• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.2. Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kejadian Hipertensi

5.2.3. Pengaruh Kebiasaan Istirahat terhadap Kejadian

Hasil penelitian tentang variabel kebiasaan istirahat diperoleh bahwa responden pada kelompok kasus dengan persentase tertinggi dengan kebiasaan istirahat cukup sebesar 61,4% dan kebiasaan istirahat tidak cukup sebesar 38,6%, sedangkan pada kelompok kontrol proporsi tertinggi dengan kebiasaan istirahat cukup sebesar 81,4% dan kebiasaan istirahat yang tidak cukup sebesar 18,6%. Uji statistik regresi logistik berganda menunjukkan nilai p value = 0,015 (p<0,05) artinya variabel kebiasaan istirahat berpengaruh terhadap kejadian hipertensi dengan OR sebesar 2,753 (95% CI = 1,273-5,952). Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa responden yang menderita hipertensi 2,7 kali kecenderungan dengan istirahat tidak cukup dibanding dengan responden yang tidak menderita hipertensi.

Hal ini disebabkan istirahat sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan (Depkes RI, 2008).

Kebiasaan istirahat adalah model, bentuk atau corak tidur dalam jangka waktu yang relatif menetap dan meliputi jadwal jatuh (masuk) tidur dan bangun, irama tidur, frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan kondisi tidur dan kepuasan tidur

(Depkes RI, 2008). Gangguan pola tidur merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami atau mempunyai resiko perubahan jumlah dan kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan atau mengganggu gaya hidup yang diinginkan. Gangguan ini terlihat dengan adanya perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di daerah sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, kurang konsentrasi, sakit kepala dan mengantuk. Pada penelitian ini diperoleh bahwa responden pada kelompok kasus lebih banyak terbangun pada waktu tidur malam > 2 kali, mengalami susah tidur, istirahat yang kurang pada siang hari dan kurang tidur secara teratur sebanyak 27 orang (38,6%). Keadaan ini akan memacu timbulnya kejadian hipertensi. Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2009) di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Said Sukanto Jakarta yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan istirahat dengan kejadian hipertensi di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Said Sukanto Jakarta, dengan nilai p value = 0,017.

Penelitian yang dilaporkan dalam jurnal Hypertension menyatakan bahwa mereka yang hanya tidur 6 jam, 42% cenderung mengalami hipertensi, sedangkan yang terbiasa tidur tidak lebih dari 6 jam risikonya 31 %. Menurut ketua penelitian, Cappuccio dari Warwick Medical School, Coventry, 2002 menunjukkan adanya kemungkinan hubungan khusus penurunan waktu tidur dengan tekanan darah. Buruknya kualitas tidur berbanding lurus dengan kesehatan seseorang.

Pada kelompok kontrol lebih banyak tertidur pada waktu tidur malam, tidak mengalami susah tidur, istirahat yang cukup pada siang hari dan tidur secara teratur. Keadaan ini akan memacu pada kelompok kontrol tidak menimbulkan kejadian hipertensi. Setiap manusia membutuhkan waktu tidur kurang lebih sekitar sepertiga waktu hidupnya atau sekitar 6-8 jam sehari. Secara alami dan otomatis jika tubuh lelah maka akan merasa mengantuk sehingga memaksa tubuh untuk beristirahat secara fisik dan mental. Pada siang hari manusia lebih dipengaruhi saraf simpatis yang bersifat aktif. Saraf ini membuat manusia turut aktif dalam bekerja sehingga meningkatkan tekanan darah dan mempercepat denyut jantung. Pada malam hari saatnya saraf parasimpatik mengistirahatkan tubuh anda. Jika anda kurang tidur maka keharmonisan ini akan terganggu. Jantung yang seharusnya beristirahat dipaksa terus bekerja, begitu pula dengan tekanan darah. Kurang tidur akan meningkatkan kadar hormon strees, yaitu hormon kortisol yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah. Kinerja jantung akan lebih baik dan jantung akan lebih sehat bila kita cukup istirahat. 5.2.4. Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Kejadian Hipertensi di RSUD

Dr.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi

Hasil penelitian tentang variabel kebiasaan merokok diperoleh bahwa responden pada kelompok kasus dengan persentase kebiasaan merokok sebesar 21,4% dan kebiasaan tidak merokok sebesar 78,6%, sedangkan pada kelompok kontrol persentase tertinggi dengan kebiasaan tidak merokok sebesar 92,9% dan kebiasaan merokok sebesar 7,1%. Uji statistik regresi logistik berganda menunjukkan nilai p value 0,030 (p<0,05), artinya variabel kebiasaan merokok berpengaruh

terhadap kejadian hipertensi dengan nilai OR sebesar 3,945 (95% CI = 1,211-10,377). Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa responden yang menderita hipertensi 3,9 kali kecenderungan dengan kebiasaan merokok dibanding dengan responden yang tidak menderita.

Pada penelitian ini diperoleh bahwa responden pada kelompok kasus lebih banyak yang merokok dan > 20 batang dalam sehari dibandingkan pada kelompok kontrol yang merokok. Keadaan ini akan memacu timbulnya kejadian hipertensi. Rokok sangat berisiko karena dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Pendapat ahli selain dari lamanya merokok, risiko akibat merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan dari pada mereka yang tidak merokok (Bustan, 2007). Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segara setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan menghilang,

tekanan darah juga akan menurun dengan perlahan. Namun pada perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi sepanjang hari (Shep, 2005).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2009) di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Said Sukanto Jakarta yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Said Sukanto Jakarta, dengan nilai p value = 0,004. Merokok merupakan salah satu kebiasaan hidup yang dapat memengaruhi tekanan darah yang dapat mengakibatkan hipertensi. Pada keadaan merokok pembuluh darah dibeberapa bagian tubuh akan mengalami penyempitan, dalam keadaan ini dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi supaya darah dapat mengalir ke alat-alat tubuh dengan jumlah yang tetap. Untuk itu jantung harus memompa darah lebih kuat, sehingga tekanan pada pembuluh darah meningkat. Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Namun rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Xianglan Zhang, dkk., dan Sheps, Sheldon G (2005), yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok sebagai faktor risiko hipertensi (OR 1,28 – 1,62). Berhenti merokok sangat penting untuk menurunkan dan mengendalikan tekanan darah. Menghindari rokok dapat menjauhkan dari risiko penyakit jantung dan pembuluh darah lain. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bidjuni dan Malara (2013) di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara gaya hidup dalam bentuk merokok dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Kolongan, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara. Hasil uji statistik Spearman’s rho dengan nilai kemaknaan (á) = 0,05 didapatkan nilai Signifikan (p) = 0, 447 yang lebih besar dari á = 0,05.

5.3. Keterbatasan Penelitian

Dokumen terkait