• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemanfaatan Ulang Pelayanan

5.1.2 Pengaruh Pemeriksaan Gigi terhadap Pemanfaatan Ulang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tentang pemeriksaan gigi sebanyak 53 orang (55,8%) pada kategori tidak baik. Jawaban responden tentang pemeriksaan gigi dan mulut belum sepenuhnya sesuai dengan semestinya seperti bila gigi berlubang sebanyak 50,5% responden menjawab sebaiknya dicabut. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yang memanfaatkan Poli Gigi dan Mulut Puskesmas Dalu Sepuluh B perilakunya tentang pemeriksaan gigi belum sepenuhnya baik.

Hasil wawancara terhadap responden di wilayah kerja Puskesmas Dalu Sepuluh B mengungkapkan bahwa pemeriksaan gigi tidak dilakukan dengan alasan sibuk dengan pekerjaan sehari-hari dan belum perlu. Hal ini terkait dengan pekerjaan responden sebanyak 75,8% bekerja sebagai Petani/Buruh/Tukang dan ibu rumah tangga sebagian besar bekerja sebagai petani dengan serta tingkat penghasilan sebanyak 77,9% (< UMR (Rp. 1.600.000). Namun sebenarnya ada sebagian ibu berminat jika dilakukan pemeriksaan gigi dan mulut secara gratis.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Alamsyah (2010) di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan yang mengungkapkan bahwa sebagian

besar pengetahuan ibu-ibu tentang pentingnya memeriksakan gigi adalah karena merasa gigi sakit atau goyang 43%, dan sebagian besar tidak tahu kapan sebaiknya memeriksakan giginya serta sebagain besar tidak memeriksakan gigi karena sibuk degan pekerjaan.

Demikian pula menurut pendapat Boediharjo (2005) yang mengungkapkan bahwa yang terpenting dalam upaya menjaga kebersihan gigi dan mulut adalah faktor kesadaran dan perilaku pemeliharaan hygiene mulut masing-masing. Hal ini penting karena kegiatan ini dilakukan dirumah tanpa pengawasan siapapun. Sepenuhnya tergantung dari pengetahuan, pemahaman, kesadaran serta kemauan dari responden untuk menjaga kesehatan gigi dan mulutnya.

Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh nilai p=<0,001<p=0,05, menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang pemeriksaan gigi dengan pemanfaatan ulang Poli Gigi dan Mulut. Hasil uji statistik multivariat dengan regresi logistik berganda pengetahuan tentang pemeriksaan gigi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemanfaatan ulang Poli Gigi dan Mulut dengan probabilitas p=0,014<p=0,05. Hal ini berarti semakin baik tingkat pengetahuan pasien tentang pemeriksaan gigi maka semakin memanfaatkan Poli Gigi dan Mulut.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2005) mengungkapkan terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku seseorang. Apabila seseorang memiliki pengetahuan yang baik maka perilakunya akan berbanding lurus dengan pengetahuannya. Pengetahuan kesehatan adalah hal-hal yang berkaitan dengan dengan pengetahuan seseorang dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatannya, termasuk tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, dan sebagainya.

5.1.3 Pengaruh Pemeliharaan Gigi terhadap Pemanfaatan Ulang Pelayanan Poli Gigi dan Mulut

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tentang pemeliharaan gigi sebanyak 48 orang (50,5%) pada kategori tidak baik. Jawaban responden tentang pemeliharaan gigi belum sepenuhnya sesuai dengan semestinya seperti cara mencegah gigi berlubang, cara menyikat gigi baik dan waktu terbaik menyikat gigi, menggosok gigi setelah makan makanan manis, dan melakukan pergantian sikat gigi secara rutin. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yang memanfaatkan Poli Gigi dan Mulut Puskesmas Dalu Sepuluh B perilakunya tentang pemeliharaan gigi belum sepenuhnya baik.

Hasil wawancara terhadap responden di wilayah kerja Puskesmas Dalu Sepuluh B sebagian besar mengungkapkan bahwa melakukan pemeliharaan gigi lebih dari setahun yang lalu dan sebagian besar mengungkapkan belum pernah memeriksakan giginya karena tidak sakit. Hal ini juga yang menjadikan seseorang lebih memilih untuk menahan rasa sakit dibandingkan memeriksakan giginya ke dokter gigi dan anggapan bahwa sakit gigi tidak menyebabkan kematian.

Menurut Situmorang (2004) prevalensi penyakit periodontal menunjukkan derajat kesehatan gigi yang akan mempengaruhi kualitas hidup dan produktivitas kerja masyarakat. Kerusakan karies gigi dan jaringan pendukung gigi dapat menurunkan tingkat produktivitas kerja seseorang, karena dari aspek biologis

dirasakan sakit, sehingga aktivitas dapat terganggu. Salah satu upaya untuk menurunkan prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal melalui peningkatan program pelayanan kesehatan gigi dan mulut di puskesmas.

Menurut Nawawi (1992) penyakit jaringan periodontium secara garis besar dari peradangan klinis adalah gingivitis dan periodontitis. Tanda awal dari kelainan jaringan periodontium adalah gingiva mudah berdarah apabila terkena tekanan mekanis kemudian bila kondisi tersebut dibiarkan saja akan terlihat perubahan warna gingiva dalam berbagai tingkatan. Keradangan yang terjadi dapat menembus kedalam struktur jaringan yang lebih dalam lagi melalui berbagai cara diantaranya dapat merusak apparatus epithelial gingival dengan ditandai migrasi perlekatan epithelial periodontium yang merupakan tanda awal dari periodontitis.

Berdasarkan uji statistik Chi-square diperoleh nilai p=<0,001<p=0,05, menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang pemeliharaan gigi dengan pemanfaatan ulang Poli Gigi dan Mulut. Hasil uji statistik multivariat dengan regresi logistik berganda pengetahuan tentang pemeliharaan gigi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemanfaatan ulang Poli Gigi dan Mulut dengan probabilitas p=0,042<p=0,05. Hal ini berarti semakin baik tingkat pengetahuan pasien tentang pemeliharaan gigi maka semakin memanfaatkan Poli Gigi dan Mulut.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitan Tampubolon (2011) yang mengungkapkan bahwa pengetahuan berpengaruh signifikan terhadap pemanfaatan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Buhit dengan probabilitas p<0,05. Responden

dalam penelitian sudah mengetahui tentang keberadaan Poli Gigi dan Mulut Puskesmas Buhit karena sebelumnya sudah pernah berkunjung dan sebagian besar responden memiliki pengetahuan tidak baik dan belum optimal memanfaatkan Poli Gigi dan Mulut Puskesmas Buhit. Demikian juga dengan hasil penelitian Situmorang (2004), mengungkapkan bahwa persentase penduduk yang menyikat gigi pada waktu yang tepat, yaitu sesudah majan masih rendah. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Tjahja dan Lely (2005) yang mengungkapkan bahwa rata-rata pengetahuan dan sikap responden tentang kesehatan gigi cukup baik 97,5% di beberapa Puskesmas di Provinsi Jawa Barat.

Menurut Rogers (dalam Notoatmodjo, 2005) seseorang sebelum memiliki perilaku maka harus melewati tahapan-tahapan antara lain awareness, interest, evaluation, trial, dan adoption. Ketika seseorang diberikan informasi maka efek yang timbul adalah kesadaran. Kesadaran merupakan tahap awal dalam mengadopsi sebuah perilaku. Dengan kesadaran ini akan memicu seseorang untuk berfikir lebih lanjut tentang apa yang ia terima. Dalam hal ini responden akan mengetahui tentang kebersihan gigi termasuk masalah gigi dan cara perawatannya. Setelah responden sadar akan pentingnya perawatan kesehatan gigi maka tahapan selanjutnya adalah ketertarikan. Pada tahap ini mulai sadar terhadap suatu stimulus berupa pengetahuan tentang kesehatan gigi. Kemudian pada tahap ini pula sudah mulai melakukan suatu tindakan seperti cata menggosok gigi dengan benar.

Hal ini dapat dibuktikan bahwa masih sedikit responden yang melakukan pemeliharaan gigi. Menurut Alamsyah (2010) masyarakat Indonesia umumnya belum

terbiasa mengunjungi dokter gigi disebabkan rasa takut dan biaya yang relatif mahal, sehingga lebih banyak datang ke dokter gigi jika gigi sudah sakit.

5.2Pengaruh Sikap terhadap Pemanfaatan Ulang Pelayanan Poli Gigi dan

Dokumen terkait