PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN
KABUPATEN SIMALUNGUN
T E S I S
Oleh
EVALINA DUMA SARI SIBORO 097032022/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN
KABUPATEN SIMALUNGUN
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
EVALINA DUMA SARI SIBORO 097032022/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN
KABUPATEN SIMALUNGUN Nama Mahasiswa : Evalina Duma Sari Siboro Nomor Induk Mahasiswa : 097032022
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Drs. Muslich Lutfi, M.B.A, I.D.S) (
Ketua Anggota
dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 20 September 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Drs. Muslich Lutfi, M.B.A, I.D.S Anggota : 1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si
PERNYATAAN
PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN
KABUPATEN SIMALUNGUN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2011
ABSTRAK
Pelayanan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan di rumah sakit merupakan salah satu indikator kinerja Rumah Sakit. Berdasarkan survei pendahuluan di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun, ditemukan BOR (Bed Occupancy Rate)rumah sakit mengalami penurunan. Pencapaian BOR 46,15% tahun 2009 dan 41,10% tahun 2010, pencapaian BOR yang menurun di RSUD Perdagangan diduga karena kinerja perawat pelaksana dalam pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien belum optimal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh motivasi terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang melakukan asuhan keperawatan berjumlah 39 orang dan seluruhnya dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara dan observasi menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α=0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel motivasi intrinsik dan ekstrinsik berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun. Variabel motivasi ekstrinsik memberikan pengaruh paling besar terhadap kinerja perawat pelaksana dengan nilai koefisien B (0,416).
Disarankan kepada manajemen RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun untuk: memberikan reward bagi perawat pelaksana yang telah melakukan kinerja dalam asuhan keperawatan dengan baik dan benar sesuai standar yang telah ditetapkan dan memberikan punishment bagi perawat yang belum optimal dalam kinerja. Memberikan pelatihan pada perawat pelaksana bagi yang belum pernah mendapat pelatihan asuhan keperawatan terutama mereka yang terlibat langsung dengan pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan di rumah sakit.
ABSTRACT
Care nurses to provide the nursing care is one indicator of the Hospital performance. Based on the preliminary surveys in Perdagangan General Hospital Simalungun District, was found BOR (Bed Occupancy Rate) the hospital declined. BOR the hospital 46.15% in 2009 and 41.10% in 2010, declining of the BOR in Perdagangan General Hospital allegedly associated with the performance of the nurse in the service of the nursing care to patients is not optimal.
The purpose of this explanatory survey was to analyze the influence of the motivation on the performance of the nurse in Perdagangan General Hospital, Simalungun District. The population of this study were all of nurses as many as 39 people and all of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews and observation based on the questionnaire. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 5%.
The result of this study showed that statistically the intrinsic and extrinsic motivation variables had significantly influence on the performance of nurses in Perdagangan General Hospital Simalungun District. Variable extrinsic motivation was the greatest influence on the performance of nurse with the value of coefficient B of 0.416.
It is recommended to the management of Perdagangan General Hospital Simalungun District to: provide rewards for the nurse who has been performing in nursing care is good and right according to established standards and provide punishment for nurse who has not been optimal in performance. Providing training for the nurse who has never trained nursing care, especially those directly involved with the implementation of nursing care in hospitals.
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun ".
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,
DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
4. Dr. Drs. Muslich Lutfi, M.B.A, I.D.S selaku ketua komisi pembimbing dan dr.
Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan
penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan
waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis
selesai.
5. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, dan Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep,
Sp.Mat selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran
membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis
mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
6. Kepala Dinas Kesehatan Simalungun dan Rumah Sakit Umum Daerah
Perdagangan beserta jajarannya yang telah berkenan memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin
belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
8. Ayahanda Drs Saridin Siboro dan Ibunda Rosmalina Saragih atas segala jasanya
9. Suami tercinta Ir. Goldfried MT. Sumbayak S.P, serta anak-anak: Vanesa PS
Sumbayak, Vanya PN Sumbayak, dan Geoffrey MA Sumbayak. Adik-adik
tersayang yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan do’a serta rasa
cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril
agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,
semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan
pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, September 2011 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Evalina Duma Sari Siboro, lahir pada tanggal 30 Juni 1971 di
Pematangsiantar, anak pertama dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda
Drs. Saridin Siboro, dan Ibunda Rosmalina Saragih
Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah
Dasar Negeri Karang Bangun Pematangsiantar, selesai Tahun 1983, Sekolah
Menengah Pertama di SMP RK Bintang Timur Pematangsiantar, selesai Tahun 1986,
Sekolah Menengah Atas di SMA RK Budi Mulia Pematangsiantar, selesai tahun
1989. Fakultas Kedokteran di UMI Medan, selesai Tahun 1999.
Mulai bekerja sebagai staf di Puskesmas Batu VI, tahun 2006 sampai
sekarang.
Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Hipotesis ... 8
1.5 Manfaat Penelitian ... 8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Teori Tentang Kinerja ... 9
2.1.1 Pengertian Kinerja ... 9
2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 10
2.1.3 Penilaian Kinerja ... 11
2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja... 15
2.1.5 Manfaat Penilaian Kinerja ... 15
2.1.6 Kinerja Perawat Pelaksana ... 16
2.2 Asuhan Keperawatan ... 17
2.2.1 Pengertian Asuhan Keperawatan ... 17
2.2.2 Tahap-tahap Asuhan Keperawatan ... 17
2.3 Teori Tentang Motivasi ... 21
2.3.1 Pengertian Motivasi ... 21
2.3.2 Teori Motivasi ... 23
2.3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi ... 30
2.3.4 Manfaat Motivasi ... 34
2.4 Perawat ... 35
2.4.1 Definisi Perawat ... 36
2.4.2 Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Keperawatan ... 37
2.5 Rumah Sakit ... 42
2.6 Landasan Teori ... 44
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 47
3.1 Jenis Penelitian ... 47
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 47
3.2.2 Waktu Penelitian ... 47
3.3 Populasi dan Sampel ... 47
3.3.1 Populasi ... 47
3.3.2 Sampel ... 48
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 48
3.4.1 Data Primer ... 48
3.4.2 Data Sekunder ... 48
3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 49
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 51
3.5.1 Variabel Bebas ... 51
3.5.2 Variabel Terikat ... 51
3.6 Metode Pengukuran ... 52
3.6.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 52
3.6.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 52
3.7 Metode Analisis Data ... 53
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 55
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 55
4.1.1 Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 55
4.1.2 Letak Geografi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 55
4.1.3 Visi dan Misi RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun . 56 4.1.4 Tenaga Kesehatan dan Pelayanan di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 56
4.2 Identitas Responden ... 57
4.3 Analisis Univariat ... 59
4.3.1 Motivasi Intrinsik ... 59
4.3.2 Motivasi Ekstrinsik ... 71
4.4 Kinerja ... 83
4.5 Analisis Bivariat ... 91
4.5.1 Hubungan Motivasi Intrinsik dengan Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 92
4.5.2 Hubungan Motivasi Intrinsik dengan Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 93
4.6 Analisis Multivariat ... 93
4.6.1 Uji Asumsi Klasik ... 93
BAB 5. PEMBAHASAN ... 100
5.1 Kinerja Perawat Pelaksana ... 100
5.2 Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 102
5.2.1 Pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kinerja Perawat Pelaksana ... 103
5.2.2 Pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Kinerja Perawat Pelaksana ... 114
5.3 Keterbatasan Penelitian ... 124
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 125
6.1 Kesimpulan ... 125
6.2 Saran ... 125
DAFTAR PUSTAKA ... 127
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 52
3.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 53
4.1 Distribusi Identitas Responden di RSUD Perdagangan Kabupaten
Simalungun ... 57
4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tanggung Jawab di RSUD
Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 59
4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Prestasi di RSUD Perdagangan
Kabupaten Simalungun ... 61
4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengakuan Orang Lain di RSUD
Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 63
4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Itu Sendiri di RSUD
Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 65
4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kemungkinan Pengembangan di
RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 67
4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kemajuan di RSUD Perdagangan
Kabupaten Simalungun ... 69
4.8 Hasil Skor Motivasi Intrinsik ... 71
4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Gaji di RSUD Perdagangan
Kabupaten Simalungun ... 71
4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Keamanan dan Keselamatan Kerja di
RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 75
4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Kerja di RSUD Perdagangan
Kabupaten Simalungun ... 75
4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Kerja di RSUD
Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 77
4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Prosedur Kerja di RSUD
Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 79
4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Status di RSUD Perdagangan
Kabupaten Simalungun ... 81
4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Pengkajian di RSUD Perdagangan
Kabupaten Simalungun ... 83
4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Diagnosis di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 85
4.18 Distribusi Responden Berdasarkan Rencana Tindakan di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 86
4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Tindakan Keperawatan di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 88
4.20 Distribusi Responden Berdasarkan Evaluasi Tindakan Keperawatan di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 89
4.21 Hasil Skor Kinerja ... 91
4.22 Skor Jawaban Responden ... 91
4.23 Hubungan Motivasi Intrinsik dengan Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 92
4.24 Hubungan Motivasi Ekstrinsik dengan Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 93
4.25 Uji Normalitas Motivasi Intrinsik ... 94
4.26 Uji Normalitas Motivasi Ekstrinsik ... 94
4.27 Uji Normalitas Kinerja ... 95
4.28 Uji Multikolinieritas ... 95
4.29 Uji Autokorelasi ... 97
4.30 Besar Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsi... 98
4.31 Uji Secara Serentak ... 98
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Landasan Teori ... 45
2.2 Kerangka Konsep Penelitian. ... 46
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 130
2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 139
3 Uji Asumsi Klasik ... 148
4 Uji Univariat dan Bivariat ... 147
5 Hasil Uji Regresi ... 171
6 Dokumentasi ... 170
7 Surat Ijin penelitian dari Program Studi S2 IKM FKM USU Medan ... 171
8. Surat Ijin selesai penelitian dari RSUD. Perdagangan Kabupaten Simalungun ... 172
5. Dokumentasi Penelitian ... 154
6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155
ABSTRAK
Pelayanan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan di rumah sakit merupakan salah satu indikator kinerja Rumah Sakit. Berdasarkan survei pendahuluan di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun, ditemukan BOR (Bed Occupancy Rate)rumah sakit mengalami penurunan. Pencapaian BOR 46,15% tahun 2009 dan 41,10% tahun 2010, pencapaian BOR yang menurun di RSUD Perdagangan diduga karena kinerja perawat pelaksana dalam pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien belum optimal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh motivasi terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang melakukan asuhan keperawatan berjumlah 39 orang dan seluruhnya dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara dan observasi menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α=0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel motivasi intrinsik dan ekstrinsik berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun. Variabel motivasi ekstrinsik memberikan pengaruh paling besar terhadap kinerja perawat pelaksana dengan nilai koefisien B (0,416).
Disarankan kepada manajemen RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun untuk: memberikan reward bagi perawat pelaksana yang telah melakukan kinerja dalam asuhan keperawatan dengan baik dan benar sesuai standar yang telah ditetapkan dan memberikan punishment bagi perawat yang belum optimal dalam kinerja. Memberikan pelatihan pada perawat pelaksana bagi yang belum pernah mendapat pelatihan asuhan keperawatan terutama mereka yang terlibat langsung dengan pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan di rumah sakit.
ABSTRACT
Care nurses to provide the nursing care is one indicator of the Hospital performance. Based on the preliminary surveys in Perdagangan General Hospital Simalungun District, was found BOR (Bed Occupancy Rate) the hospital declined. BOR the hospital 46.15% in 2009 and 41.10% in 2010, declining of the BOR in Perdagangan General Hospital allegedly associated with the performance of the nurse in the service of the nursing care to patients is not optimal.
The purpose of this explanatory survey was to analyze the influence of the motivation on the performance of the nurse in Perdagangan General Hospital, Simalungun District. The population of this study were all of nurses as many as 39 people and all of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews and observation based on the questionnaire. The data obtained were analyzed through multiple regression test at α = 5%.
The result of this study showed that statistically the intrinsic and extrinsic motivation variables had significantly influence on the performance of nurses in Perdagangan General Hospital Simalungun District. Variable extrinsic motivation was the greatest influence on the performance of nurse with the value of coefficient B of 0.416.
It is recommended to the management of Perdagangan General Hospital Simalungun District to: provide rewards for the nurse who has been performing in nursing care is good and right according to established standards and provide punishment for nurse who has not been optimal in performance. Providing training for the nurse who has never trained nursing care, especially those directly involved with the implementation of nursing care in hospitals.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap organisasi baik organisasi perusahaan, organisasi sosial maupun
organisasi pemerintah mempunyai tujuan yang dapat dicapai melalui pelaksanaan
pekerjaan tertentu, dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada didalam
organisasi tersebut, termasuk sumber daya manusia sebagai alat utama. Berhasil
tidaknya suatu perusahaan tergantung pada kemampuan Sumber Daya Manusia
(SDM) dalam menjalankan aktivitasnya. Salah satu organisasi yang dimaksud adalah
organisasi yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan kesehatan, yaitu Rumah Sakit.
Rumah sakit sebagai institusi yang bersifat sosio ekonomis mempunyai fungsi
dan tugas pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara paripurna. Jangkauan dan
kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit sangat tergantung pada kapasitas dan
kualitas tenaga di institusi pelayanan kesehatan untuk mencapai kinerja yang optimal.
Kinerja rumah sakit sebagai suatu organisasi selalu menjadi ukuran
keberhasilan dalam mempertahankan kelangsungan organisasi. Honrgen (1992),
menyatakan bahwa tujuan dilaksanakannya pengukuran kinerja agar supaya
perusahaan dapat membandingkan pencapaian sekarang dengan pencapaian tahun
sebelumnya atau pencapaian yang diraih oleh pesaing perusahaan. Dengan
kebijakan-kebijakan yang tidak relevan sehingga pencapaian dimasa yang akan datang akan
lebih baik.
Tenaga kesehatan sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjalankan
pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan sumber daya yang penting dan sangat
dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang optimal. Sebaliknya, sumber daya manusia
juga mempunyai berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Keinginan
untuk memenuhi kebutuhan inilah yang dipandang sebagai pendorong atau penggerak
bagi seseorang untuk melakukan sesuatu, termasuk melakukan pekerjaan atau
bekerja. Manajemen rumah sakit sebagai suatu organisasi harus berupaya untuk
mengetahui apa saja yang menjadi kebutuhan dan harapan karyawannya untuk
meningkatkan kinerjanya. Oleh karena itu, manajemen perlu memberikan balas jasa
yang sesuai dengan kontribusi mereka. Salah satu faktor pendorong atau rangsangan
agar karyawan dapat meningkatkan kinerjanya yang baik dan berkualitas dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah melalui pemberian motivasi.
Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas tidak terlepas dari peran
tenaga medis dan non medis, salah satu di antaranya adalah tenaga perawat. Tenaga
perawat mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan
kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan
pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual dan dilaksanakan selama 24 jam secara
berkesinambungan (Depkes RI, 2001).
Melihat begitu luas dan kompleksnya tugas dan fungsi dari perawat di rumah
tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung jawab perawat dalam melayani
pasien. Pelayanan keperawatan yang dilakukan kepada pasien di rumah sakit melalui
asuhan keperawatan diharapkan menjadi berdaya guna dan berhasil guna.
Pengelolaan asuhan keperawatan akan berhasil apabila seorang perawat memiliki
tanggung jawab, mempunyai pengetahuan tentang manajemen keperawatan dan
kemampuan memimpin orang lain di samping pengetahuan dan keterampilan klinis
yang harus dikuasainya pula (Nurachmad, 2001). Dalam kondisi demikian maka
terjadi interaksi antara sifat seorang perawat, yaitu motivasi yang ada pada dirinya
dengan kinerjanya.
Provinsi Sumatera Utara saat ini memiliki 75 unit rumah sakit, salah satu
diantaranya adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Perdagangan Kabupaten
Simalungun. Rumah sakit ini mempunyai salah satu tugas, yaitu melaksanakan
pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna, mengutamakan upaya
penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya
peningkatan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
Berdasarkan survei pendahuluan di RSUD Perdagangan Kabupaten
Simalungun, rumah sakit ini memiliki beberapa permasalahan, yaitu (1) kurangnya
sarana dan prasarana pendukung kesehatan, (2) banyak karyawan yang belum
professional, (3) keterbatasan jumlah tenaga medis dan non medis, (4) sistem
kompensasi yang belum begitu baik dan (5) pemasaran yang belum sistematis
berdampak pada indikator pencapaian kinerja RSUD Perdagangan di Kabupaten
Simalungun. Beberapa indikator kinerja tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.1 Indikator Kinerja RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun Tahun 2009-2010
No Keterangan Tahun
2009 (%) 2010 (%)
1 BOR (Bed Occupancy Rate) 46,15 41,1
2 LOS ( Length Of Stay) 3.3 3.1
3 BTO (Bed Turn Over) 42.7 40.1
4 TOI (Turn Over Interval) 2.1 3.5
Sumber : Laporan tahunan RSUD Perdagangan, 2010
Berdasarkan Tabel 1.1 diketahui bahwa terjadi fluktuasi indikator kinerja
RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun selama dua tahun pengamatan. Fluktuasi
tersebut memberikan masukan kepada manajeman RSUD Perdagangan Kabupaten
Simalungun untuk melakukan program perbaikan di semua aspek. Disamping itu,
keadaan sekarang menunjukkan bahwa kinerja RSUD Perdagangan Kabupaten
Simalungun belum memberikan hasil yang maksimal. Hal ini dapat dilihat dari
laporan hasil kunjungan pasien rawat inap, dimana hasil BOR yang mengalami
penurunan. Indikator kinerja tersebut tentu saja terkait dengan kinerja petugas
pelayanan kesehatan, salah satunya adalah perawat.
Gibson et.al (1996), menyatakan bahwa kinerja adalah tingkat keberhasilan
dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Banyak faktor yang memengaruhi kinerja individu, adapun
variabel-variabel yang dapat memengaruhi kinerja, yaitu (a) variabel-variabel individual, (2) variabel-variabel
Mathis dan Jackson (2002), menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah
apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan memengaruhi
seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja
baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya
meningkatkan kinerja organisasi. Demikian juga dengan pendapat Ilyas (2002), yang
menyatakan bahwa kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan
agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi, kinerja merupakan penampilan
hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas dan kinerja dapat berupa
penampilan kerja perorangan maupun kelompok.
Hasil penelitian Pandawa (2007), tentang determinan kinerja perawat
pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang rawat Inap RSUD
dr.H.Chasan Boesoirie Ternate mengungkapkan bahwa mayoritas perawat pelaksana
mempunyai kinerja kurang baik dalam pendokumentasian, yaitu 81,4%. Determinan
kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan adalah
variabel tingkat pendidikan dan sikap. Demikian juga hasil penelitian Amelia (2008),
mengungkapkan bahwa sebanyak 58,2% kinerja perawat pelaksana asuhan
keperawatan jiwa rendah disebabkan oleh rendahnya motivasi berprestasi perawat
pelaksana di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Informasi lain yang ditemukan terkait survei pendahuluan adalah keluhan
pasien yang diperoleh melalui kotak saran sebanyak 37 surat. Dari 37 surat yang
masuk diambil sebanyak 20 surat secara acak ditemukan sebanyak 84,1% pasien
tidak empati, pelayanan lambat dan perawat tidak memberikan asuhan keperawatan
(Bagian Administrasi RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun, 2010).
Berdasarkan beberapa informasi keluhan pasien tersebut tentu saja terkait dengan
kinerja perawat dan kinerja RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun secara
organisasi. Fenomena rendahnya kinerja perawat ini diduga terkait dengan motivasi
perawat dalam melayani pasien di ruang rawat inap RSUD Perdagangan Kabupaten
Simalungun.
Menurut Hasibuan (2005), sumber daya manusia merupakan penggerak dan
penentu jalannya suatu perusahaan atau instansi. Suatu instansi atau perusahaan
bukan hanya mengharapkan pegawai yang mampu, cakap, dan terampil, tetapi yang
terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja
yang maksimal. Kemampuan dan kecakapan pegawai tidak ada artinya bagi instansi/
perusahaan jika mereka tidak mau bekerja giat. Supaya mau bekerja giat dan antusias
mencapai hasil yang optimal, maka dalam hal ini motivasi sangatlah penting karena
pimpinan mendelegasikan pekerjaan pada bawahannya untuk dikerjakan dengan baik
dan terintegrasi kepada tujuan yang diinginkan.
Hasil penelitian Norman (2006), mengungkapkan bahwa kinerja perawat
pelaksana di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan belum mampu memberikan
pelayanan kesehatan yang terbaik kepada pasien, disebabkan oleh rendahnya motivasi
kerja perawat sebagai pegawai institusi pemerintahan dan kurangnya kesadaran
perawat terhadap status pekerjaan sebagai fungsi pelayanan kesehatan. Demikan juga
yang dimiliki oleh perawat pelaksana baik dari prestasi, rasa ingin diakui orang lain,
tanggung jawab, peluang untuk maju dan kepuasan kerja berpengaruh secara
signifikan terhadap kinerja perawat pelaksana di instalasi rawat inap Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi medan.
Menurut Answari (2000), secara filosofis besarnya motivasi yang dimiliki
seseorang kemudian menghantarkan orang tersebut melakukan sesuatu yang baik dan
benar. Dengan kata lain, upaya untuk mencapai prestasi yang gemilang telah
memotivasi seseorang untuk melakukan sesuatu yang baik dan benar. Sehingga
berbagai pola dan desain yang secara khusus dirancang untuk memberikan motivasi
kepada karyawan dalam sebuah organisasi sepenuhnya dilandaskan pada upaya
sungguh-sungguh untuk menghargai sumber daya manusia dalam organisasi yang
lazim kita sebut sebagai karyawan atau pegawai.
Hasil penelitian Sholeh (2009), mengungkapkan bahwa motivasi perawat
pada Rumah Sakit Umum Daerah Ibnu Sina Kabupaten Gresik termasuk dalam
kategori tinggi. Hasil regresi linier berganda variabel motivasi, yaitu kebutuhan
eksistensi (X1), kebutuhan hubungan (X2), kebutuhan pertumbuhan (X3
Upaya yang telah dilakukan oleh RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun
secara organisasi dalam rangka meningkatkan kinerja perawat adalah memberikan
insentif secara berkala kepada perawat dan memberikan kesempatan kepada perawat
untuk melanjutkan pendidikan secara bergantian, namun kinerja perawat masih
rendah.
) berpengaruh
signifikan terhadap prestasi kerja perawat Rumah Sakit Umum Daerah Ibnu Sina
Berdasarkan teori dan beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di
atas, dan permasalahan yang ditemui pada RSUD Perdagangan Kabupaten
Simalungun saat ini, maka peneliti tertarik untuk meneliti ”Pengaruh Motivasi
terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun”.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh motivasi terhadap kinerja perawat
pelaksana di RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun?.
1.3 Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh motivasi terhadap kinerja perawat pelaksana di
RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun.
1.4 Hipotesis
Motivasi berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di RSUD
Perdagangan Kabupaten Simalungun.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan bagi manajemen RSUD Perdagangan Kabupaten
Simalungun tentang kebijakan manajemen sumberdaya manusia di rumah sakit.
2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Tentang Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan pencapaian yang optimal sesuai dengan potensi yang
dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi perhatian para
pemimpin organisasi. Menurut Robbins (2002), kinerja merupakan ukuran hasil kerja
yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam
melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Menurut Triffin dan MacCormick (1979), kinerja individu berhubungan
dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan individu akan
menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variable adalah variabel yang
berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan,
kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable
adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan
organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan
dengan sekerja dan pemberian imbalan.
Sementara kinerja menurut Mangkunegara (2002), adalah hasil kerja secara
kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya
karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui
merupakan alat yang sangat berpengaruh untuk mengevaluasi kerja karyawan bahkan
dapat memotivasi dan mengembangkan karyawan.
2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja
Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi
kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
a. Faktor Kemampuan (ability).
Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatnnya dan
terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk
mencapai kinerja yang diharapkan.
b. Faktor Motivasi (motivation).
Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi
merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.
Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu
karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasannya. Secara
garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu
dan situasi kerja. Menurut Gibson et.al. (1996), ada tiga perangkat variabel yang
memengaruhi kinerja seseorang, yaitu:
1 Variabel individual, terdiri dari: (a) kemampuan dan keterampilan, (b) latar
belakang (c) demografis.
2. Variabel Organisasional, terdiri dari: (a) sumber daya, (b) kepemimpinan, (c)
3. Variabel Psikologis, terdiri dari: (a) persepsi, (b) sikap, (c) kepribadian, (d) belajar,
(e) motivasi
Davis (1996), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Secara
psikologis, kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas
rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan ketrampilan dalam
mengerjakan pekerjaan, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang
diharapkan. Sedangkan Robbin (2002), menambahkan dimensi baru yang
menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang
bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan). Mungkin ada rintangan yang menjadi
kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan
kerja tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung
prosedur yang tidak jelas dan sebagainya.
2.1.3 Penilaian Kinerja
Menurut Simamora (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah
prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja
memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam
menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya.
Sedangkan menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis
tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan
proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang,
meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.
Rivai (2005), mengemukakan pada dasarnya ada 2 (dua) model penilaian
kinerja :
1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu
(a) Skala Peringkat (Rating Scale)
Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam
penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian
yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu,
mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)
Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam
tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau
pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.
Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah,
penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.
(c) Metode dengan Pilihan Terarah
Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi
subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini
adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah
penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan
(d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)
Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait
langsung dengan pekerjaannya.
(e) Metode Catatan Prestasi
Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan
penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional,
misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan
aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.
(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored
Rating Scale=BARS)
Penggunaan metode ini menuntut diambilnya 3 (tiga) langkah, yaitu:
1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja
2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat
3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku
karyawan yang dinilai dengan jelas.
(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)
Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM.
Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal
karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.
(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)
Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang
menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan
mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian
(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)
Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan
karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.
2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan
a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)
Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri
dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan
dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek
perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.
b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)
Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia
bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja
karyawan secara individu di waktu yang akan datang.
c. Penilaian dengan Psikolog
Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi,
diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.
Sedangkan Werther dan Davis (1996), menyatakan agar penilaian prestasi
kerja yang dilakukan dapat lebih dipercaya dan obyektif, perlu dirumuskan batasan
atau faktor-faktor penilaian kinerja atau prestasi kerja sebagai berikut:
1. Peformance, keberhasilan atau pencapaian tugas dalam jabatan.
3. Job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku atau mentalitas yang
mendukung peningkatan prestasi kerja.
4. Potency, kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan
2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Simamora (2004), tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam
tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan.
a. Tujuan Evaluasi.
Melalui pendekatan evaluatif, dilakukan penilaian kinerja masa lalu seorang
karyawan. Evaluasi yang digunakan untuk menilai kinerja adalah rating deskriptif.
Hasil evaluasi digunakan sebagai data dalam mengambil keputusan-keputusan
mengenai promosi dan kompensasi sebagai penghargaan atas peningkatan kinerja
karyawan.
b. Tujuan Pengembangan.
Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan
di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong
perbaikan karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.
2.1.5 Manfaat Penilaian Kinerja
Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997), yaitu:
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian
karyawan secara maksimum.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka
menilai kinerja mereka.
5. Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan.
2.1.6 Kinerja Perawat Pelaksana
Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui
kerja sama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam
memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan
tanggung jawabnya (Nursalam, 2007). Praktik keperawatan profesional mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
a. Otonomi dalam bekerja
b. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat
c. Pengambilan keputusan yang mandiri
d. Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain
e. Pemberian Pembelaan (advocacy)
f. Memfasilitasi kepentingan pasien
Terbentuknya keperawatan sebagai suatu bidang profesi dapat terus
dikembangkan dan terintegrasi sepenuhnya dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan.
Pelayanan keperawatan rawat inap merupakan kegiatan dilakukan di ruang rawat inap
dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan
utama sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan kode etik profesi
keperawatannya (Nursalam, 2007).
2.2 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengertian Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi
tentang status kesehatan klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang
dilakukan perawat. Konsorsium ilmu kesehatan kelompok kerja keperawatan (1992),
mendefinisikan asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktek keperawatan yang langsung di berikan pada klien, pada bagian tatanan
pelayanan kesehatan yang terdiri dari 5 (lima) komponen, yaitu melakukan
pengkajian, merumuskan diagnosa, menyusun perencanaan, implementasi, dan
evaluasi hasil-hasil tindakan klien.
2.2.2 Tahap-tahap Asuhan Keperawatan
Menurut Nursalam (2007), dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan
kepada pasien (klien), digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan
pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik
keperawatan telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia yang
mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi : (1) Pengkajian,
(2) Diagnosis keperawatan, (3) Perencanan, (4) Implementasi, (5) Evaluasi.
1. Pengkajian Asuhan Keperawatan
Pegkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan
sistematis, serta dianalisa untuk menentukan masalah keperawatan pasien. Data pada
pengkajian diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, pemeriksaan
riwayat kesehatan, pemeriksaan laboratorium, maupun pemeriksaan diagnostik lain.
Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi (Nursalam, 2007):
a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan
fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.
b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam
medis, dan catatan lain.
c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi :
i. Status kesehatan klien masa lalu.
ii. Status kesehatan klien saat ini.
iii. Status biologis-psikologis-sosial-spiritual.
iv. Respon terhadap terapi.
v. Harapan terhadap tingkat kesehatan.
vi. Risiko-risiko tinggi masalah.
d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan, dan
baru).
2. Diagnosa Asuhan Keperawatan
Diagnosa asuhan keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status
atau masalah kesehatan aktual atau potensial serta penyebabnya (Gaffar, 1999).
yang meliputi identifikasi apakah masalah klien dapat dihilangkan, dikurangi atau
dirubah masalahnya melalui tindakan keperawatan.
Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis
keperawatan (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi :
a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien,
dan perumusan diagnosis keperawatan.
b. Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau
terdiri atas masalah dan penyebab.
c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi
diagnosis keperawatan.
d. Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa asuhan keperawatan maka perlu dibuat
perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan
adalah untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan klien
(Gaffar, 1999).
Perawat membuat rencana tindakan asuhan keperawatan untuk mengatasi
masalah dan meningkatkan kesehatan klien (Nursalam, 2007), kriteria proses
meliputi:
a. Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana
tindakan keperawatan.
b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.
d. Mendokumentasikan rencana keperawatan.
4. Pelaksanaan (Implementasi) Asuhan Keperawatan
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam
rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi :
a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.
d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan
asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.
e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan
respon klien.
5. Evaluasi Asuhan Keperawatan
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawtan
yaitu terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah
keakuratan, kelengkapan, kualitas adata, teratasi atau tidaknya masalah klien, dan
pencapaian tujuan serta ketepatan intervesi keperawatan (Gaffar, 1999).
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam
pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan (Nursalam, 2007).
kriteria proses meliputi :
a.Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat
waktu dan terus-menerus.
b.Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan
c.Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.
d.Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan.
e.Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
Adapun macam-macam evaluasi diantaranya :
a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil observasi dan analisa
perawat terhadap respon klien segera pada saat dan setelah intervensi
keperawatan dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara spontan dan
memberi kesan apa yang terjadi saat itu.
b. Evaluasi somatif, yaitu evaluasi yang merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari
observasi dan analisa status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang
telah ditetapkan pada tujuan keperawatan.
2.3 Teori Tentang Motivasi 2.3.1 Pengertian Motivasi
Hasibuan (2005), motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti
dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya
ditujukan kepada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi
mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar
mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang
telah ditentukan. Sperling dalam Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa
motivasi sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam
pegawai dalam menghadapi situasi kerja yang menggerakkan diri pegawai yang
terarah untuk mencapai tujuan organisasi.
Gibson et.al (1996), menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu dorongan
yang timbul pada atau di dalam seorang individu yang menggerakkan dan
mengarahkan perilaku. Oleh karena itu, motivasi dapat berarti suatu kondisi yang
mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang
berlangsung secara wajar. Menurut Nawawi (2003), kata motivasi (motivation) kata
dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang
melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong
atau menjadikan seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung
secara sadar. Sedangkan menurut Sedarmayanti (2001), motivasi dapat diartikan
sebagai daya pendorong (driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu
atau diperbuat karena takut akan sesuatu. Misalnya ingin naik pangkat atau naik gaji,
maka perbuatannya akan menunjang pencapaian keinginan tersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi
tidak ada jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta keseimbangan.
Rangsangan terhadap hal dimaksud akan menumbuhkan tingkat motivasi, dan
motivasi yang telah tumbuh akan merupakan dorongan untuk mencapai tujuan
pemenuhan kebutuhan. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri
petugas yang perlu dipenuhi agar petugas tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan petugas agar
2.3.2 Teori Motivasi
Teori motivasi merupakan teori-teori yang membicarakan bagaimana motivasi
manusia di dalam melaksanakan pekerjaan dan mencapi tujuan, yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor pembentuk terciptanya motivasi. Menurut Gibson et.al. (1996),
secara umum mengacu pada 2 (dua) kategori :
1. Teori kepuasan (Content Theory), yang memusatkan perhatian kepada faktor
dalam diri orang yang menguatkan (energize), mengarahkan (direct), mendukung
(sustain) dan menghentikan (stop) perilaku petugas.
2. Teori proses (Process Theory) menguraikan dan menganalisa bagaimana perilaku
itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.
Lebih lanjut Gibson et.al. (1996), mengelompokkan teori motivasi sebagai
berikut :
1. Teori kepuasan terdiri dari :
a.Teori Hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow
b.Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg
c.Teori ERG (Existence, Relatednes, Growth) dari Alderfer
d.Teori prestasi dari McClelland
2. Teori Proses terdiri dari :
a.Teori harapan
b.Teori pembentukan perilaku
c.Teori keadilan
Lebih jelas berikut ini dipaparkan teori tentang motivasi yang dikemukakan di
atas sebagai berikut :
a. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow
Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas manusia bekerja adalah
disebabkan adanya kebutuhan yang relatif tidak terpenuhi yang disebabkan adanya
faktor keterbatasan manusia itu sendiri, untuk memenuhi kebutuhannya itu manusia
bekerja sama dengan orang lain dengan memasuki suatu organisasi. Hal ini yang
menjadi dasar bagi Maslow dengan mengemukakan teori hirarki kebutuhan sebagai
salah satu sebab timbulnya motivasi pegawai. Maslow mengemukan bahwa manusia
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang ada didalam hidupnya, diantaranya :
a). Kebutuhan fisiologi yaitu, pakaian, perumahan, makanan, seks (disebut kebutuhan
paling dasar) b). Kebutuhan keamanan, keselamatan, perlindungan, jaminan pensiun,
asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan. c). Kebutuhan sosial, kasih sayang, rasa
memiliki, diterima dengan baik, persahabatan. d). Kebutuhan penghargaan, status,
titel, simbol-simbol, promosi. e). Kebutuhan aktualisasi diri, menggunakan
kemampuan, skill, dan potensi.
Pada dasarnya manusia tidak pernah puas pada tingkat kebutuhan manapun,
tetapi untuk memunculkan kebutuhan yang lebih tinggi perlu memenuhi tingkat
kebutuhan yang lebih rendah terlebih dahulu. Dalam usaha untuk memenuhi segala
kebutuhannya tersebut seseorang akan berperilaku yang dipengaruhi atau ditentukan
b. Teori Dua Faktor dari Herzberg.
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang merupakan
pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg
memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi
karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow,
khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua,
kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker dan
Hall dalam Timpe, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat
dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor. Menurut
teori ini ada dua faktor yang memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor
pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau instrinsic
motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau
ekstrinsic motivation. Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong
karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik, merupakan daya dorong yang timbul dari
dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik, yaitu daya dorong yang
datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.
Jadi petugas yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang
memungkinkannya menggunakan kreativitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat
otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini terutama
tidak dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka
diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan
hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Siagian, 2003).
Menurut Herzberg faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat para pegawai
untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak memuaskan
dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan,
faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor
intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang
lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih
memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi dari pada pemuasan kebutuhan lebih
rendah (Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2002).
Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor
motivasi dan ini mendapat kritikan dari para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali
dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari
pekerjaan itu, tetapi karena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Penelitian oleh Schwab, De Vitt dan Cuming tahun 1971 telah membuktikan
bahwa faktor ekstrinsik pun dapat berpengaruh dalam memotivasi performa tinggi,
(Grensing dalam Timpe, 2002).
c. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer
Menurut teori ERG dari Clayton Alderfer ini ada 3 (tiga) kebutuhan pokok
manusia yaitu: a).Existence (eksistensi); Kebutuhan akan pemberian persyaratan
keberadaan materil dasar (kebutuhan psikologis dan keamanan). b).Relatednes
(kebutuhan sosial dan penghargaan). c).Growth (pertumbuhan) ; Hasrat kebutuhan
intrinsik untuk perkembangan pribadi (kebutuhan aktualisasi diri).
d. Teori Kebutuhan dari McClelland
Teori kebutuhan dikemukakan oleh David McClelland. Teori ini berfokus
pada tiga kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut Mc.Clelland dalam
Hasibuan (2005).
a). Kebutuhan akan prestasi (need for achievement).
Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi
semangat bekerja seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan
semua kemampuan serta energi yang dimilikinya guna mencapai prestasi kerja yang
maksimal. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang
tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar yang akhirnya bisa memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
b). Kebutuhan akan kekuasaan (need for power )
Kebutuhan akan kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi
semangat kerja seseorang. Merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta
mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang
terbaik. Seseorang dengan kebutuhan akan kekuasaan tinggi akan bersemangat
bekerja apabila bisa mengendalikan orang yang ada disekitarnya.
c). Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation)
Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat
seseorang yang menginginkan kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain,
perasaan dihormati, perasaan maju dan tidak gagal, dan perasaan ikut serta.
e. Teori Harapan (Expectancy Theory)
Pencetus pertama dari teori dari harapan ini adalah Victor H. Vroom dan
merupakan teori motivasi kerja yang relatif baru. Teori ini berpendapat bahwa
orang-orang atau petugas akan termotivasi untuk bekerja atau melakukan hal-hal tertentu
jika mereka yakin bahwa dari prestasinya itu mereka akan mendapatkan imbalan
besar. Seseorang mungkin melihat jika bekerja dengan giat kemungkinan adanya
suatu imbalan, misalnya kenaikan gaji, kenaikan pangkat dan inilah yang menjadi
perangsang seseorang dalam bekerja giat.
f. Teori Pembentukan Perilaku (Operant Conditioning)
Teori ini berasumsi bahwa prilaku pegawai dapat dibentuk dan diarahkan
kearah aktivitas pencapaian tujuan. Teori pembentukan perilaku sering disebut
dengan istilah-istilah lain seperti : behavioral modification, positive reinforcement
dan skinerian conditioning.
Menurut teori pembentukan perilaku, perilaku pegawai dipengaruhi
kejadian-kejadian atau situasi masa lalu. Apabila konsekuensi perilaku tersebut positif, maka
pegawai akan memberikan tanggapan yang sama terhadap situasi lama, tetapi apabila
konsekuensi itu tidak menyenangkan, maka pegawai cendrung mengubah perilakuya
g. Teori Keadilan (Equity Theory)
Menurut Davis (2004), keadilan adalah suatu keadaan yang muncul dalam
pikiran seseorang jika orang tersebut merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan
adalah seimbang. Teori motivasi keadilan ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai
akan termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya apabila pegawai tersebut
diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya.
Ketidakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku yang
menyimpang dari aktivitas pencapaian tujuan seperti menurunkan prestasi, mogok,
malas dan sebagainya. Inti dari teori ini adalah pegawai membandingkan usaha
mereka terhadap imbalan yang diterima pegawai lainnya dalam situasi kerja yang
relatif sama. Selain itu juga membandingkan imbalan dengan pengorbanan yang
diberikan. Apabila mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja, maka mereka
termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.
Mengenai pengertian motivasi banyak macam rumusan yang dikemukakan
oleh para ahli antara lain oleh Mitchell (dalam Winardi, 2001) yang menjelaskan
motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya
diarahkannya dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan
kearah tujuan tertentu. Robbins (2002), memberi definisi motivasi sebagai suatu
kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang
dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu.
Sementara Gibson et al (1996) menyebutkan motivasi merupakan kekuatan yang
Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah segala sesuatu yang
mendorong seseorang untuk menunjukkan kesediannya yang tinggi untuk berupaya
mencapai tujuan organisasi yang dipengaruhi kemampuan usaha untuk memuaskan
beberapa kebutuhan individu.
Berdasarkan pembahasan tentang berbagai teori motivasi dan
kebutuhan-kebutuhan yang mendorong manusia melakukan tingkah laku dan pekerjaan, maka
dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah keseluruhan daya penggerak atau tenaga
pendorong baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri yang menimbulkan
adanya keinginan untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas dalam menjalankan
tugas untuk mencapai tujuan.
Teori motivasi dalam penelitian ini digunakan teori motivasi dua arah yang
dikemukakan Herzberg. Adapun pertimbangan peneliti karena teori yang
dikembangkan Herzberg berlaku mikro, yaitu untuk karyawan atau pegawai
pemerintahan yang hubungannya antara kebutuhan dengan performa pekerjaan.
2.3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi
Faktor motivasi dibedakan menjadi dua, yang pertama dinamakan situasi
motivasi yang “subjective” atau faktor intrinsik dan yang kedua adalah faktor
“objective” atau faktor ekstrinsik.
Faktor-faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari individu petugas
dengan pekerjaannya yang sering disebut pula sebagai “job content factor”. Faktor
tersebut diantaranya meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh
pengakuan atas prestasinya, memperoleh tanggung jawab yang lebih besar dan
itu dapat terpenuhi secara positif bagi petugas, maka sejauh itu pula dorongan/daya
motivasinya untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi.
Gibson et.al. (1996), menyatakan penting diketahui bahwa manusia
termotivasi untuk bekerja dengan bergairah ataupun bersemangat tinggi, apabila ia
memiliki keyakinan akan terpenuhinya harapan-harapan yang didambakan serta
tingkat manfaat yang akan diperolehnya. Motivasi yang timbul karena adanya
usaha-usaha yang secara sadar dari manusia dan dilakukan untuk menimbulkan
daya/kekuatan/dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu (perilaku)
bagi tercapainya tujuan organisasi ditempat bekerja. Faktor-faktor tersebut meliputi
upah atau gaji yang meningkat, adanya atasan atau pimpinan yang bijak, hubungan
rekan sekerja yang baik, kebijaksanaan organisasi/instansi yang tepat, lingkungan
kerja fisik yang baik dan terjaminnya keselamatan kerja. Hal ini berarti bahwa
semakin tinggi terpenuhinya akan harapan-harapan dan hasil kongkrit yang akan
diperolehnya, maka semakin tinggi pula motivasi positif yang akan ditunjukkan
olehnya.
Faktor-faktor motivasi dua faktor Herzberg dalam Hasibuan (2005), yang
disebut faktor intrinsik meliputi :
1) Tanggung jawab (Responsibility).
Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang berpotensi,
dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul
2) Prestasi yang diraih (Achievement)
Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian
prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan
untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.
3) Pengakuan orang lain (Recognition)
Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan
bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.
4) Pekerjaan itu sendiri (The work it self)
Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma
tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu,
tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai,
merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi
motivasi untuk berforma tinggi.
5) Kemungkinan Pengembangan (The possibility of growth)
Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya
misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang
pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh
dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih
giat dalam bekerja.
6) Kemajuan (Advancement)
Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai
promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan
pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan
menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.
Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam bekerja
menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara
lain :
1). Gaji
Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada
tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem
kompensasi yang realistis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi
pegawai.
2). Keamanan dan keselamatan kerja
Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja.
3). Kondisi kerja
Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh
peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam
bekerja sehari-hari.
4). Hubungan kerja
Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh
suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun
5). Prosedur perusahaan
Keadilan dan kebijakasanaan dalam menghadapi pekerja, serta pemberian
evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh
terhadap motivasi pekerja.
6). Status
Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan
kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja
memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari
pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa
yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan
statusnya.
2.3.4 Manfaat Motivasi
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga
produktivitas kerja meningkat.