• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN

KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN

DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

BELLADINA FARHANA

A24080016

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

Effects of Hot Water Soaking Immersion and Ethephon Concentration on Breaking Dormancy of Oil Palm Seeds (Elaeis guineensis Jacq.)

Belladina Farhana1, Satriyas Ilyas2

1

Mahasiswa, Departemen Agronomi Dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB

2

Staf Pengajar, Departemen Agronomi Dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB

Abstract

This research was held from April to July 2012, located in the seed processing unit of PT Astra Agro Lestari Tbk, Central Borneo. The study consisted of three experiments, the first experiment to determine the effect of water temperature and immersion intensity of seed germination. The first experiment used completely randomized design (CRD) factorial with two factors, water temperature: 27, 60, 70, 80, 90 oC and immersion intensity: 1x24, 2x24, 3x24 hours. The second experiment used a single factor of CRD namely ethephon concentration: 0, 0.4, 0.8, 1.2, 1.6%. The third experiment was a continuation from the second experiment with the adding heat drying treatment during a week. The result showed that 3x24 hours soaking treatment in 80oC hot water increased the germination, soaking in ethephon 0.4% inhibited radicle growth resulted abnormal seedlings. Soaking seed in 80oC hot water for 3x24 hours and followed by ethephon and then heat drying treatment for a week increased germination (52.0% maximum growth potential) but still ineffective to break seed dormancy.

Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April hingga Juli 2012 di unit pemrosesan benih PT Astra Agro Lestari Tbk, Kalimantan Tengah. Penelitian terdiri atas tiga percobaan yang dilakukan secara berseri. Percobaan I dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap perkecambahan benih. Percobaan I menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor yaitu suhu air: 27, 60, 70, 80, 90oC dan intensitas perendaman: 1x24, 2x24, 3x24 jam. Percobaan II menggunakan RAL satu faktor yaitu konsentrasi ethephon: 0, 0.4, 0.8, 1.2, 1.6%. Pada percobaan III, benih terebih dahulu direndam dalam air panas suhu 80oC selama 3x24 jam sebelum direndam dalam ethephon, lalu diakhiri dengan pemanasan kering 39– 40oC selama 1 minggu. Hasil menunjukkan bahwa perendaman dalam air suhu 80oC selama 3x24 jam meningkatkan perkecambahan benih, perendaman dalam ethephon 0.4% menghambat pertumbuhan radikula sehingga kecambah tumbuh tidak normal. Perlakuan perendaman dalam ethephon 0.4% yang didahului dengan perendaman menggunakan air panas 80oC selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering meningkatkan perkecambahan benih (potensi tumbuh maksimum 52.0%) namun belum efektif untuk mematahkan dormansi benih.

(3)

ii

RINGKASAN

BELLADINA FARHANA. Pengaruh Perendaman dalam Air Panas dan Konsentrasi Ethephon terhadap Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). (Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS).

Kelapa sawit (Elaeis gunieensis Jacq.) merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yang perkembangannya sangat pesat. Permintaan benih (kecambah) kelapa sawit per tahun sekitar 100-120 juta kecambah, namun produsen benih yang ada hanya mampu menyediakan 60-70 juta kecambah per tahun. Proses pengecambahan benih kelapa sawit cukup sulit karena benih memiliki kulit yang keras sehingga bersifat dorman. Adanya kondisi dormansi ini menyebabkan benih harus diberi perlakuan untuk mematahkan dormansi. Proses pengecambahan benih kelapa sawit yang bermutu memerlukan waktu sekitar 3 bulan dengan metode pemanasan kering suhu 40oC. Oleh karena itu diperlukan penelitian terhadap metode lain yang lebih efektif dan efisien untuk mematahkan dormansi benih kelapa sawit.

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April hingga Juli 2012 di unit pemrosesan benih PT Astra Agro Lestari Tbk, Kalimantan Tengah. Penelitian terdiri atas tiga percobaan yang dilakukan secara berseri. Percobaan I dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap perkecambahan benih. Percobaan I menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor yaitu suhu air: 27, 60, 70, 80, 90oC dan intensitas perendaman: 1x24, 2x24, 3x24 jam. Percobaan II dilakukan untuk mengetahui konsentrasi ethephon yang optimum terhadap perkecambahan benih kelapa sawit. Percobaan II menggunakan RAL satu faktor yaitu konsentrasi ethephon: 0, 0.4, 0.8, 1.2, 1.6%. Percobaan III menggunakan RAL satu faktor yaitu kombinasi perlakuan pematahan dormansi. Benih terlebih dahulu direndam dalam air panas suhu 80oC selama 3x24 jam (perlakuan terbaik dari percobaan I) sebelum direndam dalam ethephon 0, 0.4, 0.8, 1.2, 1.6%, lalu diakhiri dengan pemanasan kering 39-40oC selama 1 minggu.

(4)

iii Hasil dari percobaan I menunjukkan bahwa perendaman dalam air suhu 80oC selama 3x24 jam meningkatkan perkecambahan benih dengan persentase daya berkecambah sebesar 16.7%. Hasil dari percobaan II menunjukkan bahwa perendaman dalam ethephon 0.4-1.6% meningkatkan persentase daya tumbuh kecambah namun menghambat pertumbuhan radikula sehingga kecambah yang tumbuh tidak normal. Pada percobaan III, perlakuan perendaman dalam ethephon 0.4% yang didahului dengan perendaman menggunakan air panas 80oC selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering meningkatkan perkecambahan benih (potensi tumbuh maksimum 52%) namun belum efektif untuk mematahkan dormansi benih.

(5)

iv

PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN

KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN

DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Disusun Oleh:

BELLADINA FARHANA

A24080016

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(6)

v Judul : PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR PANAS DAN KONSENTRASI ETHEPHON TERHADAP PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) Nama : BELLADINA FARHANA

NRP : A24080016

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. NIP. 19590225 198203 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr. NIP. 19611101 198703 1 003

(7)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Juli 1991 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Benny Limbiantoro dan Ibu Siti Komariyah.

Penulis lulus dari SDN Jagakarsa 06 Pagi, Jakarta pada tahun 2002, kemudian pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan di SMPN 41 Jakarta. Tahun 2008, penulis lulus dari SMAN 38 Jakarta dan diterima melalui jalur USMI di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Semasa kuliah, penulis juga mengambil program minor di Departemen Arsitektur Lanskap.

Tahun 2010, penulis menjabat sebagai bendahara II departemen HRD BEM Fakultas Pertanian serta staf HRD Koperasi Himpunan Mahasiswa Agronomi. Penulis merupakan tentor mata kuliah fisika, pengantar matematika, dan kalkulus bagi mahasiswa TPB IPB. Penulis juga aktif mengajar fisika dan matematika bagi siswa SMP dan SMA. Pada tahun 2010 penulis mendapatkan beasiswa dari LAZ Al-Hurriyyah IPB dan pada tahun 2011-2012 mendapatkan beasiswa PPA dari DIKTI.

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan petunjuk sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian tentang pengaruh perendaman dalam air panas dan konsentrasi ethephon terhadap pematahan dormansi benih kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) penulis lakukan karena terdorong oleh keinginan untuk mempelajari metode pematahan dormansi benih kelapa sawit dengan perendaman dalam berbagai suhu air dikombinasikan dengan penggunaan zat pengatur tumbuh agar diperoleh metode yang efisien untuk mematahkan dormansi benih kelapa sawit.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. selaku dosen pembimbing skripsi serta dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Endang Murniati, MS. dan Maryati Sari, SP. M.Si. selaku dosen penguji skripsi penulis.

3. Bapak Benny Limbiantoro dan Ibu Siti Komariyah serta seluruh keluarga penulis yang telah memberi dukungan selama menempuh perkuliahan di IPB. 4. Bapak Lalu Firman Budiman, SP. selaku pendamping penelitian dari PT Astra

Agro Lestari, Tbk.

5. Bapak S.P. Mulyono, Bapak Eko, serta seluruh karyawan bagian seed

processing unit PT Astra Agro Lestari, Tbk. atas dukungan dan bantuannya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

6. Staf riset dan seluruh keluarga besar PT Astra Agro Lestari, Tbk. yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian ini.

7. Rekan mahasiswa dari jurusan ilmu tanah Universitas Brawijaya yaitu Tito, Citra, Rani, Icang, dan Daus atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian di Kalimantan.

8. Seluruh rekan Indigenous 45 terutama kepada teteh Tira, ageng Dwi, unih Tiara, Mimih, dan eceu Ferin atas dukungannya selama ini.

(9)

viii 9. Bapak Miftah Anugrah Pamungkas, SP. atas bantuan dan dukungannya

selama ini.

Bogor, November 2012

(10)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… vii

DAFTAR GAMBAR …..……… viii

DAFTAR LAMPIRAN ……… ix PENDAHULUAN ……… 1 Latar Belakang ……….. 1 Tujuan ………... 3 Hipotesis ………... 3 TINJAUAN PUSTAKA ……… 4

Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)……….……….. 4

Perkecambahan Kelapa Sawit……… 5

Pematahan Dormansi Benih ….……….... 7

BAHAN DAN METODE……… 10

Tempat dan Waktu Penelitian ………... 10

Bahan dan Alat ………..… 10

Tahap Penelitian …..……….. 10

Metode Penelitian ……….. 11

Pelaksanaan ………... 13

Pengamatan ……… 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ………..………... 20

Hasil ………..………. 20

Pembahasan ……….……….. 26

KESIMPULAN DAN SARAN ………..………... 32

Kesimpulan ………..……….. 32

Saran ………...……….……….. 32

DAFTAR PUSTAKA ……….... 33

(11)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan suhu air dan intensitas perendaman pada beberapa tolok ukur

perkecambahan benih kelapa sawit ………... 20 2. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap daya

berkecambah ………..……….. 21

3. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap

persentase kecepatan tumbuh ……….. 22 4. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap

potensi tumbuh maksimum ……….. 22

5. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap

persentase benih terserang cendawan ………. 23 6. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan konsentrasi

ethephon pada beberapa tolok ukur perkecambahan benih

kelapa sawit ………. 24

7. Pengaruh konsentrasi ethephon terhadap KA, DB, KCT,

PTM, ID, dan persentase benih terserang cendawan …….. 24 8. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan pematahan

dormansi pada beberapa tolok ukur perkecambahan benih

kelapa sawit ………….………. 25

9. Pengaruh perendaman dalam berbagai konsentrasi ethephon yang didahului dengan perendaman dalam air panas suhu 80oC selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering selama 1 minggu terhadap KA, DB, KCT,

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Struktur benih kelapa sawit………... 6

2. Diagram alir proses pelaksanaan percobaan I ………... 14

3. Diagram alir proses pelaksanaan percobaan II ………. 16

4. Diagram alir proses pelaksanaan percobaan III ……… 17

5. Serangan cendawan pada percobaan I ………. 27

6. Serangan cendawan pada percobaan II ……… 28

7. Serangan cendawan pada percobaan III ………. 28

8. Kecambah kelapa sawit ……… 29

9. Pertumbuhan kecambah kelapa sawit ………. 30

10. Pertumbuhan kecambah kelapa sawit pada perendaman dalam berbagai konsentrasi ethephon ……….. 31

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman

terhadap kadar air benih ……… 37 2. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap

kadar air benih ………. 37

3. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman

terhadap daya berkecambah ……….…… 37 4. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman

terhadap kecepatan tumbuh ……….……… 38 5. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman

terhadap potensi tumbuh maksimum ……… 38 6. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman

terhadap intensitas dormansi ……… 38 7. Sidik ragam pengaruh suhu air dan intensitas perendaman

terhadap persentase benih terserang cendawan ……… 39 8. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap kadar

air benih ……… 39

9. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap daya

berkecambah ……….……… 39

10. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap

kecepatan tumbuh ……….……… 40

11. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap

potensi tumbuh maksimum ………...……… 40 12. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap

intensitas dormansi ………... 40 13. Sidik ragam pengaruh konsentrasi ethephon terhadap

persentase benih terserang cendawan ………...……… 40 14. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi

(14)

xiii

Nomor Halaman

15. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi

terhadap daya berkecambah ……… 41 16. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi

terhadap kecepatan tumbuh ……… 41 17. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi

terhadap potensi tumbuh maksimum ………...…… 41 18. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi

intensitas dormansi ………..….………... 42 19. Sidik ragam pengaruh perlakuan pematahan dormansi

terhadap persentase benih terserang cendawan ………...… 42 20. Identitas benih yang digunakan pada penelitian…………... 43

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis gunieensis Jacq.) merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yang perkembangannya sangat pesat. Tanaman ini memiliki arti penting bagi pembangunan karena merupakan penggerak perekonomian Indonesia dan sebagai lumbung devisa nasional. Kelapa sawit digunakan sebagai bahan makanan (80%) dan bukan bahan makanan (20%). Salah satu penggunaan kelapa sawit sebagai bahan makanan yaitu pengolahan menjadi minyak kelapa sawit. Sektor minyak kelapa sawit menduduki peringkat kedua penghasil devisa terbesar di Indonesia setelah sektor minyak dan gas bumi.

Budidaya kelapa sawit dimulai dari proses pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, serta panen dan pasca panen (Setyamidjaja, 2006). Proses pembibitan dimulai dari persiapan bahan tanam dan benih kelapa sawit yang akan digunakan. Menurut Sunarko (2007), benih kelapa sawit yang akan digunakan sebagai calon bibit harus dihasilkan dan dikecambahkan oleh lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah. Beberapa produsen yang telah menghasilkan kecambah saat ini yaitu Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), PT. Socfindo, PT. London Sumatera, Sinar Mas, Asian Agri, Selapan Jaya, dan lainnya.

Permintaan benih (kecambah) kelapa sawit per tahun sekitar 100-120 juta kecambah, namun produsen benih yang ada seperti PPKS, Socfindo, dan London Sumatera hanya mampu menyediakan 60-70 juta kecambah per tahun (Anonim

dalam Silomba, 2006). Kekurangan benih kelapa sawit bersertifikat di Indonesia

menyebabkan adanya penjualan benih palsu yang menyebabkan menurunnya produktivitas kelapa sawit Indonesia hingga mencapai 50% dibanding penggunaan benih unggul bersertifikat. Kekurangan benih dapat ditutupi dengan mengimpor benih dari Malaysia, Papua Nugini, dan Costa Rica. Kekurangan benih kelapa sawit juga dapat ditutupi dengan munculnya produsen benih kelapa sawit yang baru (Silomba, 2006).

Proses pengecambahan benih kelapa sawit cukup sulit karena benih bersifat dorman. Dormansi benih kelapa sawit disebabkan karena kerasnya kulit

(16)

2 benih sehingga air sulit masuk ke dalam benih. Adanya kondisi dormansi ini menyebabkan benih harus diberi perlakuan untuk mematahkan dormansi. Proses pengecambahan benih kelapa sawit yang bermutu memerlukan waktu sekitar 3 bulan, diawali dengan proses perendaman pertama selama 7 hari untuk meningkatkan kadar air menjadi 22%, selanjutnya dilakukan pemanasan selama 60 hari pada suhu 40ºC, kemudian direndam kembali selama 3 hari untuk meningkatkan kadar air hingga 18% lalu dikecambahkan di ruang perkecambahan pada suhu kamar. Benih mulai berkecambah 2 minggu setelah proses perkecambahan dengan persentase berkecambah hingga 60%. Pada minggu berikutnya benih akan tetap berkecambah dengan laju yang lebih rendah hingga 3 bulan ke depan. Silomba (2006) melaporkan bahwa benih kelapa sawit yang direndam dalam air selama 3-7 hari dengan pemanasan selama 40 hari menghasilkan daya berkecambah sebesar 87.33%.

Metode lain yang dapat digunakan untuk mematahkan dormansi benih yaitu dengan merendam benih dalam air panas. Perlakuan air panas dengan suhu 60oC mampu mematahkan dormansi benih Casuarina equisetifolia Lum. dan meningkatkan daya berkecambahnya (Kesaulija, 1979). Ani (2006) melaporkan bahwa perendaman benih lamtoro (Leucaena leucocephala) dalam air dengan suhu awal 60-70oC selama 10-12 menit mampu mematahkan dormansi dan menghasilkan daya berkecambah sebesar 75%. Khaeruddin (1994) menyatakan bahwa benih akasia yang direndam air panas dengan suhu 80oC kemudian didiamkan selama 24 jam sampai air rendamannya dingin, juga dapat meningkatkan daya berkecambah dan mempercepat pertumbuhan bibit.

Penggunaan beberapa zat pengatur tumbuh juga mampu mematahkan dormansi dan meningkatkan daya berkecambah benih. Herrera et al. (1998) melaporkan bahwa penggunaan ethephon dengan konsentrasi 0.6% selama 48 jam pada benih kelapa sawit juga efektif mematahkan dormansi jika didahului dengan perendaman menggunakan asam sulfat 98% selama 10 menit. Perlakuan ini mampu menghasilkan perkecambahan sebesar 88%. Kombinasi penggunaan hidrogen sianamida 1.5% dan ethephon 1.2% tanpa perlakuan skarifikasi sebelumnya mampu menghasilkan 60% daya berkecambah benih kelapa sawit.

(17)

3 Sampai saat ini masih terus dilakukan upaya untuk mendapatkan metode pematahan dormansi benih kelapa sawit yang efisien dan mampu menghasilkan daya berkecambah yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Metode pematahan dormansi benih kelapa sawit yang umum dilakukan saat ini membutuhkan waktu yang relatif lama yaitu sekitar 3 bulan. Berdasarkan beberapa penelitian, metode skarifikasi fisik menggunakan air panas mampu meningkatkan daya berkecambah, dan penggunaan zat pengatur tumbuh mampu mempercepat proses perkecambahan pada beberapa jenis benih. Oleh karena itu diperlukan percobaan untuk mengetahui pengaruh perendaman dalam air panas dan konsentrasi ethephon terhadap pematahan dormansi dan perkecambahan pada benih kelapa sawit.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perendaman dalam air panas dan konsentrasi ethephon terhadap pematahan dormansi dan perkecambahan benih kelapa sawit.

Hipotesis

1. Perendaman dalam air panas meningkatkan viabilitas benih kelapa sawit. 2. Perlakuan perendaman dalam air panas dan ethephon mampu mematahkan

dormansi benih kelapa sawit.

3. Perlakuan perendaman dalam berbagai konsentrasi ethephon yang didahului dengan perendaman dalam air panas suhu 80oC selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering selama 1 minggu mampu meningkatkan perkecambahan benih kelapa sawit.

(18)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil yang secara taksonomi diklasifikasikan ke dalam ordo Palmales, Famili Palmae, Subfamili Cocoidae, Genus Elaeis, dan spesies Elaeis guineensis Jacq. (Setyamidjaja, 2006). Asal taaman kelapa sawit secara pasti belum bisa diketahui, namun ada dugaan kuat tanaman ini berasal dari dua tempat, yaitu Amerika Selatan dan Afrika (Guinea). Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia, merupakan orang yang pertama memasukkan tanaman ini ke Indonesia pada tahun 1911 dan mendirikan perkebunan kelapa sawit di Asahan dan Sungai Liput yang sekarang bernama PT. Socfindo (Sastrosayono, 2003).

Bagian vegetatif tanaman kelapa sawit meliputi akar (radix), batang (caulis), dan daun (folium). Kelapa sawit tidak memiliki akar tunggang dan akar cabang. Jumlah akar yang keluar dari pangkal batang sangat banyak dan terus bertambah banyak dengan bertambahnya umur tanaman. Sistem perakaran kelapa sawit terdiri atas akar primer, akar sekunder, serta akar tertier dan kuartener yang paling aktif mengambil hara dan air dari dalam tanah. Batang kelapa sawit berbentuk silindris dan berdiameter 40-60 cm, namun pada pangkalnya membesar. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang membentuk daun-daun dan memanjangkan batang. Daun dibentuk di dekat titik tumbuh. Setiap bulan akan tumbuh dua daun. Pertumbuhan daun awal dan daun berikutnya akan membentuk sudut 135o (Setyamidjaja, 2006).

Susunan bunga tanaman kelapa sawit terdiri atas karangan bunga yang memiliki bunga jantan dan bunga betina. Pada beberapa tanaman kelapa sawit ada juga yang hanya memproduksi bunga jantan. Umumnya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam dua tandan yang terpisah, namun terkadang dapat berada dalam satu tandan yang sama. Bunga jantan selalu masak lebih dahulu daripada bunga betina sehingga penyerbukan sendiri antara bunga jantan dan bunga betina dalam satu tandan jarang terjadi. Bunga yang telah dibuahi akan berkembang menjadi buah. Buah kelapa sawit menempel di karangan yang disebut tandan buah. Dalam satu tandan terdiri atas puluhan hingga ribuan buah. Buah kelapa

(19)

5 sawit terdiri atas beberapa bagian yaitu eksokarp (kulit luar yang keras dan licin), mesokarp (sabut) yang merupakan bagian yang paling banyak mengandung minyak, endokarp (tempurung), dan kernel atau inti sawit (Sastrosayono, 2003).

Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit dibedakan menjadi tiga jenis yaitu dura, tenera, dan pisifera. Dura memiliki cangkang tebal (3-5 mm) dan daging buah yang tipis dengan rendemen minyak 15-17%. Tenera memiliki cangkang tipis (2-3 mm) dan daging buah yang tebal dengan rendemen minyak 21-23%. Pisifera memiliki cangkang yang sangat tipis, tetapi daging buahnya tebal, bijinya kecil, dan rendemen minyaknya tinggi yaitu lebih dari 23% (Sunarko, 2007).

Kelapa sawit merupakan tanaman hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang sangat baik terhadap kondisi lingkungan dan perlakuan yang diberikan. Seperti tanaman budidaya lainnya, kelapa sawit membutuhkan kondisi tumbuh yang baik agar potensi produksinya dapat mencapai maksimum. Faktor utama lingkungan tumbuh yang perlu diperhatikan adalah iklim serta keadaan fisik dan kesuburan tanah, disamping faktor lain seperti genetik tanaman, perlakuan yang diberikan, dan pemeliharaan (Pardamean, 2008)

Perkecambahan Kelapa Sawit

Menurut Silomba (2006), perkecambahan benih kelapa sawit merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan morfologi, fisiologi, dan biokimia. Sadjad (1993) mengemukakan bahwa secara fisiologis, perkecambahan benih diartikan sebagai munculnya akar melalui kulit benih, sedangkan analis benih mengatakan sebagai muncul dan berkembangnya embrio dan merupakan kemampuan benih untuk berkecambah normal dalam kondisi yang menguntungkan.

Struktur benih kelapa sawit terdiri atas serabut buah (pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri atas tiga lapis yaitu lapisan luar yang disebut exocarp, lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp, dan lapisan paling dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri atas lapisan kulit biji (testa), endosperma, dan embrio. Ujung embrio dan titik tumbuh dipisahkan oleh lapisan operculum sebagai tempat keluarnya kecambah kelapa sawit (Gambar 1).

(20)

6 Kelapa sawit memiliki tipe perkecambahan hypogeal, yaitu kotiledon tetap berada di permukaan tanah setelah benih berkecambah. Benih kelapa sawit termasuk ke dalam benih rekalsitran sehingga tidak tahan disimpan dalam suhu dingin di bawah 5oC dan akan mati apabila kadar airnya berada di bawah 12.5% (Chin dan Roberts, 1980). Kecambah kelapa sawit merupakan embrio yang keluar dari kulit biji dan berkembang ke dua arah. Arah tegak lurus ke atas (phototropism) disebut dengan plumula yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun, sedangkan arah tegak lurus ke bawah (geotropism) disebut dengan radikula yang selanjutnya akan menjadi akar (Sunarko, 2007).

Gambar 1. Stuktur benih kelapa sawit (Sumber: Kurnila, 2009)

Kecambah normal adalah kecambah yang tumbuh sempurna dan secara jelas dapat dibedakan antara radikula dan plumula, tidak patah, tumbuh lurus, panjang plumula dan radikula berkisar 1-1.5 cm. Kecambah abnormal mempunyai ciri-ciri tumbuh bengkok, plumula dan radikula tumbuh searah, kecambah kerdil, dan hanya memiliki radikula atau plumula saja serta terserang penyakit (Adiguno, 1998). Kriteria kecambah normal yang digunakan PPKS adalah (1) kecambah tumbuh sempurna, (2) plumula dan radikula sudah dapat dibedakan, (3) plumula dan radikula tampak segar, (4) kecambah tidak berjamur, dan (5) panjang plumula dan radikula maksimum 2 cm. Kriteria kecambah abnormal yaitu (1) tumbuh

exocarp mesocarp endocarp testa endosperm embryo operculum

(21)

7 membengkok, (2) plumula dan radikula tumbuh searah, dan (3) layu atau berjamur. Kriteria kecambah panjang yaitu panjang plumula dan radikula lebih dari 2 cm (Kurnila 2009). Williyatno (2007) melaporkan bahwa pada selang 5-10 hari setelah benih mulai berkecambah, panjang plumula dan radikula melebihi 2 cm. Oleh karena itu untuk menghindari kecambah tumbuh panjang maka pemilihan kecambah harus dilakukan paling lambat 10 hari setelah benih mulai berkecambah.

Benih kelapa sawit memiliki kulit yang tebal, oleh karena itu diperlukan persiapan yang lama untuk mengecambahkannya. Setelah buah yang masak dipanen, tandan buah diperam (fermentasi I) selama 3 hari agar semua buahnya rontok, setelah itu diperam lagi selama 3 hari (fermentasi II). Selama fermentasi I dan II, penyiraman dilakukan setiap hari. Setelah daging dan sabut membusuk, biji dipisahkan dari daging buah dan serat. Setelah terpisah, biji dikering-anginkan dan disimpan selama 2 bulan dalam ruang suhu kamar untuk perkecambahan (Sastrosayono, 2003).

Pematahan Dormansi Benih

Pada saat masak fisiologis, tidak semua benih siap untuk berkecambah. Benih membutuhkan waktu tertentu agar dapat berkecambah secara alami setelah dipanen, atau seringkali membutuhkan perlakuan tertentu agar dapat berkecambah (Kuswanto, 2003). Dormansi benih adalah keadaan dimana benih mengalami istirahat total sehingga meskipun dalam keadaan media tumbuh benih optimum, benih tidak menunjukkan gejala atau fenomena hidup (Sadjad, 1993). Dormansi benih merupakan cara tanaman agar dapat bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya, dan merupakan sifat yang diturunkan secara genetik. Intensitas dormansi dipengaruhi oleh lingkungan selama perkembangan benih. Dormansi pada spesies tertentu mengakibatkan benih tidak berkecambah di dalam tanah selama beberapa tahun. Beberapa mekanisme dormansi terjadi pada benih baik fisik maupun fisiologi, termasuk dormansi primer dan sekunder (Ilyas, 2012).

Pematahan dormansi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan perlakuan mekanis, perlakuan suhu, perlakuan cahaya, perendaman dengan air panas, dan perlakuan menggunakan bahan kimia. Perlakuan

(22)

8 perendaman menggunakan air panas bertujuan untuk memudahkan penyerapan air oleh benih. Perlakuan ini dilakukan dengan memasukkan benih pada suhu air tertentu dan dibiarkan hingga air menjadi dingin (Copeland dan McDonald, 1995). Perlakuan air panas dengan suhu 60oC pada benih Casuarina equisetifolia Lum. memberikan hasil daya berkecambah yang lebih baik dibandingkan perendaman dalam air dingin maupun dalam air suhu 40oC (Kesaulija, 1979). Perendaman benih sengon laut (Paraserianthes falcataria) dalam air panas dengan suhu 75oC selama 24 jam memberikan hasil terbaik dengan persentase daya berkecambah sebesar 54.9% dibanding perlakuan perendaman pada air dingin, air dengan suhu 50oC dan suhu 100oC (Ratnasari, et al., 2006). Perendaman benih tanaman jati (Tectona grandis L.) dalam air panas dengan suhu 60oC juga efektif dalam meningkatkan bobot kering kecambah normal sebesar 1.17 g (Miranda, 2005). Ani (2006) melaporkan bahwa perendaman benih Lamtoro (Leucaena leucocephala) dalam air dengan suhu awal 60-70oC selama 10-12 menit mampu mematahkan dormansi dan menghasilkan daya berkecambah sebesar 75%, sedangkan pengaruh perendaman benih dalam air panas terhadap pertumbuhan bibit selanjutnya berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan panjang akar. Khaeruddin (1994) menyatakan bahwa tanaman akasia dengan perlakuan benih direndam air panas kemudian didiamkan selama 24 jam sampai air rendamannya dingin, juga dapat mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan daya berkecambah.

Benih kelapa sawit mengalami dorman karena kulit bijinya yang keras dan mengandung lignin yang cukup tinggi (Nurmailah, 1999). Perlakuan menggunakan bahan kimia dilakukan agar kulit benih terdegradasi sehingga air lebih mudah berimbibisi. Bahan kimia yang paling umum dan efektif digunakan dalam industri saat ini yaitu asam sulfat dan kalium nitrat. Bahan lain yang dapat digunakan untuk mematahkan dormansi benih yaitu hormon tumbuh seperti giberelin, sitokinin, auksin, dan etilen (Copeland dan McDonald, 1995). Menurut Ilyas (2012), metode pematahan dormansi pada benih berkulit keras yaitu dengan skarifikasi mekanis untuk menipiskan testa, pemanasan, pendinginan, perendaman dalam air mendidih, pergantian suhu drastis, dan skarifikasi kimia menggunakan asam sulfat untuk mendegradasi testa. Herrera et al. (1998) melaporkan bahwa

(23)

9 perendaman dalam ethephon dengan konsentrasi 0.6% selama 48 jam pada benih kelapa sawit menghasilkan daya berkecambah 84% dalam 75 hari, sedangkan pada perlakuan ethephon 0.6% yang dikombinasikan dengan perlakuan pendahuluan dengan merendam dalam asam sulfat 98% mampu menghasilkan daya berkecambah sebesar 88% selama 25 hari.

(24)

10 BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di unit pemrosesan benih kelapa sawit PT Astra Agro Lestari Tbk, yang berlokasi di Desa Pandu Senjaya Kecamatan Pangkalan Lada Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April hingga Juli 2012.

Bahan dan Alat

Benih kelapa sawit yang digunakan dalam penelitian ini yaitu varietas DxP Yangambi yang merupakan hasil persilangan F1 antara tetua dura Deli dengan pisifera keturunan tenera Yangambi. Benih kelapa sawit yang digunakan telah disimpan selama 3 bulan di ruang penyimpanan dengan suhu 18oC. Bahan yang digunakan untuk mematahkan dormansi benih yaitu zat pengatur tumbuh ethephon. Bahan lain yang digunakan yaitu aquades, alkohol, fungisida dithane, wadah pengecambah, dan kertas label. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gelas ukur, gelas kimia, pengaduk kaca, termometer, oven, cawan, timbangan, penggaris, tempat perkecambahan, dan peralatan pengamanan dalam laboratorium.

Tahap Penelitian

Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap percobaan, yaitu:

1. Percobaan I untuk menentukan suhu air dan intensitas perendaman yang optimum untuk digunakan sebagai perendaman pendahuluan pada benih kelapa sawit.

2. Percobaan II untuk menentukan konsentrasi ethephon yang optimum setelah perendaman pendahuluan menggunakan air pada suhu 80oC dengan intensitas perendaman 3x24 jam.

3. Percobaan III untuk mempelajari pengaruh perendaman dalam berbagai konsentrasi ethephon yang didahului dengan perendaman dalam air panas

(25)

11 suhu 80oC selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering 39-40oC selama 1 minggu terhadap perkecambahan benih kelapa sawit.

Metode Penelitian

Percobaan I: Penentuan Suhu Air dan Intensitas Perendaman Benih Kelapa Sawit

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan suhu air dan intensitas perendaman yang digunakan untuk merendam benih kelapa sawit. Percobaan ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama suhu air terdiri atas lima taraf yaitu P0: suhu air tanpa pemanasan (27 oC), P1: suhu air awal 60oC, P2: suhu air awal 70oC, P3: suhu air awal 80oC, dan P4: suhu air awal 90oC. Faktor kedua, intensitas perendaman terdiri atas empat taraf yaitu I0: tanpa perendaman, I1: 1x24 jam (satu kali perendaman selama 24 jam), I2: 2x24 jam (dua kali perendaman dengan masing-masing perendaman dilakukan selama 24 jam), dan I3: 3x24 jam (tiga kali perendaman dengan masing-masing perendaman dilakukan selama 24 jam). Tiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Model statistika yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yijk = respon pengamatan perlakuan suhu air dan intensitas perendaman

= nilai tengah umum

= pengaruh suhu air taraf ke-i

= pengaruh intensitas perendaman ke-j

= pengaruh interaksi perlakuan suhu air dan intensitas perendaman

= pengaruh galat percobaan

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F, bila hasil yang diperoleh berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%. Data akan diolah menggunakan SAS.

(26)

12 Percobaan II: Penentuan Konsentrasi Ethephon yang Optimum

Percobaan ini dilakukan berdasarkan hasil dari percobaan I. Perlakuan terbaik pada percobaan I digunakan sebagai perlakuan pendahuluan (suhu 80oC dengan intensitas perendaman 3x24 jam) pada percobaan II dan III. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu konsentrasi ethephon yang terdiri atas E0: ethephon 0%, E1: ethephon 0.4%, E2: ethephon 0.8%, E3: ethephon 1.2%, dan E4: ethephon 1.6%. Tiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak lima kali sehingga terdapat 25 satuan percobaan.

Model statistika yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = respon pengamatan perlakuan konsentrasi ethephon

= nilai tengah umum

= pengaruh perlakuan konsentrasi ethephon taraf ke-i

= pengaruh galat percobaan

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F, bila hasil yang diperoleh berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%. Data diolah menggunakan SAS.

Percobaan III: Pengaruh Perendaman dalam Berbagai Konsentrasi Ethephon yang Didahului dengan Perendaman dalam Air Panas Suhu 80oC Selama 3x24 Jam dan Diakhiri dengan Pemanasan Kering selama 1 Minggu terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu perlakuan pematahan dormansi yang terdiri atas lima perlakuan yaitu: T1 = Perendaman pada suhu 80 oC selama 3x24 jam + ethephon 0.0% +

pemanasan kering selama 1 minggu

T2 = Perendaman pada suhu 80 oC selama 3x24 jam + ethephon 0.4% + pemanasan kering selama 1 minggu

T3 = Perendaman pada suhu 80 oC selama 3x24 jam + ethephon 0.8% + pemanasan kering selama 1 minggu

(27)

13 T4 = Perendaman pada suhu 80 oC selama 3x24 jam + ethephon 1.2% +

pemanasan kering selama 1 minggu

T5 = Perendaman pada suhu 80 oC selama 3x24 jam + ethephon 1.6% + pemanasan kering selama 1 minggu

Tiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak lima kali sehingga terdapat 25 satuan percobaan.

Model statistika yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = respon pengamatan perlakuan

= nilai tengah umum

= pengaruh perlakuan taraf ke-i

= pengaruh galat percobaan

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji F, bila hasil yang diperoleh berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%. Data diolah menggunakan SAS.

Pelaksanaan Percobaan I

Benih yang digunakan terlebih dahulu direndam dalam air selama 7 hari untuk membersihkan kotoran, lalu dikering-anginkan selama 24 jam sebelum diberi perlakuan. Masing-masing perlakuan menggunakan 50 butir benih. Pemberian perlakuan dilakukan mula-mula dengan memanaskan air yang akan digunakan untuk perendaman hingga mencapai suhu masing-masing perlakuan. Benih kelapa sawit direndam dalam air panas sesuai dengan perlakuan intensitas perendaman. Waktu yang digunakan dalam satu kali perendaman yaitu 24 jam. Pada perendaman 2x24 jam dan 3x24 jam, dilakukan penggantian air panas tiap 24 jam. Setelah proses perendaman, benih dicuci menggunakan air lalu direndam dalam fungisida Dithane dengan konsentrasi 2 g l-1 selama 5 menit, kemudian benih dikering-anginkan kembali selama 4 jam sebelum masuk ke ruang perkecambahan. Setelah itu benih diletakkan dalam tray perkecambahan dan

(28)

14 diberi label lalu diletakkan di ruang inkubasi (ruang perkecambahan) selama 35 hari. Penyemprotan benih dilakukan setiap hari menggunakan fungisida Dithane dengan konsentrasi 2 g l-1. Diagram alir percobaan I disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir proses pelaksanaan percobaan I

Perendaman I dalam air suhu kamar (27oC) selama 7 hari

Pengering-anginan I selama 24 jam

Perendaman dalam air panas suhu P0: suhu air tanpa pemanasan (27 oC), P1: suhu air awal 60oC, P2: suhu air awal 70oC, P3: suhu air awal 80oC, dan P4: suhu air awal 90oC dan intensitas perendaman I0: tanpa perendaman,

I1: 1x24 jam (satu kali perendaman selama 24 jam), I2: 2x24 jam (dua kali perendaman dengan masing-masing perendaman dilakukan selama 24

jam), dan I3: 3x24 jam (tiga kali perendaman dengan masing-masing perendaman dilakukan selama 24 jam)

Pencucian dan pemberian

fungisida Dithane 5 g l-1 Pengering-anginan II selama 4 jam

Perkecambahan dalam ruang inkubasi suhu 28-30oC dan kelembaban 60-65% selama 35 hari

(29)

15 Percobaan II

Persiapan benih kelapa sawit dilakukan seperti pada percobaan I. Benih kelapa sawit diberi perlakuan perendaman dalam air panas berdasarkan hasil terbaik pada percobaan I. Benih dikering-anginkan terlebih dahulu selama 4 jam sebelum diberi perlakuan perendaman dalam berbagai konsentrasi ethephon selama 48 jam. Volume larutan ethephon yang digunakan untuk merendam 50 butir benih yaitu 200 ml (Herrera et al., 1998). Perendaman dilakukan menggunakan wadah plastik yang ditutup rapat. Setelah perendaman dalam ethephon, benih dicuci menggunakan air lalu direndam dalam fungisida Dithane dengan konsentrasi 2 g l-1 selama 5 menit, kemudian benih dikering-anginkan kembali selama 4 jam sebelum masuk ke ruang perkecambahan. Diagram alir percobaan II disajikan pada Gambar 3.

Percobaan III

Percobaan III dilakukan sebagai percobaan lanjutan dari percobaan I dan II. Pemanasan kering dilakukan pada akhir perlakuan untuk menurunkan kadar air benih sehingga diharapkan mampu meningkatkan perkcambahan dan menekan tingkat serangan cendawan. Pemanasan kering selama 1 minggu dilakukan pada pemrosesan ulang benih kelapa sawit yang belum tumbuh di PT Astra Agro Lestari Tbk. Benih mula-mula direndam dalam air suhu 80oC selama 3x24 jam. Benih dikering-anginkan terlebih dahulu selama 4 jam lalu direndam dalam berbagai konsentrasi ethephon selama 48 jam, setelah itu dikering-anginkan kembali selama 24 jam. Benih lalu dimasukkan ke dalam plastik lalu diikat dengan rapat dan dimasukkan ke dalam ruang pemanasan kering dengan suhu 39– 40oC selama 1 minggu. Setelah 1 minggu, benih dicuci menggunakan air lalu direndam dalam fungisida Dithane dengan konsentrasi 2 g l-1 selama 5 menit, kemudian benih dikering-anginkan kembali selama 4 jam sebelum masuk ke ruang perkecambahan. Diagram alir percobaan III disajikan pada Gambar 4.

(30)

16 Gambar 3. Diagram alir proses pelaksanaan percobaan II

Perendaman I dalam air suhu kamar (27oC) selama 7 hari

Pengering-anginan I selama 24 jam

Pencucian dan pemberian

fungisida Dithane 5 g l-1 Pengering-anginan III selama 4 jam

Perkecambahan dalam ruang inkubasi suhu 28-30oC dan kelembaban 60-65% selama 35 hari Perendaman dalam air suhu 80oC selama 3x24 jam Hasil terbaik percobaan I Pengering-anginan II selama 4 jam

(31)

17

Perendaman I dalam air suhu kamar (27oC) selama 7 hari

Pengering-anginan I selama 24 jam

Pencucian dan pemberian

fungisida Dithane 5 g l-1 Pengering-anginan IV

selama 4 jam

Perkecambahan dalam ruang inkubasi suhu 28-30oC dan kelembaban

60-65% selama 35 hari

Perendaman dalam air suhu 80oC selama 3x24 jam Hasil terbaik percobaan I Pengering-anginan II selama 4 jam

Perendaman dalam ethephon selama 48 jam

Pemanasan kering pada suhu 39-40oC selama 1 minggu Pengering-anginan III

selama 24 jam

(32)

18 Pengamatan

Pengamatan terhadap kecambah kelapa sawit dilakukan setiap hari setelah inkubasi selama 35 hari. Pengamatan meliputi kecambah normal, abnormal, dan dorman. Pengamatan terhadap percobaan ini menggunakan beberapa tolok ukur yaitu:

1. Kadar air benih (KA)

Pengukuran kadar air benih dilakukan dengan metode langsung menggunakan oven. Benih dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 105oC selama 48 jam. Benih ditimbang menggunakan timbangan digital. Penetapan kadar air benih ditentukan menggunakan rumus:

2. Daya berkecambah (DB)

Perhitungan daya berkecambah menggunakan rumus:

Pengamatan dilakukan sebanyak lima kali yaitu pada 7 HSI (hari setelah inkubasi), 14 HSI, 21 HSI, 28 HSI, dan 35 HSI.

3. Kecepatan tumbuh (KCT)

Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan akumulasi kecepatan tumbuh harian dalam tolok ukur persentase pertambahan kecambah normal per hari selama 35 hari. Perhitungan kecepatan tumbuh menggunakan rumus:

4. Potensi tumbuh maksimum (PTM)

Potensi tumbuh maksimum benih merupakan persentase benih yang berkecambah (normal dan abnormal) sampai akhir pengamatan terhadap jumlah keseluruhan benih yang dikecambahkan. Potensi tumbuh maksimum digunakan untuk mengidentifikasi viabilitas total dari benih kelapa sawit yang diuji. Perhitungan potensi tumbuh maksimum menggunakan rumus:

(33)

19

5. Intensitas dormansi (ID)

Intensitas dormansi adalah persentase benih yang tidak tumbuh sampai akhir pengamatan (35 HSI). Benih yang terserang cendawan sebelum akhir pengamatan dan belum berkecambah (dorman) termasuk ke dalam perhitungan intensitas dormansi. Perhitungan intensitas dormansi menggunakan rumus:

6. Persentase benih terserang cendawan

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah benih yang terserang cendawan selama pengecambahan (35 HSI). Perhitungan persentase benih terserang cendawan menggunakan rumus:

(34)

20 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan suhu air rendaman dengan intensitas perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap seluruh tolok ukur yang diamati kecuali kadar air benih dan persentase benih terserang cendawan. Perlakuan suhu air (P) menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah daya berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, dan intensitas dormansi namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air dan persentase benih terserang cendawan. Faktor perlakuan intensitas perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap peubah daya berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, intensitas dormansi, dan persentase benih terserang cendawan tetapi tidak berpengaruh nyata pada kadar air benih (Tabel 1). Kadar air benih pada percobaan I berkisar antara 21.3% sampai 23.3%. Sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai 7.

Tabel 1. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan suhu air dan intensitas perendaman pada beberapa tolok ukur perkecambahan benih kelapa sawit

Peubah Faktor Perlakuan

P I P*I

Kadar air benih tn tn tn

Daya berkecambah ** ** **

Kecepatan tumbuh ** ** **

Potensi tumbuh maksimum ** ** **

Intensitas dormansi ** ** **

Persentase benih terserang cendawan tn ** tn

Keterangan: ** = berbeda nyata pada taraf 1% ; tn = tidak berbeda nyata ; P*I = pengaruh interaksi suhu air (P) dan intensitas perendaman (I)

(35)

21 Berdasarkan Tabel 2, perendaman selama 1x24 jam dalam berbagai suhu tidak mampu membuat benih berkecambah. Semakin tinggi intensitas perendaman, daya berkecambah benih semakin meningkat. Daya berkecambah meningkat hingga suhu 80oC lalu mengalami penurunan pada suhu 90oC. Daya berkecambah tertinggi didapat pada perlakuan perendaman dalam suhu 80oC selama 3x24 jam yaitu sebesar 16.7%. Perlakuan ini kemudian digunakan pada percobaan II sebelum benih direndam dalam ethephon.

Tabel 2. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap daya berkecambah

Suhu Air Intensitas Perendaman

1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam

% 27oC 0.71g (0.0) 0.71g (0.0) 0.71g (0.0) 60oC 0.71g (0.0) 0.72fg (1.3) 0.77c (8.7) 70oC 0.71g (0.0) 0.73ef (3.3) 0.76cd (7.3) 80oC 0.71g (0.0) 0.74de (5.3) 0.82a (16.7) 90oC 0.71g (0.0) 0.73ef (3.3) 0.78b (11.3)

Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%. Data yang dianalisis adalah data yang sudah ditransformasi √(x+0.5). Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi ; kk= 1.36%

Pada intensitas perendaman 2x24 jam dan 3x24 jam, terjadi peningkatan kecepatan tumbuh (Tabel 3) dan potensi tumbuh maksimum benih (Tabel 4) hingga suhu 80oC lalu mengalami penurunan pada suhu 90oC. Peningkatan kecepatan tumbuh dan potensi tumbuh maksimum juga terjadi pada intensitas perendaman yang lebih tinggi. Kecepatan tumbuh tertinggi didapat pada perlakuan perendaman dalam suhu 80oC selama 3x24 jam yaitu sebesar 0.59% KN etmal-1 dengan potensi tumbuh maksimum sebesar 16.7%.

(36)

22 Tabel 3. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap kecepatan tumbuh

Suhu Air Intensitas Perendaman

1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam

% KN etmal-1 27oC 0.7071g (0.00) 0.7071g (0.00) 0.7071g (0.00) 60oC 0.7071g (0.00) 0.7074fg (0.04) 0.7093c (0.32) 70oC 0.7071g (0.00) 0.7079ef (0.12) 0.7090cd (0.27) 80oC 0.7071g (0.00) 0.7084de (0.18) 0.7112a (0.59) 90oC 0.7071g (0.00) 0.7078efg (0.11) 0.7101b (0.43)

Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%. Data yang dianalisis adalah data yang sudah ditransformasi √(x+0.5). Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi ; kk= 0.06%

Tabel 4. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap potensi tumbuh maksimum

Suhu Air Intensitas Perendaman

1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam

% 27oC 0.7071f (0.0) 0.7071f (0.0) 0.7071f (0.0) 60oC 0.7071f (0.0) 0.7164ef (1.3) 0.7658c (8.7) 70oC 0.7071f (0.0) 0.7303e (3.3) 0.7571cd (7.3) 80oC 0.7071f (0.0) 0.7483d (6.0) 0.8164a (16.7) 90oC 0.7071f (0.0) 0.7303e (3.3) 0.7873b (12.0)

Keterangan: Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%. Data yang dianalisis adalah data yang sudah ditransformasi √(x+0.5). Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi ; kk= 1.29%

Perendaman selama 3x24 jam menurunkan persentase benih terserang cendawan dari 56.8% menjadi 22.5% dibanding pada perendaman 1x24 jam. Rata-rata pengaruh suhu air terhadap persentase benih terserang cendawan berkisar antara 38.0% hingga 44.2%.

(37)

23 Tabel 5. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap persentase benih

terserang cendawan

Suhu Air

Intensitas Perendaman

1x24 jam 2x24 jam 3x24 jam Rata-rata % 27 oC (P0) 54.0 41.3 22.7 39.3 60 oC (P1) 55.3 37.3 21.3 38.0 70 oC (P2) 62.0 40.0 20.7 40.9 80 oC (P3) 52.7 44.7 23.3 40.2 90 oC (P4) 60.0 48.0 24.7 44.2 Rata-rata 56.8a 42.3b 22.5c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut statistik uji lanjut DMRT pada taraf α = 5% ; kk = 15.72%

Berdasarkan hasil dari percobaan I, terlihat bahwa perlakuan perendaman dalam air 80oC selama 3x24 jam memberikan hasil terbaik dibanding perlakuan lainnya. Oleh karena itu, perlakuan ini akan digunakan pada percobaan selanjutnya.

Percobaan II. Pengaruh Konsentrasi Ethephon terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan konsentrasi ethephon menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah kadar air benih, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, dan intensitas dormansi namun tidak berpengaruh nyata terhadap persentase benih terserang cendawan (Tabel 6). Sidik ragam perlakuan pengaruh konsentrasi ethephon terhadap perkecambahan benih kelapa sawit disajikan pada Lampiran 8 sampai 13.

(38)

24 Tabel 6. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan konsentrasi ethephon pada tolok

ukur perkecambahan benih kelapa sawit

Peubah Konsentrasi Ethephon kk (%)

Kadar air benih ** 3.52

Daya berkecambah ** 0.96#

Kecepatan tumbuh ** 0.05#

Potensi tumbuh maksimum ** 14.75

Intensitas dormansi ** 4.03

Persentase benih terserang cendawan tn 26.72

Keterangan: ** = berpengaruh nyata pada taraf 5% ; tn = tidak berpengaruh nyata ; # = transformasi √(x+0.5)

Kadar air benih, daya berkecambah, dan kecepatan tumbuh cenderung menurun pada konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Potensi tumbuh maksimum meningkat hingga konsentrasi 0.4% yaitu sebesar 29.2% lalu menurun pada konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Nilai intensitas dormansi menurun hingga konsentrasi ethephon 0.4% yaitu sebesar 70.8% lalu meningkat pada konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Persentase benih terserang cendawan berkisar antara 12.8% sampai 16.0% (Tabel 7).

Tabel 7. Pengaruh konsentrasi ethephon terhadap kadar air (KA), daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), potensi tumbuh

maksimum (PTM), intensitas dormansi (ID), dan persentase benih terserang cendawan Konsen-trasi Ethephon (%) KA (%) DB (%) KCT (% etmal-1) PTM (%) ID (%) Benih Terserang Cendawan (%) 0 21.7a 0.802a (14.4) 0.7107a (0.51) 14.4c 85.6a 16.0 0.4 20.8ab 0.713b (0.8) 0.7073b (0.04) 29.2a 70.8c 12.8 0.8 19.6c 0.707b (0.0) 0.7071b (0.00) 20.0b 80.0b 16.0 1.2 19.9bc 0.707b (0.0) 0.7071b (0.00) 23.2b 76.8b 13.6 1.6 20.0bc 0.707b (0.0) 0.7071b (0.00) 20.4b 79.6b 13.2

Keterangan: Angka rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut statistik uji lanjut DMRT pada taraf α = 5%. Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi √(x+0.5)

(39)

25 Percobaan III: Pengaruh Perendaman dalam Berbagai Konsentrasi Ethephon yang Didahului dengan Perendaman dalam Air Panas 80oC Selama 3x24 Jam dan Diakhiri dengan Pemanasan Kering selama 1 Minggu terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam, perlakuan pematahan dormansi menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah kadar air benih, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum, namun tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas dormansi dan persentase benih terserang cendawan (Tabel 8). Sidik ragam perlakuan pematahan benih kelapa sawit disajikan pada Lampiran 14 sampai 19.

Tabel 8. Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan pematahan dormansi pada beberapa tolok ukur perkecambahan benih kelapa sawit

Peubah Konsentrasi Ethephon kk (%)

Kadar air benih ** 3.44

Daya berkecambah ** 1.60#

Kecepatan tumbuh ** 0.12#

Potensi tumbuh maksimum ** 6.82

Intensitas dormansi tn 9.00

Persentase benih terserang cendawan tn 12.89

Keterangan: ** = berpengaruh nyata pada taraf 5% ; tn = tidak berpengaruh nyata ; # = transformasi √(x+0.5)

Perlakuan pematahan dormansi berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum. Konsentrasi ethephon tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas dormansi dan persentase benih terserang cendawan. Tabel 9 menunjukkan bahwa kadar air benih, daya berkecambah, dan kecepatan tumbuh nyata menurun pada konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Potensi tumbuh maksimum meningkat secara nyata hingga konsentrasi ethephon 0.4% (T2) yaitu sebesar 52.0% lalu menurun pada konsentrasi ethephon yang lebih tinggi. Nilai intensitas dormansi berkisar antara 56.4% sampai 66.4%, sedangkan persentase benih terserang cendawan berkisar antara 13.6% sampai 16.4%.

(40)

26 Tabel 9. Pengaruh perendaman dalam berbagai konsentrasi ethephon yang didahului dengan perendaman dalam air panas suhu 80oC selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering selama 1 minggu terhadap KA, DB, KCT, PTM, ID, dan persentase benih terserang cendawan

Perla-kuan KA (%) DB (%) KCT (% etmal-1) PTM (%) ID (%) Benih Terserang Cendawan (%) T1 19.5a 0.914a (33.6) 0.7193a (1.75) 33.6d 66.4 16.4

T2 18.8ab 0.729b (3.2) 0.7083b (0.17) 52.0a 61.6 13.6 T3 17.9c 0.707c (0.0) 0.7071c (0.00) 43.6b 56.4 15.2 T4 18.2bc 0.707c (0.0) 0.7071c (0.00) 39.6c 60.4 13.6 T5 18.2bc 0.707c (0.0) 0.7071c (0.00) 36.4cd 63.6 14.0

Keterangan: Angka rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut statistik uji lanjut DMRT pada taraf α = 5%. Angka dalam kurung merupakan data asli sebelum ditransformasi √(x+0.5). KA= kadar air benih, DB= daya berkecambah, KCT= kecepatan tumbuh, PTM= potensi tumbuh maksimum, ID= intensitas dormansi.

Pembahasan

Kadar air merupakan faktor penting dalam perkecambahan benih kelapa sawit. Air harus tersedia dalam jumlah yang cukup untuk pelunakan kulit, memberi fasilitas masuknya oksigen, mengencerkan protoplasma untuk mengaktifkan berbagai macam fungsinya, dan sebagai alat transportasi larutan makanan dari endosperma atau kotiledon ke titik tumbuh pada poros embrio (Kamil, 1979). Enzim-enzim hidrolase akan aktif dalam menghidrolisis cadangan makanan dalam benih jika air dalam benih cukup tersedia. Hal ini akan memacu perkembangan embrio dalam benih untuk menembus testa atau kulit benih dan muncul melalui operculum (Silomba, 2006). Benih kelapa sawit merupakan benih yang membutuhkan kadar air di atas 18% untuk dapat berkecambah (Adiguno, 1998). Pada percobaan I, perlakuan meningkatkan kadar air benih, sedangkan pada percobaan II dan III menurunkan kadar air benih. Hal ini diduga karena pada percobaan I menggunakan bahan perendam air yang memiliki kepekatan sama, sedangkan pada percobaan II dan III menggunakan bahan perendam ethephon dalam berbagai konsentrasi yang memiliki kepekatan berbeda. Semakin pekat larutan perendam, semakin sulit imbibisi ke dalam benih. Hal ini karena kerasnya

(41)

27 kulit benih yang mengandung lignin menjadi penghalang masuknya air (Nurmailah, 1999). Suhu air dan intensitas perendaman mempengaruhi penyerapan air ke dalam benih, hal ini karena air dan oksigen yang dibutuhkan untuk perkecambahan dapat masuk ke benih tanpa halangan sehingga benih dapat berkecambah (Sumanto dan Sriwahyuni, 1993).

Kadar air benih berhubungan erat dengan persentase benih terserang cendawan. Persentase benih terserang cendawan pada percobaan I cenderung lebih tinggi dibanding percobaan II dan III. Cendawan banyak menyerang benih yang memiliki kadar air yang lebih tinggi. Selain itu, persentase benih terserang cendawan yang tinggi pada penelitian ini diduga karena kerapatan benih pada tray perkecambahan kecil sehingga uap air yang dihasilkan dari proses respirasi benih rendah. Uap air yang rendah mengakibatkan kelembaban relatif meningkat sehingga potensi munculnya cendawan semakin besar. Kerapatan benih dalam

tray pada percobaan yaitu sebesar 0.14 butir cm-2 dengan jumlah benih yang dikecambahkan sebanyak 300 butir dalam tray berukuran 32x65 cm, sedangkan kerapatan benih yang digunakan dalam proses pengecambahan konvensional yaitu sebesar 0.34 butir cm-2. Cendawan yang menyerang pada percobaan I (Gambar 5) tidak mampu diidentifikasi karena spora cendawan tidak keluar sehingga hasil mikroskopis tidak menunjukkan struktur khusus yang mencirikan salah satu jenis cendawan, sedangkan cendawan yang menyerang pada percobaan II (Gambar 6) dan III (Gambar 7) adalah Aspergillus sp.

Gambar 5. Serangan cendawan pada percobaan I. A. Cendawan pada benih; B. Isolat cendawan; C. Bentuk mikroskopis cendawan (Perbesaran 400x)

(42)

28 Gambar 6. Serangan cendawan pada percobaan II. A. Aspergillus sp. pada benih; B. Isolat Aspergillus sp.; C. Bentuk mikroskopis Aspergillus sp. (Perbesaran 40x)

Gambar 7. Serangan cendawan pada percobaan III. A. Aspergillus sp. pada benih; B. Isolat Aspergillus sp.; C. Bentuk mikroskopis Aspergillus sp. (Perbesaran 40x)

Pada percobaan I, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum yang dihasilkan masih sangat rendah. Peningkatan intensitas perendaman meningkatkan daya berkecambah, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum. Peningkatan suhu air juga mempengaruhi perkecambahan benih kelapa sawit, semakin tinggi suhu air maka daya berkecambah benih semakin meningkat hingga mencapai maksimum 16.7% pada suhu 80oC dan mengalami penurunan pada suhu 90oC. Penurunan pada suhu 90oC dapat terjadi karena tiap spesies memiliki respon tersendiri terhadap suhu. Agba et al. (2005) melaporkan bahwa perendaman benih Mucuna flagellipes di dalam air suhu 60oC

A B C

(43)

29 selama 10 menit memberikan hasil yang lebih baik dibanding perendaman dalam suhu 80oC dan 100oC. Menurut Crocker dan Barton (1953), suhu tertentu dapat menyebabkan terjadinya disintegrasi lapisan kulit benih sehingga membuat benih permeabel terhadap air, namun pada suhu air yang terlalu tinggi diasumsikan perendaman tidak hanya melarutkan lapisan kutikula di sekitar kulit benih, tetapi bagian dalam benih seperti embrio atau kotiledon juga dapat ikut terlarut dalam air. Hasil perkecambahan benih kelapa sawit disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Kecambah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). A. Kecambah normal; B. Kecambah normal; C. Kecambah abnormal (plumula tidak ada); D. Kecambah abnormal (plumula dan radikula tidak tumbuh berlawanan arah).

Penggunaan ethephon pada percobaan II dan III meningkatkan persentase benih yang berkecambah dibanding percobaan I. Hal ini karena penambahan ethephon meningkatkan ketersediaan etilen yang mampu merangsang perkecambahan benih. Menurut da Silva et al. (2005), beberapa benih berkulit keras memiliki dinding sel endosperma yang cukup tebal dan berdekatan dengan ujung radikula. Penipisan dinding sel endosperma diperlukan agar radikula dapat muncul keluar. Gong dan Bewley (2007) menambahkan bahwa penipisan dinding sel endosperma dipengaruhi oleh beberapa enzim, salah satunya adalah enzim endo-β-mannanase. Gong et al. (2005) mengemukakan bahwa peningkatan enzim endo-β-mannanase di endosperma cukup untuk memunculkan radikula. Berdasarkan penelitian Nascimento et al. (2000), penambahan etilen pada benih selada mampu meningkatkan enzim endo-β-mannanase. Menurut Matilla dan Matilla-Vazquez (2008), peningkatan enzim endo-β-mannanase mampu menipiskan dinding sel endosperma sehingga radikula dapat muncul dan

(44)

30 mematahkan dormansi benih. Gambar 9 menunjukkan pertumbuhan benih kelapa sawit selama percobaan.

Gambar 9. Pertumbuhan kecambah kelapa sawit. A.17 hari setelah tumbuh; B. 14 hari setelah tumbuh; C. 11 hari setelah tumbuh

Pada percobaan II dan III, perendaman dalam ethephon menurunkan daya berkecambah dan kecepatan tumbuh, hasil terbaik ditunjukkan pada perendaman ethephon 0%. Potensi tumbuh maksimum memberikan hasil yang berbeda, potensi tumbuh maksimum yang lebih tinggi didapat pada konsentrasi ethephon 0.4% dan menurun pada konsentrasi yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena banyaknya kecambah yang tumbuh tidak normal pada perendaman menggunakan ethephon konsentrasi 0.4% sampai 1.6%. Berdasarkan hasil penelitian Wan dan Hor (1983), penggunaan ethephon 0.1% dan 0.2% tidak mampu mematahkan dormansi benih kelapa sawit. Herrera et al. (1998) melaporkan bahwa perendaman dalam ethephon 1.2% menghasilkan 60% benih kelapa sawit yang berkecambah, namun benih banyak yang tumbuh tidak normal. Johnston (1977) mengemukakan bahwa pemberian etilen dari luar dalam bentuk ethephon mampu mengimbangi rendahnya kapasitas sintesis etilen alami pada benih dorman, namun pada konsentrasi ethephon yang semakin tinggi, kandungan morphactin dalam benih juga semakin besar. Morphactin merupakan senyawa yang dikenal sebagai penghambat pertumbuhan, terutama menghambat pertumbuhan radikula. Hal ini yang menyebabkan banyaknya kecambah abnormal (Gambar 10).

(45)

31 Percobaan III memberikan hasil potensi tumbuh maksimum sebesar 52.0% lebih baik dibanding percobaan II (PTM 29.2%). Hal ini karena adanya pemanasan kering selama 1 minggu di akhir perlakuan. Menurut Hussey (1958), metode pemanasan kering mampu melunakkan kulit benih sehingga mempermudah proses imbibisi air ke dalam benih serta merangsang perkecambahan benih kelapa sawit.

Gambar 10. Pertumbuhan Kecambah Kelapa Sawit pada Perendaman dalam Berbagai Konsentrasi Ethephon

Benih kelapa sawit memiliki kemiripan struktur dengan benih aren. Benih aren mengalami dorman karena memiliki kulit benih yang keras dan kadar lignin yang cukup tinggi. Benih aren juga memiliki operculum yang merupakan titik keluarnya embrio benih. Perlakuan yang efektif untuk mematahkan dormansi benih aren yaitu dengan deoperkulasi menggunakan amplas. Benih aren digosok menggunakan amplas tepat pada bagian titik tumbuh sampai terlihat bagian embrionya. Perlakuan ini menghasilkan 88.33% daya berkecambah pada benih yang ditanam dalam pasir (Rofik dan Murniati, 2008).

(46)

32 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan perendaman benih dalam air suhu 80oC selama 3x24 jam meningkatkan perkecambahan benih kelapa sawit dibanding kontrol, sedangkan perlakuan perendaman air panas yang dikombinasikan dengan perendaman menggunakan ethephon 0.4-1.6% menurunkan daya berkecambah karena banyaknya kecambah yang tumbuh tidak normal. Perendaman dalam ethephon 0.4% yang didahului dengan perendaman dalam air panas 80oC selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering 39-40oC selama 1 minggu mampu menghasilkan potensi tumbuh maksimum benih sebesar 52% namun belum efektif untuk mematahkan dormansi benih kelapa sawit.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan perkecambahan benih dengan meningkatkan intensitas perendaman yang digunakan, selain itu diperlukan pula penelitian lanjutan pada kombinasi penggunaan ethephon dan zat pengatur tumbuh lain yang mampu merangsang pertumbuhan radikula agar kecambah dapat tumbuh normal dan seragam.

(47)

33

DAFTAR PUSTAKA

Adiguno, S. 1998. Pengadaan dan Pengawasan Mutu Internal Kecambah Kelapa Sawit dan Bibit Kelapa Sawit di PT Socfindo-Medan, Sumatera Utara. Laporan Keterampilan Profesi. Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal.

Adiguno, S. 2000. Pengaruh Skarifikasi Kimia dan Matriconditioning terhadap Pematahan Dormansi dan Perkecambahan Benih Palem Irian (Ptychosperma marcarthurii H. Wendl.). Skripsi. Jurusan Budi Daya

Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal.

Agba, O.A, J.E. Asiegbu, and CPE Omaliko. 2005. Effect of length of soaking in water at room temperature and hot water treatment on the germination of

Mucuna flagellipes (vogel ex hook) seeds. Agr. Sci. 4(1):15-18.

Ani, N. 2006. Pengaruh perendaman benih dalam air panas terhadap daya berkecambah dan pertumbuhan bibit lamtoro (Leucaena leucocephala). Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian 4(1):24-28.

Chin, H.F and E.H. Roberts. 1980. Recalsitrants Crop Seeds. Tropical Press. Kuala Lumpur. 151 p.

Copeland, L.O. and M.B. McDonald. 1995. Principle of Seed Science and Technology. Chapman & Hall. London. 411 p.

Corley, RHV and PBH Tinker. 2003. The Oil Palm. Blackwell Publishing. Iowa. 483 p.

Crocker, W and L. Barton. 1953. Physiology of Seeds: An Introduction to the Experimental Study of Seeds and Germination Problems. Chronica Botanica Company. New York. 267p.

da Silva, EAA., P.E. Toorop, A.C. van Aelst. HWM. Hilhorst. 2005. Absisic acid controls embryo growth potential and endosperm cap weakening during coffee (Coffea arabica cv. Rubi) seed germination. Planta 220:251-261.

Gong, X., G.W. Bassel, A. Wang, J.S. Greenwood, J.D. Bewley. 2005. The emergence of embryos from hard seeds is related to the structure of the cell walls of the micropylar endosperm and not to endo-β-mannase activity. Ann. Bot. 96:1165-1173.

Gong, X. and J.D. Bewley. 2007. endo-β-mannase genes and their encoded proteins in tomato. Seed Sci. Res. 17:143-154.

Gambar

Gambar 1. Stuktur benih kelapa sawit (Sumber: Kurnila, 2009)
Gambar 2. Diagram alir proses pelaksanaan percobaan I Perendaman I dalam air suhu
Gambar 4. Diagram alir proses pelaksanaan percobaan III
Tabel 2. Pengaruh suhu air dan intensitas perendaman terhadap daya berkecambah
+6

Referensi

Dokumen terkait

Studi-studi pemodelan dan pemantauan kimia troposfer berkaitan dengan ENSO, yaitu Hauglustaine et al., 1999; Sudo dan Takahashi, 2001; Chandra et al., 2002

Lata Jarum terletak di Daerah Raub, Pahang merupakan sebuah destinasi ekopelancongan yang dapat menarik pelancong dengan keindahan hutan semulajadi yang kaya

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan diatas yang ditunjukan pada tabel 4.8, variabel dewan pengawas syariah yang dihitung dari jumlah rapat dewan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) saluran pemasaran keripik kelapa pada PT. Dinaya Sambiana Loemintoe di Dusun Cikoranji Desa Cimindi Kecamatan Cigugur

Kemudian hasil dari nilai peramalan sebesar 106 pcs untuk periode Maret 2015, akan digunakan sebagai rekomendasi perhitungan untuk menentukan nilai pembelian atau

Sewaktu memberitahu kpd ayahanda bahawa Misbah tidak sihat kerana mulai petang Jumaat badan Misbah (300 sendi) sudah sakit seolah-olah sudah nak datang sakaratul maut , malah

Berdasarkan hasil pengamatan awal peneliti di kelas X Multimedia SMK Negeri 1 Sukawati dan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan di kelas tersebut

Salah satu cara untuk terhubung ke internet adalah dengan menghubungkan komputer Anda ke jaringan komputer yang terhubung ke internet.. Cara ini banyak digunakan di