• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh jenis penyalut, konsentrasi penyalut dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut terhadap rendemen, a w, kelarutan dan retensi vanilin

HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. Pengaruh jenis penyalut, konsentrasi penyalut dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut terhadap rendemen, a w, kelarutan dan retensi vanilin

selama pengeringan produk ekstrak vanili terenkapsulasi (bubuk vanili)

Dari penelitian tahap II, diketahui jenis dan komposisi penyalut tidak berpengaruh nyata terhadap aw dan kadar vanilin, tetapi berpengaruh nyata terhadap kelarutan. Berdasarkan penelitian tahap II, maka dua penyalut yang dipilih yang memberikan kelarutan tertinggi yaitu maltodekstrin dan campuran maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 dengan perbandingan 2 : 1. Hasil penelitian menunjukkan jenis penyalut, konsentrasi penyalut dan rasio antara ekstrak vanili dengan penyalut memberikan hasil yang berbeda terhadap rendemen, aw, kelarutan, kadar vanilin dan recovery vanilin bubuk vanili.

Rendemen

Rendemen bubuk vanili pada penelitian ini berkisar 18,68 - 31,80% (Gambar 8). Rendemen paling tinggi sebesar 31,80% didapat dari perlakuan menggunakan bahan penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi

Flomax 8 (2 : 1), dengan konsentrasi penyalut 10% dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut 3 : 1. Rendemen paling rendah sebesar 18,68% didapat dari perlakuan menggunakan bahan penyalut maltodekstrin, dengan konsentrasi penyalut 30% dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut 3 : 2.

Dari hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis penyalut, konsentrasi bahan penyalut dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut berpengaruh nyata terhadap rendemen bubuk vanili yang dihasilkan (Lampiran 11). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan rendemen bubuk vanili dengan penyalut maltodektrin dan maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 (2 : 1) memiliki perbedaan yang nyata (Lampiran 12). Perlakuan dengan jenis penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 menghasilkan rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan menggunakan jenis penyalut maltodektrin saja. Hal ini disebabkan karakteristik awal dari kedua sifat penyalut ini berbeda. Pati termodifikasi dengan DE tertentu cenderung membentuk kerak pada dinding tabung pengering (Che Man et al. 1999). Hal ini dapat menyebabkan rendahnya rendemen yang dihasilkan dengan menggunakan spray drying.

31,80 18,68 0 5 10 15 20 25 30 35 40 3 : 2 2 : 1 3 : 1 3 : 2 2 : 1 3 : 1 Rasio ekstrak vanili dengan

penyalut

Rasio ekstrak vanili dengan penyalut

Maltodekstrin Maltodekstrin : Flomax 8

Re n d em en ( % ) 10% 20% 30%

Hasil uji lanjut Duncan pengaruh konsentrasi terhadap rendemen, didapatkan hasil konsentrasi penyalut (10, 20, 30%) dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut (3 : 2, 2 : 1, 3 : 1) menghasilkan nilai yang berbeda nyata terhadap rendemen bubuk vanili (Lampiran 13 dan Lampiran 14). Dari hasil penelitian, semakin tinggi konsentrasi jenis penyalut dan semakin besar rasio penyalut terhadap ekstrak vanili semakin rendah rendemen yang dihasilkan, hal ini disebabkan karena viskositas bahan yang akan dikeringkan semakin tinggi. Menurut Young et al. (1993), viskositas yang terlalu tinggi mengganggu proses atomisasi dan mengakibatkan pembentukan droplet yang besar dan panjang yang menyebabkan kecepatan pengering berkurang sehingga rendemen mikrokapsul berkurang.

Menurut Hustiany (2006), semakin besar jumlah penyalut semakin besar pula rendemen produk flavor terenkapsulasi. Hal ini disebabkan jumlah penyalut sangat berperan terhadap rendemen produk flavor terenkapsulasi. Sementara itu, air dan komponen flavor ada yang menguap selama proses pengeringan dan peranannya kecil terhadap rendemen produk flavor terenkapsulasi. Meskipun peningkatan konsentrasi atau viskositas akan meningkatkan rendemen mikrokapsul tetapi masing-masing bahan mempunyai batas maksimal untuk peningkatan viskositas sampai akhirnya tidak tidak terjadi peningkatan viskositas lagi, bahkan peningkatan viskositas akan menurunkan rendemen mikrokapsul (Bhandari et al. 1992).

Nilai aw

Nilai aw bubuk vanili dari berbagai perlakuan berkisar 0,437 - 0,451 (Gambar 9). Dari hasil sidik ragam didapatkan hasil bahwa jenis penyalut, konsentrasi bahan penyalut dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut tidak berpengaruh nyata terhadap aw bubuk vanili yang dihasilkan (Lampiran 15).

Kelarutan

Kelarutan bubuk vanili dari berbagai perlakuan berkisar 78,06 - 89,57% (Gambar 10). Dari hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan didapatkan bahwa jenis penyalut berpengaruh nyata terhadap kelarutan bubuk vanili, sedangkan konsentrasi bahan penyalut dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut tidak

berpengaruh nyata terhadap kelarutan bubuk vanili (Lampiran 19 dan Lampiran 20). Bubuk vanili dengan penyalut maltodekstrin memiliki kelarutan lebih tinggi dibanding dengan menggunakan bahan penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8. Hal ini disebabkan sifat asal dari bahan penyalut, maltodekstrin memiliki kelarutan lebih tinggi dibanding pati tapioka termodifikasi Flomax 8. Hal ini berpengaruh terhadap kelarutan bubuk vanili yang dihasilkan.

0,437 0,451 0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 3 : 2 2 : 1 3 : 1 3 : 2 2 : 1 3 : 1

Rasio ekstrak vanili dengan penyalut

Rasio ekstrak vanili dengan penyalut

Maltodekstrin Maltodekstrin : Flomax 8

Aw

10% 20% 30%

Gambar 9 Aw bubuk vanili dari tiap perlakuan

78,06 89,57 0 25 50 75 100 3 : 2 2 : 1 3 : 1 3 : 2 2 : 1 3 : 1

Rasio ekstrak vanili dengan penyalut Rasio ekstrak vanili dengan penyalut

Maltodekstrin Maltodekstrin : Flomax 8

K ela ru ta n ( % ) 10% 20% 30%

Kadar vanilin

Kadar vanilin bubuk vanili dari berbagai perlakuan berkisar 0,40 - 2,17 g/100g (Gambar 11). Kadar vanilin tertinggi didapat dari perlakuan bubuk vanili dengan penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi (2 : 1), konsentrasi penyalut 30% dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut (3 : 1). Dari hasil sidik ragam didapatkan bahwa jenis penyalut, konsentrasi bahan penyalut dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut berpengaruh nyata terhadap kadar vanilin bubuk vanili(Lampiran 23). 0,40 2,17 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3 : 2 2 : 1 3 : 1 3 : 2 2 : 1 3 : 1

Rasio ekstrak vanili dengan penyalut

Rasio ekstrak vanili dengan penyalut

Maltodekstrin Maltodekstrin : Flomax 8

K ada r V ani li n (g/ 100 g 10% 20% 30%

Gambar 11 Kadar vanilin dari tiap perlakuan

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan kadar vanilin bubuk vanili dengan penyalut maltodektrin dan maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 (2 : 1) memiliki perbedaan yang nyata (Lampiran 24). Kadar vanilin bubuk vanili dengan penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 (2 : 1) memiliki nilai lebih tinggi dibanding kadar vanilin dengan penyalut maltodekstrin saja. Hal ini berarti kombinasi penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 (2 : 1) memiliki kemampuan lebih tinggi dalam melindungi kadar vanilin dibanding hanya menggunakan penyalut maltodekstrin saja.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan konsentrasi (10, 20, 30%) menghasilkan nilai yang berbeda nyata terhadap kadar vanilin bubuk vanili (Lampiran 25). Pada rasio ekstrak vanili dengan penyalut sama, kadar vanilin memiliki nilai tertinggi pada konsentrasi terbesar (30%) diikuti pada konsentrasi 20% dan kadar vanilin terendah pada konsentrasi 10%. Hal ini disebabkan vanilin lebih terlindungi oleh penyalut dalam jumlah yang lebih banyak atau konsentrasinya lebih tinggi dibanding dengan konsentrasi lebih rendah.

Konsentrasi penyalut sangat berperan dalam pembentukan crust. Menurut Menting dan Hoogstad (1967) dalam Rosenberg et al. (1990), komponen volatil dapat menguap sampai terbentuknya lapisan keras yang mengelilingi droplet (crust). Kehilangan komponen volatil dapat terjadi jika komponen volatil dapat menguap melalui crust dengan cara berdifusi melalui pori-pori atau celah-celah yang terbentuk pada crust. Pada konsentrasi penyalut yang lebih tinggi crust yang terbentuk lebih kompak sehingga akan mengurangi kehilangan komponen volatil. Peningkatan konsentrasi penyalut selain akan mengurangi waktu pembentukan crust, juga akan mengurangi kehilangan komponen volatil. Dengan viskositas yang semakin tinggi, lapisan yang mengelilingi inti akan terbentuk dengan cepat sehingga inti akan segera terlindungi.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan rasio ekstrak vanili dengan penyalut (3 : 2, 2 : 1, 3 : 1) memberikan nilai yang berbeda nyata terhadap kadar vanilin bubuk vanili(Lampiran 26). Semakin besar rasio ekstrak vanili terhadap penyalut semakin besar kadar vanilin bubuk vanili. Hal ini dapat dimengerti karena semakin banyak ekstrak vanili yang ditambahkan, kadar vanilin yang terkandung juga makin besar sehingga akan menghasilkan kadar vanilin pada bubuk vanili lebih tinggi dibanding kadar vanilin bubuk vanili yang dibuat dengan penambahan ekstrak vanili yang lebih sedikit.

Seperti telah disebutkan di atas, kadar vanilin bubuk vanili tertinggi yaitu 2,17 g/100g didapat dari perlakuan bubuk vanili dengan penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi (2 : 1), konsentrasi penyalut 30% dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut (3 : 1). Sampai saat ini belum ada standar kadar vanilin dalam mikrokapsul atau bubuk, sehingga belum dapat ditarik kesimpulan apakah kadar vanilin bubuk vanili pada penelitian ini lebih rendah atau sudah masuk

standar. Namun dari hasil beberapa ujicoba melarutkan bubuk vanili dalam air, setelah dilarutkan kurang tercium aroma khas vanili dari bubuk vanili ini. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan komponen flavor yang mendukung aroma khas vanili yang terkandung dalam bubuk vanili ini masih rendah. Demikian juga vanilin sebagai komponen utama penyusun flavor vanili dalam bubuk vanili tersebut masih rendah, apalagi komponen flavor yang lain sudah pasti memiliki nilai lebih rendah dari vanilin, sehingga dapat dimengerti mengapa aroma khas vanili bubuk vanilihasil penelitian ini setelah dilarutkan kurang tercium.

Recovery vanilin

Recovery vanilin bubuk vanili dihitung berdasarkan perbandingan jumlah vanilin setelah dienkapsulasi (g/100g) dan jumlah vanilin sebelum dienkapsulasi (g/100g) dikalikan 100. Retensi vanilin bubuk vanili selama pengeringan pada penelitian ini dinyatakan sebagai recovery vanilin bubuk vanili. Dari hasil penelitian diperoleh hasil recovery vanilin bubuk vanili dari berbagai perlakuan berkisar 28,88 - 83,62% (Gambar 12). Recovery vanilin bubuk vanili terbesar adalah 83,62% pada perlakuan menggunakan penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 dengan konsentrasi penyalut 30% dan rasio ekstrak dengan penyalut 3 : 2.

Dari hasil sidik ragam terlihat bahwa jenis penyalut, konsentrasi bahan penyalut dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut berpengaruh nyata terhadap recovery vanilin bubuk vanili (Lampiran 27). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan hasil recovery vanilin bubuk vanili dengan bahan penyalut maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 (2 : 1) memiliki nilai lebih tinggi dibanding dengan penyalut maltodekstrin saja (Lampiran 28). Hal ini dipengaruhi oleh sifat komposisi kimia bahan penyalut. Sifat bahan penyalut tergantung komposisi kimianya (Goubet et al. 1998). Sifat bahan penyalut dapat mempengaruhi retensi, ditentukan dari viskositasnya. Jika viskositas rendah, internal mixing dapat terjadi dan memperlambat pembentukan lapisan semipermeabel, sehingga dapat memperbesar kehilangan komponen volatil.

28,88 83,62 0 20 40 60 80 100 3 : 2 2 : 1 3 : 1 3 : 2 2 : 1 3 : 1 Rasio ekstrak vanili dengan

penyalut

Rasio ekstrak vanili dengan penyalut

Maltodekstrin Maltodekstrin : Flomax 8

R ec o v er y v ani li n ( % ) 10% 20% 30%

Gambar 12 Recovery vanilin (%) bubuk vanili dari tiap perlakuan

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan hasil konsentrasi penyalut (10, 20 dan 30%) menghasilkan hasil yang berbeda nyata terhadap recovery vanilin (Lampiran 29). Pada penelitian ini, peningkatan konsentrasi penyalut sampai 30% meningkatkan recovery vanilin. Hal ini sejalan dengan penelitian Medikasari (1998) dan Shiga et al. (2003). Hasil penelitian Shiga et al. (2003), retensi flavor lenthionine meningkat dengan meningkatnya konsentrasi penyalut (30, 40 dan 50%). Hasil penelitian Reineccius (1989) menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi padatan bahan penyalut meningkatkan retensi flavor diacetyl. Kandungan padatan yang tinggi menyebabkan suspensi menjadi kental. Tingginya viskositas cenderung membatasi terjadinya pindah panas konveksi di dalam kapsul dan akan memperlambat difusi volatil ke permukaan kapsul.

Menurut Rosenberg et al. (1990), konsentrasi padatan mempengaruhi viskositas dan berperan terhadap kehilangan komponen volatil. Viskositas berpengaruh terhadap pergerakan komponen volatil ke permukaan droplet yang dikeringkan. Viskositas dapat dinaikkan sampai nilai optimal untuk meningkatkan retensi. Apabila viskositas terus dinaikkan akan menurunkan retensi komponen

flavor. Sebelum droplet terbentuk di atomizer, emulsi mengalami turbulensi, sehingga dapat mempertinggi kehilangan komponen volatil. Peningkatan viskositas sampai nilai optimum dapat mengurangi internal mixing dan mempertahankan emulsi. Di luar nilai optimalnya, waktu tinggal emulsi di atomizer lebih lama dan pembentukan droplet menjadi terlalu lama, hal ini mempertinggi kehilangan komponen volatil. Peningkatan padatan yang lebih tinggi dapat menyebabkan padatan menjadi tidak larut. Kondisi ini menyebabkan terjadinya celah-celah (crack) pada lapisan (crust) sehingga komponen flavor berdifusi keluar melalui celah-celah yang terbentuk.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan rasio ekstrak vanili dengan penyalut (3 : 2, 2 : 1, 3 : 1) memberikan nilai yang berbeda nyata terhadap recovery vanilin bubuk vanili (Lampiran 30). Hasil penelitian menunjukkan recovery vanilin bubuk vanili dari perlakuan rasio ekstrak vanili dan penyalut 3 : 2 lebih tinggi dibandingkan rasio 2 : 1 dan 3 : 1. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hustiany (2006) dan Soottitantawat (2004). Bhandari et al. (1992) melakukan penambahan penyalut untuk meningkatkan retensi flavor. Dengan penyalut yang lebih banyak dan flavor lebih sedikit, flavor akan lebih banyak terlindungi oleh penyalut selama pengeringan.

IV. Retensi vanilin selama penyimpanan

Pola retensi vanilin dapat diketahui dengan cara melakukan penyimpanan selama enam minggu terhadap bubuk vanili. Pada penelitian ini sampel disimpan pada tiga suhu penyimpanan yaitu suhu pada suhu 4oC, 30oC dan 55oC. Suhu 4oC mewakili penyimpanan pada suhu dingin dan suhu 30oC mewakili suhu kamar. Penyimpanan produk pada suhu tinggi tidak umum dilakukan, tetapi pada penelitian ini dilakukan penyimpanan bubuk vanili pada suhu 55oC dengan alasan untuk melihat cepatnya terjadi kerusakan karena pengaruh suhu.

Bubuk vanili disimpan dalam botol kaca bertutup. Bubuk vanili yang disimpan dibuat dari perlakuan bahan penyalut maltodekstrin (A) dan maltodekstrin yang dikombinasikan dengan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 (2 : 1) (B), konsentrasi penyalut masing-masing 30% dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut 3 : 1. Kedua perlakuan ini dipilih berdasarkan nilai kadar vanilin tertinggi bubuk vanili dengan penyalut maltodekstrin dan maltodekstrin

yang dikombinasikan dengan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 (2 : 1) dari penelitian tahap III, yaitu diperoleh dari perlakuan konsentrasi penyalut 30% dan rasio ekstrak vanili dengan penyalut 3 : 1.

Setelah dilakukan penyimpanan selama enam minggu, diketahui bahwa retensi vanilin cenderung menurun selama penyimpanan pada semua suhu penyimpanan (Gambar 13 dan Gambar 14). Dari hasil sidik ragam retensi vanilin selama penyimpanan, menunjukkan bahwa faktor suhu (4, 30 dan 55 oC) dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap retensi vanilin selama penyimpanan baik untuk bubuk vaniliA maupun B (Lampiran 31 dan Lampiran 34).

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan suhu penyimpanan (4oC, 30oC dan 55oC) memberikan nilai yang berbeda nyata terhadap retensi vanilin selama penyimpanan, baik untuk bubuk vanili A maupun B (Lampiran 32 dan Lampiran 35). Penurunan retensi vanilin untuk bubuk vanili A dan bubuk vanili B memperlihatkan pola yang sama. Penurunan retensi vanilin terbesar suhu 55oC, diikuti oleh suhu 30oC dan 4oC.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan lama penyimpanan memberikan nilai yang berbeda nyata terhadap retensi vanilin selama penyimpanan, baik untuk bubuk vanili A maupun B (Lampiran 33 dan Lampiran 36). Penyimpanan sampai minggu ke-4, pengaruh lama penyimpanan terhadap retensi vanilin bubuk vanili A dan B menunjukkan pola yang sama. Penyimpanan minggu ke-0 sampai minggu ke-2 menunjukkan hasil yang berbeda nyata, penyimpanan minggu ke-2 dan ke-3 tidak berbeda nyata, penyimpanan minggu ke-3 dan ke-4 berbeda nyata. Untuk bubuk vanili A, penyimpanan minggu ke-4 dan ke-5 menunjukkan hasil tidak berbeda nyata, tetapi minggu ke-5 dan ke-6 berbeda nyata. Sedangkan untuk bubuk vanili B, penyimpanan minggu ke-4 sampai minggu ke-6 menunjukkan hasil berbeda nyata.

Selama penyimpanan retensi vanilin mengalami penurunan. Hal ini disebabkan terjadi perubahan komposisi kimia yang dapat berakibat pada perubahan berbagai komponen flavor, termasuk vanilin. Menurut Cheetam (2002), perubahan selama penyimpanan dapat terjadi karena interaksi di antara komponen seperti reaksi oksidasi-reduksi. Wilbraham dan Matta (1992) menyatakan dua dari tiga gugus fungsi yang dimiliki vanilin yakni gugus aldehid

(-COH) dan hidroksil (-OH) dapat teroksidasi karena keberadaan oksigen di sekelilingnya. Aldehid jika teroksidasi akan menjadi asam karboksilat (-COOH), sedangkan hidroksil akan berubah menjadi aldehid (-COH).

Gambar 13 Pola retensi vanilin bubuk vaniliA

0 20 40 60 80 100 1 2 3 4 5 6 7

Lama penyimpanan (minggu)

Retensi va nilin se lama p e nyimp a n a n (%) 4°C 30°C 55°C 0 20 40 60 80 100 1 2 3 4 5 6 7

Lama penyimpanan (minggu)

4°C 30°C 55°C Retensi vanilin selama pe ny imp a n a n (%)

Penurunan retensi vanilin selama penyimpanan sejalan dengan hasil penelitian Anklam et al. (1997) dalam Sofyaningsih (2007), di mana vanilin dalam susu segar yang disimpan mengalami penurunan selama penyimpanan mengalami penurunan. Penurunan vanilin terjadi karena vanilin teroksidasi menjadi asam vanilat. Proses oksidasi vanilin dalam susu segar dipengaruhi konsentrasi vanilin yang ditambahkan ke dalam susu. Stabilitas vanilin dalam susu segar yang disimpan pada suhu 22 oC selama 6 jam mengakibatkan semua vanilin dioksidasi menjadi asam vanilat dalam susu segar yang mengandung 900 ppm vanilin masih tersisa 90%. Proses oksidasi juga dipengaruhi oleh waktu. Setelah 3 jam penyimpanan, pada sampel yang mengandung 2 ppm vanilin terjadi oksidasi vanilin menjadi asam vanilat sekitar 50%, sedangkan setelah 6 jam vanilin teroksidasi seluruhnya.

Laju penurunan retensi vanilin berdasarkan persamaan Arrhenius

Laju penurunan retensi vanilin dapat diketahui menggunakan persamaan Arrhenius untuk mengukur energi aktivasi (Ea) pada suhu T(oK). Persamaan Arrhenius yaitu :

k = ko.e-Ea/RT

Persamaan di atas dilogaritmakan sehingga didapat persamaan : ln k = ln ko- Ea/RT

di mana : ko = konstanta laju absolut

k = konstanta laju penurunan pada suhu T Ea = Energi aktivasi (J/mol)

R = Konstanta gas ideal (8,314 JK-1mol-1) T = Suhu absolut (oK)

Nilai k dari masing-masing suhu digunakan untuk menentukan nilai energi aktivasi (Ea) vanilin pada suhu T, dengan persamaan Arrhenius. Dari persamaan yang didapat dengan cara menghubungkan antara ln k dan 1/T, akan diperoleh kemiringan yang merupakan Ea/R (Ea adalah energi aktivasi dan R adalah konstanta gas ideal) dan perpotongan yang merupakan ln ko. Adapun parameter-parameter persamaan Arrhenius bubuk vanili A dan B dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Parameter persamaan Arrhenius bubuk vanili A dan B Bubuk Vanili Suhu Penyimpanan k ln k T (oK) 1/T Ea (kJ/mol) ko 4 oC 0,0501 -2,994 277 0,00361 30 oC 0,0690 -2,674 303 0,00333 6,25 0,7838 A 55 oC 0,0763 -2,573 328 0,00305 4 oC 0,0491 -3,014 277 0,00361 30 oC 0,0525 -2,947 303 0,00333 6,31 0,7241 B 55 oC 0,0751 -2,589 328 0,00305

Dari parameter-parameter persamaan Arrhenius, maka dapat diduga konstanta laju penurunan retensi vanilin bubuk vanili A dan B. Apabila suhu penyimpanan diasumsikan 27oC, maka laju penurunan retensi vanilin bubuk vanili A yaitu :

k = 0,7838 . e -6250,382/( 8,314 . (273 + 27)) k = 0,7838 . e -2,505967

k = 0,0639

Laju penurunan retensi vanilin bubuk vanili B yaitu : k = 0,7241. e -6309,744/( 8,314 . (273 + 27))

k = 0,7241. e -2,529767 k = 0,0577

Nilai Ea dapat digunakan untuk melihat laju penurunan retensi vanilin. Semakin kecil nilai Ea berarti laju penurunan retensi vanilin semakin cepat. Sebaliknya, nilai Ea semakin besar berarti laju penurunan retensi vanilin turun lebih lambat dengan adanya perubahan suhu.

Dari hasil perhitungan persamaan Arrhenius (Tabel 6), diketahui Ea bubuk vaniliA lebih kecil dibanding Ea bubuk vanili B. Hal ini berarti laju penurunan retensi vanilin bubuk vanili A lebih cepat dibanding laju penurunan retensi vanilin bubuk vanili B. Dari perhitungan nilai k, laju penurunan retensi vanilin bubuk vanili A lebih besar dibanding laju penurunan retensi vanilin bubuk vanili B. Hasil ini sesuai dengan perhitungan nilai Ea.

Nilai Ea merupakan suatu ukuran sensitivitas suhu terhadap reaksi, misalnya seberapa cepat reaksi akan terjadi apabila suhu dinaikan (Robertson 1993). Nilai Ea bubuk vanili A dan B yaitu 6,25 dan 6,31 kJ/mol, dilihat dari

nilai Ea diketahui jenis reaksi yang terjadi yaitu reaksi difusi terkontrol. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7. Nilai Ea bubuk vanili A dan B berada pada kisaran 0-34 kJ/mol.

Tabel 7 Nilai Ea dan jenis reaksi yang terjadi

Jenis Reaksi Ea (kJ/mol)

Reaksi difusi terkontrol Oksidasi lipid

Degradasi flavor dalam sayuran kering Reaksi enzimatis

Degradasi vitamin

Degradasi warna dalam sayuran kering Pencoklatan non enzimatis

0 - 34 42 -105 42 - 105 42 - 126 84 - 126 67 - 147 105 - 210 Sumber : Robertson (1993)

Laju penurunan retensi vanilin berdasarkan persamaan Avrami

Laju penurunan retensi vanilin bubuk vanili pada penelitian ini juga dihitung berdasarkan persamaan Avrami. Persamaan Avrami merupakan suatu persamaan yang dapat digunakan untuk melihat laju penurunan retensi flavor terenkapsulasi. Beberapa penelitian yang telah menggunakan persamaan ini untuk penentuan flavor terenkapsulasi seperti penelitian yang dilakukan oleh Yoshii et al. (2003), Soottitantawat et al. (2005) dan Hustiany (2006). Persamaan Avrami yaitu :

R = exp [- (kt)n

]

Kemudian persamaan di atas dilogaritmakan sebanyak dua kali sehingga didapat persamaan :

-ln(ln R) = n lnk + n lnt Di mana :

n = parameter untuk menentukan mekanisme laju penurunan retensi vanilin k = konstanta laju penurunan vanilin

R = retensi vanilin selama penyimpanan t = waktu penyimpanan.

Berdasarkan perhitungan persamaan Avrami pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa penurunan retensi vanilin bubuk vanili A dan B paling besar terjadi pada

suhu 55oC, diikuti oleh suhu 30oC dan 4oC. Hal ini sesuai dengan pola penurunan retensi vanilin bubuk vanili A dan B pada Gambar 13 dan 14 di atas. Menurut persamaan Avrami, nilai n semakin besar dengan semakin cepatnya penurunan retensi komponen flavor, sedangkan nilai k semakin kecil dengan semakin lambatnya penurunan retensi komponen flavor. Dari Tabel 8 dapat dilihat, nilai n bubuk vanili A dan B pada suhu 55oC paling besar diikuti oleh bubuk vanili yang disimpan pada suhu 30oC dan 4oC. Hal ini berarti bubuk vanili yang disimpan pada suhu 55oC paling cepat mengalami penurunan retensi vanilin. Demikian pula dengan nilai k. Nilai k bubuk vanili A dan B pada suhu 55oC paling besar diikuti oleh bubuk vanili yang disimpan pada suhu 30oC dan 4oC. Hal ini berarti sampel bubuk vanili yang disimpan pada suhu 4oC paling lambat mengalami penurunan retensi vanilin.

Tabel 8 Hasil perhitungan persamaan Avrami Bubuk

Vanili

Suhu

Penyimpanan Persamaan Avrami n k R

2 4oC y = 0,0121x - 1,5123 0,0121 5,2708 e-55 0,8381 30oC y = 0,0196x - 1,5142 0,0196 2,8092 e-34 0,9481 A 55oC y = 0,0232x - 1,5039 0,0232 7,0425 e-29 0,9078 4oC y = 0,0128x - 1,5231 0,0128 2,1052 e-52 0,9633 30oC y = 0,0134x - 1,5184 0,0134 6,1673 e-50 0,9268 B 55oC y = 0,0219x - 1,5122 0,0219 1,0279 e-30 0,8728

Dari perhitungan berdasarkan persamaan Avrami, terbukti suhu berpengaruh terhadap retensi flavor terenkapsulasi. Soottintawat et al. (2004) menyatakan semakin tinggi suhu penyimpanan, pelepasan flavor terenkapsulasi meningkat. Hal ini dapat dimengerti karena semakin tinggi suhu berbagai reaksi kimia yang melibatkan komponen flavor termasuk mekanisme pelepasan flavor semakin cepat terjadi. Dengan keterangan di atas dapat diperoleh penjelasan kenapa pada suhu lebih tinggi retensi vanilin lebih cepat turun.

Waktu paruh bubuk vanili

Pada penelitian ini dilakukan perhitungan waktu paruh (t½) bubuk vanili, seperti yang dilakukan oleh Cai & Corke (2000) dan Krishnan et al. (2005) pada produk yang mereka enkapsulasi. Waktu paruh (t½) didefinisikan sebagai waktu untuk mengurangi suatu nilai menjadi 50%, dihitung dari slope ‘k’, waktu paruh (t½) dinyatakan dengan rumus t½ = 0,693/k. k merupakan slope dari persamaan regresi yang menghubungkan ln persen retensi vanilin selama penyimpanan dengan waktu penyimpanan. Grafik hubungan ln k dengan waktu penyimpanan bubuk vanili A dan B dapat dilihat pada Gambar 15 dan Gambar 16. Dari hasil perhitungan waktu paruh, didapatkan nilai waktu paruh bubuk vanili yang bervariasi untuk berbagai suhu penyimpanan (Tabel 9).

y = -0,1063x + 4,5468 R2 = 0,9551 y = -0,0906x + 4,5701 R2 = 0,9591 y = -0,0604x + 4,5678 R2 = 0,8907 3,80 3,90 4,00 4,10 4,20 4,30 4,40 4,50 4,60 4,70 0 1 2 3 4 5 6 7 minggu

ln

%

r

et

en

si v

a

n

il

in

4°C 30°C 55°C

Gambar 15 Hubungan ln % retensi vanilin dengan waktu penyimpanan bubuk vanili A

Gambar 16 Hubungan ln % retensi vanilin dengan waktu penyimpanan bubuk vanili B

Tabel 9 Waktu paruh bubuk vaniliA dan B Bubuk

vanili

Suhu

penyimpanan Persamaan regresi k t½ (minggu) 4oC y = -0,0604x + 4,5678 R2 = 0,8907 0,0604 11,47 30oC y = -0,0906x + 4,5701 R2 = 0,9591 0,0906 7,65 A 55oC y = -0,1063x + 4,5468 R2 = 0,9551 0,1063 6,52 4oC y = -0,0584x + 4,5936 R2 = 0,9751 0,0584 11,87 30oC y = -0,0634x + 4,5823 R2 = 0,9481 0,0634 10,93 B 55oC y = -0,1007x + 4,5652 R2 = 0,9135 0,1007 6,88

Waktu paruh bubuk vanili pada penelitian ini cukup singkat, di mana waktu paruh terbesar kurang dari 3 bulan. Waktu paruh terbesar 11,47 dan 11,87 minggu untuk bubuk vanili A dan B yang disimpan pada suhu penyimpanan 4oC. Waktu paruh terkecil yaitu bubuk vanili A dan B yang disimpan pada suhu penyimpanan 55oC yaitu 6,52 dan 6,88 minggu. Waktu paruh bubuk vanili A yang disimpan pada suhu penyimpanan 30oC yaitu 7,65 minggu, sementara

y = -0,1007x + 4,5652 R2 = 0,9135 y = -0,0634x + 4,5823 R2 = 0,9481 y = -0,0584x + 4,5936 R2 = 0,9751 3,90 4,00 4,10 4,20 4,30 4,40 4,50 4,60 4,70 0 1 2 3 4 5 6 7 minggu ln % r e te n si v a n ilin 4°C 30°C 55°C

waktu paruh bubuk vanili B yang disimpan pada suhu penyimpanan 30oC mendekati bubuk vanili B yang disimpan pada suhu penyimpanan 4oC yaitu

Dokumen terkait