• Tidak ada hasil yang ditemukan

27 oC (P0) 54.0 41.3 22.7 39.3 60 oC (P1) 55.3 37.3 21.3 38.0 70 oC (P2) 62.0 40.0 20.7 40.9 80 oC (P3) 52.7 44.7 23.3 40.2 90 oC (P4) 60.0 48.0 24.7 44.2 Rata-rata 56.8a 42.3b 22.5c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut statistik uji lanjut DMRT pada taraf α = 5% ; kk = 15.72%

Berdasarkan hasil dari percobaan I, terlihat bahwa perlakuan perendaman dalam air 80oC selama 3x24 jam memberikan hasil terbaik dibanding perlakuan lainnya. Oleh karena itu, perlakuan ini akan digunakan pada percobaan selanjutnya.

Percobaan II. Pengaruh Konsentrasi Ethephon terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan konsentrasi ethephon menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah kadar air benih, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, dan intensitas dormansi namun tidak berpengaruh nyata terhadap persentase benih terserang cendawan (Tabel 6). Sidik ragam perlakuan pengaruh konsentrasi ethephon terhadap perkecambahan benih kelapa sawit disajikan pada Lampiran 8 sampai 13.

24 Tabel 6. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan konsentrasi ethephon pada tolok

ukur perkecambahan benih kelapa sawit

Peubah Konsentrasi Ethephon kk (%)

Kadar air benih ** 3.52

Daya berkecambah ** 0.96#

Kecepatan tumbuh ** 0.05#

Potensi tumbuh maksimum ** 14.75

Intensitas dormansi ** 4.03

Persentase benih terserang cendawan tn 26.72

Keterangan: ** = berpengaruh nyata pada taraf 5% ; tn = tidak berpengaruh nyata ; # = transformasi √(x+0.5)

Kadar air benih, daya berkecambah, dan kecepatan tumbuh cenderung menurun pada konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Potensi tumbuh maksimum meningkat hingga konsentrasi 0.4% yaitu sebesar 29.2% lalu menurun pada konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Nilai intensitas dormansi menurun hingga konsentrasi ethephon 0.4% yaitu sebesar 70.8% lalu meningkat pada konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Persentase benih terserang cendawan berkisar antara 12.8% sampai 16.0% (Tabel 7).

Tabel 7. Pengaruh konsentrasi ethephon terhadap kadar air (KA), daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), potensi tumbuh maksimum (PTM), intensitas dormansi (ID), dan persentase benih terserang cendawan Konsen-trasi Ethephon (%) KA (%) DB (%) KCT (% etmal-1) PTM (%) ID (%) Benih Terserang Cendawan (%) 0 21.7a 0.802a (14.4) 0.7107a (0.51) 14.4c 85.6a 16.0 0.4 20.8ab 0.713b (0.8) 0.7073b (0.04) 29.2a 70.8c 12.8 0.8 19.6c 0.707b (0.0) 0.7071b (0.00) 20.0b 80.0b 16.0 1.2 19.9bc 0.707b (0.0) 0.7071b (0.00) 23.2b 76.8b 13.6 1.6 20.0bc 0.707b (0.0) 0.7071b (0.00) 20.4b 79.6b 13.2

Keterangan: Angka rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut statistik uji lanjut DMRT pada taraf α = 5%. Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi √(x+0.5)

25 Percobaan III: Pengaruh Perendaman dalam Berbagai Konsentrasi Ethephon yang Didahului dengan Perendaman dalam Air Panas 80oC Selama 3x24 Jam dan Diakhiri dengan Pemanasan Kering selama 1 Minggu terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam, perlakuan pematahan dormansi menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah kadar air benih, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum, namun tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas dormansi dan persentase benih terserang cendawan (Tabel 8). Sidik ragam perlakuan pematahan benih kelapa sawit disajikan pada Lampiran 14 sampai 19.

Tabel 8. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan pematahan dormansi pada beberapa tolok ukur perkecambahan benih kelapa sawit

Peubah Konsentrasi Ethephon kk (%)

Kadar air benih ** 3.44

Daya berkecambah ** 1.60#

Kecepatan tumbuh ** 0.12#

Potensi tumbuh maksimum ** 6.82

Intensitas dormansi tn 9.00

Persentase benih terserang cendawan tn 12.89

Keterangan: ** = berpengaruh nyata pada taraf 5% ; tn = tidak berpengaruh nyata ; # = transformasi √(x+0.5)

Perlakuan pematahan dormansi berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum. Konsentrasi ethephon tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas dormansi dan persentase benih terserang cendawan. Tabel 9 menunjukkan bahwa kadar air benih, daya berkecambah, dan kecepatan tumbuh nyata menurun pada konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Potensi tumbuh maksimum meningkat secara nyata hingga konsentrasi ethephon 0.4% (T2) yaitu sebesar 52.0% lalu menurun pada konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Nilai intensitas dormansi berkisar antara 56.4% sampai 66.4%, sedangkan persentase benih terserang cendawan berkisar antara 13.6% sampai 16.4%.

26 Tabel 9. Pengaruh perendaman dalam berbagai konsentrasi ethephon yang didahului dengan perendaman dalam air panas suhu 80oC selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering selama 1 minggu terhadap KA, DB, KCT, PTM, ID, dan persentase benih terserang cendawan

Perla-kuan KA (%) DB (%) KCT (% etmal-1) PTM (%) ID (%) Benih Terserang Cendawan (%) T1 19.5a 0.914a (33.6) 0.7193a (1.75) 33.6d 66.4 16.4

T2 18.8ab 0.729b (3.2) 0.7083b (0.17) 52.0a 61.6 13.6 T3 17.9c 0.707c (0.0) 0.7071c (0.00) 43.6b 56.4 15.2 T4 18.2bc 0.707c (0.0) 0.7071c (0.00) 39.6c 60.4 13.6 T5 18.2bc 0.707c (0.0) 0.7071c (0.00) 36.4cd 63.6 14.0

Keterangan: Angka rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut statistik uji lanjut DMRT pada taraf α = 5%. Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi √(x+0.5). KA= kadar air benih, DB= daya berkecambah, KCT= kecepatan tumbuh, PTM= potensi tumbuh maksimum, ID= intensitas dormansi.

Pembahasan

Kadar air merupakan faktor penting dalam perkecambahan benih kelapa sawit. Air harus tersedia dalam jumlah yang cukup untuk pelunakan kulit, memberi fasilitas masuknya oksigen, mengencerkan protoplasma untuk mengaktifkan berbagai macam fungsinya, dan sebagai alat transportasi larutan makanan dari endosperma atau kotiledon ke titik tumbuh pada poros embrio (Kamil, 1979). Enzim-enzim hidrolase akan aktif dalam menghidrolisis cadangan makanan dalam benih jika air dalam benih cukup tersedia. Hal ini akan memacu perkembangan embrio dalam benih untuk menembus testa atau kulit benih dan muncul melalui operculum (Silomba, 2006). Benih kelapa sawit merupakan benih yang membutuhkan kadar air di atas 18% untuk dapat berkecambah (Adiguno, 1998). Pada percobaan I, perlakuan meningkatkan kadar air benih, sedangkan pada percobaan II dan III menurunkan kadar air benih. Hal ini diduga karena pada percobaan I menggunakan bahan perendam air yang memiliki kepekatan sama, sedangkan pada percobaan II dan III menggunakan bahan perendam ethephon dalam berbagai konsentrasi yang memiliki kepekatan berbeda. Semakin pekat larutan perendam, semakin sulit imbibisi ke dalam benih. Hal ini karena kerasnya

27 kulit benih yang mengandung lignin menjadi penghalang masuknya air (Nurmailah, 1999). Suhu air dan intensitas perendaman mempengaruhi penyerapan air ke dalam benih, hal ini karena air dan oksigen yang dibutuhkan untuk perkecambahan dapat masuk ke benih tanpa halangan sehingga benih dapat berkecambah (Sumanto dan Sriwahyuni, 1993).

Kadar air benih berhubungan erat dengan persentase benih terserang cendawan. Persentase benih terserang cendawan pada percobaan I cenderung lebih tinggi dibanding percobaan II dan III. Cendawan banyak menyerang benih yang memiliki kadar air yang lebih tinggi. Selain itu, persentase benih terserang cendawan yang tinggi pada penelitian ini diduga karena kerapatan benih pada tray perkecambahan kecil sehingga uap air yang dihasilkan dari proses respirasi benih rendah. Uap air yang rendah mengakibatkan kelembaban relatif meningkat sehingga potensi munculnya cendawan semakin besar. Kerapatan benih dalam

tray pada percobaan yaitu sebesar 0.14 butir cm-2 dengan jumlah benih yang dikecambahkan sebanyak 300 butir dalam tray berukuran 32x65 cm, sedangkan kerapatan benih yang digunakan dalam proses pengecambahan konvensional yaitu sebesar 0.34 butir cm-2. Cendawan yang menyerang pada percobaan I (Gambar 5) tidak mampu diidentifikasi karena spora cendawan tidak keluar sehingga hasil mikroskopis tidak menunjukkan struktur khusus yang mencirikan salah satu jenis cendawan, sedangkan cendawan yang menyerang pada percobaan II (Gambar 6) dan III (Gambar 7) adalah Aspergillus sp.

Gambar 5. Serangan cendawan pada percobaan I. A. Cendawan pada benih; B. Isolat cendawan; C. Bentuk mikroskopis cendawan (Perbesaran 400x)

28 Gambar 6. Serangan cendawan pada percobaan II. A. Aspergillus sp. pada benih; B. Isolat Aspergillus sp.; C. Bentuk mikroskopis Aspergillus sp. (Perbesaran 40x)

Gambar 7. Serangan cendawan pada percobaan III. A. Aspergillus sp. pada benih; B. Isolat Aspergillus sp.; C. Bentuk mikroskopis Aspergillus sp. (Perbesaran 40x)

Pada percobaan I, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum yang dihasilkan masih sangat rendah. Peningkatan intensitas perendaman meningkatkan daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum. Peningkatan suhu air juga mempengaruhi perkecambahan benih kelapa sawit, semakin tinggi suhu air maka daya berkecambah benih semakin meningkat hingga mencapai maksimum 16.7% pada suhu 80oC dan mengalami penurunan pada suhu 90oC. Penurunan pada suhu 90oC dapat terjadi karena tiap spesies memiliki respon tersendiri terhadap suhu. Agba et al. (2005) melaporkan bahwa perendaman benih Mucuna flagellipes di dalam air suhu 60oC

A B C

29 selama 10 menit memberikan hasil yang lebih baik dibanding perendaman dalam suhu 80oC dan 100oC. Menurut Crocker dan Barton (1953), suhu tertentu dapat menyebabkan terjadinya disintegrasi lapisan kulit benih sehingga membuat benih permeabel terhadap air, namun pada suhu air yang terlalu tinggi diasumsikan perendaman tidak hanya melarutkan lapisan kutikula di sekitar kulit benih, tetapi bagian dalam benih seperti embrio atau kotiledon juga dapat ikut terlarut dalam air. Hasil perkecambahan benih kelapa sawit disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Kecambah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). A. Kecambah normal; B. Kecambah normal; C. Kecambah abnormal (plumula tidak ada); D. Kecambah abnormal (plumula dan radikula tidak tumbuh berlawanan arah).

Penggunaan ethephon pada percobaan II dan III meningkatkan persentase benih yang berkecambah dibanding percobaan I. Hal ini karena penambahan ethephon meningkatkan ketersediaan etilen yang mampu merangsang perkecambahan benih. Menurut da Silva et al. (2005), beberapa benih berkulit keras memiliki dinding sel endosperma yang cukup tebal dan berdekatan dengan ujung radikula. Penipisan dinding sel endosperma diperlukan agar radikula dapat muncul keluar. Gong dan Bewley (2007) menambahkan bahwa penipisan dinding sel endosperma dipengaruhi oleh beberapa enzim, salah satunya adalah enzim endo-β-mannanase. Gong et al. (2005) mengemukakan bahwa peningkatan enzim endo-β-mannanase di endosperma cukup untuk memunculkan radikula. Berdasarkan penelitian Nascimento et al. (2000), penambahan etilen pada benih selada mampu meningkatkan enzim endo-β-mannanase. Menurut Matilla dan Matilla-Vazquez (2008), peningkatan enzim endo-β-mannanase mampu menipiskan dinding sel endosperma sehingga radikula dapat muncul dan

30 mematahkan dormansi benih. Gambar 9 menunjukkan pertumbuhan benih kelapa sawit selama percobaan.

Gambar 9. Pertumbuhan kecambah kelapa sawit. A.17 hari setelah tumbuh; B. 14 hari setelah tumbuh; C. 11 hari setelah tumbuh

Pada percobaan II dan III, perendaman dalam ethephon menurunkan daya berkecambah dan kecepatan tumbuh, hasil terbaik ditunjukkan pada perendaman ethephon 0%. Potensi tumbuh maksimum memberikan hasil yang berbeda, potensi tumbuh maksimum yang lebih tinggi didapat pada konsentrasi ethephon 0.4% dan menurun pada konsentrasi yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena banyaknya kecambah yang tumbuh tidak normal pada perendaman menggunakan ethephon konsentrasi 0.4% sampai 1.6%. Berdasarkan hasil penelitian Wan dan Hor (1983), penggunaan ethephon 0.1% dan 0.2% tidak mampu mematahkan dormansi benih kelapa sawit. Herrera et al. (1998) melaporkan bahwa perendaman dalam ethephon 1.2% menghasilkan 60% benih kelapa sawit yang berkecambah, namun benih banyak yang tumbuh tidak normal. Johnston (1977) mengemukakan bahwa pemberian etilen dari luar dalam bentuk ethephon mampu mengimbangi rendahnya kapasitas sintesis etilen alami pada benih dorman, namun pada konsentrasi ethephon yang semakin tinggi, kandungan morphactin dalam benih juga semakin besar. Morphactin merupakan senyawa yang dikenal sebagai penghambat pertumbuhan, terutama menghambat pertumbuhan radikula. Hal ini yang menyebabkan banyaknya kecambah abnormal (Gambar 10).

31 Percobaan III memberikan hasil potensi tumbuh maksimum sebesar 52.0% lebih baik dibanding percobaan II (PTM 29.2%). Hal ini karena adanya pemanasan kering selama 1 minggu di akhir perlakuan. Menurut Hussey (1958), metode pemanasan kering mampu melunakkan kulit benih sehingga mempermudah proses imbibisi air ke dalam benih serta merangsang perkecambahan benih kelapa sawit.

Gambar 10. Pertumbuhan Kecambah Kelapa Sawit pada Perendaman dalam Berbagai Konsentrasi Ethephon

Benih kelapa sawit memiliki kemiripan struktur dengan benih aren. Benih aren mengalami dorman karena memiliki kulit benih yang keras dan kadar lignin yang cukup tinggi. Benih aren juga memiliki operculum yang merupakan titik keluarnya embrio benih. Perlakuan yang efektif untuk mematahkan dormansi benih aren yaitu dengan deoperkulasi menggunakan amplas. Benih aren digosok menggunakan amplas tepat pada bagian titik tumbuh sampai terlihat bagian embrionya. Perlakuan ini menghasilkan 88.33% daya berkecambah pada benih yang ditanam dalam pasir (Rofik dan Murniati, 2008).

32 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan perendaman benih dalam air suhu 80oC selama 3x24 jam meningkatkan perkecambahan benih kelapa sawit dibanding kontrol, sedangkan perlakuan perendaman air panas yang dikombinasikan dengan perendaman menggunakan ethephon 0.4-1.6% menurunkan daya berkecambah karena banyaknya kecambah yang tumbuh tidak normal. Perendaman dalam ethephon 0.4% yang didahului dengan perendaman dalam air panas 80oC selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering 39-40oC selama 1 minggu mampu menghasilkan potensi tumbuh maksimum benih sebesar 52% namun belum efektif untuk mematahkan dormansi benih kelapa sawit.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan perkecambahan benih dengan meningkatkan intensitas perendaman yang digunakan, selain itu diperlukan pula penelitian lanjutan pada kombinasi penggunaan ethephon dan zat pengatur tumbuh lain yang mampu merangsang pertumbuhan radikula agar kecambah dapat tumbuh normal dan seragam.

33

DAFTAR PUSTAKA

Adiguno, S. 1998. Pengadaan dan Pengawasan Mutu Internal Kecambah Kelapa Sawit dan Bibit Kelapa Sawit di PT Socfindo-Medan, Sumatera Utara. Laporan Keterampilan Profesi. Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal.

Adiguno, S. 2000. Pengaruh Skarifikasi Kimia dan Matriconditioning terhadap Pematahan Dormansi dan Perkecambahan Benih Palem Irian (Ptychosperma marcarthurii H. Wendl.). Skripsi. Jurusan Budi Daya

Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal.

Agba, O.A, J.E. Asiegbu, and CPE Omaliko. 2005. Effect of length of soaking in water at room temperature and hot water treatment on the germination of

Mucuna flagellipes (vogel ex hook) seeds. Agr. Sci. 4(1):15-18.

Ani, N. 2006. Pengaruh perendaman benih dalam air panas terhadap daya berkecambah dan pertumbuhan bibit lamtoro (Leucaena leucocephala). Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian 4(1):24-28.

Chin, H.F and E.H. Roberts. 1980. Recalsitrants Crop Seeds. Tropical Press. Kuala Lumpur. 151 p.

Copeland, L.O. and M.B. McDonald. 1995. Principle of Seed Science and Technology. Chapman & Hall. London. 411 p.

Corley, RHV and PBH Tinker. 2003. The Oil Palm. Blackwell Publishing. Iowa. 483 p.

Crocker, W and L. Barton. 1953. Physiology of Seeds: An Introduction to the Experimental Study of Seeds and Germination Problems. Chronica Botanica Company. New York. 267p.

da Silva, EAA., P.E. Toorop, A.C. van Aelst. HWM. Hilhorst. 2005. Absisic acid controls embryo growth potential and endosperm cap weakening during coffee (Coffea arabica cv. Rubi) seed germination. Planta 220:251-261.

Gong, X., G.W. Bassel, A. Wang, J.S. Greenwood, J.D. Bewley. 2005. The emergence of embryos from hard seeds is related to the structure of the cell walls of the micropylar endosperm and not to endo-β-mannase activity. Ann. Bot. 96:1165-1173.

Gong, X. and J.D. Bewley. 2007. endo-β-mannase genes and their encoded proteins in tomato. Seed Sci. Res. 17:143-154.

34 Herrera, J, A. Alizaga, and E. Guevara. 1998. Use of chemical treatments to induce seed germination in oil palm (Elaeis guineensis Jacq.). ASD Oil Palm Papers 18:1-16.

Hussey, G. 1958. An analysis of the factors controlling the germination of the seed of oil palm. Ann. Bot. 22:259-284.

Indrawati, R. 1999. Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi dan Kedalaman Tanam terhadap Viabilitas Benih Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.). Skripsi. Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 44 hal.

Ilyas, S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih: Teori dan Hasil-hasil Penelitian. IPB Press. Bogor. 138 hal.

Johnston, MEH. 1977. Germination of Seed. Centre of Agricultural Publishing and Documentation. Wageningen. 53 p.

Kesaulija, E.M. 1979. Pengaruh Perendaman pada Berbagai Suhu Air terhadap Nilai Perkecambahan Biji Casuarina equisetifolia Lum. Skripsi. Jurusan Kehutanan Fakultas Peternakan dan Kehutanan Universitas Negeri Cendrawasih. Manokwari. 55 hal.

Khaeruddin. 1994. Pembibitan Tanaman Hutan Tanaman Industri. Penebar Swadaya. Jakarta. 56 hal.

Kurnila, R. 2009. Pengendalian Mutu Produksi Benih Kelapa Sawit (Elaeis

guineensis Jacq.) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat, Sumatera

Utara. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 77 hal.

Matilla, A.J. and M.A. Matilla-Vazquez. 2008. Involvement of ethylene in seed physiology. Plant Sci. 175:87-97.

Miranda, C.D. 2005. Respons Perkecambahan Benih Jati (Tectona grandis L.) terhadap Perlakuan Pemanasan dan Invigorasi. Tesis. Jurusan Agronomi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. 77 hal.

Nascimento, W.M., D.J. Cantliffe, D.J. Hubber. 2005. Seed aging affects ethylene production and endo-β-mannase activity during lettuce seed germination at high temperature. Seed Sci. Technol. 33:11-17.

Nurmailah, E.S. 1999. Pengaruh Matriconditioning Plus Inokulasi dengan

Trichoderma sp. terhadap Perkecambahan, Kadar Lignin, dan Asam

Absisat Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Skripsi. Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 48 hal.

35 Pardamean, M. 2008. Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun dan Pabrik Kelapa

Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. 226 hal.

Ratnasari, J, F. Wijanarko, B. Dwi, dan Prasetyo. 2006. Cara Mudah Mengecambahkan Biji Sengon (Paraserianthes falcataria) dengan Air Panas. Program PKMI Direktorat Perguruan Tinggi. 5 hal.

Rofik,A dan E. Murniati. 2008. Pengaruh perlakuan deoperkulasi benih dan media perkecambahan untuk meningkatkan viabilitas benih aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.). Bul. Agron. 36(1):33-40.

Sadjad, S. 1993. Dari benih Kepada Benih. Grasindo. Jakarta. 144 hal.

Sastrosayono, S. 2003. Budi Daya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. 67 hal.

Setyamidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta. 126 hal.

Silomba, SDA. 2006. Pengaruh Lama Perendaman dan Pemanasan terhadap Viabilitas Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 41 hal.

Sumanto dan Sriwahyuni. 1993. Pengembangan Perlakuan Benih terhadap Perkecambahan Kedawung. Media Komunikasi Penelitian dan Pengembangan Taman Industri. 12:70-73.

Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budi Daya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. 70 hal.

Wan, C.K. and H.L. Hor. 1983. A study on the effects of certain growth substances on germination of oil palm (Elaeis guineensis Jacq) seeds. Pertanika 6(2):45-48.

Williyatno. 2007. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Posisi Benih dalam Tandan terhadap Viabilitas Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 47 hal.

36

LAMPIRAN

37 Lampiran 1. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap

kadar air benih

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Suhu Air (P) 4 0.00035891 0.00008973 1.84tn 0.1479 Intensitas Perendaman (I) 2 0.00023513 0.00011757 2.41tn 0.1074 P*I 8 0.00065616 0.00008202 1.68tn 0.1449 Galat 30 0.00146606 0.00004887 Total Terkoreksi 44 0.00271626

Keterangan: tn = Tidak nyata

Lampiran 2. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap persentase kadar air benih

Suhu Air

Intensitas Perendaman

1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam

……… % ………. 27oC 21.5 22.5 23.3 60oC 21.5 21.3 22.0 70oC 22.8 21.9 22.3 80oC 21.8 21.5 22.5 90oC 21.6 22.2 21.8 Keterangan : kk = 3.18%

Lampiran 3. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap daya berkecambah Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Suhu Air (P) 4 0.02554667 0.00638667 27.63** < 0.0001 Intensitas Perendaman (I) 2 0.06108444 0.03054222 132.15** < 0.0001 P*I 8 0.02389333 0.00298667 12.92** < 0.0001 Galat 30 0.00693333 0.00023111 Total Terkoreksi 44 0.11745778

38 Lampiran 4. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap

kecepatan tumbuh Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Suhu Air (P) 4 0.00003167 0.00000792 22.68** < 0.0001 Intensitas Perendaman (I) 2 0.00008183 0.00004091 117.23** < 0.0001 P*I 8 0.00003065 0.00000383 10.98** < 0.0001 Galat 30 0.00001047 0.00000035 Total Terkoreksi 44 0.00015461

Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%

Lampiran 5. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap potensi tumbuh maksimum

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Suhu Air (P) 4 0.02743111 0.00685778 32.15** < 0.0001 Intensitas Perendaman (I) 2 0.06263111 0.03131556 146.79** < 0.0001 P*I 8 0.02430222 0.00303778 14.24** < 0.0001 Galat 30 0.00640000 0.00021333 Total Terkoreksi 44 0.12076444

Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%

Lampiran 6. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap intensitas dormansi Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Suhu Air (P) 4 0.02743111 0.00685778 32.15** < 0.0001 Intensitas Perendaman (I) 2 0.06263111 0.03131556 146.79** < 0.0001 P*I 8 0.02430222 0.00303778 14.24** < 0.0001 Galat 30 0.00640000 0.00021333 Total Terkoreksi 44 0.12076444

39 Lampiran 7. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap

persentase benih terserang cendawan Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Suhu Air (P) 4 0.01952000 0.00488000 1.20tn 0.3307 Intensitas Perendaman (I) 2 0.88741333 0.44370667 109.23** < 0.0001 P*I 8 0.02352000 0.00294000 0.72tn 0.6694 Galat 30 0.12186667 0.00406222 Total Terkoreksi 44 1.05232000

Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%, tn = tidak nyata

Lampiran 8. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap kadar air benih Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Perlakuan 4 0.00142583 0.00035646 6.96** 0.0011 Galat 20 0.00102433 0.00005122 Total Terkoreksi 24 0.00245015

Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%

Lampiran 9. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap daya berkecambah Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Perlakuan 4 0.08089600 0.02022400 168.53** < 0.0001 Galat 20 0.00240000 0.00012000 Total Terkoreksi 24 0.08329600

40 Lampiran 10. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap kecepatan

tumbuh Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Perlakuan 4 0.00010070 0.00002518 113.94** < 0.0001 Galat 20 0.00000442 0.00000022 Total Terkoreksi 24 0.00010512

Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%

Lampiran 11. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap potensi tumbuh maksimum Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Perlakuan 4 0.05801600 0.01450400 14.50** < 0.0001 Galat 20 0.02000000 0.00100000 Total Terkoreksi 24 0.07801600

Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%

Lampiran 12. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap intensitas dormansi Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Perlakuan 4 0.05801600 0.01450400 14.50** < 0.0001 Galat 20 0.02000000 0.00100000 Total Terkoreksi 24 0.07801600

Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%

Lampiran 13. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap persentase benih terserang cendawan

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Perlakuan 4 0.00486400 0.00121600 0.83tn 0.5214 Galat 20 0.02928000 0.00146400 Total Terkoreksi 24 0.03414400

41 Lampiran 14. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap

kadar air benih Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Perlakuan 4 0.00083666 0.00020917 5.17** 0.005 Galat 20 0.00080892 0.00004045 Total Terkoreksi 24 0.00164558

Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%

Lampiran 15. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap daya berkecambah Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Perlakuan 4 0.43417600 0.10854400 301.51** < 0.0001 Galat 20 0.00720000 0.00036000 Total Terkoreksi 24 0.44137600

Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%

Lampiran 16. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap kecepatan tumbuh Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Perlakuan 4 0.00117015 0.00029254 245.51** < 0.0001 Galat 20 0.00002383 0.00000119 Total Terkoreksi 24 0.00119398

Keterangan : ** = Nyata pada taraf 1%

Lampiran 17. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap potensi tumbuh maksimum

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Perlakuan 4 0.10281600 0.02570400 32.79** < 0.0001 Galat 20 0.01568000 0.00078400 Total Terkoreksi 24 0.11849600

42 Lampiran 18. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap

intensitas dormansi Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Perlakuan 4 0.02774400 0.00693600 2.25tn 0.0997 Galat 20 0.06160000 0.00308000 Total Terkoreksi 24 0.08934400

Keterangan : tn = tidak nyata

Lampiran 19. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap persentase benih terserang cendawan

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr Perlakuan 4 0.00297600 0.00074400 2.11tn 0.1169 Galat 20 0.00704000 0.00035200 Total Terkoreksi 24 0.01001600

43 Lampiran 20. Identitas benih yang digunakan pada penelitian

Percobaan 1

Nomor urut : 18 Nomor penyerbukan : 2598/11

Tanggal penyerbukan : 11 Agustus 2011

Kelompok : 09-19

Tetua betina : DD5 2-11 PR 1032 D 24001 Tetua jantan : 87-5-41 BO 316 P

Tanggal panen : 9 Januari 2012

Percobaan 2

Nomor urut : 16 Nomor penyerbukan : 2812/11

Tanggal penyerbukan : 15 September 2011

Kelompok : 09-20

Tetua betina : DD7 2-11 PR 1063 D 24001 Tetua jantan : 87-8-41 BO 318 P

Tanggal panen : 13 Februari 2012

Percobaan 3

Nomor urut : 32 Nomor penyerbukan : 3113/11

Tanggal penyerbukan : 20 Oktober 2011

Kelompok : 09-21

Tetua betina : DD9 2-11 PR 1082 D 24001 Tetua jantan : 87-9-41 BO 319 P

Dokumen terkait