• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan

1. Pengaruh komitmen terhadap keberhasilan

No 13 Tahun 2006.

1. Pengaruh komitmen Terhadap Keberhasilan Penerapan Permendagri No 13 Tahun 2006.

Adanya rasa keterikatan pada suatu falsafah dan satuan kerja kemungkinan untuk bertahan dalam satuan kerja akan lebih tinggi ketimbang pegawai yang tidak mempunyai rasa keterikatan pada satuan kerja. Shadur, Kinzle dan Rodwell (1999) memberi pengertian bahwa pegawai yang mempunyai komitmen terhadap satuan kerja menunjukkan kuatnya pengenalan dan keterlibatan pegawai dalam satuan kerja yang dinyatakan sebagai berikut “Organizational commitement was defined as the strength of an individual’s identification with and involvement in a particular organization”. Pegawai yang memiliki komitmen terhadap satuan kerja kemungkinan untuk tetap bertahan lebih tinggi dari pada pegawai yang tidak mempunyai komitmen. Oleh Husselid dan Day (1991:387)

dalam Agustina, 1997)dikatakan bahwa komitmen pegawai dapat mengurangi keinginan untuk melepaskan diri dari organisasi atau unit kerja. Mereka cenderung menunjukkan keterlibatan yang tinggi diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku. Selain itu pegawai yang menunjukkan sikap komitmennya akan merasa lebih senang dengan pekerjaan mereka, berkurangnya membuang-buang waktu dalam bekerja dan berkurangnya kemungkinan meninggalkan lingkungan kerja (Robinson, Simourd dan Propirino,1999). 24 Morrow (1983) dalam Robinson, Simourd dan Poporino (1999) menyimpukan bahwa komitmen merupakan fungsi karakteristik personal dan fungsi-fungsi situasional yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Karakteristik personal ini berupa usia, masa kerja, dan pendidikan sedangkan faktor situasional meliputi konflik peran dan iklim organisasi. Ada lima pendekatan untuk menggerakkan komitmen pegawai menurut Lee (1987) yaitu;

1. Understanding employee work value 2. Communication job performance standard 3. Linking performance to reward

4. Providing effective performance evaluations 5. Offering support for managers and supervisory

Berdasarkan kelima pendekatan tersebut komitmen akan timbul apabila ada pemahaman nilai kerja, mengkomunikasikan standar prestasi kerja dan menghubungkannya dengan reward dan memberikan dukungan kepada pimpinan atau atasan. Lebih lanjut untuk meningkatkan komitmen

menurut Balfour dan Wechsler (1991) dapat dilakukan dengan meningkatkan atmosfir sosial satuan kerja dan pemahaman akan tujuan. Sedangkan menurut Robinson, Simourd dan Porporino (1999) hal-hal yang dapat mengefektifkan komitmen dilakukan semenjak sebelum dan awal prosedur sosialisasi pekerjaan hingga mempertahankan pemberian penghargaan. Dalam Kepmenpan nomor 25/KEP/M.PAN/04/2002 pengertian komitmen adalah keteguhan hati, tekad yang mantap dan janji untuk melakukan atau mewujudkan sesuatu yang diyakini. Ada dua motif yang mendasari seseorang untuk komitmen pada organisasi atau unit kerjanya (Reichers, 1985 dalam Berg & Baron, 1997-191), antara lain;

1. Side – Best Orientation

Side – Best Orientation ini memfokuskan pada akumulasi dari kerugian yang dialami atas segala sesuatu yang telah diberikan oleh individu pada organisasi apabila meninggalkan organisasi tersebut. Dasar pemikiran ini adalah bahwa meninggalkan organisasi akan merugikan, karena takut kehilangan hasil kerja kerasnya tidak didapat di tempat lain.

2. Goal – Congruence Orientation

Memfokuskan pada tingkat kesesuaian antara tujuan personal individu dan organisasi sebagai hal yang menentukan komitmen pada organisasi. Pendekatan ini dipopulerkan oleh Poter dan Asosiasinya, menyatakan bahwa komitmen karyawan pada organisasi dengan goal congruence orientation akan menghasilkan pegawai yang memiliki;

- Penerimaan atas tujuan dan nilai-nilai organisasi

- Keinginan untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuan - Hasrat untuk tetap menjadi anggota organisasi.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian mengenai komitmen pada dasarnya menekankan bagaimana hubungan pegawai dan satuan kerja menimbulkan sikap yang dapat dipandang sebagai rasa keterikatan pada falsafah dan satuan kerja. Dimana pegawai akan memegang teguh sepenuh hati dan berjanji melaksanakan tugas yang harus diemban secara taat asas, yang telah ditetapkan oleh sekelompok orang atau badan yang terikat dalam satu wadah kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.

Dukungan yang kuat dari pimpinan merupakan kunci keberhasilan dari suatu perubahan. Diundangkannya tiga paket keuangan negara serta undang undang pemerintahan daerah menunjukkan keinginan yang kuat dari pihak eksekutif dan pihak legislatif untuk memperbaiki sistem keuangan negara yang di dalamnya juga termasuk perbaikan atas akuntansi pemerintahan. Yang menjadi ujian sekarang adalah bagaimana penerapan dari perubahan akuntansi pemerintahan dalam pencatatan dan pelaporan oleh Departemen/Lembaga di pemerintah pusat dan Provinsi/Kabupaten/Kota untuk pemerintah daerah. Sistem akuntansi pemerintah pusat mengacu kepada pedoman yang disusun oleh Menteri Keuangan. Sistem akuntansi pemerintah daerah ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan mengacu kepada peraturan daerah

tentang pengelolaan keuangan daerah. Sistem akuntansi pemerintah pusat dan daerah disusun dengan mengacu kepada Standar Akuntansi Pemerintahan. Karena pengaturan yang jelas dalam perundang-undangan, nampaknya penerapan akuntansi pemerintahan akan memperoleh dukungan yang kuat dari para pimpinan Departemen/Lembaga di pusat dan Gubernur/Bupati/Walikota di daerah.

2. Pengaruh Sumber daya Manusia Terhadap Keberhasilan Penerapan Permendagri No 13 Tahun 2006.

Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting untuk setiap usaha, begitu pula untuk pemerintahan agar dapat menjalankan fungsinya sebenar-benarnya. Banyak definisi yang dapat digunakan untuk mendefinisikan sumber daya manusia,diantaranya adalah:

1) Menurut Willy Susilo dalam Audit Sumber Daya Manusia (2002:3) “sumber daya manusia adalah pilar penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan misi dan tujuannya”

2) Menurut Nawawi (2001:8) ada tiga pengertian sumber daya manusia yaitu:

(1) Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja dilingkungan suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan).

(2) Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya. (3) Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan aset

dan berfungsi sebagai modal (non material/non finansial) di dalam organisasi bisnis, yang dapat mewujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia adalah suatu proses mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi, agar potensi fisik dan psikis yang dimilikinya

berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan organisasi (lembaga).

“Sumber daya manusia harus didefinisikan bukan dengan apa yang sumber daya manusia lakukan, tetapi apa yang sumber daya manusia hasilkan”, sebagaimana yang dikemukakan oleh David Ulrich yg dikutip dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia yang ditulis oleh Mathis dan Jackson (2002: 4). Maka dari itu, Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang penting bagi setiap usaha. Sumber daya manusia yang berkualitas akan menentukan kejayaan atau kegagalan dalam persaingan (Tambunan, 2003:15).

“Nilai sumber daya manusia adalah jumlah nilai dari sumber daya manusia pada sebuah organisasi yang dapat juga disebut sebagai modal intelektual yang terdiri dari orang-orang dalam organisasi, kemampuan yang mereka miliki, dan menggunakannya dalam pekerjaan mereka. Sehingga bagian terpenting dari peningkatan nilai sumber daya manusia adalah dengan mendayagunakan semua bakat-bakat orang-orang yang ada dalam organisasi dan mengambil yang terbaik dari populasi yang bervariasi di luar organisasi. Disebabkan perubahan kependudukan pada tenaga kerja, manajemen sumber daya manusia harus memaksimalkan kapabilitas sumber daya manusia yang bervariasi. Ditambahkan, praktisi sumber daya manusia haruslah orang-orang yang meyakinkan semua tenaga kerja tanpa melihat latar belakang mereka, menyediakan kesempatan untuk mengembangkan kapabilitas mereka” sebagaimana dikemukakan oleh Mathis dan Jackson

(2002:19). Begitu juga dengan pemerintahan, apabila di dalamnya terdapat sumber daya manusia yang berkualitas tentu akan menjadikan daerah tersebut berjaya. Bagi perekonomian negara, kejayaan suatu pemerintahan akan menjadikan perekonomian suatu negara lebih baik. Oleh karena itu meningkatkan kualitas sumber daya manusia sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kinerja dalam bisnis (Kuratko dan Hodgets, 1998:87).

Laporan keuangan diwajibkan untuk disusun secara tertib dan disampaikan masing-masing oleh pemerintah pusat dan daerah kepada BPK selambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Selanjutnya, selambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir, laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK tadi diserahkan oleh Presiden kepada DPR dan oleh Gubernur/Bupati/Walikota kepada DPRD. Penyiapan dan penyusunan laporan keuangan tersebut memerlukan SDM yang menguasai akuntansi pemerintahan. Pada saat ini kebutuhan tersebut sangat terasa, apalagi untuk masa awal penerapan akuntansi pemerintahan. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah perlu secara serius menyusun perencanaan SDM di bidang akuntansi pemerintahan. Termasuk di dalamnya memberikan sistem insentif dan remunerasi yang memadai untuk mencegah timbulnya praktik KKN oleh SDM yang terkait dengan akuntansi pemerintahan. Di samping itu, peran dari perguruan tinggi tidak kalah pentingnya untuk memenuhi kebutuhan akan SDM yang kompeten di bidang akuntansi pemerintahan.

3. Pengaruh regulasi Terhadap Keberhasilan Penerapan Permendagri

Dokumen terkait