• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.3 Pengaruh Pasak Bumi terhadap Perilaku Seksual Rusa Timor Jantan

Perilaku seksual rusa yang muncul selama pemberian pasak bumi yaitu nyengir (flehmen), menggosok-gosokkan ranggah (rutting), berputar-putar di dalam kandang (rusa dalam keadaan gelisah), dan mengangkat leher sambil mengeluarkan suara (perilaku ini diamati di dalam kandang individu), sedangkan perilaku mendekati betina, mengendus urine rusa betina, mencium alat kelamin betina, menaiki punggung betina (mounting), diamati ketika rusa jantan digabungkan dengan rusa betina di dalam kandang individu. Menurut Zumrotun (2006) semakin tinggi libido seksualnya maka akan semakin tinggi pula aktifitas yang digunakan untuk memperhatikan atau menarik betina seperti mendekati, mencium, menggosokkan ranggahnya dan agonistik.

Menurut Prawigit (2007) anatomi organ reproduksi rusa jantan terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu: (1) organ reproduksi primer berupa gonad jantan yang disebut testis, orchid atau didimos, (2) organ kelamin pelengkap meliputi saluran-saluran kelamin yang terdiri dari epididymis, duktus vas deferens, ampula vas deferens dan urethra; kelenjar kelamin pelengkap (asesoris) meliputi; kelenjar prostat, kelenjar vesikularis dan kelenjar bulbouretralis (cowper) dan (3) organ kelamin luar sebagai alat kopulasi, yaitu penis dan skrotum sebagai pelindung testes.

Menurut Masy’ud (1997), hormon reproduksi yang secara langsung berperan dalam mengatur aktivitas reproduksi rusa jantan yaitu, GnRH, FSH (Follikel Stimulating Hormone), LH (Luteinizing Hormone) dan testosteron (androgen). GnRH berperan dalam menstimulasi diskresikan FSH dan LH dari hipofisa anterior, selanjutya masing-masing FSH merangsang tabuli seminiferi

testis untuk spermatogenesis sedangkan LH merangsang sel-sel interstitial testis untuk mensekresikan testosteron yang bertanggung jawab atas aspek-aspek reproduksi rusa jantan. Salah satu tanda pada rusa jantan mulai memasuki musim kawin adalah perkembangan ranggah, sehingga ada hubungan antara perkembangn ranggah dengan musim kawin. Peningkatan panjang (ranggah) dalam satu siklus, sejalan dengan meningkatnya konsentrasi androgen serum. Hubungan pola hormonal androgen dengan siklus perkembangan (ranggah) tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat hidup rusa.

Menurut Semiadi (2006), konsentrasi sperma pada rusa timor jantan dewasa mencapai 1,5 x 109/ml dengan tingkat motilitas >90% dan jumlah sperma sekitar 4 x 109/ejakulasi. Setelah ranggah keras luruh, ada sebagian pejantan yang tetap menghasilkan sperma, walau dengan produksi yang rendah, tetapi ada juga pejantan yang tidak memproduksi sperma sama sekali. Pertumbuhan ranggah berkaitan dengan siklus hormon testosteron. Puncak konsentrasi hormon testosteron pada rusa timor terjadi pada hari ke 112 (kisaran hari ke 96-131) setelah proses kulit velvet mengelupas dengan konsentrasi 28,70 ng/ml. Pada fase pertumbuhan ranggah velvet konsentrasi hormon testosteron menurun drastis pada kisaran <0,2-6,7 ng/ml (Handarini 2005). Lama pertumbuhan spiker

(ranggah tahun pertama tumbuh) pada rusa timor dilaporkan 90 hari. Rangsangan dapat berasal dari luar atau dari dalam tubuh. Sedangkan Masy’ud (1989) melaporkan bahwa rangsangan yang berasal dari dalam tubuh tersebut antara lain dapat berupa faktor fisiologis seperti sekresi hormon, faktor motivasi, dorongan dan insentif akibat dari perangsangan mekanisme syaraf.

Menurut Tomaszewska et al. (1991), nyengir atau pelipatan bibir (flehmen) adalah satu diantara beberapa respon yang sering diperlihatkan selama periode perangsangan seksual. Waktu nyengir, kepala diangkat dan dijulurkan, bibir atas dilipat ke atas dengan mulut sedikit dibuka (Gambar 13). Dalam keadaan birahi rusa jantan biasanya mencium rusa betina pada daerah sekitar alat kelamin. Respon normal yang ditunjukkan oleh rusa betina adalah mengeluarkan

urine. Rusa jantan kemudian melakukan perilaku nyengir sebagai tanda adanya penciuman bau badan dengan organ vumero-nasal (organ Jacobson). Organ ini adalah penerima bau yang berbentuk sepasang pada saluran buntu yang terletak

diantara rongga hidung dan dihubungkan ke atas langit-langit mulut serta terus ke pusat penglihatan ke otak. Feromon dalam urine dijadikan tanda oleh rusa jantan bahwa betina dalam keadaan birahi.

Gambar 13 Perilaku nyengir (flehmen) rusa timor jantan.

Frekuensi nyengir (flehmen) pada rusa timor jantan yang diberi perlakuan R0, R1, R2 dan R3 berbeda dan mengalami perubahan di setiap perlakuan yang diberikan (Tabel 7). Pada saat hewan betina mengalami berahi (estrus) diiringi dengan pengeluaran sekret (lendir) yang jernih dan berbau khas yang biasanya terlihat jelas di permukaan vulvanya. Lendir tersebut dihasilkan oleh kelenjar yang terdapat dalam dinding servik, yang berguna memudahkan kopulasi dan membantu spermatozoa masuk menemui ovum. Ini yang menyebabkan urine betina berahi baunya khas dan tajam. Pada pejantan yang libido seksualnya meningkat akan semakin cepat terangsang dengan bau tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan perilaku pejantan untuk mengangkat bibirnya dengan sedikit membuka (flehmen).

Tabel 7 Frekuensi nyengir (flehmen) pada rusa timor jantan

Periode Hasil Pengacakan Jumlah Rata-rata 1.A 2.B 3.C 4.D I R3/8,2 R0/0.0 R2/10,1 R1/5,7 24,0 6,0 II R1/21,6 R3/0,1 R0/21,1 R2/5,0 47,8 11,9 III R0/15,6 R2/0,0 R1/21,5 R3/1,9 39,0 9,7 IV R2/27,1 R1/3,7 R3/27,9 R0/6,8 65,5 16,4 Jumlah 72,5 3,8 80,6 19,4 154,3 44,0 Rata2 18,1 0,95 20,15 4,85 44,0 11,0

Tabel 8 Analisis sidik ragam perilaku nyengir (flehmen) rusa timor jantan yang diberi perlakuan di penangkaran rusa

Berdasarkan analisis statistik terhadap perilaku nyengir (flehmen) pada rusa timor jantan yang diberi perlakuan R0, R1, R2 dan R3 tidak berbeda nyata, terlihat dari nilai P>0,05 (Tabel 8). Adapun frekuensi nyengir (flehmen) pada rusa timor jantan pada perlakuan 1/dosis 0 mg (R0) yaitu 10,88 ± 9,34 kali, pada perlakuan 2/dosis 3000 mg (R1) yaitu 13,13 ± 9,76 kali, pada perlakuan 3/dosis 5000 mg (R2) yaitu 10,55 ± 12,66 kali, dan pada perlakuan 4/dosis 7000 mg (R3) yaitu 9,53 ± 12,73 kali. Secara keseluruhan frekuensi rata-rata perilaku nyengir (flehmen) rusa timor jantan yaitu 11,02 kali. Rata-rata frekuensi perilaku nyengir (flehmen) rusa timor jantan (Gambar 14), paling rendah pada perlakuan R3 (dosis pasak bumi 7000 mg) dan paling tinggi pada perlakuan R1 (dosis pasak bumi 3000 mg).

Gambar 14 Rata-rata frekuensi perilaku nyengir (flehmen) pada rusa timor jantan di penangkaran.

Adapun frekuensi perilaku menggosok-gosok ranggah (rutting) rusa timor jantan pada perlakuan 1/dosis 0 mg (R0) yaitu 19,98 ± 23,94 kali, pada perlakuan

Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Hitung Sig.

Kolom 3 7361.08 3.11 0.11 Baris 3 1188.25 0.50 0.70 Error 6 2366.58 Total 15 Frekuensi (kali) Perlakuan

2/dosis 3000 mg (R1) yaitu 23,60 ± 29,66 kali, pada perlakuan 3/dosis 5000 mg (R2) yaitu 28,80 ± 31,34 kali, pada perlakuan 4/dosis 7000 mg (R3) yaitu 22,80 ± 40,75 kali. Secara keseluruhan frekuensi rata-rata perilaku menggosok-gosok ranggah (rutting)rusa timor jantan yaitu 23,79 kali (Tabel 9).

Tabel 9 Frekuensi menggosok-gosok ranggah (rutting) pada rusa timor jantan

Periode Hasil Pengacakan Jumlah Rata-rata

1.A 2.B 3.C 4.D I R3/7,4 R0/0,0 R2/48,8 R1/5,3 61,5 15,4 II R1/23,7 R3/0,1 R0/32,1 R2/5,0 60,9 15,2 III R0/47,8 R2/0,0 R1/65,4 R3/0,0 113,2 28,3 IV R2/62,2 R1/0,0 R3/83,7 R0/0,0 145,9 36,5 Jumlah 141,1 0,1 230,0 10,3 381,5 95,4 Rata2 35,3 0,0 57,5 2,6 95,4 23,8

Berdasarkan analisis statistik terhadap perilaku menggosok-gosok ranggah (rutting) pada rusa timor jantan yang diberi perlakuan R0, R1, R2 dan R3 tidak berbeda nyata, terlihat dari nilai P>0,05 (Tabel 10). Menurut Handarini dan Nalley (2008), pola konsentrasi hormon testosteron pada tahap ranggah keras mengalami peningkatan yang signifikan, menandakan bahwa terjadi suatu dorongan internal yang kuat pada tahap ranggah keras untuk aktivitas reproduksi didorong oleh libido yang tinggi. Selanjutnya dikemukakan Handarini dan Nalley (2008) mengemukakan bahwa konsentrasi testosteron rendah pada tahap pembentukan velvet mulai meningkat pada saat shedding dan mencapai puncak konsentrasi pada tahap ranggah keras serta konsentrasi testosteron rendah pada saat ranggah lepas (casting). Induksi GnRH menunjukkan rendahnya respon hipofisa pada sekresi LH selama ranggah lepas dan tahap awal pembentukan ranggah. Respons tertinggi diperoleh pada tahap pembentukan ranggah keras telah selesai. Respons LH yang rendah dan konsentrasi testosteron yang tinggi menunjukkan terjadinya feedback negatif dari testosteron pada LH.

Tabel 10 Analisis sidik ragam perilaku menggosok-gosok ranggah (rutting) rusa timor jantan yang diberi perlakuan di penangkaran rusa

Rata-rata frekuensi perilaku menggosok-gosok ranggah pada (ruttting) rusa timor jantan (Gambar 15), paling rendah pada perlakuan R0 (dosis pasak bumi 0 mg) dan paling tinggi pada perlakuan R2 (dosis pasak bumi 5000 mg). Tingginya konsentrasi hormon testosteron pada ranggah tahap keras diiringi dengan tampilan tingkah laku reproduksi. Secara visual rusa mulai menunjukkan agresivitas dan tingkah laku rutting yang merupakan karakter spesifik pada rusa jantan. Rusa jantan yang memasuki tahap ranggah keras akan menunjukkan dominansinya dalam kelompok dengan cara perebutan pakan, tempat berkubang dan perkelahian. Perilaku lain yang ditampilkan untuk menarik perhatian betina adalah berguling, meloncat-loncat, membuat mahkota dengan dedaunan di atas kepala dan trash urination (spray urine) untuk menandai daerah teritori. Puncak aktivitas reproduksi ditandai dengan meningkatnya frekuensi tingkah laku kawin (Handarini dan Nalley 2008).

Gambar 15 Rata-rata frekuensi perilaku menggosok-gosok ranggah (rutting) pada rusa timor jantan.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Hitung P

Kolom 3 438.52 0.36 0.78 Baris 3 54.23 0.04 0.99 Error 9 1219.34 Total 15 Frekuensi (kali) Perlakuan

Tingginya penggunaan waktu untuk aktivitas rutting menurunkan frekuensi makan rusa selama tahap ranggah keras sehingga pada tahap ini terjadi penurunan bobot badan pada rusa jantan. Rusa yang diberi perlakuan R0, R1, R2 dan R3 mengalami peningkatan dan penurunan bobot badan yaitu rusa 1 sebelum perlakuan dimulai memiliki bobot badan 66,00 kg, setelah perlakuan selesai bobot badan berkurang menjadi 61,40 kg. Terjadi penurunan bobot badan pada rusa 1 akibat aktivitas rutting selama pengamatan.

Tahap casting merupakan tahap transisi dari tanggal ranggah ke tahap pertumbuhan velvet pada siklus ranggah berikutnya. Casting merupakan masa istirahat reproduksi pada rusa jantan dan dianggap sebagai masa tidak aktif reproduksi rusa timor jantan. Secara visual dapat dilihat bentuk ranggah yang belum simetris (asimetris) antara ranggah kanan dan kiri. Meskipun gambaran pola hormon rusa sub-adult ini hanya diwakili oleh satu ekor rusa yang baru memasuki pubertas, namun dari beberapa penelitian menunjukkan pola yang tidak stabil pada awal pertumbuhan ranggah (Handarini dan Nalley 2008). Begitu halnya selama perlakuan rusa 2 dan 4, ranggahnya dalam tahap casting, meskipun diberikan obat yang bersifat afrodisiak (perlakuan R0, R1, R2 dan R3) seperti pasak bumi, tetapi belum memberikan pengaruh yang nyata.

Menurut Handarini dan Nalley 2008 secara visual pada tahap ranggah

velvet, rusa jantan menunjukkan sifat soliter dengan tujuan untuk melindungi ranggah muda (velvet) yang sedang tumbuh. Ranggah muda merupakan jaringan lunak yang mempunyai banyak pembuluh darah dan sangat sensitif, sehingga masing-masing rusa saling menghindar persinggungan satu sama lain. Pada tahap velvet terjadi peningkatan frekuensi makan (hampir seluruh aktivitas digunakan untuk makan). Begitu halnya dengan rusa 4 dalam kondisi ranggah lepas dan tahap velvet, memiliki frekuensi aktivitas makan yang tinggi, sehingga terjadi peningkatan bobot badan. Rusa 1 selama perlakuan sangat agresif, hal ini terlihat dari frekuensi nyengir dan menggosokkan-gosokkan ranggah. Bahkan saat rusa 1 melihat rusa betina, perilaku rusa 1 sangat agresif, sehingga dapat dipastikan rusa tersebut dalam kondisi birahi saat itu. Hal ini terbukti dengan jebolnya pintu kandang akibat dorongan kepala rusa (Gambar 16a) dan rusaknya

dinding kandang akibat gosokkan ranggah (Gambar 16b). Perilaku menggosok- gosokkan ranggah pada rusa terlihat pada Gambar 16c dan 16d.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 16 Perilaku menggosok-gosok ranggah (rutting). (a) Pintu kandang yang jebol; (b) Dinding kandang yang rusak; (c) Menggosok-gosokkan ranggah pada pintu kandang; (d) Menggosok-gosokkan ranggah pada kawat kandang.

Berdasarkan analisis statistik terhadap perilaku mendekati betina yang diberi perlakuan R0, R1, R2 dan R3, ternyata tidak berbeda nyata, terlihat dari nilai P>0,05. Adapun Frekuensi mendekati betina pada perlakuan 1/dosis 0 mg (R0) yaitu 0 kali, pada perlakuan 2/dosis 3000 mg (R1) yaitu 15 ± 1,87 kali, pada perlakuan 3/dosis 5000 mg (R2) yaitu 19 ± 2,75 kali, pada perlakuan 4/dosis 7000 mg (R3) yaitu 23 ± 2,87 kali. Secara keseluruhan rata-rata frekuensi mendekati betina yaitu 14,25 kali (Gambar 17).

Gambar 17 Frekuensi perilaku mendekati betina pada rusa timor jantan

Frekuensi (kali)

Berdasarkan analisis statistik terhadap perilaku mencium alat kelamin betina yang diberi perlakuan R0, R1, R2 dan R3 tidak berbeda nyata, terlihat dari nilai P>0,05. Adapun frekuensi menciumlaat kelamin betina betina pada perlakuan 1/dosis 0 mg (R0) yaitu 0 kali, pada perlakuan 2/dosis 3000 mg (R1) yaitu 28 ± 13 kali, pada perlakuan 3/dosis 5000 mg (R2) yaitu 24 ± 3 kali, pada perlakuan 4/dosis 7000 mg (R3) yaitu 46 ± 5,75 kali. Secara keseluruhan rata-rata frekuensi mendekati betina yaitu 24,5 kali (Gambar 18). Perilaku mencium alat kelamin betina yang dilakukan oleh rusa timor jantan terlihat pada Gambar 19.

Gambar 18 Frekuensi perilaku mencium alat kelamin betina pada rusa timor jantan.

Gambar 19 Perilaku mencium alat kelamin betina.

Berdasarkan analisis statistik terhadap perilaku menaiki betina (mounting) yang diberi perlakuan R0, R1, R2 dan R3 tidak berbeda nyata, terlihat dari nilai P>0,05. Adapun Frekuensi menaiki betina pada perlakuan 1/dosis 0 mg (R0) yaitu 0 kali, pada perlakuan 2/dosis 3000 mg (R1) yaitu 7 ± 3,87 kali, pada perlakuan 3/ dosis 5000 mg (R2) yaitu 31 ± 4,63 kali, pada perlakuan 4/dosis

Frekuensi (kali)

7000 mg (R3) yaitu 37 ± 5,37 kali. Secara keseluruhan rata-rata frekuensi menaiki betina yaitu 18,75 kali (Gambar 20).

Gambar 20 Frekuensi perilaku menaiki betina pada rusa timor jantan. Hasil uji LSD menunjukkan bahwa antar berbagai tingkat perlakuan tidak semuanya menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini dapat terjadi karena intensitas kelamin tidak hanya dipengaruhi oleh faktor hormonal saja, tetapi dipengaruhi juga oleh faktor lain. Telah diketahui bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku seksual yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi perilaku seksual adalah hormon dan syaraf yang keduanya bekerja dengan peran yang berbeda tetapi saling ketergantungan dan berinteraksi yang disebut neurohormonal. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual adalah adanya rangsangan luar seperti adanya betina birahi. Rangsangan dari luar tersebut dapat berupa suara, penglihatan, perabaan dan bau atau penciuman (Zumrotun 2006).

Menurut Siswanto (2006) status fisiologis reproduksi rusa jantan meliputi status ranggah, lingkar leher dan lingkar testis. Siklus reproduksi rusa dikenal dengan istilah siklus ranggah (antler cycle). Siklus ranggah ini teramati dari pertumbuhan ranggah yang masih terbungkus kulit atau disebut dengan tahap

velvet, selanjutnya kulit ranggah mengelupas dinamakan dengan tahap shedding, berikutnya ialah ranggah rusa dalam tahap keras dan akhirnya ranggah rusa lepas. Siklus ini berkaitan dengan kemampuan berkembangbiak. Pada saat ranggah rusa

Frekuensi (kali)

berada pada tahap keras, maka lingkar testis maksimum dengan produksi spermatozoa juga maksimum, kadar testosteron darah tinggi dan rusa sangat agresif. Sebaliknya jika ranggah rusa lepas maka lingkar testis akan minimum, produksi spermatozoa menurun, kadar testosteron darah rendah, dan lingkar leher juga mengecil. Pada saat itu semen yang dihasilkan mengandung jumlah spermatozoa sedikit, dengan persentase abnormalitas yang tinggi.

Gambar 21 Rerata frekuensi perilaku seksual pada rusa timor jantan. Berdasarkan Gambar 21 di atas terlihat bahwa frekuensi perilaku nyengir tertinggi pada pemberian pasak bumi dengan dosis 7000 mg (R3) dan terendah pada dosis 0 mg (R0). Berbeda dengan perilaku menggosok-gosok ranggah tertinggi pada dosis 5000 mg (R3) dan terendah pada dosis 0 mg (R0). Frekuensi tertinggi pada perilaku mendekati betina, mencium alat kelamin betina dan menaiki betina pada dosis 7000 mg (R3) dan terendah pada dosis 0 mg (R0). Hal ini berarti semakin tinggi dosis yang diberikan, akan terjadi peningkatan libido seksual rusa timor jantan yang terlihat pada frekuensi perilaku seksual yang semakin meningkat.

Perbedaan intensitas berbagai perilaku seksual yang ditunjukkan oleh R0, R1, R2 dan R3 ini disebabkan adanya perbedaan steroid yang terkandung dalam tubuh (konsentrasi steroid dalam serum) pada rusa tersebut. Semakin tinggi dosis pasak bumi yang diberikan, akan semakin naik pula konsentrasi androgen (testosteron) serumnya. Setelah mengalami proses pencernaan, maka steroid yang

Frekuensi (kali)

terkandung dalam pasak bumi yang bersifat sebagai androgenik, akan diserap dan masuk dalam peredaran darah. Steroid yaitu testosteron dalam darah akan memberikan reaksi pada organ-organ sasarannya atau menimbulkan perilaku seksual yang lebih jelas. Pasak bumi mengandung senyawa-senyawa bioaktif, salah satu diantaranya adalah steroid. Dalam tubuh steroid akan bekerja atau berfungsi seperti androgen (testosteron) yang dihasilkan oleh sel-sel interstitial (sel Leydig) yang terdapat diantara tubuli seminiferi testis, yang kemudian disekresikan dan masuk pada peredaran darah sehingga akan mempengaruhi kelakuan reproduksinya atau peningkatan libidonya (Zumrotun 2006).

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan :

1. Efek pemberian pasak bumi terhadap perilaku rusa timor jantan di penangkaran dalam berbagai perlakuan/dosis (0 mg, 3000 mg, 5000 mg dan 7000 mg), secara kuantitatif tidak berpengaruh nyata terhadap perilaku harian maupun perilaku seksual pada rusa timor jantan.

2. Pola konsumsi rusa timor jantan di penangkaran, konsumsi pakan paling

Dokumen terkait