• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

3. Pengaruh Pengangguran terhadap Kemiskinan

C. Simpulan D. Saran

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah klasik bagi negara berkembang seperti Indonesia. Upaya pengentasan kemiskinan telah dilakukan dari tahun ke tahun. Para ahli dari berbagai disiplin ilmu pun telah banyak yang melakukan penelitian mengenai permasalahan kemiskinan. Akan tetapi, masalah tersebut seakan tidak ada habisnya. Upaya yang dilakukan belum juga menumbuhkan hasil yang optimal. Darma Rika, dkk. (2012) menyatakan bahwa sulitnya penyelesaian masalah kemiskinan disebabkan oleh kompleksnya permasalahan yang melibatkan penduduk miskin. Ya, kemiskinan bukan hanya berkaitan dengan ekonomi saja melainkan juga sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, sanitasi, kependudukan, psikologi, dan sebagainya.

1. Konsep Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan

yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan,dll (Wikipedia). Bappenas (1993) mendefisnisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya.

Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan (poverty) sebagai “the percentage of the population living below the national poverty line”. Badan Pusat Statistik dalam menetapkan garis kemiskinan nasional melibatkan dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan- Makanan (GKBM). Garis Kemiskinan Makanan adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Sedangkan Garis Kemiskinan Bukan Makanan yakni kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Penghitungan Garis Kemiskinan tersebut dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata- rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.

Andre Bayo Ala (1981) melalui Sutawijaya dan Susila:

Kemiskinan sangat multidimensional, artinya kemiskinan mempunyai banyak aspek sebab kebutuhan setiap manusia sangat beragam. Kemiskinan ditinjau dari sisi kebijakan umum terdiri dari dua aspek, yaitu primer dan sekunder. Aspek primer merupakan miskin akan aset, organisasi sosial politik, serta pengetahuan dan keterampilan. Aspek sekunder merupakan miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan, dan informasi. Manifestasi dari dimensi kemiskinan ini dalam bentuk kekurangan gizi, air bersih, perumahan yang tidak sehat, pelayanan kesehatan yang kurang memadai dan tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah. Dimensi-dimensi kemiskinan ini saling berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berarti bahwa kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek akan menyebabkan kemunduran atau kemajuan aspek lainnya.

Selanjutnya Sutawijaya dan Susila menyatakan bahwa:

Kemiskinan secara konseptual dapat dipandang dari berbagai segi. Pertama, segi subsistem, yaitu penghasilan dan jerih payah seseorang hanya

cukup untuk makan saja, bahkan tidak cukup pula untuk itu. Kedua, segi ketidakmerataan yang melihat dari posisi relatif dari setiap golongan menurut penghasilannya terhadap posisi golongan lain. Ketiga, segi eksternal yang mencerminkan konsekuensi sosial dari kemiskinan terhadap masyarakat di sekelilingnya, yaitu bahwa kemiskinan yang berlarut-larut mengakibatkan dampak sosial yang tidak ada habisnya.

Jonaidi (2012) menyatakan bahwa secara teoritis, upaya pengentasan kemiskinan mensyaratkan adanya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dapat diwujudkan dengan kebijakan perluasan kesempatan kerja (mengurangi tingkat pengangguran) dan memaksimalkan investasi yang produkif di berbagai sektor ekonomi.

2. Faktor-Faktor Kemiskinan

Word Bank (1978) melalui Prasetyo (2013,8) menyatakan penyebab kemiskinan adalah adanya ledakan penduduk (population growth) yang tidak terkendali karena ledakan penduduk akan menyebabkan rasio ketergantungan (dependency ratio) yang tinggi. Sementara Sutawijaya dan Susila menyebutkan bahwa tinggi rendahnya tingkat kemiskinan dipengaruhi oleh (1) tingkat pendapatan nasional rata-rata, dan (2) lebar sempitnya kesenjangan dalam distribusi pendapatan.

Hasil penelitian oleh Saputro dan Utomo (2010) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi kemiskinan secara makro di lima belas provinsi tahun 2007. Ketiga faktor utama tersebut adalah faktor pekerjaan, faktor pendidikan, dan faktor rumah tinggal.

Rizki dan Susiswo (2013, 9) menyatakan bahwa penelitian yang mereka lakukan mengenai Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan di Provinsi Jawa

Timur mengantarkan pada simpulan yaitu dua faktor yang menyebabkan kemiskinan adalah faktor kelayakan perumahan dan faktor ekonomi rendah. Faktor kelayakan perumahan terdiri atas variabel jenis atap rumah, jenis dinding rumah, jenis lantai rumah dan luas lantai rumah. Sedangkan faktor ekonomi rendah terdiri atas variabel pendidikan, buta huruf dan pengangguran.

Faktor penentu kemiskinan sebagaimana dijelaskan oleh Sigit Prasetyo (2013, 4-12) di indonesia antara lain sebagai berikut:

a. tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk; b. pendapatan per kapita penduduk;

c. rasio ketergantungan penduduk; d. pertumbuhan ekonomi;

e. persentase tenaga kerja di sektor pertanian; dan f. persentase tenaga kerja di sektor industry.

B. Pengangguran

(Sukirno 2004) melalui Rudiningtyas mendefinisikan pengangguran sebagai: suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja (jumlah tenaga kerja yang terdapat dalam suatu perekonomian pada suatu waktu tertentu) ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum memperolehnya. Seseorang yang tidak bekerja tetapi tidak secara efektif mencari pekerjaan tidak tergolong sebagai pengangguran.

Jenis dan macam pengangguran berdasarkan jam kerja menurut Kenji Kimura melalui Wikipedia antara lain sebagai berikut.

1. Berdasarkan jam kerja, pengangguran dikelompokkan menjadi 3 macam: a. Pengangguran Terselubung (Disguised Unemployment) adalah tenaga

b. Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.

c. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.

Sementara jenis dan macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya menurut Kenji Kimura dikelompokkan menjadi 9 macam sebagaimana disajikan pada Lampiran 1.

Jumlah pengangguran biasanya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta tidak didukung oleh tersedianya lapangan kerja baru atau keengganan untuk menciptakan lapangan kerja (minimal) untuk dirinya sendiri atau memang tidak memungkinkan untuk mendapatkan lapangan kerja atau tidak memungkinkan untuk menciptakan lapangan kerja. Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen

1. Hubungan Tingkat Pengangguran Kemiskinan

Menurut Rudiningtyas, timbulnya masalah pengangguran yang cukup serius tersebut akan memicu kendala dalam perkembangan kondisi perekonomian.

Keadaan perekonomian yang berjalan lambat ini disebabkan oleh rendahnya pengeluaran agregat sebagai faktor utama yang menimbulkan pengangguran. Pengeluaran agregat merupakan perbelanjaan yang akan dilakukan dalam perekonomian pada waktu tertentu pada berbagai tingkat pendapatan negara. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan

kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.

C. Pertumbuhan Ekonomi 1. Definisi Pertumbuhan Ekonomi

(Boediono, 1981:2) melalui Al Maulidi (2013, 15) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai: “Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil.”

Selanjutnya Al Maulidi (2013, 15-16) menjelaskan bahwa:

Suatu perekonomian dapat dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah barang dan jasa meningkat. Jumlah barang dan jasa dalam perekonomian suatu negara dapat diartikan sebagai nilai dari Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai PDB ini digunakan dalam mengukur persentase pertumbuhan ekonomi Suatu negara.

Perubahan nilai PDB akan menunjukkan perubahan jumlah kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan selama periode tertentu. Selain PDB, dalam suatu negara juga dikenal ukuran PNB (Produk Nasional Bruto ) serta Pendapatan Nasional (National Income). Defenisi PDB yaitu seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu domestik atau agregat.

2. Teori Pertumbuhan Ekonomi

a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik

Teori ini dikembangkan oleh Abramovitz dan Solow. Teori ini mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi bergantung pada perkembangan faktor-faktor produksi. Faktor-faktor produksi tersebut dijabarkan sebagai:

1) pertambahan modal dan produktifitas marginal;

3) perkembangan teknologi.

b. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

Teori ini merupakan teori pertumbuhan yang diakui oleh ekonom modern, atau lebih dikenal dengan teori pertumbuhan neoklasik. Perkembangan teori pertumbuhan neo klasik meliputi teori-teori berikut.

1) Teori Harrod- Domar

Teori Harrod–Domar adalah perkembangan langsung dari teori makro Keynes jangka pendek menjadi suatu teori makro jangka panjang. Aspek utama yang dikembangkan dari teori Keynes adalah aspek yang menyangkut peranan investasi (I) dalam jangka panjang. Dalam teori Keynes, pengeluaran investasi (I) mempengaruhi permintaan agregat (Z) tetapi tidak mempengaruhi penawaran agregat (S). Harrod-Domar melihat pengaruh investasi dalam perspektif waktu yang lebih panjang. Dalam perspektif waktu yang lebih panjang ini, I menambah stok kapital (misalnya, pabrik-pabrik, jalan-jalan dan sebagainya). Jadi I = ΔK, dimana K adalah stok kapital dalam masyarakat. Ini berarti pula peningkatan kapasitas produksi masyarakat, dan selanjutnya berarti bergesernya kurva S ke kanan.

2) Teori Sollow – Swan

Model Solow-Swan memusatkan perhatiannya pada bagaimana pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan output saling berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Walaupun kerangka umum dari model Sollow-Swan mirip dengan model Harrod-Domar, tetapi model Sollow-Swan (dari satu segi) lebih “luwes” karena :

a) menghindari masalah “ketidakstabilan” yang merupakan ciri warranted rate of growth dalam model Harrod-Domar,

b) bisa lebih luwes digunakan untuk menjelaskan masalah-masalah distribusi pendapatan

3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Kemiskinan

Siregar dan Wahyuniarti dalam penelitiannya yang berjudul Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin menyajikan data hasil beberapa penelitian sebelumnya mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kemiskinan antara lain sebagai berikut.

Balisacan et al. (2002) melakukan studi mengenai pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan di Indonesia dan apa yang ditunjukkan oleh data subnasional. Studi tersebut menyatakan bahwa Indonesia memiliki catatan yang mengesankan mengenai pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan selama dua dekade. Pertumbuhan dan kemiskinan menunjukkan hubungan kuat untuk tingkat agregat. Panel data yang dibangun dari 285 Kota/Kabupaten menyatakan perbedaan yang besar pada perubahan dalam kemiskinan, pertumbuhan ekonomi subnasional, dan parameter-parameter spesifik lokal. Hasil

dari analisis ekonometrika menunjukkan bahwa selain pertumbuhan ekonomi, ada faktor lain yang juga secara langsung mempengaruhi kesejahteraan masyarakat miskin terpisah dari dampaknya terhadap pertumbuhan itu sendiri. Di antaranya adalah infrastruktur, sumberdaya manusia, insentif harga pertanian, dan akses terhadap teknologi. Upaya memacu pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang penting dilakukan, namun selain itu juga diperlukan strategi pengentasan kemiskinan yang lebih lengkap terkait dengan faktor-faktor yang relevan di atas.

Studi tentang pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di Indonesia juga dilakukan oleh Suryahadi et al. (2006). Studi ini menekankan pada dampak lokasi dan komponen sektoral dari pertumbuhan. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan diperdalam dengan membedakan pertumbuhan dan kemiskinan ke dalam komposisi sektoral dan lokasi. Hasil studi menunjukkan bahwa pertumbuhan pada sektor jasa di perdesaan menurunkan kemiskinan di semua sektor dan lokasi. Namun pertumbuhan jasa di perkotaan memberikan nilai elastisitas kemiskinan yang tinggi dari semua sektor kecuali pertanian perkotaan. Selain itu pertumbuhan pertanian di perdesaan memberikan dampak yang besar terhadap penurunan kemiskinan di sektor pertanian perdesaan, yang merupakan kontributor terbesar kemiskinan di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa cara yang paling efektif untuk mempercepat pengurangan kemiskinan adalah dengan menekankan pada pertanian di perdesaan dan jasa di perkotaan. Namun dalam jangka panjang

fokus penekanan harus diarahkan pada pencapaian pertumbuhan menyeluruh yang kuat dalam sektor jasa.

Suryadarma dan Suryahadi (2007) melakukan studi mengenai pengaruh pertumbuhan pada sektor swasta terhadap penurunan kemiskinan di Indonesia untuk melihat dampak pertumbuhan di sektor publik dan swasta terhadap kemiskinan. Pertumbuhan belanja modal swasta digunakan sebagai proksi dari sektor swasta dan pertumbuhan pengeluaran konsumsi pemerintah sebagai indikator sektor publik. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertumbuhan di kedua sektor tersebut secara signifikan mengurangi kemiskinan, selain itu juga menghasilkan elastisitas yang relatif sama. Oleh karena itu, pertumbuhan pengeluaran baik di sektor publik maupun swasta akan mengurangi kemiskinan dua kali lebih cepat dari pada hanya berharap dari pengeluaran publik saja. Implikasinya, sangat penting bagi pemerintah untuk memperbaiki iklim usaha dalam negeri sehingga sektor swasta dapat berkembang dan pada akhirnya mempercepat pengurangan kemiskinan.

Hasil penelitian Siregar dan Wahyuniarti sendiri menunjukkan bahwa pertumbuhan berpengaruh signifikan dalam mengurangi kemiskinan, namun magnitude pengaruh tersebut relatif tidak besar. Inflasi maupun populasi penduduk juga berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, namun besaran pengaruh masing-masingnya relatif kecil. Peningkatan share sektor pertanian dan share sektor industri juga signifikan mengurangi jumlah kemiskinan. Variabel yang signifikan dan relatif paling besar pengaruhnya terhadap penurunan kemiskinan ialah pendidikan. Temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa permasalahan kemiskinan tidak dapat dipecahkan hanya dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi semata dengan mengharapkan terjadinya efek menetes ke bawah (trickle down effect). Pertumbuhan ekonomi memang merupakan syarat keharusan (necessary condition) untuk mengurangi kemiskinan. Syarat kecukupannya (sufficient condition), misalnya laju inflasi serta laju populasi penduduk yang terkendali, industrialisasi pertanian/perdesaan yang tepat, serta akumulasi modal manusia yang relatif cepat, harus dipenuhi pula (Siregar dan Wahyuniarti).

D. Penelitian Terdahulu

Okta Ryan Pranata Yudha pada tahun 2013 melakukan penelitian tentang Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Inflasi Terhadap Kemiskinan di Indonesia Tahun 2009-2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, upah minimum berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan, pengangguran terbuka berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, dan inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia.

Arius Jonaidi pada tahun 2012 melakukan penelitian yang berjudul Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan dua arah yang kuat antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap pengurangan angka kemiskinan, terutama di daerah perdesaan yang banyak terdapat kantong-kantong kemiskinan. Sebaliknya kemiskinan juga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Tingkat pengangguran berpengaruh signifikan dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Penurunan tingkat pengangguran di Indonesia terutama di sektor pertanian daerah perdesaan yang mayoritas penduduk Indonesia bertempat tinggal, mengakibatkan pendapatan nasional menjadi meningkat karena terjadinya peningkatan kinerja perekonomian.

Penelitian yang dilakukan oleh Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti mengenai Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penurunan Jumlah Penduduk

Miskin menunjukkan bahwa pertumbuhan berpengaruh signifikan dalam mengurangi kemiskinan, namun magnitude pengaruh tersebut relatif tidak besar. Inflasi maupun populasi penduduk juga berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, namun besaran pengaruh masing-masingnya relatif kecil. Peningkatan share sektor pertanian dan share sektor industri juga signifikan mengurangi jumlah kemiskinan. Variabel yang signifikan dan relatif paling besar pengaruhnya terhadap penurunan kemiskinan ialah pendidikan.

Pada tahun 2011, Whisnu Adhi Saputra melakukan penelitian mengenai Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB, IPM, dan Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten / Kota Jawa Tengah. Hasil penelitian yang ia lakukan menunjukkan bahwa variabel jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah, PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah, Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah, dan Pengangguran berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah.

E. Kerangka Pemikiran

Berdasarakan latar belakang masalah serta landasan teori yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, Peneliti membuat sebuah kerangka berpikir untuk menjelaskan pengaruh pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Kerangka pemikiran tersebut tertuang dalam Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

F. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian. Hipotesis tersebut mungkin benar atau mungkin salah sehingga perlu diuji secara empiris. Mengacu pada landasan pemikiran yang bersifat teoritis dan berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian sejenis, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tingkat

Kemiskinan

(Y)

Pertumbuh

an Ekonomi

(X

1

)

Tingkat

Penganggur

an (X

2

) H

A2

H

A1

H

A3

Variabel

1. H01 : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di Indonesia.

2. HA1 : Terdapat pengaruh signifikan antara pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di Indonesia.

3. H02 : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara tingkat pengangguran terhadap kemiskinan di Indonesia.

4. HA2 : Terdapat pengaruh signifikan antara tingkat pengangguran terhadap kemiskinan di Indonesia.

5. H03 : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran secara simultan terhadap kemiskinan di Indonesia.

6. HA3 : Terdapat pengaruh signifikan antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran secara simultan terhadap kemiskinan di Indonesia.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. (Sugiyono : 2003) melalui Sulipan menyatakan bahwa pendekatan deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Hayatuddin Fataruba (2010, 1), mengutip pernyataan Emzir, menyatakan bahwa pendekatan kuantitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang secara primer menggunakan paradigma postpositivist dalam mengembangkan ilmu pengetahuan (seperti pemikiran tentang sebab akibat, reduksi kepada variabel, hipotesis, dan pertanyaan spesifik, menggunakan pengukuran dan observasi, serta pengujian teori), menggunakan strategi penelitian seperti eksperimen dan survei yang memerlukan data statistik.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka, atau data kualitatif yang diangkakan. Jadi, data yang dicari nantinya dapat berupa angka-angka maupun pernyataan-pernyataan yang dapat menujukkan pengaruh pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran terhadap kemiskinan. Data yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain: pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan dari tahun 1999 hingga 2013.

Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumbernya secara tidak langsung, misalnya melalui orang lain atau melalui dokumen.

C. Teknik Pengumpulan Data

Yudha (2013, 34) mengutip pendapat Arikunto mengatakan bahwa sesuai dengan bentuk pendekatan penelitian kuantitatif maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi. Selanjutnya, Yudha (2013, 34), dengan kembali mengutip Arikunto, menyatakan bahwa metode dokumentasi merupakan teknik yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya.

Data sekunder didapatkan dari situs Bank Dunia dan situs Badan Pusat Statistik (BPS). Selain itu, digunakan metode library research yang meliputi kajian dokumen dan pengumpulan data melalui literatur-literatur yang relevan dengan masalah penelitian.

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemiskinan sebagai variabel terikat sedangkan variabel bebasnya adalah pertumbuhan dan tingkat pengangguran.

Adapun definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Kemiskinan (Y) oleh Bappenas (2004, 5) diartikan sebagai ketidak-mampuan rumah tangga atau seseorang dalam memenuhi secara cukup kebutuhan dasarnya. Kemiskinan merupakan suatu ketidakcukupan (deprivation) akan aset-aset penting dan peluang-peluang dimana setiap manusia berhak memperoleh untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Dalam menghitung kemiskinan, Badan Pusat Statistik menggunakan garis kemiskinan (GK) yang terdiri dari garis kemiskinan makanan (GKM) yang merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makan yang disetarakan dengan 2.100 kalori perkapita perhari dan garis kemiskinan non makanan (GKNM) yang merupakan kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Rumusnya adalah :

GK = GKM + GKNM

Data kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 1999-2013 (dalam % terhadap populasi). Sumber: Badan Pusat Statistik.

2. Pertumbuhan Ekonomi (X1) menurut Badan Pusat Statistik adalah “Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di

suatu wilayah perekonomian dalam selang waktu tertentu.” Rumusan untuk menghitung pertumbuhan ekonomi atau laju pertumbuhan PDB yang Peneliti ambil dari situs resmi Badan Pusat Statistik adalah:

Data pertumbuhan ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1999-2013 yang diambil dari situs Bank Dunia.

3. Tingkat Pengangguran adalah tingkat pengangguran terbuka yaitu persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja (Badan Pusat Statistik). Rumusan perhitungan tingkat pengangguran menurut Badan Pusat Statistik adalah:

Data tingkat pengangguran yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tingkat pengangguran di Indonesia tahun 1999-2013 yang diambil dari situs Bank Dunia.

E. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan

Dokumen terkait