• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kinerja Perawat Pelaksana

HASIL PENELITIAN

5.2 Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun Perdagangan Kabupaten Simalungun

5.2.1 Pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kinerja Perawat Pelaksana

Mengacu kepada hasil penelitian tentang motivasi intrinsik dengan indikator (tanggung jawab, prestasi, pengakuan orang lain, pekerjaan itu sendiri, kemungkinan pengembangan dan kemajuan) dengan pembahasan diuraikan sebagai berikut:

a. Motivasi Intrinsik Indikator Tanggung Jawab

Berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi intrinsik dengan indikator tanggung jawab, diketahui bahwa sebanyak 23 orang (59,0%) responden menyatakan setuju dan mampu mengambil inisiatif sendiri dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan sebanyak 33 orang (84,6%) responden menyatakan setuju bekerja dengan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan asuhan keperawatan serta dan sebanyak 21 orang (53,8%) responden menyatakan sangat tidak setuju jika dianggap belum berupaya memenuhi kebutuhan pasien secara maksimal. Hasil analisis penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa perawat pelaksana menyadari bahwa tanggung jawab pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan tanggung jawab perawat, namun pelaksanaannya belum optimal.

Berdasarkan skor rata-rata tentang motivasi intrinsik, indikator tanggung jawab memiliki skor paling tinggi, yaitu sebesar 16,44. Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana termotivasi melaksanakan asuhan keperawatan hanya sebatas tanggung jawab dan kurang mempertimbangkan hasil pekerjaan. Hasil wawancara kepada perawat pelaksana maupun kordinator perawat bahwa mereka mengetahui pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan tanggung jawab mereka, namun

pengimplementasiannya belum sepenuhnya diberikan kepada pasien. Hal lain yang turut menyebabkan perawat pelaksana kurang termotivasi secara intrinsik dalam bekerja adalah terkait dengan umur perawat sebanyak 43,6%, berumur 18-25 tahun (dewasa muda) dan masa kerja 1-5 tahun.

Menurut Maslow dalam Gibson et.al. (1996), hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas manusia bekerja adalah disebabkan adanya kebutuhan yang relatif tidak terpenuhi yang disebabkan adanya faktor keterbatasan manusia itu sendiri, untuk memenuhi kebutuhannya tersebut manusia bekerja sama dengan orang lain dengan memasuki suatu organisasi. Hal ini yang menjadi dasar sebagai salah satu sebab timbulnya motivasi perawat untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar.

Hal ini sejalan dengan teori Herzberg dalam Hasibuan (2005), menyatakan bahwa secara intrinsik atau internal setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang berpotensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar yang berasal dari dalam diri sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan.

Berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Kesehatan (2006), menyatakan bahwa perawat adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat untuk melaksanakan pelayanan keperawatan kepada masyarakat. Pelayanan keperawatan adalah pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, pada ilmu dan kiat keperawatan, yang menyangkut biopsikososiokultural dan spiritual yang komprehensif ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan. Pendekatan proses keperawatan mencakup pengkajian keperawatan, analisa data, diagnosa keperawatan, rencana asuhan keperawatan dan evaluasi keperawatan.

Nursalam (2004), mengungkapkan bahwa praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya. Praktik keperawatan profesional mempunyai ciri-ciri otonomi dalam pekerjaan, bertanggung jawab dan bertanggunggugat, pengambilan keputusan yang mandiri, kolaborasi dengan disiplin ilmu lain, pemberian pembelaan (advocacy) dan memfasilitasi kepentingan pasien.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Juliani (2008), yang mengungkapkan bahwa variabel motivasi instrinsik yang dimiliki perawat pelaksana dengan indikator tanggung jawab berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Siregar (2008), yang menyimpulkan secara parsial variabel motivasi intrinsik dengan indikator tanggung jawab tidak berpengaruh secara signifikan (p<0,05) terhadap kinerja perawat.

b. Motivasi Intrinsik Indikator Prestasi

Berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi intrinsik indikator prestasi, diketahui bahwa sebanyak 20 orang (51,3%) responden menyatakan setuju bekerja sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam asuhan keperawatan, sebanyak 20 orang (51,3%) responden menyatakan sangat tidak setuju mendapat kredit poin pada penilaian kenaikan pangkat., dan sebanyak 21 orang (53,8%) responden menyatakan

sangat tidak setuju bekerja sesuai dengan jadwal dan tidak tepat waktu serta sebanyak 20 orang (51,3%) responden menyatakan bahwa hasil kerja perawat pelaksana kurang diperhatikan oleh pihak manajemen rumah sakit. Hasil analisis penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa perawat pelaksana menginginkan kenaikan jabatan namun kenaikan jabatan perawat mempunyai tahapan-tahapan (prosedur) yang sudah ditetapkan.

Berdasarkan skor rata-rata tentang motivasi intrinsik indikator prestasi yang diraih, sebesar 12.21 merupakan urutan ke empat tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana sebagian besar kurang mementingkan prestasi dalam melaksanakan asuhan keperawatan, mereka termotivasi bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar semata.

Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat pelaksana menjelaskan bahwa pelaksanaan asuhan keperawatan sampai kepada pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan tupoksi dan tanggung jawab mereka yang harus dilakukan, namun perawat belum melaksanakan asuhan keperawatan secara maksimal dengan alasan bahwa walaupun asuhan keperawatan tidak dilaksanakan oleh perawat, hal tersebut tidak berpengaruh terhadap prestasi, seperti kenaikan pangkat dan mutasi untuk perawat, sehingga perawat merasa tidak termotivasi dan tidak ada dorongan untuk melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik dan kepala rumah sakit kurang mendukung dalam pelaksanaan asuhan keperawatan seperti bersikap acuh tak acuh terhadap hasil pelaksanaan asuhan keperawatan.

Hal ini sejalan dengan teori Herzberg dalam Hasibuan (2005), menyatakan bahwa setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian

prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya. Demikian juga dengan teori David C McClelland dalam Handoko (2001), tentang motivasi berprestasi, adanya motivasi berprestasi yang tinggi akan berhubungan dengan peningkatan kinerja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sihotang (2006), yang meneliti hubungan motivasi kerja terhadap kinerja perawat dalam memberikan pelayanan untuk pasien di Rumah Sakit Umum Doloksanggul, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara prestasi dan kinerja perawat, namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Juliani (2007), di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan menemukan bahwa prestasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perawat.

c. Motivasi Intrinsik Indikator Pengakuan Orang Lain

Berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi intrinsik indikator pengakuan orang lain, diketahui bahwa sebanyak 21 orang (53,8%) responden menyatakan sangat tidak setuju jika pasien yang dilayani tidak menerima keberadaan perawat, dan sebanyak 26 orang (66,7%) responden menyatakan sangat tidak setuju bahwa dalam melaksanakan asuhan keperawatan harus termasuk dalam tim kerja keperawatan serta Perawat pelaksana melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan tupoksi yang dibebankan rumah sakit dalam surat keputusan pengangkatan sebagai perawat dinyatakan setuju sebanyak 18 orang (46,2%) responden, dan menyatakan sangat tidak setuju bahwa melaksanakan asuhan keperawatan apabila ditugaskan oleh atasan dinyatakan sebanyak 24 orang (61,5%) responden. Hasil analisis penelitian di atas

dapat disimpulkan bahwa kinerja perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan kurang diakui oleh manajemen rumah sakit.

Berdasarkan skor rata-rata tentang motivasi intrinsik indikator pengakuan orang lain, sebesar 10.90 merupakan urutan ke lima tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana sebagian besar kurang diakui hasil pekerjaannya dalam melaksanakan asuhan keperawatan, sehingga kurang termotivasi dengan baik dalam menyelesaikan pekerjaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat diperoleh jawaban bahwa perawat pelaksana tidak ada diberikan bimbingan tentang bagaimana seharusnya pemberian asuhan keperawatan dan apa manfaat dari pemberian asuhan keperawatan sampai dengan pendokumentasian asuhan keperawatan dan kurangnya penghargaan terhadap kinerja perawat.

Hal ini sejalan dengan teori Herzberg dalam Hasibuan (2005), yang menyatakan bahwa petugas yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinkannya menggunakan kreativitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi. Sejalan dengan pendapat Handoko (2001), yang mengungkapkan bahwa motivasi intrinsik merupakan motivasi yang berfungsi tanpa adanya rangsangan dari luar, dalam diri individu sudah ada suatu dorongan untuk melakukan tindakan.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Juliani (2007) tentang Pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat

Inap RS Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007, terdapat pengaruh secara signifikan, pengakuan orang lain terhadap kinerja perawat pelaksana.

d. Motivasi Intrinsik Indikator Pekerjaan itu Sendiri

Berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi intrinsik indikator pekerjaan itu sendiri, diketahui bahwa sebanyak 20 orang (51,3%) responden menyatakan ragu-ragu dalam melaksanakan asuhan keperawatan karena ingin membantu penyembuhan pasien, dan sebanyak 15 orang (38,5%) responden menyatakan sangat tidak setuju bahwa dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk lebih memahami bidang keperawatan, dan sebanyak 17 orang (43,6%) responden menyatakan setuju melaksanakan asuhan keperawatan karena sudah ada tupoksi sebagai perawat pelaksana. Hasil analisis penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan menyadari adanya tupoksi dan merupakan kewajiban perawat pelaksana, namun kinerjanya belum optimal dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.

Berdasarkan skor rata-rata tentang motivasi intrinsik indikator pekerjaan itu sendiri, sebesar 15.08 merupakan urutan ke dua tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana sebagian besar belum optimal dalam melaksanakan asuhan keperawatan, sehingga kurang tertarik atau kurang termotivasi dengan baik dalam menyelesaikan pekerjaan

Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat pelaksana bahwa pemberian asuhan keperawatan kepada pasien merupakan tupoksi perawat, namun perawat belum melaksanakan secara maksimal karena kurangnya keterampilan dan penguasaan dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien. Penyebab

lainnya menurut responden karena banyaknya tugas yang harus dilakukan oleh perawat, dimana perawat mempunyai tugas pada program lain, sehingga mereka tidak mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Linda (2002), yang menyatakan bahwa penyebab perawat tidak melaksanakan asuhan keperawatan sampai dengan pendokumentasian karena tidak ada waktu yang cukup dalam pelaksanaannya.

Hal ini sejalan dengan teori Herzberg dalam Hasibuan (2005), yang menyatakan bahwa pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi dan memerlukan pengukuhan (reinforcement).

e. Motivasi Intrinsik Indikator Kemungkinan Pengembangan

Berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi intrinsik indikator kemungkinan pengembangan, diketahui bahwa sebanyak 21 orang (53,8%) responden menyatakan tidak setuju bekerja sebagai perawat selalu mencari informasi untuk melanjutkan pendidikan di bidang keperawatan., dan sebanyak 23 orang (59,0%) responden menyatakan sangat tidak setuju berupaya mencari informasi baru dalam pengembangan profesi sebagai perawat serta sebanyak 19 orang (48,7%) responden menyatakan tidak setuju dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik sebagai sarana untuk mencapai jabatan yang lebih tinggi. Hasil analisis penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan tidak mendapat kesempatan untuk kemungkinan pengembangan.

Berdasarkan skor rata-rata tentang motivasi intrinsik indikator kemungkinan pengembangan, sebesar 10.90 merupakan urutan ke enam. Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana sebagian besar belum optimal dalam melaksanakan asuhan keperawatan karena mereka beranggapan manajemen rumah sakit kurang mendukung dalam hal pengembangan karir, sehingga kurang termotivasi dengan baik dalam menyelesaikan pekerjaan

Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat pelaksana menyatakan bahwa tidak ada peluang untuk mengembangkan potensi mereka dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien yang dilakukan sehari-hari merupakan pekerjaan rutin akan tetapi tidak memberikan manfaat yang berarti, akan tetapi perlu didukung oleh lingkungan sekitar seperti adanya ketegasan dari dinas kesehatan setempat maupun sosialisasi kepala rumah sakit untuk memberikan reward ataupun punishment bagi perawat yang melakukan kinerja dengan baik.

Hal ini Sejalan dengan teori Herzberg dalam Hasibuan (2005), yang menyatakan bahwa karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang pendidikannya, karena hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam bekerja.

Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian Sihotang (2006) di Rumah Sakit Doloksanggul yang meneliti pengaruh motivasi terhadap produktivitas kerja perawat, mengungkapkan bahwa pengembangan perawat dinilai tidak jelas. Dari data terlihat

bahwa menurut pegawai honor, yang mendapat kesempatan mengikuti diklat dan melanjutkan pendidikan hanyalah perawat yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS). f. Motivasi Intrinsik Indikator Kemajuan

Berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi intrinsik indikator kemajuan, diketahui bahwa sebanyak 28 orang (71,8) responden menyatakan sangat tidak setuju jika melaksanakan asuhan keperawatan karena menginginkan mendapat promosi jabatan, sebanyak 24 orang (61,5%) responden menyatakan tidak setuju jika dalam melaksanakan asuhan keperawatan karena ingin mendapatkan pengalaman bekerja sebagai perawat, dan sebanyak 30 orang (76,9%), responden menyatakan sangat tidak setuju bahwa melaksanakan asuhan keperawatan karena ingin mengembangkan potensi diri yang dimiliki serta sebanyak 20 orang (51,3%) responden menyatakan ragu-ragu melaksanakan asuhan keperawatan karena ingin mengikuti perkembangan dan kemajuan di bidang keperawatan. Hasil analisis penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan tidak mendapat kesempatan mengembangkan potensi.

Berdasarkan skor rata-rata tentang motivasi intrinsik indikator kemajuan, sebesar 12.36 merupakan urutan ke tiga. Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana sebagian besar menginginkan kemajuan dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat pelaksana menyatakan bahwa tidak ada peluang untuk mengembangkan potensi mereka dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang dilakukan sehari-hari merupakan pekerjaan rutin akan tetapi tidak memberikan manfaat yang berarti, karena walaupun asuhan keperawatan dilakukan atau tidak dilakukan, akan tetapi perlu didukung oleh lingkungan sekitar

seperti adanya ketegasan dari dinas kesehatan setempat maupun sosialisasi kepala rumah sakit untuk memberikan reward ataupun punishment bagi perawat yang melakukan kinerja dengan baik.

Hal ini sejalan dengan Herzberg dalam Hasibuan (2005), yang menyatakan bahwa karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang pendidikannya, karena hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam bekerja.

Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian Sihotang (2006) di Rumah Sakit Doloksanggul yang meneliti pengaruh motivasi terhadap produktivitas kerja perawat, mengungkapkan bahwa pengembangan perawat dinilai tidak jelas. Dari data terlihat bahwa menurut pegawai honor, yang mendapat kesempatan mengikuti diklat dan melanjutkan pendidikan hanyalah perawat yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS).

Mengacu kepada hasil uji statistik regresi berganda menunjukkan motivasi intrinsik dengan indikator (tanggung jawab, prestasi, pengakuan orang lain, pekerjaan itu sendiri, kemungkinan pengembangan dan kemajuan) berpengaruh signifikan (p<0,05) terhadap kinerja perawat pelaksana, artinya semakin baik motivasi intrinsik perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien maka semakin meningkat kinerjanya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori motivasi yang dikemukakan oleh Herzberg dalam Hasibuan (2005), bahwa faktor yang berasal dari dalam (intrinsik) seperti tanggung jawab, prestasi, pengakuan orang lain, pekerjaan itu sendiri,

kemungkinan pengembangan dan kemajuan merupakan motivator atau faktor pendorong yang kuat bagi pegawai dalam bekerja.

5.2.2 Pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Kinerja Perawat Pelaksana