• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Komponen Kebebasan Ekonomi dan Indikator Makroekonomi terhadap Tingkat Korups

2010* GDP per kapita

V. ANALISIS DETERMINAN KORUPSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN INVESTAS

5.1 Analisis Determinan Korupsi di Delapan Negara Kawasan ASEAN

5.1.1 Pengaruh Komponen Kebebasan Ekonomi dan Indikator Makroekonomi terhadap Tingkat Korups

Pada analisis ini (Tabel 5.2) akan memperinci hasil model utama. Berdasarkan analisis pada Tabel 5.1 telah didapatkan temuan empirik bahwa kebebasan ekonomi dan pendapatan perkapita berpengaruh nyata terhadap korupsi. Indeks kebebasan ekonomi akan dispesifikasikan untuk mengestimasi beberapa komponen yang berpengaruh secara signifikan terhadap korupsi. Gwartney (2004) menjelaskan Indeks Kebebasan Ekonomi juga mengukur kualitas kelembagaan dalam lima bidang utama: (1) ukuran pemerintah, (2) struktur hukum dan keamanan hak milik, (3) akses terhadap lembaga keuangan, (4) mobilitas tenaga kerja antar negara, dan (5) regulasi modal, tenaga kerja, dan bisnis.

Model yang digunakan adalah Fixed Effect Model dengan pembobotan Cross Section SUR untuk mengoreksi masalah multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Uji haussman tidak bisa dilakukan karena cross section lebih kecil dari

time series sehingga uji yang dilakukan adalah uji Chow dengan probabilitas 0,0000. Nilai Durbin Watson sebesar 1,9 yang artinya semua model terbebas dari masalah autokorelasi. Berikut ini adalah hasil estimasi dari pemilihan model terbaik.

Tabel 5.2 Hasil Estimasi Pengaruh Komponen Kebebasan Ekonomi dan Indikator Makroekonomi terhadap Tingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR)

Variabel Independen

Variabel Dependen : Indeks Persepsi Korupsi (IPK)

Model 1 Model 2 Constanta -11,69 (-1,51) 0,782 (0,13) Kebebasan Berbisnis 0,375* (11,6) 0,42* (13,18) Kebebasan Finansial -0,025 (4,13) 0,006 (4,18) Kebebasan Fiskal -0,05 (-1,35) -0,16* (-4.65) Kebebasan Investasi -0,051* (2,78) -0,024 (3,38) Pengeluaran Pemerintah 0,233* (-5,71) 0,15* (2,82) Kebebasan Moneter 0,067* (3,1) 0,079* (3,36) Kebebasan Perdagangan 0,035 (1,5) -0,012 (-0,5) Hak Kepemilikan Individu 0,103*

(3,45) 0,07* (2,4) GDP per Kapita --- 0,0002* (13,23) R-Squared 0,999491 0,998980 Durbin-Watson 1,9 1,9 Prob > F 0,0000 0,0000

Chow Test Probability 0,0000 0,0000

Pemilihan model terbaik berdasarkan hipotesis dan teori pada dua persamaan tersebut (Tabel 5.2) adalah model dua dengan R2 sebesar 0,998980. Hasil estimasi dari komponen indeks kebebasan ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap tingkat korupsi adalah Business Freedom, Fiscal Freedom, Government Spending, Monetary Freedom, dan Property Right. Untuk indikator makroekonomi seperti GDP per kapita berpengaruh terhadap penyebab korupsi.

Model dua memiliki nilai kepercayaan sebesar 99,89 persen. Keragaman yang terdapat pada variabel dependen (korupsi) dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Sedangkan 0,08 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model persamaan korupsi memiliki probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,00<0,05) sehingga hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik pengaruhnya terhadap korupsi.

Kebebasan berbisnis berpengaruh positif terhadap tingkat bebas dari korupsi. peningkatan 1 persen kebebasan bisnis akan meningkatkat kebebasan dari perilaku korupsi sebesar 0,42 persen. Dalam hal ini, kebebasan berbisnis di delapan Negara ASEAN dapat mengurangi tingkat korupsi serta sesuai dengan hipotesis. Kebebasan berbisnis bukan berarti hanya menghilangkan peraturan yang menghambat dan merugikan kebebasan aktivitas bisnis dengan meminimalisasi intervensi. Pemerintah tetap melakukan intervensi dan mengatur kegiatan berbisnis tetapi dengan dukungan fundamental dari politik (bebas korupsi) dan sosial yang kuat agar terjadi persaingan berbisnis yang sehat. McCardle dalam Wulandari (2011) menyatakan bahwa kebebasan berbisnis tanpa dukungan fundamental sosial dan politik yang kuat hanya

akan mem c “entrepreneurial corruption” sehingga timbul persaingan tidak sehat dan menimbulkan ketidakpastian dalam usaha.

Kebebasan fiskal adalah ukuran kuantitatif dari beban-beban dan pajak yang lebih rendah membuat tingkat kebebasan fiskal lebih tinggi. Koefisien kebebasan fiskal menunjukkan hasil yang negatif dan signifikan. Kenaikan 1 persen kebebasan fiskal (pajak rendah) maka akan menurunkan tingkat bebas/bersih dari perilaku korupsi sebesar 0,16 persen. Subagiono (1998) akses timbal balik langsung yang dapat dirasakan masyarakat dengan keikutsertaan secara aktif membayar pajak adalah

mereka mempunyai potensi untuk bersuara dan mengontrol pemerintah karena pembangunan dan kebijakan pemerintah dibiayai oleh pajak. Semakin rendah tingkat pajak maka pembiayaan untuk pengawasan dan pengontrolan pemerintahan cenderung sedikit sehingga memungkinkan terjadinya tindakan korupsi. Apabila pajak dinaikkan, maka fungsi pengawasan tetap harus ditingkatkan guna mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang.

Ukuran pemerintahan dalam hal ini pembelanjaan pemerintah berpengaruh positif terhadap tingkat bebas dari korupsi. Kenaikan pembelanjaan pemerintah untuk barang publik sebesar 1 persen maka akan meningkatkan perilaku bebas dari kejahatan korupsi sebesar 0,15 persen. Ini sesuai dengan hipotesis dan teori yang menyatakan semakin banyak barang publik yang dibelanjakan untuk masyarakat maka tingkat korupsi semakin rendah. Alokasi anggaran pemerintah disalurkan secara tepat dan benar sehingga tidak ada celah untuk kejahatan korupsi.

Kebebasan moneter berpengaruh positif terhadap tingkat bebas dari korupsi. Kebebasan moneter memiliki implikasi terhadap inflasi yang lebih stabil dan mekanisme harga yang berjalan dengan baik. Kenaikan kebebasan moneter sebesar 1 persen akan menaikan tingkat bebas dari korupsi sebesar 0,079 persen. Inflasi yang rendah akan cenderung mengurangi tingkat kejahatan korupsi di sektor publik.

Hak kepemilikan pribadi berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat bebas dari perilaku produksi. Kenaikan 1 persen kebebasan dalam kepemikikan pribadi maka akan berpengaruh secara positif 0,07 persen pengurangan tindakan korupsi. hak kepemilikan pribadi merupakan kemampuan individu untuk mengakumulasi kepemilikan pribadi dan dijamin oleh hukum negara. Jika kepemilikan pribadi tidak didukung oleh fundamental yang kuat baik dari sisi politik, hukum, maupun sosial maka akan terjadi persaingan kepemilikan pribadi yang tidak sehat dan melakukan berbagai cara termasuk tindakan illegal (korupsi).

GDP per kapita mempunyai koefisien yang positif dan sesuai dengan hipotesis awal. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita maka pemerintahan akan cenderung bebas dari perilaku korupsi. Hal ini mengartikan bahwa semakin makmur dan tingginya standar hidup suatu negara maka tingkat korupsi

semakin rendah. Kenaikan pendapatan per kapita sebesar 1 persen maka tingkat kebebasan/bersih dari perilaku korupsi meningkat sebesar 0,0002 persen.

Tabel 5.3. Hasil Estimasi Cross Section-Effect Komponen Kebebasan Ekonomi dan Indikator Makroekonomi terhadap Tingkat Korupsi dengan Pendekatan Fixed Effect Model (Cross Section SUR)

Hasil Cross Section-Effect pada Tabel 5.3 menjelaskan bahwa negara yang paling tinggi efek tingkat korupsinya adalah negara Laos, Indonesia, dan Thailand. Negara Malaysia dan Singapura merupakan negara yang paling rendah tingkat korupsinya karena hal ini terkait dengan sistem common law yang dianut oleh kedua negara tersebut serta adanya warisan sejarah yang memainkan peranan penting dalam pembentukan mental negara yang tidak korup.

5.1.2 Pengaruh Komponen Kualitas Pemerintahan & Demokrasi (Politik)

Dokumen terkait