 3 tahun sekitar 60 % anak jalanan tidak turun ke jalan lagi. Tapi walau masih di jalan, ada perubahan dari anak jalanan ini. Anak sudah mempunyai perkembangan wawasan dan pola pikirnya sudah berubah. Jadi untuk mengetahui keberhasilannya itu tidak bisa hanya dipandang dalam sekian tahun tertentu anak masih turun di jalan atau tidak. Karena tolak ukur keberhasilan program pendidikan ini bisa dilihat dari tidak turunnya anak ke jalan lagi, kedua perkembangan pola pikirnya, yang ketiga perubahan perilakunya. Dilihat dari tolak ukur ini, dapat dikatakan RPSA Gratama Semarang sudah cukup berhasil dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang.

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

Program bantuan pendidikan merupakan salah satu program yang dijalankan RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang selain program bantuan keterampilan dan bantuan orang tua ANJAL. Program ini merupakan salah satu bentuk implementasi kebijakan Pemerintah Kota Semarang terkait penanganan anak jalanan di Kota Semarang.

Tahapan pelaksanaan penanganan anak jalanan terdiri atas: a. pendekatan awal (penerimaan, registrasi, dan identifikasi awal); b. pertolongan pertama; c. assessment; d. rencana intervensi; e. pelaksanaan Intervensi; f. evaluasi; g. terminasi; dan h. reunifikasi

Macam-macam program bantuan pendidikan yang diberikan oleh RPSA Gratama yaitu berupa uang sekolah, buku, alat tulis, seragam sekolah, tas, dan sepatu. Besarnya bantuan yang diberikan tergantung dengan kebutuhan anak. Tujuan dari program bantuan pendidikan ini adalah untuk membantu anak jalanan agar dapat mengenyam pendidikan dan mendapatkan pengetahuan yang cukup

sehingga kedepannya anak jalanan ini punya bekal yang cukup untuk memasuki dunia kerja. Tujuan finalnya agar anak tidak lagi turun ke jalan. Selain itu juga untuk membantu anak jalanan mendapatkan haknya yaitu hak mendapatkan pendidikan atau pengajaran.

Bantuan pendidikan yang diberikan oleh RPSA Gratama dimanfaatkan anak-anak jalanan penerima bantuan untuk bersekolah. Kebanyakan bersekolah di sekolah swasta. Dampaknya yaitu anak tidak turun ke jalan lagi dan anak bisa bersekolah. Bisa bekerja tetapi bukan sebagai anak jalanan.

Hambatan-hambatan dalam implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama adalah sebagai berikut.

1) Pendanaan.

2) Rendahnya kesejahteraan dan tingkat pendidikan orang tua anak jalanan. 3) Hambatan dari anak jalanan.

4) Kesadaran masyarakat untuk membantu sesama masih kurang.

5) Kurang sinerginya pihak-pihak yang terkait dengan implementasi program. Berdasarkan hasil penelitian tentang Implementasi program bantuan pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang, jika dilihat dari indikator keberhasilan program, RPSA Gratama cukup berhasil dalam mencapai tujuannya yaitu agar anak tidak lagi beraktivitas di jalan, anak kembali ke bangku sekolah bagi yang masih usia sekolah, anak dapat memiliki penghasilan yang layak dengan keterampilan yang dimiliki, anak mampu mengendalikan diri terhadap godaan-godaan untuk kembali ke jalanan. Selain itu, program ini juga sudah

cukup membantu anak mendapatkan haknya untuk memperoleh pendidikan walaupun dalam pelaksanaannya masih banyak hambatan yang dihadapi dari segi komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasinya. Namun implementasi program ini didukung oleh disposisi (sikap pelaksana) yang baik dari para implementor maupun pekerja sosial sehingga mampu mendukung implementasi program bantuan pendidikan yang dijalankan.

5.2 Saran

1) Kepada RPSA Gratama

a. RPSA Gratama seharusnya menggalakkan dana dari pihak-pihak yang berkompeten dan yang terlibat agar mereka dapat mengalokasikan dana untuk pendidikan anak jalanan yang dibina.

b. RPSA Gratama harus meningkatkan komunikasi dengan masyarakat secara umum tentang keberadaan RPSA, peranan, dan program-program yang dijalankan agar masyarakat lebih mengenal RPSA. Harapannya masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam membantu penanganan anak jalanan.

c. RPSA Gratama harus meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dengan program bantuan pendidikan yang dijalankan RPSA mengingat bahwa penanganan permasalahan anak jalanan bukanlah perkara yang mudah, untuk itu pihak-pihak tersebut harus lebih bersinergi, agar penanganan tidak dilakukan secara terpisah sehingga kedepannya mendapatkan hasil yang maksimal.

2) Kepada Yayasan Gradhika

Dokumen terkait