• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Nyata Karakteristik Sosial Ekonomi Dalam Pengembangan Wilayah Terhadap Meningkatkan Pendapatan Petani Padi Sawah

Laki-Lak

2. SMP 23.166 3 SMA 11

6.2. Pengaruh Nyata Karakteristik Sosial Ekonomi Dalam Pengembangan Wilayah Terhadap Meningkatkan Pendapatan Petani Padi Sawah

Hasil kajian menunjukkan bahwa variabel umur (X1.1) tanda positif,

variabel pendidikan (X1.2) tanda positif, variabel lamanya berusahatani (X1.3)

tanda positif, variabel lamanya berorganisasi P3A (X1.4) tanda positif, dan

variabel jumlah tanggungan (X1.5) tanda positif, hal ini menunjukkan tidak ada

berpengaruh nyata dengan variabel pendapatan (Y). Sedangkan variabel total luas lahan (X1.6) tanda positif, berpengaruh sangat nyata dengan variabel

Hasil kajian menunjukkan bahwa pengaruh variabel umur (X1.1) tanda

positif dari koefisien regresi bernilai 145129,985. Hal ini menunjukkan tidak ada berpengaruh nyata antara umur (X1.1), dengan variabel pendapatan (Y). Nilai

signifikansi tsig sebesar 0,590 adalah lebih besar dari nilai α 0,05 Artinya tidak

signifikan dengan kata lain umur (X1.1), yang dimiliki tidak mempunyai pengaruh

yang nyata terhadap pendapatan (Y).

Hasil kajian menunjukkan bahwa pengaruh variabel pendidikan (X1.2)

tanda positif dari koefisien regresi bernilai 368270,203. Hal ini menunjukkan tidak ada berpengaruh nyata antara pendidikan (X1.2), dengan variabel pendapatan

(Y). Nilai signifikansi tsig sebesar 0,540 adalah lebih besar dari nilai α 0,05.

Artinya tidak signifikan dengan kata lain pendidikan (X1.2), yang dimiliki tidak

mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap pendapatan (Y).

Hasil kajian menunjukkan bahwa pengaruh variabel lamanya berusahatani (X1.3) tanda positif dari koefisien regresi bernilai 43169,793. Hal ini

menunjukkan tidak ada berpengaruh nyata antara lamanya berusahatani (X1.3),

dengan variabel pendapatan (Y). Nilai signifikansi tsig sebesar0,852 adalah lebih

besar dari nilai α 0,05. Artinya tidak signifikan dengan kata lain lamanya berusahatani (X1.3) yang dimiliki tidak mempunyai pengaruh yang sangat nyata

terhadap pendapatan (Y).

Hasil kajian menunjukkan bahwa pengaruh variabel lamanya berorganisasi (X1.4) tanda positif dari koefisien regresi bernilai 202069,906. Hal ini

menunjukkan tidak ada berpengaruh nyata antara lamanya berorganisasi (X1.4)

dengan variabel pendapatan (Y). Nilai signifikansi tsig sebesar0,284 adalah lebih

berorganisasi (X1.4) yang dimiliki tidak mempunyai pengaruh yang sangat nyata

terhadap pendapatan (Y).

Hasil kajian menunjukkan bahwa pengaruh Variabel jumlah tanggungan (X1.5) tanda positif dari koefisien regresi bernilai 162118,727. Hal ini

menunjukkan tidak ada berpengaruh nyata antara jumlah tanggungan (X1.5)

dengan variabel pendapatan (Y). Nilai signifikansi tsig sebesar0,876 adalah lebih

besar dari nilai α 0,05. Artinya tidak signifikan dengan kata lain jumlah tanggungan (X1.5) yang dimiliki tidak mempunyai pengaruh yang sangat nyata

terhadap pendapatan (Y).

Hasil kajian menunjukkan bahwa pengaruh variabel total luas lahan (X1.6)

tanda positif. Hal ini menunjukkan ada pengaruh positif signifikan antara total luas lahan (X1.6) dengan variabel pendapatan (Y). Nilai signifikansi tsig sebesar

0,000 adalah lebih kecil dari nilai α 0,05. Artinya ada pengaruh positif signifikan dengan kata lain total luas lahan (X1.6) yang dimiliki mempunyai

pengaruh positif signifikan terhadap pendapatan (Y).

Sedangkan tingkat elastisitas total luas lahan (X16) terhadap pendapatan

(Y), lebih besar dari 1 (elastis >1). Dengan demikian apabila tingkat elastis total luas lahan (X16) meningkat sebesar 1 %, maka akan diimbangi dengan naiknya

pendapatan (Y) sebesar Rp 1.186E7 ceteris paribus. Berarti sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara total luas lahan (X16) dengan pendapatan (Y). Hal ini ada pengaruh positif signifikan

dimana makin luas lahan yang dimiliki dan dikelola akan semakin besar pendapatan yang diterima.

Hasil penelitian ini sesuai dengan landasan teori dimana semakin luas areal pertanian yang dikelola maka semakin tinggi pendapatan yang diterima.

Hal ini mendukung Hasyim (2008) luas lahan usahatani berpengaruh nyata terhadap pendapatan dengan sifat pengaruh positif, sehingga jika luas lahan usahatani bertambah maka pendapatan cenderung meningkat. Temuan ini sejalan dengan Salmiah (2004) hubungan antara luas lahan usahatani yang dikelola mempunyai hubungan yang sedang dengan pendapatan dengan kata lain semakin besar luas lahan yang dimiliki dan dikelola akan semakin besar pula pendapatan yang diterima. Hal ini yang dilakukan petani yang ada didalam kawasan hutan HPH maupun petani yang ada diluar kawasan hutan. Temuan Tim Universitas Udayana (2008) tingkat luasan usahatani menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat petani, semakin luas areal menggambarkan semakin tinggi produksi dan pendapatan yang diterima.

Sedangkan menurut Sutrisno (2009) luas lahan garapan sangat kuat hubungannya dengan pendapatan petani dan juga berpengaruh signifikan dan positif terhadap pendapatan petani, maka perlu pengelolaan lahan yang baik dengan sentuhan teknologi budidaya pertanian yang memperhatikan ramah lingkungan (penggunaan pupuk organik) agar potensi kesuburan tanah tetap terjaga, sehingga efisiensi pengelolaan lahan garapan untuk tanaman padi dalam meningkatkan pendapatan petani dapat tercapai dan berkelanjutan. Sejalan dengan itu Wahyuningsih, dkk (2013) status penguasaan lahan, variabel dummy pendapatan petani pemilik penggarap lebih tinggi dibandingkan dengan penyewa sedangkan pendapatan penyewa dan penyakap tidak berbeda nyata.

Selain itu Supriyati, dkk (2007) korelasi antara total pendapatan dengan lahan milik di Sumatera Barat berhubungan nyata dengan koefisien 0,29. Sejalan dengan itu Mudakir (2011) status penguasaan lahan mempunyai pengaruh terhadap distribusi pendapatan, petani yang mempunyai penguasaan lahan lebih luas cenderung mempunyai pendapatan yang lebih besar dibanding penguasaan lahan yang lebih sempit.

Menurut Cahyono, dkk (2002) luas penguasaan lahan mempengaruhi pendapatan petani terutama petani berlahan sempit, sedangkan petani berlahan luas sudah mulai tidak tergantung pada lahan. Petani lahan sempit berusaha menghindari resiko dengan mendiversivikasi usahataninya dan ini berbeda dengan yang dilakukan oleh petani berlahan luas yang cenderung menggunakan lahannya pada tegal.

6.3. Komparasi Rata-Rata Pendapatan Petani Padi Sawah Sebelum dan Setelah Menerapkan Kearifan Lokal Dalam Bentuk Doa Turun Tanam Pada Pengembangan Wilayah

Hasil kajian ini seperti terlihat pada Tabel 5.55 dapat diketahui bahwa pengaruh menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam terhadap pendapatan petani terdapat perbedaan yaitu sebelum menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam adalah Rp 1.496.537.300, sedangkan pendapatan petani setelah menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam adalah Rp 2.095.387.900. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa pendapatan petani mengalami kenaikan sebesar Rp 598.850.600 dengan persentase sebesar 40,02%. Hasil pengujian hipotesis yaitu pada α = 0,05, diperoleh t-hitung 6,903 lebih besar dari pada nilai t-tabel 1,645, maka Ho ditolak dan H1 diterima, dengan signifikan

0,000. Karena tingkat signifikansi 0,000 < α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata pendapatan petani sebelum menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam dengan rata-rata pendapatan petani setelah menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam berbeda (tidak sama).

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penerapan setelah kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam berpengaruh terhadap pendapatan petani di daerah penelitian, dengan kata lain pendapatan petani setelah menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam lebih besar dibanding dengan pen- dapatan petani sebelum menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam. Dari Tabel 5.35 dan Lampiran 2 dapat dilihat jumlah biaya petani sebelum menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam dalam usahatani padi sawah selama 2 kali musim tanam yang terbesar adalah pada biaya pompanisasi sebesar Rp. 330.540.000 (70,84%) dengan rata-rata biaya sebesar Rp 3.305.400. Hal ini jelas jika dilihat biaya yang dikeluarkan sebelum menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam sangat besar karena biaya pompanisasi adalah sebesar 15 kg gabah kering panen/rante, biaya pupuk sebesar Rp 127.629.250, (27,35%) dengan rata-rata biaya sebesar Rp 1.276.292,5, biaya pestisida sebesar Rp 8.467.000 (1,81%) dengan rata-rata biaya sebesar Rp 84.670. Total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 466.636.250, Dengan rata-rata total biaya per petani adalah sebesar Rp 4.666.362,5.

Temuan ini mendukung Saleh (1992) penggunaan pompanisasi dalam usahatani padi sawah di dua Kabupaten yaitu Karawang dan Bekasi tidak menguntungkan ditinjau dari biaya investasi dan biaya operasional. Makin besar kapasitas pompa air, tingkat kerugiannya makin tinggi.

Sejalan dengan hasil penelitian Kalo (1987) dimana usaha penggunaan pompa air tidak memperoleh keuntungan, tidak saja dialami oleh petani pengguna pompa air di Kabupaten Bekasi dan Karawang, tetapi juga oleh petani-petani pengguna pompa air di desa kasus Kabupaten Indramayu dan Cirebon, Provinsi Jawa Barat.

Dari Tabel 5.36 dan Lampiran 2 dapat dilihat jumlah biaya petani setelah menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam dalam usahatani padi sawah selama 2 kali musim tanam yang terbesar adalah pada biaya pupuk sebesar Rp. 87.122.600 (54,25 %) dengan rata-rata biaya Rp. 871.226, biaya iyuran air irigasi sebesar Rp 66.108.000 (41,17 %) dengan rata-rata biaya Rp 661.080. Hal ini jelas jika dilihat biaya yang dikeluarkan setelah menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam, sangat kecil karena biaya iuran air irigasi adalah sebesar 3 kg gabah kering panen/rante. Biaya pestisida sebesar Rp 7.362.000 (4,58%) dengan rata-rata biaya Rp 73.620. Total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 160.592.600. Dengan rata-rata total biaya per petani adalah sebesar Rp 1.605.926.

Dari Tabel 5.37 dan Lampiran 2 dapat dilihat pendapatan petani sebelum dan setelah menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam dalam usahatani padi sawah selama 2 kali musim tanam yang terbesar adalah setelah

menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam sebesar Rp. 2.095.387.900 (54,79 %) dengan rata-rata pendapatan Rp 20.953.879.

Sedangkan pendapatan yang terkecil adalah sebelum menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam sebesar Rp 1.496.537.300 (45,21%) dengan rata - rata pendapatan Rp 14.965.373.

Jika dibandingkan dengan Tabel 5.36 dan Lampiran 2 dapat dilihat jumlah biaya petani setelah menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam dalam usahatani padi sawah selama 2 kali musim tanam total biaya lebih kecil, dimana pada biaya iyuran air irigasi adalah sebesar Rp 66.108.000, (41,17%) dengan rata-rata biaya Rp 661.080. jika dilihat biaya yang dikeluarkan setelah menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam, sangat kecil karena biaya iyuran air irigasi sebesar 3 kg gabah kering panen/rante, Biaya pupuk sebesar Rp. 87.122.600 (54,25 %) dengan rata-rata biaya Rp. 871.226. dan biaya pestisida sebesar Rp 7.362.000 (4,58%) rata-rata biaya Rp 73.620. Total biaya Rp 160.592.600. Dengan rata-rata total biaya per petani adalah sebesar Rp 1.605.926.

Hal ini jelas berbeda jika dibanding dengan biaya yang dikeluarkan sebelum menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam dengan biaya setelah menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam, hal yang membuat sangat berbeda karena biaya pompanisasi sebesar 15 kg gabah kering panen/rante, sebelum menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam, sedangkan setelah menerapkan kearifan lokal dalam bentuk doa turun tanam, hujan turun air irigasi menjadi lancar maka dikenakan biaya iyuran irigasi sebesar 3 kg gabah kering panen/rante.

Hal ini mendukung Padang (2010) terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan petani padi sawah pola irigasi dengan pendapatan petani non irigasi. Sejalan dengan itu Sutarno (2012) dengan peningkatan irigasi maka akan menjamin tersedianya air dipetak sawah dan mendorong petani menanam padi dalam satu tahun.

6.4. Pengaruh Setelah Menerapkan Kearifan lokal Dalam Bentuk Doa