• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Internet Pada Perkembangan Seksualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Remaja

3. Pengaruh Internet Pada Perkembangan Seksualitas

Remaja

Seksualitas dan identitas pribadi merupakan salah satu hal kunci permasalahan remaja (Weinsten & Rosen dalam Subrahmanyam, Smahel, & Greenfield, 2006). Konsekuensi dari hal ini ialah banyak remaja yang menghabiskan waktu untuk membicarakan masalah seksualitas, bercanda mengenai hal seksual, dan mengidentifikasi orientasi seksual (Rice dalam Subrahmanyam et al, 2006).

Selama remaja, tingkat aktivitas seksual meningkat sesuai usia. Namun, selain perkembangan seksualitas, remaja juga harus mencapai perkembangan identitas yang konsisten dan stabil. Identitas yang konsisten tersebut terkait dengan jenis kelamin, seksual, moral, politik dan identitas religius (Subrahmanyam, 2006). Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan seksualitas dan identitas remaja adalah teman sebaya dan

pasangan romantis. Remaja biasa membicarakan masalah seksualitasnya dengan teman sebaya atau kekasihnya. Oleh karena itu, teman sebaya dan pasangan romantis merupakan orang yang berperan penting dalam perilaku dan sikap seksual seseorang (Subrahmanyam, 2006).

Kemajuan teknologi dapat membuat remaja berkomunikasi dengan teman sebaya atau pasangan romantis melalui internet. Satu dari tiga remaja lebih senang menggunakan komunikasi online dibandingkan komunikasi tatap muka untuk membicarakan topik yang intim seperti cinta, seks, dan hal lain yang sekiranya dianggap memalukan (Schouren, Valkenburg, & Peter dalam Valkenburg & Peter, 2011).

Dengan internet, remaja juga mendapatkan hal-hal yang dibutuhkan untuk perkembangan identitas dan perkembangan seksual. Sebagai faktor pengaruh perkembangan identitas, internet mempengaruhi kejelasan konsep diri dan penghargaan diri selama remaja. Pengaruh pada konsep diri misalnya, dengan internet, remaja dapat berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda latar belakang dengannya, sehingga dapat menstimulasi kejelasan konsep diri. Namun, di sisi lain, internet juga diasosiakan dengan konsep diri yang tidak stabil, karena terkait dengan perasaan kesepian. Demikian halnya dengan pengaruh internet dan penghargaan diri pada remaja, yang dapat membuat lebih baik atau malah memiliki penghargaan diri yang rendah (Valkenburg & Peter, 2011).

Sebagai faktor pengaruh perkembangan seksualitas, internet memberikan kesempatan untuk remaja melakukan eksplorasi seksual diri.

Eksplorasi ini bisa dilakukan misalnya dengan komunikasi dengan teman sebaya, pasangan romantis, atau orang lain. Dunia online memberikan ruang gerak yang lebih luas untuk remaja melakukan eksplorasi seksualitas (Valkenburg & Peter, 2011).

D. Dinamika Perilaku Seksual Online dan Konsekuensinya Pada Remaja

Remaja, seksualitas, dan internet, tiga hal ini merupakan hal yang erat kaitannya saat ini. Perkembangan seksualitas yang signifikan selama masa remaja membuat remaja memiliki keinginan untuk mengeksplorasi seksualitasnya. Hal ini penting untuk dilakukan bagi remaja karena terkait dengan identitas seksualnya pula. Dengan berkembangnya teknologi internet, remaja memanfaatkannya untuk mengembangkan identitas seksualnya secara online dan menemukan tempat baru untuk melampiaskan hasrat seksualnya. Perilaku mengeksplorasi seksualitas melalui media dilakukan para remaja karena terdorong oleh hasrat seksual yang cukup besar akibat pertumbuhan hormon pada saat remaja (Knight, 2004). Selain itu perilaku ini sebagai kompensasi karena para orang tua dan guru merasa malu dan tidak dapat memenuhi keingintahuan remaja terkait seksualitas karena masih dianggap tabu (Sarwono, 2005).

Perilaku remaja mengeksplorasi perilaku seksual ini disebut sebagai perilaku seksual online. Perilaku ini bisa dilakukan untuk tujuan hiburan, pendidikan, pencarian dukungan sosial, dan mencari pasangan romantis (Cooper & Griffin-Shelley dalam Sevcikova & Konecny, 2011).

Beberapa penelitian yang terkait dengan remaja dan perilaku seksual online menyebutkan bahwa internet menjadi tempat yang lebih nyaman bagi remaja untuk mengeksplorasi seksualitasnya. Hal ini karena media internet bersifat anonim sehingga remaja tidak perlu merasa mendapatkan stigma atau merasa malu, untuk mengeksplorasi mengenai masalah seksualitas (Carvalheira & Gomes, 2003; Cooper et al. 1999; Dew et al. 2006).

Namun, seringkali perilaku ini dianggap berbahaya karena beberapa kasus yang dilaporkan seperti unwanted sexual solicitation, harrashment, unwanted exposure to pornography, dan penyakit menular seksual menimbulkan dampak negatif bagi remaja sendiri. Hal terkait dengan perilaku remaja di internet (Mitchell et al., 2007).

Berdasarkan penelitian, kasus-kasus tersebut paling banyak menimpa remaja dengan rentang umur 13-17 tahun. Remaja yang rentan mengalami kasus tersebut adalah remaja yang tidak memiliki hubungan akrab dengan orang tua, rendahnya pengawasan dari orang tua, mengalami depresi, memiliki masalah dalam hubungan dan seorang homoseksual atau seseorang yang belum jelas dengan orientasi seksualnya (Ybarra, 2004).

Penelitian mengenai perilaku seksual online telah dilakukan beberapa tahun yang lalu. Penelitian terkait dengan motivasi seseorang melakukan perilaku ini menemukan bahwa seseorang yang melakukan perilaku seksual online biasanya tidak mampu untuk menemukan pasangan romantis di dunia nyata atau telah berpengalaman melakukan perilaku seksual di dunia nyata (Dew et al, 2006; Sevcikova & Konecny, 2011).

Dari penelitian-penelitian yang telah ada, metode yang banyak digunakan adalah kuantitatif dengan self-report, yang diadministrasikan dengan komputer (Sevcikova & Konency, 2011; Dew et al. 2003; Carvalheira & Gomes, 2006) dan metode analisis isi akun sosial media atau chat room yang diakses oleh remaja (Subrahmanyam et al. 2006 ; William & Merten, 2008). Namun, dari beberapa penelitian kuantitatif tersebut, tidak ada alat pengukuran tetap yang digunakan.

Ketiadaaan alat pengukuran tetap yang digunakan untuk mengukur perilaku seksual online disebabkan skala-skala yang telah digunakan pada penelitian sebelumnya belum teruji validitas dan reliabilitasnya (Baumgartner, 2010; Delmonico & Miller, 2003) Hal ini disampaikan secara eksplisit oleh pembuatnya. Selain itu, item perilaku seksual online dalam skala tersebut inkonsisten antara skala yang satu dengan skala yang lainnya (Carvalheira & Gomes, 2003; Cooper et al. 2001;2002; Dew et al., 2006; Sevcikova & Konecny, 2011). Hal ini mengindikasikan bahwa variasi perilaku seksual online belum diketahui secara jelas.

Berdasarkan review literatur dan keterbatasan penelitian sebelumnya, pada penelitian ini, peneliti akan meneliti mengenai variasi perilaku seksual online pada remaja dan gambaran konsekuensinya. Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk penyusunan alat ukur mengenai perilaku seksual online dan perilaku seksual online berisiko yang merupakan topik baru dalam penelitian saat ini.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan bottom up kualitatif. Variasi perilaku seksual online dan konsekuensinya diperoleh berdasarkan persepsi remaja sendiri. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kredibilitas temuan variasi perilaku seksual online dan konsekuensinya pada remaja. Metode ini berpotensi untuk mengatasi kelemahan penelitian sebelumnya yang mendapatkan variasi item berdasarkan review literatur bahwa perilaku tersebut dilakukan oleh remaja (Baumgartner, 2010).

Penelitian mengenai perilaku remaja dan internet menjadi salah satu hal yang disarankan karena kemunculan internet membawa manfaat yang berbanding lurus dengan risiko yang didapat (Livingstone & Brake, 2009; Weiss & Samenow, 2010). Banyak orang tua yang tidak mengerti akan kerentanan anaknya mengalami risiko karena remaja biasanya melakukan kegiatan di internet sebagai kegiatan pribadi dan tidak ingin diketahui oleh orang tua (Livingstone & Brake, 2009). Hal ini yang pada akhirnya akan menimbulkan keterkejutan orang tua ketika anaknya telah menjadi sasaran korban kejahatan seksual online (Kompas, 2012). Oleh karena itu, penelitian ini dirasa akan memberikan manfaat di Indonesia, karena literatur mengenai perilaku seksual online di Indonesia masih sangat terbatas.

Dokumen terkait