• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Fitoestrogen terhadap Fisiologi Tubuh Fitoestrogen dapat menurunkan risiko terjadinya berbagai penyakit

TINJAUAN PUSTAKA

2.2.3 Pengaruh Pemberian Fitoestrogen terhadap Fisiologi Tubuh Fitoestrogen dapat menurunkan risiko terjadinya berbagai penyakit

degeneratif seperti penyakit jantung. Protein kedelai yang mengandung fitoestrogen bekerja dengan menurunkan penyerapan kolesterol pada usus halus sehingga menginduksi peningkatan ekskresi fekal asam empedu dan steroid. Hal

ini menyebabkan hati lebih banyak mengubah kolesterol tubuh menjadi empedu sehingga menurunkan kadar kolesterol dan meningkatkan aktivitas reseptor kolesterol Low Density Lipid (LDL) yang berdampak pada meningkatnya laju penurunan kadar kolesterol. Pengikatan kolesterol LDL ini mirip dengan mekanisme kerja estrogen. Studi epidemiologi membuktikan bahwa masyarakat yang secara teratur mengkonsumsi makanan dari kedelai memiliki kasus kanker payudara, kolon, dan prostat yang lebih rendah. Fitoestrogen kedelai terbukti secara penelitian in vitro menghambat enzim tirosin kinase sehingga dapat menghambat perkembangan sel-sel kanker dan angiogenesis. Fitoestrogen, terutama genistein, menghambat aktivitas enzim tirosin kinase yang bertangungjawab dalam proliferasi sel melalui kemampuan genistein untuk berkompetisi dengan ATP dan membentuk kompleks enzim-substrat yang tidak produktif (Akiyama et al. 1987). Hal ini menyebabkan proliferasi sel atau pertumbuhan tumor terganggu. Fitoestrogen menghambat tumor untuk membuat pembuluh darah baru untuk menyokong pertumbuhannya. Fitoestrogen terutama isoflavon terbukti dapat mencegah kerapuhan tulang pada tikus yang digunakan sebagai model penelitian osteoporosis. Kedelai memiliki kandungan asam amino bersulfur yang rendah. Keberadaan asam amino bersulfur akan menghambat resorpsi kalsium oleh ginjal sehingga tubuh akan mengalami kehilangan kalsium melalui urin sehingga dapat mengurangi densitas tulang. Produk kedelai yang mengandung isoflavon dapat membantu pengobatan sindrom menopause seperti hot flashes pada wanita yang memiliki kadar estrogen rendah (Koswara 2006).

Konsumsi produk makanan yang mengandung fitoestrogen seperti kedelai tidak hanya berdampak positif tetapi juga dapat berdampak buruk terhadap kesehatan. Fitoestrogen dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara pada wanita, kerusakan otak pada pria dan wanita, abnormalitas pada bayi, gangguan tiroid terutama wanita, penurunan asupan mineral karena adanya enzim fitase, pembentukan batu ginjal, kelemahan sistem imun, serta reaksi alergi yang parah dan fatal (Mercola & Droege 2004).

Fitoestrogen terbukti dapat meningkatkan kejadian kanker payudara seperti efek pemberian diethylstilbestrol (DES) pada mencit perinatal yang menyebabkan tumor mamari (Whitten & Patisaul 2001; Mercola & Droege 2004). Pemberian

preparat estrogen atau fitoestrogen, yang bekerja menyerupai estrogen, pada individu muda akan mempengaruhi kerentanan terhadap kanker mamari. Proliferasi dan diferensiasi struktur epithelial akan menjadi sensitif terhadap perubahan-perubahan yang disebabkan oleh karsinogen akibat pemberian preparat estrogen atau fitoestrogen (Whitten & Patisaul 2001). Fitoestrogen menyebabkan hilangnya perkembangan sistem reproduksi fetus jantan karena sifat estrogenik fitoestrogen dapat menghambat produksi testosteron yang bertanggungjawab dalam maskulinisasi saluran reproduksi dan genital luar individu jantan (North & Golding 2000; Williams et al. 2001).

2.3 Biologi Umum Tikus

Tikus laboratorium yang banyak digunakan dalam penelitian adalah Rattus norvegicus dan berasal dari galur albino tikus Norway. Peternakan tikus pertama didirikan pada tahun 1925 oleh Mr. Robert Worthington Dawley (1897-1949). Ahli kimia-fisika Universitas Wisconsin ini memberi nama galur tikus dari kombinasi nama gadis istrinya (Sprague) dengan namanya sendiri sehingga membentuk nama Sprague-Dawley. Galur Sprague Dawley dikembangkan dari hibridisasi tikus jantan yang memiliki ukuran dan tenaga luar biasa dan secara genetik berwarna setengah putih. Tikus jantan ini dikawinkan dengan tikus betina putih galur Douredoure yang mungkin berasal dari Wistar selama tujuh generasi. Seleksi dilakukan untuk mempertahankan atau mendapatkan karakteristik unggul seperti laktasi tinggi, pertumbuhan cepat, kuat, temperamen baik, dan resistan tinggi terhadap arsenik trioksida (Suckow et al. 2006).

Tikus termasuk ke dalam ordo Rodentia dan family Muridae. Tikus dewasa secara umum memiliki berat badan antara 300 dan 500 gr, dengan jantan yang lebih besar daripada betina. Kebanyakan tikus laboratorium adalah albino dengan rambut putih dan mata merah muda (Hrapkiewicz & Medina 1998). Tikus memiliki sifat unggul untuk tujuan percobaan, yaitu rentang kehidupan pendek, waktu kebuntingan pendek, jumlah anak seperindukan banyak, keberagaman genetik besar, biaya pembelian dan pemeliharaannya murah, dan mudah dalam perawatan. Tikus merupakan hewan sosial dan dapat berkembang dengan baik meskipun dikandangkan sendiri atau dalam kelompok kecil yang jumlah

individunya sedikit. Tikus jarang berkelahi satu sama lain dan tikus-tikus jantan dapat dikandangkan bersama. Tikus menggali dan membuat sarang untuk tikus muda (Hrapkiewicz & Medina 1998). Kebanyakan galur tikus bersifat jinak, ingin tahu, dan mudah beradaptasi pada berbagai lingkungan (Reference 2008). Tikus akan menggigit karena takut jika ditangani secara kasar. Data biologi dan reproduksi tikus dapat dilihat pada Tabel 4.

Tikus berukuran jauh lebih besar dibandingkan mencit, memiliki kepala berbentuk kerucut, bertubuh silindris panjang, dan ditutupi oleh rambut. Tikus memiliki kaki yang pendek dan berekor panjang. Tikus memiliki lemak coklat yang penting dalam termogenesis. Lemak coklat ditemukan di antara skapula dan di dalam ventral region servikal. Lemak coklat dapat dikelirukan dengan kelenjar saliva atau limfonodus. Anatomi dari sistem gastrointestinal tikus secara umum mirip dengan mencit. Rumus gigi tikus adalah 2(1/1 seri, 0/0 taring, 0/0 premolar, 3/3 molar). Lambung dibagi menjadi aglandular forestomach dan glandular stomach. Tikus tidak dapat muntah karena lipatan pada batas punggung yang memisahkan dua bagian perut yang menutupi jalan masuk esophagus. Hal unik sistem digesti tikus adalah tidak adanya kantung empedu, adanya difus pankreas, serta sejumlah kelenjar saliva dan organ-organ yang mirip kelenjar di kepala dan leher. Sekum tikus sangat berkembang dan berfungsi untuk mencerna selulosa melalui bantuan mikroba seperti pada rumen. Tikus dengan mikroba sekum yang tidak berkembang menjadikan sekum sangat menggembung dan kadang-kadang berputar pada sumbu aksis sehingga dapat terjadi torsio sekal yang fatal (Hrapkiewicz & Medina 1998).

Penentuan jenis kelamin neonatal dilakukan melalui perbandingan jarak anogenital dan ukuran tonjolan genital. Tonjolan genital yang lebih besar dan jarak anogenital yang lebih besar merupakan ciri tikus jantan. Jenis kelamin tikus dewasa mudah untuk dibedakan. Tikus jantan memiliki testis di dalam skrotum. Testis dapat ditarik ulur karena pembukaan kanal inguinal. Tikus jantan memiliki os penis pada alat kelamin luarnya (Hrapkiewicz & Medina 1998; Suckow et al. 2006). Tikus betina memiliki jaringan mamari yang luas dan terletak di ventral tubuh dari leher ke daerah inguinal. Tikus memiliki 6 pasang kelenjar mamari, 3

pasang terletak di toraks dan 3 pasang terletak di abdominal (Hrapkiewicz & Medina 1998).

Gambar 3 Perbandingan jarak anogenital tikus jantan dan tikus betina (Hrapkiewicz & Medina 1998).

Tabel 4 Data biologis dan reproduktif tikus Bobot Badan Dewasa

Jantan Betina 300-520 g 250-300 g Usia 2.5-3.5 tahun Suhu Tubuh 35.9-37.5 °C (96.6-99.5 °F)

Denyut Jantung 250-450 kali per menit

Frekuensi Napas 70-115 kali per menit

Konsumsi makanan 5-6g/100g/ hari

Konsumsi air 10-12 ml/100g/ hari

Umur Kawin

Jantan Betina

65-110 hari 65-110 hari

Panjang Siklus Estrus 4-5 hari

Periode Bunting 21-23 hari

Postpartum Estrus Fertil

Banyaknya Anak 6-12

Usia Penyapihan 21 hari

Lama Masa Kawin 350-330 hari

Jumlah Kromosom (diploid) 42

(Hrapkiewicz & Medina 1998)

Anak tikus dilahirkan tanpa rambut, buta, dan tuli. Anak tikus memiliki rambut secara utuh pada umur 7-10 hari, telinga terbuka pada umur 2.5-3.5 hari, dan mata terbuka pada umur 7-14 hari. Usia penyapihan tikus biasanya 21 hari. Suhu ruangan yang nyaman untuk tikus adalah 18-26 °C (64-79 °F) dan kelembaban sebesar 30% dan 70%. Tikus merupakan hewan nokturnal sehingga pada tikus laboratorium perlu dilakukan pengaturan cahaya. Siklus gelap ditujukan untuk aktivitas normal dan proses fisiologis tikus. Siklus terang di dalam laboratorium biasanya diatur oleh alat yang menyediakan 12-14 jam cahaya per hari. Jika siklus terang tidak diatur maka ritme jantung tikus akan terganggu

dan merusak hasil manipulasi eksperimental. Tikus dapat dijaga untuk tumbuh dan berkembang biak dengan baik melalui pemberian pakan standar komersial yang mengandung setidaknya 20-25% protein dan 4% lemak. Tikus dapat makan rata-rata 5-6 g/100 g BB/hari. Tikus dewasa minum rata-rata sebanyak 10-12 ml/100 g BB/hari (Hrapkiewicz & Medina 1998).

2.4 Reproduksi Tikus Betina

2.4.1 Reproduksi Umum Tikus

Tikus mencapai pubertas pada usia 6-8 minggu dan biasanya tidak dikawinkan sampai mencapai umur 3 bulan. Panjang siklus berahi pada tikus betina adalah 4-5 hari yang terdiri dari fase proestrus selama 12 jam, estrus selama 12 jam, metestrus selama 21 jam, dan diestrus selama 57 jam (Hrapkiewicz & Medina 1998; Suckow et al. 2006). Vaginal plug terdapat dalam saluran reproduksi betina pada 12-24 jam setelah koitus. Massa seperti keju ini berguna untuk identifikasi telah terjadinya perkawinan. Deteksi siklus berahi dapat dilakukan dengan membuat preparat ulas vagina dan dilihat gambaran sel epitel vaginanya. Deteksi perkawinan bisa juga dilakukan dengan melihat adanya spermatozoa di antara sel-sel epitel tersebut. Periode kebuntingan tikus biasanya selama 21-23 hari. Tikus betina akan kembali estrus pada 2-4 hari setelah lepas sapih. Rata-rata jumlah anak seperindukan adalah 6-12 anak. Jumlah ini dapat bervariasi tergantung galur dan umur tikus (Hrapkiewicz & Medina 1998).

2.4.2 Hormon-hormon yang berperan dalam reproduksi tikus betina