• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kepribadian Siswa (X1), Lingkungan Sekolah (X2) dan Pretasi Belajar Pendidikan Agama (X3) Terhadap Toleransi Beragama

Jenis Kelamin

A. Analisis Deskriptif

4. Pengaruh Kepribadian Siswa (X1), Lingkungan Sekolah (X2) dan Pretasi Belajar Pendidikan Agama (X3) Terhadap Toleransi Beragama

Siswa (Y)

Hasil pengolahan data menerangkan bahwa terdapat pengaruh langsung yang positif dan signifikan dari kepribadian siswa, lingkungan sekolah dan prestasi belajar pendidikan agama terhadap toleransi beragama siswa dengan koefisien regresi masing-masing sebesar 0,264, 0,360 dan 0,330. Karakter ini memberikan interpretasi bahwa responden pada variabel prestasi belajar pendidikan agama akan berbanding lurus dengan toleransi beragama. Dilihat dari nilai koefesien korelasi regresi tertinggi ialah lingkungan sekolah, kemudian prestasi belajar pendidikan agama dan salanjutnya kepribadian. Hal ini menunjukkan bahwa toleransi beragama pada

5 Ngainun Naim, Pendidikan Multikultural; Konsep dan Aplikasi (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 180

siswa SMA Negeri 8 Malang lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekolah.

Dalam perspektif psikologi diketahui bahwa faktor-faktor yang menjadi sebab munculnya sikap toleransi dan intoleransi adalah karakteristik mental yang merupakan bagian dari kepribadian (personality), lingkungan dan pengetahuan. Faktor-faktor tersebut adalah gabungan sikap individu yang muncul ketika ia berhadapan dengan sejumlah perbedaan dan bahkan pertentangan, baik ditingkat sikap, pandangan, keyakinan dan juga tindakan, yang timbul di tengah kehidupan.6 Lewin dalam Sarlito Wirawan menyatakan bahwa sikap dan perilaku manusia merupakan fungsi dari kepribadian (personality) dan pengalaman (experience).7 Artinya, secara umum, munculnya sikap toleransi dan intoleransi pada seseorang dipengaruhi oleh faktor kepribadian dan lingkungan. Kepribadian manusia merupakan gabungan dari sifat dan konsep diri orang. Aspek kepribadian meliputi watak, sifat, penyesuaian diri, minat, emosi, sikap, dan motivasi. Gagasan tersebut memberikan kesan tentang apa yang difikirkan, dirasakan, dan diperbuat, yang terungkap melalui perilaku.8 Artinya, sikap dan perilaku intoleran misalnya, bisa muncul dari apa yang difikirkan, dirasakan,dan kemudian diperbuat seseorang terhadap orang lain yang mungkin berbeda dengan dirinya, salah satunya disebabkan adanya prasangka negatif (prejudice). Kata prejudice diartikan M. Ainul Yakin sebagai sebuah penilaian akhir yang tidak dilandasi dengan bukti-bukti terdahulu. Sedangkan secara sesiologis,

6

Saiful Mujani, Op.Cit.,hlm. 77

7 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Prasangka Orang Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 92

8

prejudice adalah sebuah opini, sikap, kepercayaan dan perasaan yang negative dan tidak adil terhadap seseorang atau kelompok masyarakat yang lain (etnis, kewarganegaraan, agama, ras, jenis kelamin, partai politik, keluarga, organisasi tertentu, kelas sosial, dan lain sebagainya).9

Kepribadian manusia merupakan gabungan dari berbagai sifat dan konsep diri orang. Aspek kepribadian meliputi watak, sifat, penyesuaian diri, minat, emosi, sikap dan motivasi. Gagasan tersebut memberikan gambaran dan kesan tentang apa yang dipikirkan, dirasakan dan diperbuat, yang terungkap melalui perilaku. Kepribadian juga merupakan kesatuan unik dari cirri-ciri fisik (pandangan mata, senyum, sosok tubuh, perangai, dan sebagainya) dan mental yang ada dalam diri seseorang (kebijaksanaan, toleransi dan ketekunan). Kombinasi yang muncul dari keduanya merupakan kepribadian seseorang.10 Kepribadian dalam individu dapat dibedakan antara dua sisi yang introvert dan ekstrovert. Pada diri yang introvert umumnya memiliki sifat-sifat yang cenderung menarik diri, suka bekerja sendiri, tenang, pemalu, tetapi rajin, hati-hati dalam mengambil keputusan, dan cenderung tertutup secara sosial. Sebaliknya individu yang ekstrovert pada umumnya memiliki ciri-ciri suka berpandangan atau berorientasi keluar, bebas dan terbuka secara sosial, berminat terhadap keanekaan, sigap dan suka bekerja kelompok. Pada dasarnya orang-orang yang bersifat ekstrovert menunjukkan sikap yang lebih terbuka dan menerima masukan dari pihak luar, aktif suka berteman , dan ramah tamah.11

9 M. Ainul Yakin, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pilar Media, 2005, hlm. 17

10 Alwisol, Op.Cit., hlm. 231

11

Selain kepribadian juga terdapat lingkungan pendidikan yang bisa mempengaruhi sikap toleransi. Lingkungan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Pada penelitian ini hanya mencakup lingkunga sekolah, maka peran sekolah sebagai institusi dinyatakan sebaga berikut: peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah mengembangkan potensi manusiawi yang dimiliki anak-anak agar mampu menjalankan tugas-tugas kehidupan sebagai manusia, baik secara indivdual maupun sebagai anggota masyarakat. Kegiatan untuk mengembankan potensi itu harus dilakukan secara berencana, terarah dan sistematik guna mencapai tujuan tertentu. Tujuan itu harus mengandung nilai-nilai yang serasi dengan kebudayaan masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan sebagai lembaga pendidikan. Dengan demikian pendidikan di sekolah dilihat dari sudut sosial dan spiritual, berfungsi mengembangkan sikap mental yang erat hubungannya dengan norma-norma kehidupan.12

Kemudian aspek lain yang mempengaruhi toleransi adalah pendidikan. Ketika berbicara pendidikan maka lingkup yang dibicarakan begitu luas, akan tetapi penelitian ini hanya mengulas bagian tertentu dari pendidikan yaitu evaluasi. Prestasi belajar pendidikan agama adalah sejumlah kemampuan pendidikan agama pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik setelah menerima pengalaman belajar dalam rangka jangka waktu tertentu berdasarkan tujuan pembelajaran. Dengan pendidikan agama yang diterima siswa, diharapkan siswa mempunyai penghayatan terhadap aspek kedalaman

12

dari agama sehingga dapat membuat siswa lebih mampu bersikap menghormati orang lain secara lebih manusiawi. Dengan kata lain, aspek kedalaman dari agama itulah yang membuat seseorang lebih toleran terhadap orang lain. Hal ini membuat seseorang pada aspek kedalaman dari agama terdapat titik-titik temu yang lebih banyak dari agama-agama.13 Dalam toleransi beragama, dibutuhkan adanya kejujuran, kebesaran jiwa, kebijaksanaan dan bertanggung jawab, hingga menumbuhkan perasaan solidaritas dan mengeliminir egoistis golongan. Oleh karenanya, setiap pemeluk agama hendaknya dapat menghayati ajaran agamanya secara mendalam.

Dalam toleransi, semua umat beragama harus berpegang pada prinsip agree in disagreement (setuju dalam perbedaanaan). Perbedaaan tidak harus mengakibatkan permusuhan, karena bagaimanapun pebedaan akan selalu ada di dunia ini. Oleh karena itu, ia tidak harus menimbulkan pertentangan. Dalam konteks ini, prinsip tersebut mengandung pengertian, semua penganut agama setuju untuk hidup rukun dengan tetap memelihara eksistensi semua agama yang ada. Dengan demikian, toleransi antar umat beragama bukan hanya sekedar hidup berdampingan secara pasif tanpa adanya saling keterlibatan satu sama lain, melainkan lebih dari itu, yakni toleransi yang bersifat aktif dan dinamis, yang diaktualisasikan dalam bentuk hubungan saling menghargai dan menghormati, berbuat baik dan adil antar sesama, dan bekerjasama dalam membangun masyarakat yang harmonis, rukun dan damai

13