• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. PENGARUH MUSIK TERHADAP EMOSI

2) Suara 88 dB menyebabkan kerusakan pada pendengar dalam waktu empat jam. Misalnya suara di tempat pembuangan sampah.

3) Suara 91 dB menyebabkan kerusakan pada pendengar dalam waktu dua jam. Misalnya suara mesin pemotong rumput dan suara bor. 4) Suara 94 dB menyebabkan kerusakan pada pendengar dalam waktu

satu jam. Misalnya suara gaduh di bar pada Sabtu malam, suara sirineambulance,dan suarablender.

e. Struktur

Struktur adalah keseluruhan komposisi dalam musik. f. Timbre

Timbre merupakan warna musik yang mengacu pada karakteristik suara yang dihasilkan oleh alat musik tertentu.

g. Tekstur

Tekstur mengacu pada kombinasi dari suara-suara. h. Style

Stylemerupakan kombinasi dari tempo, timbre, dan dinamik.

C. PENGARUH MUSIK TERHADAP EMOSI 1. Pengaruh Musik Secara Umum Terhadap Emosi

Beberapa peneliti yakin bahwa musik dapat secara langsung menyebabkan munculnya emosi (Dibben, 2004; Gabrielsson, 2001-2002; Hevner, 1936; Juslin dan Laukka, 2004; Juslin dan Sloboda, 2001). Koelsch (2005) mengemukakan bahwa proses musik memunculkan emosi

13

terkait dengan otak manusia. Dia menyimpulkan bahwa musik dapat memunculkan emosi secara cukup konsisten pada semua subyek.

Orang menggunakan musik untuk mengubah emosi, untuk melepaskan emosi, untuk mencocokkan emosi mereka saat ini, untuk menikmati atau menghibur diri, dan untuk mengurangi stres (Behne, 1997; Juslin dan Laukka, 2004; Sloboda dan O'Neill, 2001; Zillman dan Gan, 1997).

Penelitian mengenai musik dan emosi dimulai oleh Hevner (1936). Dia melakukan penelitian mengenai musik dan emosi. Dalam eksperimennya, peneliti meminta subyek penelitian menuliskan sebuah kata sifat yang hadir dalam pikirannya saat musik dimainkan. Dari penelitian tersebut, Hevner (1936) berpendapat bahwa musik membawa sebuah arti emosi.

Lewis, Dember, Schefft, dan Radenhausen (1995) melakukan penelitian menggunakan lagu dan video. Ternyata perbedaan video pada musik yang sama tidak merubah emosi subjek penelitian. Namun jika lagu diubah, maka emosi subjek juga berubah.

Mendengarkan musik merupakan strategi yang paling efektif bagi mahasiswa dalam memunculkan emosi tertentu (Lee, Wu, Kuo, dan Wang, 1997). Hal itu disebabkan makin banyaknya rekaman dan keragaman musik dan musik telah menjadi bagian hidup mahasiswa. Emosi yang relatif mudah dibangkitkan oleh musik adalah emosi bahagia dan sedih (Gabrielsson dan Juslin, 1996; Krumhansl, 1997). Kedua emosi tersebut

14

lebih mudah dibangkitkan oleh musik karena memiliki karakteristik emosional yang mudah dikomunikasikan daripada emosi yang lain.

Krumhansl (2002) melakukan penelitian pada subjek dengan kerusakan otak. Saat subjek diperdengarkan musik, ternyata subjek bereaksi secara emosional. Walaupun memiliki pengenalan yang rendah terhadap musik, subjek bereaksi secara emosional yang sama dengan orang pada umumnya.

Menurut Sloboda dan O’Neill (2001), mendengarkan musik secara efektif dapat mengurangi efek negatif dari stres. Penelitian dilakukan dengan mengukur kadar kortisol pada air liur pasien yang mengalami stress. Ternyata terdapat perbedaan kadar kortisol setelah pasien diperdengarkan musik.

Ekspresi dasar emosi (senang, sedih, dan takut) dari musik berlaku secara universal (Fritz dkk., 2009). Fritz dkk (2009) memakai musik barat dan melakukan penelitian pada penduduk asli Afrika, yakni suku Mafa yang tidak memiliki pengetahuan terhadap musik barat. Musik barat yang disajikan ada tiga macam, yakni musik yang mencerminkan emosi bahagia, sedih, dan takut. Pada ketiga macam musik yang disajikan, subyek ternyata berekspresi secara emosional seperti orang barat.

2. Pengaruh Musik Secara Khusus Terhadap Emosi

Hevner (1937) berkesimpulan bahwa dari semua elemen musik ternyata tempo merupakan elemen yang paling berpengaruh. Anak-anak berusia empat hingga enam tahun telah mampu membedakan musik yang

15

mengekspresikan beberapa emosi dasar (Cunningham dan Sterling, 1988). Kamenetsky, Hill, dan Trehub (1997) mempelajari pengaruh tempo dan volume pada persepsi emosi. Mereka menemukan bahwa variasi volume akan menghasilkan rating yang lebih tinggi dalam ekspresi emosional dan kesukaan pendengar, tapi variasi dalam tempo tidak memiliki efek seperti itu.

Krumhansl (1997) melihat bahwa musik sedih terkait dengan tempo yang lambat, harmoni minor, dan cukup konstan pada pitch dan volume. Sedangkan untuk musik yang memiliki emosi bahagia terkait dengan tempo yang relatif cepat, harmoni mayor, dan cukup konstan pada pitch dan volume. Penelitian serupa dilakukan oleh Webster dan Weir (2005) yang menemukan bahwa respon emosi bahagia berhubungan dengan lagu yang memiliki kunci mayor, melodi yang non harmonis, dan tempo yang cepat. Sedangkan respon terkait emosi sedih memiliki hubungan dengan lagu berkunci minor, melodi harmonis, dan tempo yang lambat.

Penelitian yang dilakukan oleh Livingstone, Mühlberger, Brown, dan Loch (2007) menunjukkan beberapa elemen musik yang memiliki pengaruh terhadap munculnya emosi. Elemen yang paling berpengaruh adalah tempo, diikuti dengan mode, volume, artikulasi, dan pitch. Sedangkan melalui penelitian yang dilakukan oleh Huang, Hu, Lin, dan Lin (2008) dengan memakai dua elemen musik, memperlihatkan bahwa tempo dan volume memiliki pengaruh dalam memunculkan emosi. Namun menurut mereka, volume lebih berpengaruh daripada tempo.

16

Volume musik mampu mempengaruhi emosi pendengar. Pendengar akan lebih berbahagia jika musik bahagia diperdengarkan dengan volume keras. Untuk musik sedih, pendengar akan berlebih sedih jika musik diputar dengan volume yang lemah (Huang, dkk., 2008; Kamenetsky, Hill, dan Trehub, 1997). Dengan demikian untuk memunculkan emosi bahagia atau sedih dari musik diperlukan volume tertentu yang berbeda satu sama lain. 3. Mekanisme Musik Membangkitkan Emosi

Juslin dan Västfjäll (2008) dalam penelitiannya mencoba menguraikan mekanisme psikologis yang membuat musik dapat menyebabkan munculnya emosi. Kedua peneliti tersebut beranggapan bahwa banyak peneliti telah mempelajari emosi dan musik tanpa memperhatikan bagaimana mekanisme musik itu sendiri dapat membangkitkan emosi pendengarnya. Penelitian oleh Juslin dan Västfjäll (2008) ini mengambil beragam teori dan penemuan terkait musik dan emosi. Dalam penelitian tersebut, mereka menjelaskan adanya enam mekanisme di mana musik dapat mempengaruhi emosi. Keenam mekanisme tersebut yakni:

a. Refleks Batang Otak

Refleks batang otak mengacu pada proses satu atau lebih karakteristik musik yang menyebabkan emosi. Karakteristik musik dasar diterima oleh batang otak sebagai sinyal yang penting dan mendesak. Menurut mekanisme refleks batang otak, masing-masing elemen memiliki dampak yang sama pada semua orang. Suara yang tiba-tiba, suara yang keras, disonan, atau tempo yang cepat akan

17

mendorong emosi tidak menyenangkan pada pendengar (Berlyne, 1971; Burt dkk., 1995; Foss dkk., 1989; Halpern dkk., 1986).

b. Pengkondisian Evaluatif

Mekanisme pengkondisian evaluatif menerangkan bahwa emosi oleh musik timbul karena sebagian atau sepotong musik telah beberapa kali dipasangkan dengan stimulus positif atau stimulus negatif. Sebagai contoh, sepotong musik yang dipasangkan dengan kejadian pertemuan dengan teman yang membahagiakan. Di lain waktu ketika sebagian musik diulang, maka musik tersebut akan mendatangkan kebahagiaan tanpa kehadiran dari teman.

c. Penularan Emosi

Penularan emosi mengacu pada proses di mana musik dapat menimbulkan emosi pada pendengarnya karena pendengar menerima ekspresi emosi dari musik.

d. Citra Visual

Mekanisme citra visual terjadi karena pendengar musik menciptakan bayangan visual saat mendengarkan musik, misalnya pemandangan yang indah. Citra visual didefinisikan sebagai pengalaman yang mirip dengan pengalaman perseptual. Namun citra visual terjadi tanpa kehadiran stimulus sensori yang relevan.

e. Ingatan Episodik

Mekanisme ingatan episodik menjelaskan proses dimana emosi timbul pada pendengar karena musik mendatangkan ingatan pendengar

18

pada sebagian peristiwa dalam kehidupannya. Penelitian menunjukkan bahwa musik sering kali membangkitkan kenangan (Gabrielsson, 2001; Juslin dkk., 2006; Sloboda, 1992). Sehingga ketika ingatan akan peristiwa itu muncul, maka emosi yang berhubungan dengan peristiwa pun ikut muncul (Baumgartner, 1992).

f. Harapan Akan Musik

Mekanisme harapan akan musik menjelaskan proses ciri spesifik musik menyebabkan emosi. Ciri-ciri spesifik musik yang menyebabkan emosi adalah musik yang melanggar, tertunda, atau sesuai dengan harapan pendengar akan kelanjutan dari musik. Misalnya pendengar yang mempunyai harapan dari perubahan dari nada E – F# yang akan dilanjutkan ke G#. Jika hal tersebut tidak terjadi, maka pendengar akan terkejut. Sloboda (1989) menemukan bahwa anak-anak berusia lima tahun tidak dapat menolak kombinasi kunci yang salah. Berbeda dengan anak usia lima tahun, pada anak usia sembilan tahun, mereka menertawakan kejadian salah kunci pada suatu permainan musik. Penelitian ini merujuk kepada mekanisme refleks batang otak dengan pertimbangan bahwa mekanisme ini merupakan mekanisme yang bebas budaya sehingga dapat terjadi pada semua orang (Lipscomb dan Hodges, 1996 Plomp dan Levelt, 1965; Zentner dan Kagan, 1996). Selain itu, mekanisme ini mengandung unsur elemen musik yang dapat dimanipulasi (Berlyne, 1971; Burt dkk., 1995; Foss dkk., 1989.; Halpern dkk., 1986).

19

Dokumen terkait