• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Keputusan Investasi terhadap Nilai Perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Keputusan Investasi terhadap Nilai Perusahaan

3. Pengaruh stategi diversifikasi terhadap nilai perusahaan. 4. Pengaruh efisiensi operasional terhadap nilai perusahaan. 5. Pengaruh inovasi terhadap nilai perusahaan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di masa depan untuk berbagai pihak, antara lain sebagai berikut :

1. Kontribusi Teoritis

a. Bagi kalangan akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai sumbangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai keputusan investasi, keputusan pendanaan, strategi diversifikasi, efisiensi operasional dan inovasi, serta nilai perusahaan.

b. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana informasi untuk masyarakat terkait faktor apa saja yang dapat menyebabkan naik atau turunnya nilai perusahaan, serta menambah wawasan mengenai akuntansi khususnya topik mengenai keuangan. 2. Kontribusi Praktis

a. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan topik penelitian.

19 b. Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan berinvestasi pada sebuah perusahaan

c. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumber informasi, refrensi, rekomendasi untuk penelitian selanjutnya yang meneliti topik-topik berkaitan, baik untuk memperbaiki maupun melengkapi.

20 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Jensen & Meckling (1976) mendefinisikan teori keagenan adalah hubungan kontrak antara principal (pemilik) dengan agent (manager) yang memiliki tugas untuk mengelola setiap sumber daya yang ada pada perusahaan, menjalankan kegiatan operasional perusahaan, dan mengambil keputusan-keputusan yang bersifat strategis dalam rangka melakukan pengembangan usaha. Pemberian wewenang principal kepada

agent terjadi karena terdapat keterbatasan kemampuan pemilik dalam

mengelola perusahaan yang semakin besar dan berkembang, sehingga pemilik tidak sanggup mengontrol seluruh kegiatan perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan agent (manajer) untuk bertanggung jawab dalam menjalankan seluruh kegiatan operasi dan mengelola setiap sumber daya perusahaan, serta menginformasikannya kepada pemilik perusahaan maupun para pemegang saham.

Hubungan antara prinsipal dan agen merupakan suatu hal yang mendasari dari teori keagenan. Oleh karena itu, fokus teori keagenan ialah kontrak yang efisien dalam hubungan antara prinsipal dan agen. Kontrak tersebut dapat dikatakan efisien jika prinsipal dan agen mendapatkan keterbukaan informasi mengenai perusahaan dengan porsi yang sama,

21 maksudnya agen yang mengelola dan menjalankan perusahaan tentu memiliki akses informasi mengenai perusahaan yang tak terbatas begitupula dengan prinsipal. Pada kenyataannya, prinsipal memiliki keterbatasan informasi mengenai perusahaan dikarenakan prinsipal tidak terlibat langsung dalam seluruh kegiatan operasional perusahaan. Maka dari itu, agen harus menyampaikan seluruh informasi kepada prinsipal tanpa ada informasi yang disembunyikan. Dari hal tersebut, ada alasan kuat bahwa agen tidak akan selalu bertindak demi kepentingan prinsipal karena agen akan memilah-milah informasi yang akan disampaikan kepada prinsipal dan hanya akan memilih informasi yang dapat menguntungkan juga untuk agen.

Principal dapat meminimalisir masalah keagenan dengan

memberikan insentif yang setimpal kepada agen atas kinerjanya, dan mengeluarkan biaya keagenan (Agency Cost) untuk mengawasi dan memantau kinerja dari agen. Biaya keagenan ini dibagi menjadi 3, yaitu

monitoring cost, bonding cost, dan residual loss. Monitoring cost adalah

biaya yang ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agent, yaitu mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agent. Bonding cost merupakan biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme serta menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan principal. Selanjutnya residual loss merupakan pengorbanan yang berupa berkurangnya kemakmuran principal akibat adanya perbedaan keputusan agen dan keputusan principal. Pada umumnya tidak

22 mungkin prinsipal tanpa mengeluarkan biaya keagenan dapat memastikan bahwa agen dapat menjalankan tugas dan mengambil keputusan yang optimal sesuai dengan sudut pandang prinsipal. Oleh karena itu, kontrak yang mengikat kedua belah pihak antara prinsipal dan agen harus jelas dan seimbang agar dapat meminimalisir masalah keagenan.

Jika dikaitkan dengan penelitian ini, masalah keagenan terjadi pada semua industri bisnis selama ada kontrak yang mengikat antara prinsipal dan agen. Konflik keagenan tidak dapat dihindari bahkan dihilangkan, namun konflik keagenan dapat diminimalisir. Upaya dalam meminimalisir keagenan dapat dilakukan dengan cara melakukan proses pengawasan atau mengeluarkan monitoring cost terhadap aktivitas-aktivitas yang dilakukan agen. Semakin banyak lini bisnis perusahaan semakin banyak pula pengawasan yang harus dilakukan dan semakin besar pula monitoring cost yang dikeluarkan. Banyaknya lini bisnis yang dimiliki perusahaan dianggap dapat menyebabkan kurangnya efisiensi pengawasan.

2. Teori Sinyal (Signalling Theory)

Menurut Brigham & Houston, sinyal merupakan suatu hal yang dilakukan oleh manajemen perusahaan yang mempunyai tujuan untuk memberikan petunjuk kepada para investor yang akan menanamkan modalnya dalam perusahaan. Sinyal tersebut dapat berupa bagaimana manajemen mengelola perusahaan, serta melihat prospek perusahaan di masa depan (Syahrir, 2018). Dorongan untuk memberikan sinyal timbul karena adanya informasi yang asimetris antara perusahaan dengan pihak

23 eksternal, dimana investor mengetahui informasi internal perusahaan relatif lebih sedikit dibandingkan dengan agen (manajer).

Nilai perusahaan dapat ditingkatkan dengan cara mengurangi informasi asimetris, dengan cara memberikan sinyal kepada pihak luar berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya sehingga dapat mengurangi ketidakpastian mengenai prospek pertumbuhan perusahaan pada masa yang akan datang. Pada Signalling Theory, agen diharapkan dapat memberikan sinyal positif kepada para pemegang saham dalam menyajikan laporan keuangan. Pada saat perusahaan memberikan informasi keuangan, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai good news atau bad news. Jika informasi tersebut dianggap sebagai sinyal baik, maka investor akan tertarik untuk melakukan perdagangan saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan dalam volume perdagangan saham (Rajagukguk, dkk., 2019).

Jika dikaitkan dengan penelitian ini, keputusan investasi dapat dianggap sebagai sinyal positif. Jika perusahaan mampu menciptakan keputusan investasi yang tepat maka aset perusahaan akan menghasilkan kinerja yang optimal sehingga memberikan sinyal positif bagi investor yang membuat harga saham dan nilai perusahaan menjadi meningkat. Investasi yang tinggi merupakan sinyal pertumbuhan pendapatan perusahaan di masa yang akan datang. Sinyal tersebut dianggap good news

24 yang nantinya akan mempengaruhi persepsi investor terhadap kinerja perusahaan yang akhirnya akan mempengaruhi nilai perusahaan.

3. Pecking Order Theory

Pecking Order Theory adalah teori yang membahas bagaimana

urutan penggunaan dana keuangan pada perusahaan. Urutan tersebut diurutkan berdasarkan tingkat keamanan dari penggunaan dana tersebut dan dampaknya terhadap perusahaan (Gitman & Zutter, 2015). Teori ini dipopulerkan dan dikembangkan oleh Myers & Majluf (1984). Dalam teori

pecking order, perusahaan dalam membiayai operasi bisnisnya harus

mempertimbangkan urutan sumber pendanaan yang terdiri dari internal

financing perusahaan yang didapat dari retained earnings, debt financing,

dan external equity financing.

Urutan yang pertama dalam hal pendanaan yaitu internal financing yang berasal dari retained earnings. Perusahaan harus mengutamakan dana internal dahulu dalam melakukan segala aktivitas kegiatan operasional perusahaan selama dana internal masih mampu untuk mendanai operasional. Apabila dana intenal sudah tidak mampu dalam mendanai aktivitas perusahaan maka dapat menggunakan debt financing, yaitu dengan melakukan pinjaman kepada para kreditur. Penggunaan debt

financing sebagai hirarki sumber pendanaan yang kedua ini atas dasar

bahwa adanya keuntungan pajak yang diperoleh dengan menggunakan hutang dengan timbulnya biaya bunga sebagai akibat dari penggunaan hutang tersebut yang dapat dijadikan sebagai beban pengurang pajak. Jika

25 dana internal dan debt financing sudah tidak mampu mendanai, maka pilihan terakhir menggunakan external equity financing yaitu dengan menerbitkan saham untuk memperoleh pendanaan (Gitman & Zutter, 2015).

Pada umumnya sebuah perusahaan melakukan pendanaan eksternal apabila perusahaan mempunyai rencana besar tetapi keuangan internal perusahaan tidak mecukupi rencana tersebut, seperti ingin melakukan ekspansi pasar, ingin melakukan penelitian dan pengembangan, bahkan ingin melakukan investasi. Dalam hal-hal tersebut penggunaan dana eksternal masih di wajarkan karena berhutang untuk kemajuan perusahaan sering dilakukan pada perusahaan-perusahaan besar. Selain itu, penggunaan utang juga diperbolehkan apabila manfaat dari utang tersebut lebih besar daripada biaya yang dihasilkan dari dampak penggunaan utang. 4. Market Based View Theory

Market Based View Theory (MBV) menjelaskan bahwa kinerja

perusahaan dapat dilihat melalui lingkungan eksternal dan melihat kondisi dinamis perusahaan terhadap pesaing, pelanggan, pemasok dan produk pengganti. Market Based View Theory (MBV) menjelaskan bahwa perusahaan yang melakukan diversifikasi dilakukan untuk mengatasi persaingan dengan membangun kekuatan keuangan dan efisiensi biaya, dimana diversifikasi merupakan salah satu strategi yang digunakan untuk mengatasi persaingan. Perusahaan yang dapat beradaptasi dengan memahami lingkungan akan memotivasi dirinya untuk melakukan

26 diversifikasi guna meningkatkan kinerja serta mengurangi risiko dalam perusahaan. Peran teori MBV adalah untuk memahami tentang konsep diversifikasi sebagai strategi perusahaan untuk meningkatkan kinerja dan mengurangi risiko bisnis perusahaan. Perusahaan dapat melakukan strategi diversifikasi untuk memperkuat pasar yang nantinya akan berdampak pada kinerja perusahaan yang meningkat akibat tingkat pengembalian dari segmen bisnisnya sehingga dapat mengurangi risiko (Dewi, dkk., 2017).

Sedangkan berdasarkan teori Market Power View, diversifikasi dilihat sebagai alat untuk menumbuhkan pengaruh anti kompetisi yang bersumber pada kekuatan konglomerasi. Ketika perusahaan tumbuh menjadi besar maka pangsa pasarnya akan semakin besar. Hal ini menyebabkan tingkat konsentrasi industri yang semakin tinggi dan akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya kompetisi pasar akibat dominasi usaha. Didalam pendekatan ini diversifikasi akan memiliki pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan (Rani, 2015).

5. Teori The Resource Based View

Teori resource-based dipelopori oleh Edith Penrose pada tahun 1959. Teori ini mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan tidak homogen melainkan heterogen yang berarti sumber daya perusahaan memberikan karakter unik bagi setiap perusahaan. Teori resource-based memandang kumpulan kemampuan dan sumber daya dari suatu perusahaan dapat memberikan keunggulan kompetitif pada persaingan di pasar karena sumber daya merupakan sesuatu yang berharga, langka dan

27 susah untuk digantikan. Teori resource-based yakin bahwa perusahaan dapat unggul dalam persaingan dan memperoleh keuntungan jika memiliki dan mengendalikan aset-aset dengan strategis dan efisien, baik aset berwujud maupun aset tidak berwujud (Halim, dkk., 2019).

6. Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan merupakan pencapaian kinerja perusahaan dan prospek pertumbuhan yang terukur dari reaksi investor atas harga saham perusahaan. Harga saham perusahaan ini terbentuk atas pembelian dan penjual yang terjadi di bursa. Semakin tinggi harga saham karena permintaan di bursa maka mengartikan semakin tinggi pula nilai perusahan. Nilai perusahaan yang tinggi mengindikasikan perusahaan memiliki kinerja yang baik sehingga menarik investor untuk menanamkan dananya serta akan membuat pasar percaya terhadap prospek perusahaan di masa depan (Utami & Welas, 2019).

Memaksimalkan nilai perusahaan merupakan salah satu tujuan didirikannya sebuah perusahaan. Pencapaian tujuan tersebut dapat diupayakan manajemen perusahaan dengan memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi nilai perusahaan. Perusahaan dapat memiliki nilai yang tinggi ketika perusahaan mampu mengelola aktiva, hutang, modal secara efektif dan efisien serta menerapkan strategi yang unggul bagi perusahaan agar dapat meningkatkan laba sehingga akan memberikan sinyal bahwa perusahaan memiliki kinerja baik yang pada akhirnya akan meyakinkan para investor untuk berinvestasi pada perusahaan. Semakin

28 tinggi nilai perusahaan maka kemakmuran pemegang saham semakin meningkat. Kemakmuran pemegang saham dapat diperoleh melalui peningkatan keuntungan yang dibagikan berupa deviden dan peningkatan harga saham perusahaan berupa capital gain. (Widodo & Kurnia, 2016).

Dalam penilaian saham terdapat 2 jenis nilai yaitu nilai buku dan nilai pasar saham. Nilai pasar saham merupakan cerminan dari setiap keputusan keuangan yang diambil oleh manajemen, sehingga nilai perusahaan merupakan akibat dari tindakan manajemen. Pihak manajemen akan mempertimbangkan dengan hati-hati keputusan yang diambil agar mengarah kepada peningkatan nilai perusahaan. Secara umum apabila nilai pasar suatu saham lebih tinggi dari nilai bukunya maka saham tersebut tergolong mahal dan investor akan memilih untuk menjual saham tersebut untuk mendapatkan keuntungan dari selisih harga jual pada harga beli saham tersebut. Nilai pasar saham dibawah nilai bukunya maka saham tersebut tergolong murah dan investor akan memilih untuk membeli saham tersebut dengan asumsi bahwa terdapat potensi perkembangan perusahan kedepannya. Harga saham yang tinggi akan mencerminkan bahwa nilai perusahaan tersebut memiliki prospek yang baik, dan tingkat kepercayaan investor yang tinggi (Dewi & Badjra, 2017).

Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur nilai perusahaan, diantaranya adalah:

29 a. Price Earning Ratio (PER)

Price earning ratio menunjukkan berapa banyak jumlah rupiah

yang rela dikeluarkan oleh para investor untuk memperoleh satu rupiah earning perusahaan. Semakin besar price earning ratio, maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan untuk tumbuh sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan (Rajagukguk, dkk., 2019). Kegunaan price earning ratio adalah untuk melihat bagaimana pasar menghargai kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh earning per

sharenya.

b. Tobin’s Q

Tobin’s Q ditemukan oleh seorang pemenang hadiah nobel dari Amerika Serikat yaitu James Tobin. Tobin’s Q adalah indikator untuk mengukur kinerja perusahaan, yang menunjukkan suatu performa manajemen dalam mengelola aset perusahaan. Menghitung nilai perusahaan menggunakan Tobin’s Q pada dasarnya adalah rasio antara nilai pasar saham biasa ditambah dengan total utang terhadap nilai buku dari total aktiva. Nilai Tobin’s Q untuk perusahaan yang rendah yaitu dari 0 sampai 1, sedangkan nilai Tobin’s Q lebih dari 1 menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki prospek pertumbuhan yang semakin baik (Simetris & Darmawan, 2019). c. Price to Book Value (PBV)

Komponen penting lain yang harus diperhatikan dalam analisis kondisi perusahaan adalah Price to Book Value (PBV) yang

30 merupakan salah satu variabel yang dipertimbangkan seorang investor dalam menentukan saham mana yang akan dibeli. Untuk perusahaan- perusahaan yang berjalan dengan baik, umumnya rasio ini mencapai diatas satu, yang menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya (Sukirni, 2012). Semakin besar rasio PBV semakin tinggi saham perusahaan diinginkan oleh para investor, karena PBV yang tinggi mengartikan perusahaan memiliki kinerja yang baik.

Pada penelitian ini untuk mengukur nilai perusahaan menggunakan proksi Price to Book Value Ratio (PBV). Price to Book Value (PBV) merupakan suatu rasio yang sering digunakan untuk menentukan nilai perusahaan dengan cara membandingkan antara harga saham penutupan akhir tahun dengan nilai buku saham (Muvidha & Suryono, 2017). Adapun rumus PBV yaitu :

𝑃𝐵𝑉 = 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐵𝑢𝑘𝑢 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐵𝑢𝑘𝑢 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟

Semakin tinggi PBV, maka semakin baik karena berarti pasar percaya akan prospek perusahaan. Sebaliknya, semakin rendah PBV, maka semakin buruk karena berarti pasar tidak percaya akan prospek perusahaan. Keberadaan PBV sangat penting bagi investor untuk menentukan strategi investasi di pasar modal (Widodo & Kurnia, 2016).

31 7. Keputusan Investasi

Keputusan investasi merupakan aspek utama kebijakan manajemen keuangan karena investasi adalah bentuk alokasi modal dana perusahaan baik yang bersumber dari dalam maupun luar perusahaan mengenai berbagai bentuk keputusan investasi yang diharapkan dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahan dimasa yang akan datang. Jenis dan besarnya investasi tersebut akan mempengaruhi tingkat keuntungannya, dengan tujuan memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi dengan resiko tertentu. Keuntungan yang tinggi disertai dengan resiko yang bisa dikelola, diharapkan akan menaikkan nilai perusahaan, yang berarti juga akan meningkatkan kemakmuran pemegang saham.

Suatu perusahaan yang dapat memilih proyek – proyek investasi yang tepat dapat meningkatkan nilai perusahaan karena pengeluaran investasi memberikan sinyal positif mengenai pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga dapat meningkatkan harga saham yang digunakan sebagai indikator nilai perusahaan (Fauzy, dkk., 2019). Apabila perusahaan salah di dalam pemilihan investasi, maka kelangsungan hidup perusahaan akan terganggu. Hal tersebut akan mempengaruhi penilaian investor terhadap perusahaan, karena investasi yang dilakukan perusahaan pada dasarnya adalah untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan dan mencapai tujuan perusahaan.

Keputusan investasi merupakan keputusan yang sangat penting. Semakin besarnya dan berkembangnya perusahaan maka manajemen

32 dituntut mengambil keputusan investasi, seperti pembukaan cabang, perluasan usaha, maupun pendirian perusahaan lainnya. Keputusan investasi harus dipertimbangkan secara cermat agar memberikan manfaat dimasa yang akan datang

Beberapa studi yang dilakukan dalam hubungannya dengan keputusan investasi antara lain Myers (1977), memperkenalkan investment

opportunity set (IOS) pada studi yang dilakukan dalam hubungannya

dengan keputusan investasi. IOS memberi petunjuk yang lebih luas dimana nilai perusahaan tergantung pada pengeluaran perusahaan saat ini yang akan berpengaruh dimasa yang akan datang (Clementin & Priyadi, 2017). Oleh karena itu, setiap perusahaan harus dapat melakukan investasi untuk meningkatkan nilai perusahaan dan tentunya pengeluaran investasi tersebut berdasarkan perhitungan yang tepat agar dapat memberikan pengembalian yang positif.

Menurut Kallapur & Trombley (2001) meskipun Investment

Opportunity Set (IOS) sering mewakili komponen utama dari nilai

perusahaan, rincian peluang investasi perusahaan tidak dapat diamati oleh pihak yang berkepentingan di luar perusahaan. Peluang investasi harus diukur menggunakan proksi yang mengandalkan asosiasi antara faktor-faktor yang dapat diamati dan yang tidak dapat diamati. Proksi ini dapat diklasifikasikan menjadi proksi berbasis harga, proksi berbasis investasi, dan ukuran varians.

33 Proksi IOS berbasis harga (Price based proxies). IOS berdasarkan harga merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Proksi IOS ini berdasarkan ide bahwa prospek pertumbuhan perusahaan parsial tergabung dalam harga saham, dan pertumbuhan akan lebih besar dari nilai pasar relatif terhadap aktiva-aktiva yang dimiliki (assets in place). IOS yang didasari pada harga yang terbentuk merupakan rasio sebagai suatu aktiva yang dimiliki dan nilai pasar perusahaan. Rasio-rasio ini meliputi:

market to book value of equity, book to market value of assets, Tobin’s Q, earnings to price ratios, ratio of property, plant, and equipment to firm value, ratio of depreciation to firm value.

Proksi IOS berbasis investasi (Investment based proxies). proksi berbasis pada investasi menunjukkan tingkat aktivitas investasi yang tinggi secara positif berhubungan dengan nilai IOS suatu perusahaan. Perusahaan- perusahaan yang memiliki IOS tinggi seharusnya juga memiliki tingkatan investasi yang tinggi pula dalam bentuk aktiva yang ditempatkan atau yang diinvestasikan untuk waktu yang lama dalam suatu perusahaan. Proksi ini berbentuk suatu rasio yang membandingkan suatu pengukuran investasi yang telah diinvestasikan dalam bentuk aktiva tetap atau suatu hasil operasi yang diproduksi dari aktiva yang telah diinvestasikan. Jenis proksi ini meliputi R&D intensity: measured as the

34 Proksi IOS berbasis varian (Variance measure). Proksi ini berdasarkan pada gagasan bahwa opsi investasi menjadi lebih berharga karena variabilitas pengembalian aset yang mendasarinya meningkat. Rasio yang digunakan yaitu variance of returns and asset betas.

Menurut Myers (1977) nilai perusahaan sebagai total aktiva yang dimiliki perusahaan (asset in place) dan nilai opsi untuk membuat investasi di masa depan dalam proyek-proyek dengan NPV positif. Penting untuk membedakan antara IOS dan pertumbuhan. Seperti yang umum digunakan, istilah pertumbuhan mengacu pada kemampuan perusahaan untuk meningkatkan ukuran, sementara peluang investasi adalah pilihan untuk berinvestasi dalam proyek nilai bersih yang positif (Kallapur & Trombley, 2001).

Pada penelitian ini untuk mengukur investasi perusahaan menggunakan proksi Investment Opportunity Set (IOS). Hal ini juga mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh (Arieska & Harto, 2019) dan (Gustiandika & Hadiprajitno, 2014). Variabel IOS diukur dengan proksi berbasis harga yaitu rasio Market to Book Value of Asset (MBVA). Rasio MBVA menunjukkan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan terefleksi dalam harga saham. Adapun rumus Market to Book Value of Asset (MBVA) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

𝑀𝐵𝑉𝐴 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 + (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟 𝑥 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚) 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠

35 8. Keputusan Pendanaan

Keputusan pendanaan berkaitan dengan keputusan perusahaan dalam mencari dana untuk membiayai investasi dan menentukan komposisi sumber pendanaan. Pendanaan perusahaan dapat dikelompokkan berdasarkan sumber dananya yaitu pendanaan internal dan pendanaan eksternal. Pendanaan internal merupakan pendanaan yang berasal dari dalam perusahaan berupa laba ditahan sedangkan pendanaan eksternal yaitu pendanaan utang dan penerbitan saham baru.

Keputusan pendanaan merupakan bagian dari struktur modal perusahaan, kedua bagian ini saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Perusahaan lebih menyukai mendapatkan modal dari hutang, namun manajemen harus bijak dalam melakukan modal tersebut. Manajer harus mampu menyeimbangkan antara manfaat dengan pengorbanan yang akan timbul dari penggunaan hutang tersebut, asalkan manfaat yang didapat lebih besar maka tambahan hutang masih diperkenankan, namun apabila pengorbanan dari penggunaan hutang lebih besar maka tambahan hutang tidak diperkenankan karena resiko yang akan di tanggung perusahaan akan lebih besar dan bisa menurunkan nilai perusahaan dimata investor (Muvidha & Suryono, 2017).

Terdapat beberapa teori yang berkenaan dengan struktur modal, yaitu trade-off theory dan pecking order theory. Perusahaan biasanya memilih pecking order theory dalam keputusan pendanaannya. Trade-off

36 hasil trade-off dari keuntungan pajak yang diperoleh dengan menggunakan hutang dengan biaya yang akan timbul sebagai akibat dari penggunaan hutang tersebut. Pecking order theory menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hierarki sumber dana yang paling disukai. Perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal daripada modal eksternal, karena memungkinkan perusahaan untuk tidak memperoleh sorotan dari publik akibat penerbitan saham baru. Sumber dana eksternal dalam bentuk hutang lebih disukai untuk digunakan

Dokumen terkait