• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh konsentrasi media MS dalam pertumbuhan planlet

Percobaan ini bertujuan untuk menumbuhkan planlet agar dapat diaklimatisasi. Planlet yang digunakan adalah planlet yang berasal dari embrio somatik (dari percobaan 2). Percobaan ini merupakan percobaan faktor tunggal yang disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor yang diteliti adalah konsentrasi media MS terdiri dari 3 taraf yaitu: 1) 1.0 x konsentrasi, 2) 0.5 x konsentrasi dan 3) 0.25 x konsentrasi. Media MS + komposisi vitamin MW selanjutnya disebut media MW. Setiap perlakuan diulang 10 kali sehingga terdapat 30 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan adalah satu botol kultur

8

yang ditanam 3 planlet, sehingga terdapat 90 satuan pengamatan. Semua botol kultur disusun pada rak kultur dan diinkubasi dengan suhu 18-21°C dan intensitas cahaya sekitar 1000 luks.

Pengamatan dilakukan setiap satu minggu hingga 8 minggu setelah tanam (MST) terhadap beberapa peubah, yaitu: tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar.

Metode Statistik

Ketiga percobaan yang akan dilakukan pada percoban 1, 2 dan 3 mengunakan model aditif linier yaitu :

Yij = μ + τi + Σij Keterangan:

Yij = Respon pengamatan pada berbagai perlakuan taraf yang berbeda ke-i, dan ulangan ke-j.

Μ = Nilai tengah umum

τi = Pengaruh perlakuan dengan taraf yang berbeda ke -i

Σij = Pengaruh galat percobaan perlakuan dengan taraf yang berbeda ke-i dan ulangan ke-j

Data diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel 2013 dan dilakukan analisis ragam dengan uji F pada taraf nyata 5% menggunakan Program statistik STAR (Statistical Tool For Agriculture Research).

Pelaksanaan Percobaan Sterilisasi Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dicuci terlebih dahulu dan disterilkan menggunakan autoklaf pada tekanan 17.5 psi dengan suhu 121° selama 60 menit, kemudian dimasukkan ke dalam oven. Media dan semua peralatan harus disterilkan sebelum digunakan. Sterilisasi media menggunakan autoklaf pada suhu dan tekanan yang sama dengan waktu sekitar 25-30 menit.

Pembuatan Larutan dan Media Stok

Larutan stok dibuat dengan melarutkan senyawa dari larutan stok A, B, C, D, E, F, myo-inositol dan vitamin (Tabel lampiran 1). Larutan stok dipipet sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhan. kemudian ditambah zat pengatur tumbuh sesuai dengan perlakuan. Larutan media tersebut ditambah aquades hingga mencapai satu liter. Selanjutnya dilakukan pengukuran pH 5.9 menggunakan HCI 1 N dan KOH 1 N. Media ditambahkan 7 g L-1 agar sebagai bahan pemadat dan dimasak hingga mendidih. Setelah mendidih media dimasukkan ke dalam botol kultur steril sebanyak 25 ml/botol. Botol kultur ditutup dengan plastik bening dan karet. Botol kultur yang telah berisi media ditutup rapat dan di autoklaf selama 20 menit. Media yang sudah di autoklaf di simpan di ruang penyimpanan media.

9 Persiapan Bahan Tanam

Bahan tanam atau eksplan yang digunakan adalah kalus kalus embriogenik kultur in vitro jeruk keprok varietas SoE Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sudah berumur 1 tahun. Kalus tersebut disubkultur pada media yang sama, yaitu media MS dengan modifikasi komposisi vitamin MW. Setelah kalus embriogenik mencukupi, kemudian dipakai sebagai eksplan pada percobaan 1, yaitu induksi embrio somatik, kalus embriogenik ditanam pada media MW dengan penambahan ABA sesuai dengan perlakuan. Kalus embriogenik yang ditanam berdiameter ±0.5 cm. Pada percobaan 2, yaitu induksi embrio somatik menjadi planlet, embrio somatik fase kotiledon yang dihasilkan pada percobaan 1 ditanam pada pada media MS + komposisi vitamin MW dengan penambahan GA3 sesuai perlakuan. Selanjutnya planlet yang dihasilkan pada percobaan 2 ditanam pada percobaan 3 yaitu pertumbuhan planlet.

Penanaman

Penanaman eksplan dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) yang disterilkan dengan menyalakan lampu UV (ultra Violet) selama satu jam dan menyemprot dinding LAFC menggunakan alkohol 70 % sebelum digunakan. Semua alat yang digunakan dalam penanaman disemprot dengan alkohol 70% terlebih dulu sebelum masuk ke dalam LAFC.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan mulai dari bulan November 2014 sampai dengan bulan Mei 2015. Kalus yang digunakan berasal dari nuselus jeruk keprok SoE berumur satu tahun. Kalus embriogenik didapatkan dengan subkultur pada media MS + komposisi vitamin MW tanpa penambahan zat pengatur tumbuh.

Gambar 2 Perbanyakan kalus jeruk SoE dengan media MW + ABA di ruang kultur Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

10

Media yang digunakan untuk pendewasaan embrio somatik sama dengan media perbanyakan kalus dan ditambah dengan ABA. Terdapat beberapa tahapan diferensiasi jaringan embrio somatik menjadi planlet tanaman dalam perkembangannya, yaitu fase globular, jantung, torpedo dan kotiledon.

Pengaruh ABA dalam induksi kalus embriogenik menjadi embriosomatik Perkembangan embrio somatik dewasa adalah perkembangan yang dimulai dari fase globular ke tahap pendewasaan sampai dengan fase kotiledon (Zulkarnain 2009). Sejalan dengan hal tersebut penelitian ini terdiri dari tahapan diferensiasi menjadi embrio somatik, yaitu embrio somatik fase globular, jantung, torpedo dan fase kotiledon. Preeti et al. (2004) melaporkan bahwa pendewasaan ES melibatkan perubahan akumulasi ABA dan perkembangan pada kalus mulai terlihat pada minggu ke-4 setelah disubkultur. Pada penelitian ini tahapan embrio somatik mulai terlihat setelah memasuki minggu ke-3 dan 4.

Tabel 1 menunjukkan rekapitulasi pertumbuhan induksi embrio somatik pada pengamatan fase globular dipengaruhi oleh konsentrasi ABA. Jumlah globular minggu ke-4 perlakuan yaitu media MS + komposisi vitamin MW yang selanjutnya dinamakan media MW memperoleh hasil lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan ABA. Jumlah embriosomatik pada fase globular minggu ke-6 untuk perlakuan kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan media lainnya. Jumlah embriosomatik pada fase jantung pada minggu ke- 4 sampai ke-8 memperoleh hasil yang tidak nyata untuk masing-masing perlakuannya. Pembentukan embrio somatik fase jantung baru terlihat pada minggu ke-4, hal ini dikarenakan perubahan fase diikuti dengan perkembangan embrio somatik yang terbentuk (globular, jantung, torpedo dan kotiledon).

Tabel 1 Pengaruh konsentrasi ABA terhadap rata-rata jumlah embriosomatik yang membentuk fase globular, fase jantung yang dihasilkan dari kalus embriogenik tanaman jeruk SoE.

Konsentrasi ABA (mg L-1)

Jumlah Embriosomatik

Fase Globular Fase Jantung

Minggu Setelah Tanam (MST)

4 6 8 4 6 8 0.0 4.40a 6.60a 8.60a 2.20 4.30 6.10 0.5 3.10b 4.40b 5.30b 2.10 4.10 5.60 1.5 1.90bc 2.80b 3.20b 1.00 3.00 4.10 2.5 1.80c 3.10b 3.80b 1.00 3.20 4.00 3.5 2.10bc 3.10b 4.60b 0.90 4.20 6.10 Uji F ** ** ** tn tn tn KK (%) 2.27 5.46 6.63 6.57 12.19 12.19

Keterangan : ** = berbeda nyata, tn = tidak berbeda nyata, nilai rata-rata pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 % dan untuk transformasi menggunakan data log (X+10) Penelitian ini sejalan dengan Husni et al. (2010) yang melaporkan bahwa penambahan ABA dalam media MW mendorong pertumbuhan embrio somatik menjadi embrio dewasa dan penambahan 0.5 mg L-1 ABA adalah konsentrasi

11 paling baik untuk menghasilkan embrio somatik fase kotiledon. Semakin tinggi konsentrasi ABA yang terkandung dalam media kultur maka semakin banyak embrio somatik fase kotiledon.

Pertumbuhan embrio somatik pada Tabel 2 menunjukkan bahwa fase torpedo pada minggu ke-6 dan ke-8 perlakuan media (kontrol)memperoleh hasil nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (MW+ABA 0.5 mg L-1, MW+ABA 1.5 mg L-1, MW+ABA 2.5 mg L-1 dan MW+ABA 3.5 mg L-1). Hasil rekapitulasi menunjukkan jumlah embriosomatik fase kotiledon pada media (kontrol)minggu ke-6 dan ke-8 memperoleh hasil nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya (MW+ABA 0.5 mg L-1, MW+ABA 1.5 mg L-1, MW+ABA 2.5 mg L-1 dan MW+ABA 3.5 mg L-1), dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Pengaruh konsentrasi ABA terhadap rata-rata jumlah embrio somatik

yang membentuk fase torpedo dan fase kotiledon sampai minggu ke-8 pada kalus embriogenik tanaman jeruk SoE.

Konsentrasi ABA (mgL-1)

Jumlah Embriosomatik

Fase Torpedo Fase Kotiledon

Minggu Setelah Tanam (MST)

4 6 8 4 6 8 0.0 0.40 3.10a 6.30a 0.00 3.30a 9.40a 0.5 0.00 0.90b 2.50b 0.00 0.30b 1.40b 1.5 0.00 0.30b 1.50b 0.00 0.00b 0.00b 2.5 0.00 0.40b 1.40b 0.00 0.00b 0.00b 3.5 0.00 0.70b 2.30b 0.00 0.00b 0.80b Uji F tn ** ** tn ** ** KK (%) 1.59 6.82 10.53 0.00 7.16 10.86

Keterangan : ** = berbeda nyata, tn = tidak berbeda nyata, nilai rata-rata pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 % dan untuk transformasi menggunakan data log (X+10) Perlakuan media MW kontrol memperoleh hasil nyata lebih tinggi. Sejalan dengan penelitian Kosmiatin (2013) melaporkan bahwa adanya penambahan ABA dapat membentuk embrio somatik yang morfologinya normal. ABA berperan sebagai komponen dalam mempertahankan perkecambahan dini, meningkatkan akumulasi protein, lemak serta cadangan pati. Meningkatkan toleransi desikasi sehingga konversi terhadap perkecambahan tinggi (Robichaud et al. 2004).

Hasil perlakuan media MW (kontrol)menunjukkan bahwa media yang digunakan tanpa penambahan ABA terlihat lebih baik dibandingkan dengan menggunakan penambahan ABA. Pada pengamatan penelitian ini pembentukan embrio somatik pada fase kotiledon memiliki hasil rata-rata paling banyak berbeda dengan konsentrasi yang menggunakan ABA. Penelitian ini sejalan dengan Merigo (2011) bahwa pemberian ABA pada embrio somatik bertujuan menyeragamkan fase pendewasaan sehingga mendapatkan kotiledon yang siap untuk dikecambahkan dan pemberian ABA juga dapat menekan terjadinya pertumbuhan embrio yang prematur.

12

Gambar 3 Pengaruh ABA terhadap diameter kalus embriogenik jeruk SoE dari minggu ke-4 sampai ke-8.

Hasil yang ditunjukkan pada diameter kalus dari minggu ke-4 sampai minggu ke-8 memperoleh hasil yang tidak berbeda nyata dapat terlihat pada (Gambar 3), namun untuk masing-masing media perlakuan media MW kontrol, MW+ABA 0.5 mg L-1, MW+ABA 1.5 mg L-1, MW+ABA 2.5 mg L-1 dan MW+ABA 3.5 mg L-1 dari minggu ke-4 sampai ke-8 mengalami peningkatan jumlah pertumbuhan diameter kalus embriogenik. Penambahan diameter kalus diduga adanya peran dari auksin endogen dalam sel suatu varietas, auksin pada tanaman berperan dalam hal perbanyakan dan perkecambahan sel, menghambat terbentuknya klorofil dan juga induksi kalus (Wattimena 1998). Prayogi (2014) melaporkan bahwa faktor media dasar sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kalus. Faktor lain yang mempengaruhi pertambahan diameter kalus juga terdapatnya embrio sekunder. Semakin lama waktu kultur dapat menyebabkan embrio globular sekunder bermunculan pada permukaan embrio primer (Budiyastuti 2013).

Kalus embriogenik jeruk SoE yang terbentuk pada minggu ke 8 pada media MW kontrol menghasilkan jumlah spot hijau lebih banyak, berbeda dengan pembentukan kalus menggunakan penambahan ABA rata-rata pada media kontrol membentuk embrio somatik sekunder (Gambar 4A). Zulkarnain (2009) embrio zigotik berkembang dari penyatuan gamet jantan dan betina, embrio somatik tumbuh dan berkembang melewati tahapan-tahapan yang sama. Tahapan tersebut adalah globular, jantung, torpedo dan kotiledon.

Perlakuan menggunakan ABA kalus embriogenik jeruk keprok SoE dapat menginduksi terbentuknya embrio somatik primer (fase globular – fase kotiledon) pada minggu ke-8 (Gambar 4 B,C,D,E). Semakin tinggi dosis ABA yang digunakan hasil pembentukan embrio somatik primer semakin baik. Terlihat dari hasil penelitian bahwa dengan menggunakan penambahan ABA dapat menyeragamkan fase pendewasaan sehingga mendapatkan kotiledon yang siap

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 4 MST 6 MST 8 MST Dia m et er K a lus ( cm ) MSW+ABA 0.5 mgL-1 MSW+ABA 1.5 mgL-1 MSW+ABA 2.5 mgL-1 MSW+ABA 3.5 mgL-1 MSW (Kontrol)

13 dikecambahkan dan dengan pemberian ABA dapat menekan terjadi pertumbuhan embrio yang prematur dan abnormal (Gambar 4E).

Gambar 4 Eksplan jeruk SoE pada minggu ke-8 (A) pembentukan spot hijau pada perlakuan MW (kontrol), (B) perlakuan MW+ABA 0.5 mg L-1, (C) perlakuan MW+ABA 1.5 mg L-1, (D) perlakuan MW+ABA 2.5 mg L-1 (E) perlakuan MW+ABA 3.5 mg L-1.

Kalus yang diinduksi merupakan kalus embriogenik yang ditunjukkan terbentuknya embrio somatik globular (Gambar 5A). Pembentukan embrio somatik kalus embriogenik jeruk keprok SoE (fase globular-fase kotiledon) terlihat untuk setiap tahapannya pada perlakuan media MW+ABA 0.5 mg L-1 (Gambar 5). Hasil pendewasaan embrio somatik tertinggi dicapai pada eksplan yang dikulturkan dengan menggunakan media MS dengan penambahan vitamin MW, tetapi embrio somatik yang dihasilkan morfologinya tidak normal yang ditandai dengan embrio somatik berbentuk raksasa, kotiledon menebal, pertumbuhan tidak seragam (Gambar 5G). Perlakuan dengan menggunakan media MW + GA3 menghasilkan pendewasaan embrio somatik (planlet) normal yang ditandai dengan terbentuknya akar, kotiledon, daun yang morfologinya normal (Gambar 5F,H).

Gambar 5 Embriogenesis somatik dari kalus embriogenik jeruk SoE pada minggu ke-8 pada perlakuan media MW+ABA 3.5 mg L-1 (A) fase Globular, (B) Fase jantung, (C) fase torpedo, (D) fase kotiledon, (E) planlet normal, (F) planlet abnormal.

14

Pengaruh GA3 dalam Perkecambahan Embrio Somatik Menjadi Planlet Percobaan kedua merupakan kelanjutan dari percobaan 1. Pada percobaan ini digunakan media dengan zat pengatur tumbuh terbaik untuk menginduksi embriosomatik dengan menanam embrio somatik fase kotiledon pada media dengan menggunakan konsentrasi GA3. Tujuan dari percobaan ini adalah mendapatkan planlet dari eksplan embrio somatik fase kotiledon.

Pertumbuhan planlet dari kotiledon menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dari perlakuan GA3 yang diberikan pada minggu ke-4, 6 dan 8 dapat dilihat pada (Tabel 3). Planlet membentuk akar pada media MW (kontrol) pada minggu ke-4 nyata lebih rendah dibandingkan media lainnya. Pada minggu ke-6 dan ke-8 jumlah planlet yang membentuk akar tidak berbeda nyata antar perlakuan.

Tabel 3 Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap planlet jeruk SoE terhadap jumlah kotiledon, jumlah daun dan jumlah akar sampai minggu ke-8.

Konsentrasi GA3

(mgL-1)

Σ Kotiledon Σ Daun Σ Akar

Minggu Setelah Tanam (MST)

4 6 8 4 4 6 8 4 4 6 8 0.0 2.50 2.70 2.80 4.45 4.45 5.55 6.15 4.45 0.50b 1.15 1.20 0.5 1.85 1.95 2.30 3.756 3.75 5.35 6.75 3.756 1.25a 1.30 1.30 1.5 2.00 2.30 2.75 4.50 4.50 5.60 6.55 4.50 1.05a 1.30 1.30 2.5 2.05 2.30 2.50 3.55 3.55 4.55 5.80 3.55 1.15a 1.20 1.20 3.5 1.80 2.05 2.30 4.00 4.00 5.10 6.30 4.00 1.20a 1.25 1.25 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn ** tn tn KK (%) 1.84 2.24 2.69 2.78 3.71 4.22 1.21 1.13 1.14 Keterangan : ** = berbeda nyata, tn = tidak berbeda nyata, nilai rata-rata pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 % dan untuk transformasi menggunakan data log (X+10) Menurut Marlin et al. (2013) adanya komposisi hara makro, hara mikro dan vitamin yang tepat dalam media MS sangat diperlukan oleh tanaman untuk meningkatkan pembentukan akar. Pada penelitian ini rata-rata pembentukan akar untuk semua perlakuan terlihat pada minggu ke-2 sampai minggu seterusnya. Hal ini merupakan perkembangan dari embrio somatik fase kotiledon yang tumbuh mulai membentuk menjadi planlet. Hasil penelitian ini sejalan dengan Neliyati (2013) bahwa dengan penambahan GA3 lebih berperan dalam pembelahan dan pemanjangan sel pada organ akar sehingga pembentukan dan pemanjangan akar lebih cepat.

Embrio somatik fase kotiledon yang didapatkan dari hasil induksi kalus embriogenik jeruk keprok SoE pada percobaan 1 ditanam pada percobaan 2 untuk menjadi planlet (Gambar 6). Pembentukan planlet dengan menggunakan media MW + GA3 memperoleh hasil lebih baik dalam dibandingkan dengan menggunakan media (kontrol). Penggunaan GA3 dapat membentuk perakaran, tunas dan daun normal, hal ini terlihat (Gambar 6C,D,E). Planlet abnormal lebih banyak terbentuk pada media kontrol (Gambar 6B).

15

Gambar 6 Perkecambahan embrio somatik fase kotiledon (A) Perkecambahan embrio somatik fase kotiledon jeruk SoE pada perlakuan kontrol 2 MST, (B) Perkecambahan embrio somatik fase kotiledon jeruk SoE pada perlakuan MW kontrol pada umur 3 MST, (C) Planlet jeruk SoE pada perlakuan MW+0.5 mg L-1 GA3 (6 MST), (D) Planlet jeruk SoE pada perlakuan MW+1.5 mg L-1 GA3 (7 MST), (E) Planlet jeruk SoE pada perlakuan MW+3.5 mg L-1 GA3 (8 MST).

Pertumbuhan planlet pada (tabel 4) minggu ke-4 media MW+GA3 3.5 mg L-1 nyata lebih tinggi dibandingkan MW+GA3 0.5 mg L-1, MW+GA3 1.5 mg L-1 dan MW (kontrol)tetapi tidak berbeda nyata dengan MW+GA3 2.5 mg L-1. Pada minggu ke-6 dan ke-8 pertumbuhan tinggi tanaman menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Menurut Oktavia et al. (2003) GA3 berfungsi dalam pemanjangan batang dengan memacu sel-sel penyusun batang serta memacu terbentuknya tunas melalui peran dalam memecah pati oleh enzim amilase serta mengaktifkan auksin pada ujung batang. Pertumbuhan jumlah planlet normal pada minggu ke-4, 6 dan 8 media MW+GA3 2.5 mg L-1, nyata lebih tinggi di bandingkan MW+GA3 0.5 mg L-1, MW+GA3 1.5 mg L-1 dan MW (kontrol), tetapi tidak berbeda nyata dengan MW+GA3 3.5 mg L-1. Menurut Oktavia et al. (2003) perkembangan planlet ditandai dengan tumbuhnya akar, daun primer dan terbentuk daun-daun baru. Pada embrio somatik kopi dapat dihasilkan planlet normal dengan konsentrasi GA3 tertentu dengan hasil yang tinggi.

Jumlah planlet abnormal pada minggu ke-4 media MW+GA3 3.5 mg L-1 nyata lebih tinggi dibandingkan MW+GA3 0.5 mg L-1, MW+GA3 1.5 mg L-1 dan MW (kontrol), tetapi tidak berbeda nyata dengan MW+GA3 2.5 mg L-1. Pada minggu ke-6 dan 8 pertumbuhan planlet abnormal munjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Menurut Husni et al. (2010) Penambahan GA3 dalam media MW dapat mendorong perkecambahan embrio dewasa menjadi planlet dan dalam penelitiannya penambahan 0.5 mg L-1 GA3 dalam media konsentrasi yang paling baik dengan efisiensi perkecambahan sebesar 58% dibandingkan 0.1 dan 0.3 mg L-1 GA3.

16

Tabel 4 Pengaruh GA3 terhadap tinggi planlet (cm), jumlah planlet normal dan jumlah planlet abnormal pada planlet jeruk SoE.

Konsentrasi

GA3

(mgL-1)

Tinggi (cm) Σ Planlet normal Σ Planlet abnormal

Minggu Setelah Tanam (MST)

4 6 8 9 4 6 8 9 4 6 8 0.0 0.68b 0.83 1.01 1.01 1.05b 1.20b 1.25b 1.01 0.68b 0.83 1.01 0.5 0.74b 1.02 1.29 1.29 1.05b 1.05b 1.15b 1.29 0.74b 1.02 1.29 1.5 0.60b 0.86 1.08 1.08 1.10b 1.20b 1.25b 1.08 0.60b 0.86 1.08 2.5 0.77ab 1.06 1.40 1.40 2.05a 2.30a 2.50a 1.40 0.77ab 1.06 1.40 3.5 0.94a 1.17 1.34 1.34 1.80a 2.05a 2.30a 1.34 0.94a 1.17 1.34 Uji F ** tn tn tn ** ** ** tn ** tn tn KK (%) 0.90 1.15 1.29 1.09 1.84 2.25 1.10 1.10 1.20

Keterangan : ** = berbeda nyata, tn = tidak berbeda nyata, nilai rata-rata pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 % dan untuk transformasi menggunakan data log (X+10) Pengaruh konsentrasi media MW dalam pertumbuhan planlet

Pertumbuhan jumlah daun minggu ke-4 tidak berbeda nyata antar perlakuan. Media MW (½ Konsentrasi) pada minggu ke-6 menghasilkan jumlah daun lebih banyak daripada MW (¾ Konsentrasi) tetapi tidak berbeda nyata dengan media MW (Kontrol). Jumlah daun pada media MW (½ Konsentrasi) minggu ke-8 nyata lebih tinggi dibandingkan media lainnya. Penyerapan oleh planlet lebih cepat terhadap dosis yang lebih rendah yaitu 25% hingga konsentrasi 50%. Sejalan dengan penelitian Marlin et al. (2013) sel-sel tanaman akan terpacu berdiferensiasi membentuk akar pada kondisi konsentrasi nutrisi dalam media rendah.

Tabel 5 Pengaruh konsentrasi media MW terhadap jumlah daun, tinggi tanaman (cm) dan jumlah akar pada planlet jeruk SoE.

Media

Σ Daun Tinggi (cm) Σ Akar

Minggu Setelah Tanam (MST)

4 6 8 12 4 6 8 12 4 6 8 MW (Kontrol) 5.96 6.37ab 7.37b 1.11 1.26 1.41 1.13 1.13 1.13 MW (½Dosis) 6.93 7.43a 9.73a 1.18 1.43 1.56 1.10 1.10 1.23 MW (¾ Dosis) 5.17 5.17b 6.40b 1.01 1.17 1.30 1.30 1.30 1.30 Uji F tn ** ** tn tn tn tn tn tn KK 3.39 3.32 3.71 1.11 1.29 1.26 0.85 0.85 0.94

Keterangan : ** = berbeda nyata, tn = tidak berbeda nyata, nilai rata-rata pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 % dan untuk transformasi menggunakan data log (X+10) Pertumbuhan tinggi tanaman pada minggu ke-4, 6 dan 8 menunjukan hasil tidak berbeda nyata antar perlakuan. Pertumbuhan jumlah akar pada minggu ke-4, 6 dan 8 menunjukkan hasil tidak berbeda nyata antar perlakuan terlihat pada (Tabel 5). George dan Sherrington (1984) mengemukakan penggunaan hara makro dengan konsentrasi rendah baik untuk induksi pembentukkan akar.

17 Pembentukan planlet jeruk keprok SoE pada media perkecambahan dengan masing-masing konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 7. Planlet dan kecambah somatik yang dihasilkan dari embriogenesis somatik mempunyai pertumbuhan radikula dan plumula yang sempurna (Gambar 7 A-C). Penggunaan media MW dengan (½ konsentrasi ) menghasilkan pembentukan planlet dengan jumlah daun, tinggi tanaman (cm) dan perakaran yang lebih baik dan normal dibandingkan dengan konsentrasi lainnya (Gambar 7 B,E,H). Hal ini dikarenakan untuk penyerapan oleh planlet lebih cepat terhadap konsentrasi yang lebih rendah. Pertumbuhan dengan konsentrasi tinggi memperoleh hasil yang lebih rendah (Gambar 7 A,D,G).

Gambar 7 Pertumbuhan planlet jeruk SoE pada berbagai media 2 MST, (A) Media kontrol, (B) Media dosis ½, (C) Media dosis ¾ dan 8 MST, (D) Media kontrol, (E) Media dosis ½, (F) Media dosis ¾.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Induksi kalus embriogenik menjadi embriosomatik menghasilkan jumlah globular dengan baik sampai dengan menghasilkan embrio somatik dewasa (kotiledon) dengan perlakuan media dasar MS vitamin MW (kontrol). Namun dengan penggunaan media MW+ABA 1.5 mg L-1 memperlambat pembentukan fase embrio somatik dan menghasilkan morfologi normal. Konsentrasi ABA terbaik adalah media MW+ABA 2.5mg L-1.

Perkecambahan embriosomatik menjadi planlet didapatkan hasil terbaik untuk mengecambahkan kotiledon menjadi planlet untuk pemanjangan akar dan jumlah planlet normal yang optimal dengan menggunakan media dasar MS ditambah komposisi vitamin MW + GA3 2.5 mg L-1.

18

Percobaan ketiga untuk media Pertumbuhan terbaik yang digunakan dalam perkecambahan planlet sebelum diaklimatisasi adalah media dengan ½ dosis (0.5 x konsentrasi).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan tanaman jeruk keprok SoE yang diregenerasikan melalui induksi embrio somatik hingga tahap aklimatisasi dan pemeliharaan di lapang.

DAFTAR PUSTAKA

Alawi M. 2015. Jeruk keprok SoE NTT, jeruk istana yang segar dan manis. [Internet]. Kupang (ID): [diunduh pada; 2015 November 01]. Tersedia pada : (http://kupang.tribunnews.com).

Alfoso A, Desamoro NV. 2014. Agricultural Biotechnology (A Lot More than Just GM Crops). ISAAA SE-Asia Center IRRI. Los Banos, Laguna Philippines. Biotech Information Series:1.

Ashari H, Supriyanto A. 2013. Teknologi Budidaya Mempercepat Pembungaan Jeruk Hasil Persilangan Keprok SoE. Balai Penelitian Jeruk Tropika. Badan Litbang Pertanian. Malang (ID): [diunduh pada: 2014 Maret 8]. Tersedia pada : (http//:balitjestro.litbang.deptan.go.id)

Astuti S. 2014. Varietas Jeruk Keprok Unggulan. [Internet]. Jakarta (ID): [diunduh pada 2014 November 13]. Tersedia pada : (http://cybex.deptan.go.id)

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2009. Jeruk keprok SoE “si merah yang mempesona”. Artikel [Internet]. Kupang (ID): [diunduh 2015 November 01] Tersedia pada: (http://ntt.litbang.pertanian.go.id).

Basu A, Mohommad A, Paul A, Purkayastha J, Mazumdar P, Solleti SK, Sugla T, Ahmed J. 2010. Efficient in vitro plant regeneration from shoot apices and gene transfer by particle bombardment in Jatropha curcas. Biologia Plantarum.54(1):13-20.

Bebeja. 2013. Jeruk Keprok SoE Nusa Tenggara Timur. Kupang (ID): [diunduh pada 2015 November 10]. Tersedia pada : (http://www.bebeja.com)

Budiyastuti. 2013. Pengaruh ABA dalam pendewasaan embriosomatik jeruk keprok batu 55 dan garut. Bogor (ID): Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 23 hal.

Friyanti D. Yulianti F. 2010. Teknologi somatik embriogenesis: Terobosan Perbanyakan Masal Batang Bawah Jeruk. Jurnal Iptek Hortikultura [Internet]. [diunduh 2014 Maret 17]. Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika. Tlekung (ID).

George EF, Sherrington TD. 1984. Plant propagatin by tissue culture. Handbook and Directionary of commersial laboratories. Exegetic Ltd. England.

Hendaryono DPS, Wijayani A. 1994. Teknik Kultur Jaringan Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Modern. Yogyakarta (ID): Kanisius.

19 Husni A. 2010. Fusi Interspesies antar Jeruk Siam Simadu (Citrus nobilis L.) dengan Mandarin Satsuma (Citrus unshiu Marc.) [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Husni A, Purwito A, Mariska I, Sudarsono. 2010. Regenerasi jeruk Siam melalui embriogenesis somatik. Bogor (ID): J AgroBiogen [Internet]. [diunduh 2014 Maret 17]; Volume 6(2):75-83.

Karyanti, Purwito A, Husni A. 2012. Pengaruh Induksi Mutasi Sinar Gamma pada Regenerasi Kalus Embriogenik Keprok Garut (Citrus reticulata L.) Prosiding Simposium dan Seminar Bersama PERAGI-PERHORTI-PERIPI-HIGI Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi yang Berkelanjutan. Kihhundu A, Sefasi A, Ghislain M, Kreuze J, Mukasa SB, Semakula G, Manrique

S. 2012. Induction of somatic embryogenesis in recalcitrant sweet potato (Ipomoea batatas L.) cultivars. African Journal of Biotechnology. 11(94). Kosmiatin M. 2013. Pembentukan Tanaman Triploid Jeruk Siam Simadu (Citrus

nobilis Lour) Melalui Kultur Endosperma. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Lestari EG. 2008. Kultur Jaringan. Bogor (ID): Akademia.

Marlin, Roemaida A, Hartal, Gonggo B. 2013. Pengembangan teknologi mikropropagasi tanaman jahe gajah bebas penyakit layu bakteri. Bengkulu (ID): Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.

Martosupo M, Semangun H, Sunbarru B. 2007. Budidaya jeruk keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan [Internet]. Salatiga (ID): [diunduh pada 2015 November 1] Tersedia pada: (http://repository.uksw.edu/). AGRIC Vol. 19. (1-2): 76-90.

Marques S, Sumarji. 2014. Strategi pengembangan sentra agribisnis jeruk keprok SoE (citrus reticulata) di kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. NTT (ID): J Manajemen Agribisnis vol 14(1).

Dokumen terkait