• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan pangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan dan Kerentanan Pangan Pangan

5.2.1. Pengaruh ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan pangan

5.2.1. Pengaruh ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan

Variabel bebas yang mempengaruhi ketahanan dan kerentanan pangan yang dimasukkan dalam analisis meliputi:

1. Ketersediaan pangan (X1

2. Akses pangan (X

Sedangkan variabel terikatnya adalah ketahanan dan kerentanan pangan kronis (Y

Untuk mengetahui apakah variabel bebas secara serempak berpengaruh terhadap ketahanan dan kerentanan pangan kronis (Y1) dapat diuji dengan analisis regresi logistik (binary logistic) dengan tingkat kepercayaan 90%, logistic regression model merupakan sejenis generalized linear model yang mengkonversikan rentang nilai sebenarnya ke rentang 0-1 range dan diperoleh hasilnya sebagai berikut :

Tabel 12. Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi - Square Df Sig.

Sumber : Hasil olahan lampiran 12

Dari data yang diperoleh diketahui nilai chi-square 17.745 dengan signifikansi berada di 0.000 < 0.10 yang menyatakan bahwa secara serempak variabel bebas dapat mempengaruhi variabel terikat. Dan persamaan yang dihasilkan dapat memprediksikan bahwa ketahanan dan kerentanan pangan kronis dipengaruhi oleh ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan.

Tabel 13. Hosmer and Lemeshow Test

Sumber : Hasil olahan lampiran 12

Selain dilihat dari omnibus test secara serempak juga dapat dilihat dari nilai hosmer and lemeshow test. Dan dari Tabel 13 dapat dilihat nilai signifikansi dari nilai hosmer and lemeshow adalah 0,185 dan nilai signifikansi ini berada di 0,185 > 0,1 yang menyatakan bahwa tidak bisa ditolak adanya hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat dan model sudah sesuai (adequately fits) dengan data. Dari kedua pegujian diatas maka dapat disimpulkan model logistik layak digunakan.

Uji regresi logit secara parsial dilakukan terhadap semua variabel independen dengan tingkat signifikansi 10%. Untuk mengetahui apakah ketersediaan pangan (X1), akses pangan (X2), dan pemanfaatan pangan (X3), secara parsial berpengaruh nyata atau tidak terhadap ketahanan dan kerentanan pangan kronis (Yi), maka digunakan uji wald. Secara lengkap hasil uji regresi logit disajikan dalam Tabel 14 sebagai berikut:

Step Chi-square df Sig.

1 6.190 4 .185

Tabel. 14. Variables in the Equation

No. Variabel Koefisien Wald Df Sig. Odd ratio

1 Ketersediaan Pangan 1.843 2.149 1 .143 14.897

2 Akses Pangan 1.561 3.513 1 .061 18.645

3 Pemanfaatan Pangan 1.537 4.020 1 .045 21.807

Constant 51.866 5.726 1 .017 .000

Nagelkerke R-Squer = 0,711

(Sumber : Hasil olahan lampiran 12)

Pada bagian ini ditampilkan nilai koefisien α, β1, β2, β3,

Yi = ln � 𝜋(𝑥)−1𝜋(𝑥) � = 51,866 + 1,834X

serta tingkat signifikasi dari wald. Dari Tabel 14 diperoleh persamaan :

1 + 1,561X2 + 1,537 X3

Berdasarkan Tabel 14. dan persamaan logit diatas dapat diintepretasikan sebagai berikut:

+ µ

Nilai Negelkerke R2

Berdasarkan hasil pengujian, menunjukkan bahwa untuk variabel ketersediaan pangan memiliki nilai probabilitas sebesar 0,143 > 0,1. Dengan demikian secara parsial variabel ketersediaan pangan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketahanan dan kerentanan pangan. Hal ini bisa terjadi karena pangan merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat, sehingga untuk mempertahankan kehidupannya masyarakat akan tetap berusaha untuk memenuhi kebutuhan pokok tersebut meskipun pangan tidak tersedia di daerah/kecamatan.

sebesar 0,711 tersebut menunjukkan informasi bahwa 71,1% ketahanan dan kerentanan pangan dapat dijelaskan oleh variabel ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan sedangkan sisanya sebesar 28,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model.

Ketersediaan pangan secara signifikan tidak mempengaruhi kondisi ketahanan dan kerentanan di suatu daerah juga dapat disebabkan oleh banyaknya komoditi lain yang dapat menggantikan komoditi pangan dan adanya impor pangan yang tidak dimasukkan dalam variabel ketersediaan pangan. Adanya pasokan pangan dari daerah yang surplus pangan ke daerah yang defisit pangan juga menjadi penyebab ketersediaan pangan tidak mempengaruhi ketahanan dan kerentanan pangan secara signifikan di Kabupaten Asahan.

Berdasarkan hasil pengujian, menunjukkan bahwa untuk variabel akses pangan memiliki nilai probabilitas sebesar 0,061 < 0,1. Dengan demikian secara parsial variabel akses pangan berpengaruh secara signifikan terhadap ketahanan dan kerentanan pangan. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif sebesar 1,561 menunjukkan bahwa semakin besar akses pangan maka semakin besar peluang kondisi tahan pangan pada suatu daerah/kecamatan.

Dari nilai odd rasio pada akses pangan sebesar 18,645 berarti setiap bertambahnya 1 skor pada skala proritas akses pangan dari 8 kecamatan yang rentan pangan akan meningkatkan peluang kecamatan tersebut sebesar 18,645 kali menjadi tahan pangan. Dengan kata lain ada kecenderungan pada kecamatan yang ada di Kabupaten Asahan sebesar 18,645 kali menjadi tahan pangan apa bila terjadi penambahan tingkat proritas pada variabel akses pangan.

Untuk itu 8 kecamatan yang rentan pangan harus segera melakukan perbaikan - perbaikan pada akses pangan seperti pembangunan infrastruktur jalan untuk memperkecil persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai, meningkatkan daya beli masyarakat dan lapangan pekerjaan untuk mengurangi persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, serta

membuat program listrik masuk desa untuk memperkecil persentase rumah tangga tanpa akses listrik.

Berdasarkan hasil pengujian, menunjukkan bahwa untuk variabel pemanfaatan pangan memiliki nilai probabilitas sebesar 0,045 < 0,1. Dengan demikian secara parsial variabel pemanfaatan pangan berpengaruh secara signifikan terhadap ketahanan dan kerentanan pangan. Dengan koefisien regresi yang bernilai positif sebesar 1,537 menunjukkan bahwa semakin tinggi pemanfaatan pangan maka semakin besar peluang kecamatan menjadi tahan pangan.

Dari nilai add rasio pemanfaatan pangan sebesar 21,807 berarti dari 8 kecamatan yang rentan pangan ada peluang sebesar 21,807 kali mejadi tahan pangan apabila nilai skala prioritas pemanfaatan pangan meningkat 1 skor.

Dengan kata lain ada kecenderungan pada kecamatan yang ada di Kabupaten Asahan sebesar 21,807 kali menjadi tahan pangan apa bila terjadi penambahan tingkat proritas pada variabel pemanfaatan pangan.

Untuk itu perlu dilakukan perbaikan pada faktor pemanfaatan pangan dengan cara membangun fasilitas kesehatan di desa agar dapat memperkecil persentase desa yang tinggal lebih 5 km dari fasilitas kesehatan, membangun akses air bersih, serta meberi pendidikan dan penyuluhan tentang pangan yang baik dan sehat kepada masyarakat.

Dari hasil analisis diketahui bahwa secara parsial ketahanan dan kerentanan pangan tidak dipengaruhi oleh faktor ketersediaan pangan, karena ketahanan pangan tidak mengharuskan suatu daerah swasembada pangan. Tetapi tergantung pada sumberdaya yang dimiliki. Suatu wilayah bisa menghasilkan dan

mengekspor komoditas pertanian yang bernilai ekonomi tinggi kemudian membeli komoditas pangan di pasar nasional dan internasional. Ketahanaan dan kerentanan pangan dipengaruhi oleh faktor akses pangan dan pemanfaatan pangan. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima.

Bila dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Akhmad Munim (2011) dalam jurnalnya yang berjudul analisis pengaruh faktor ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan terhadap ketahanan pangan di kabupaten surplus pangan. Hasil yang diperoleh sama, yaitu

Dari hasil perbandingan tersebut dapat diketahui bahwa ketahanan pangan pada suatu wilayah tidak mensyaratkan untuk melakukan swasembada produksi pangan karena tergantung pada sumberdaya yang dimiliki. Suatu wilayah bisa menghasilkan dan mengekspor komoditas pertanian yang bernilai ekonomi tinggi dan barang-barang industri, kemudian membeli komoditas pangan di pasar nasional dan internasional. Sebaliknya, wilayah yang melakukan swasembada pangan pada level nasional, namun dijumpai masyarakatnya yang rentan pangan karena ada hambatan akses dan pemanfaatan/penyerapan pangan.

faktor ketersediaan pangan tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap ketahanan pangan di kabupaten surplus pangan. Sedangkan faktor akses serta pemanfaatan/penyerapan pangan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ketahanan pengan di kabupaten surplus pangan.

Dokumen terkait