• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perbandingan Umpan dan Pelarut Campuran Heksana dan Etil Asetat (1:1) (v/ v ) terhadap Rendemen Kristal Likopen (g/110

METODOLOGI PENELITIAN

3.5 FLOWCHART PENELITIAN .1 Flowchart Persiapan Bahan Baku

4.1.2 Pengaruh Perbandingan Umpan dan Pelarut Campuran Heksana dan Etil Asetat (1:1) (v/ v ) terhadap Rendemen Kristal Likopen (g/110

gr)

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh pengaruh perbandingan pelarut dan umpan (v/v) terhadap rendemen likopen yang terekstrak dengan adanya

penambahan metanol sebagai antisolvent dalam berbagai variasi volum. Hal ini dapat digambarkan melalui grafik Gambar 4.3 sebagai berikut :

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Umpan dan Pelarut (v/v) Terhadap

Rendemen Kristal Likopen (g/110 gr)

Gambar 4.3 menunjukkan hubungan perbandingan umpan dan pelarut heksana dan etil asetat (1:1) (v/v) terhadap rendemen kristal likopen melalui suatu

pemurnian dengan penambahan metanol sebagai antisolvent dengan variasi volum sebanyak 50 ml, 100 ml, 150 ml dan 200 ml.

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat pelarut campuran heksana dan etil asetat meningkatkan kelarutan karotenoid non polar yaitu likopen dalam meningkatkan yield dan rendemen likopen. Pada perbandingan (F/S) 1:2; 1:2,5; 1:3 dan 1:3,5 terjadi peningkatan rendemen kristal likopen. Terlihat bahwa semakin banyak jumlah pelarut, maka kontak zat terlarut dengan pelarut akan semakin besar dan rendemen ekstrak yang diperoleh akan semakin tinggi. Hal ini

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 1:2 1:2,5 1:3 1:3,5 1:4 1:4,5 L ik o pen ( g /1 1 0 g r) Perbandigan (F/S) Volume antisolvent = 50 ml Volume antisolvent= 100ml Volume antisolvent= 150 ml Volume antisolvent= 200 ml

disebabkan oleh terjadinya gradien perpindahan massa (driving force) zat terlarut dari suatu padatan ke badan cairan (pelarut) dengan baik [40].

Pada proses ekstraksi dengan perbandingan 1:2 dan 1:2,5, diperoleh rendemen likopen terendah. Hal ini disebabkan jumlah pelarut relatif sedikit lebih besar dibandingkan jumlah umpan (bahan baku) sehingga solute yang terlarut dalam larutan tidak terdistribusi dengan baik ke dalam solven. Dalam hal ini, proses ekstraksi belum berjalan secara maksimal yang menyebabkan solven cepat jenuh terhadap solute yang ada. Sementara pada variabel perbandingan 1:3 dan 1:3,5 dengan pelarut cenderung lebih banyak dibandingkan umpan akan diperoleh rendemen likopen terekstrak yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan likopen (solute) yang terkandung dalam jus tomat terpenetrasi dengan baik ke dalam pelarut akibat luasnya permukaan kontak yang terjadi antara likopen yang terkandung di dalam jus tomat terhadap pelarut.

Adapun pada variabel perbandingan 1:4 diperoleh kadar kristal likopen optimum selama proses ekstraksi dan kristalisasi pada berbagai perbandingan volume metanol sebagai antisolvent 50 ml, 100 ml, 150 ml, dan 200 ml. Menurut USDA National Nutrient Data Base [41], bahwa kadar likopen yang terdapat pada buah tomat adalah 3041 g/100 gram. Sedangkan massa 150 ml jus tomat adalah 110 gram. Sehingga kandungan likopen per 110 gram tomat adalah 3345,1 g. Adapun rendemen kristal likopen yang diperoleh pada kondisi optimum ini sebesar 1930; 1970; 2090 dan 2550 g/110 gram. Hasil ini menggambarkan bahwa jumlah bahan (jus tomat) telah sesuai dan sebanding dengan jumlah pelarutnya sehingga kontak yang terjadi antara pelarut (solvent) dengan likopen terjadi dengan sangat baik. Dengan penambahan jumlah pelarut yang sebanding ini, maka akan menyebabkan renggangnya molekul padatan sehingga likopen yang diinginkan terpenetrasi dengan baik ke dalam badan cairan. Hal ini telah sesuai dengan teori, bahwa jumlah pelarut yang lebih besar akan mengekstrak zat terlarut lebih banyak dengan konsekuensi adanya larutan umpan (feed solution)

yang terikut ketika pemisahannya [42].

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Maulida dan Naufal [12] menggunakan tiga pelarut campuran diperoleh kandungan likopen sebesar 4510

etanol) memiliki efisiensi yang lebih baik dibanding dua pelarut campuran (heksana dan etil asetat) dengan metode yang sama.

Sedangkan pada variabel perbandingan 1:4,5, rendemen kristal likopen mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan. Hal ini dapat diakibatkan karena jumlah pelarut yang terlalu banyak dan tidak efisien menyebabkan kontak yang kurang baik antara pelarut dengan solut. Selain itu, jumlah pelarut yang terlalu banyak akan menyebabkan impuritis yang ikut terlarut akan menyebabkan perubahan komponen dari bahan yang diekstrak. Impuritis yang terlalu banyak merupakan salah satu faktor penghambat proses kristalisasi dengan antisolvent.

Adapun sejumlah impuritis yang berpengaruh terhadap kemurnian likopen ini adalah residu pelarut yang terikut bersama likopen serta sejumlah logam dan arsenik yang menurunkan nilai rendemen kristal likopen tersebut.

Dalam penelitian ini, digunakan pelarut etil asetat yang memiliki koefisien distribusi sebesar 0,9 dan n-heksana sebesar 0,01 [43]. Hal ini mengungkapkan bahwa pelarut campuran heksana dan etil asetat dapat meningkatkan rendemen ekstraksi. Sehingga, campuran heksana (non polar) dan etil asetat (semi polar) mengabsorbsi secara mudah likopen (non polar) dari jaringan tumbuhan.

Sedangkan, metanol yang digunakan sebagai antisolvent dalam penelitian ini, juga bertindak sebagai agen presipitasi. Dengan mempertimbangkan metanol yang memiliki koefisien dielektrik yang cukup besar, maka metanol dijadikan sebagai antisolvent yang baik dibandingkan pelarut lainnya. Selain itu, metanol juga memiliki nilai koefisien partisi yang tinggi dalam melarutkan beta karoten dan trigliserida. Namun, metanol menunjukkan koefisien partisi yang rendah untuk mengendapkan likopen dalam larutan [9]. Hasil penelitian telah sesuai teori, dimana menurut Wang, et al (2013) [44], dengan semakin meningkatnya penambahan rantai panjang alkil alkohol, maka akan mengurangi kelarutan likopen dalam larutan membentuk kristal padatan murni.

Pengkristalan ini merupakan proses pemurnian suatu zat terlarut (diinginkan) menjadi suatu kristal dengan ukuran homogen maupun heterogen. Pengkristalan ini terjadi apabila konsentrasi antisolvent lebih besar dibandingkan konsentrasi zat terlarut yang diinginkan dalam kondisi kesetimbangan. Dengan

memperhatikan faktor bahwa pelarut yang bersifat volatil (mudah menguap) maka akan mempercepat proses pengkristalan pada kondisi supersaturated.

Gambar 4.3 juga menunjukkan hubungan volume metanol (ml) sebagai

antisolvent pada proses kristalisasi terhadap rendemen kristal likopen (g/110 gr).

Dapat dilihat bahwa, dengan semakin bertambahnya volume metanol sebagai antisolvent kristalisasi maka akan meningkatkan rendemen kristal likopen.

Pada perbandingan 1:2; 1:2,5; 1:3; 1:3,5 dengan variasi penambahan metanol sebagai antisolvent 50 ml, 100 ml, 150 ml dan 200 ml diperoleh peningkatan rendemen kristal likopen. Dan pada perbandingan 1:4 dengan volume metanol sebagai antisolvent sebesar 50 ml, 100 ml, 150 ml dan 200 ml diperoleh peningkatan rendemen likopen yang paling tinggi sebesar 1930; 1970; 2090 dan 2550 g/110 gr sampel melalui penambahan metanol sebagai

antisolvent. Dimana, menurut USDA National Nutrient Data Base [41], bahwa kadar likopen yang terdapat pada buah tomat adalah 3041 g/100 gram. Hal ini menggambarkan bahwa, rendemen likopen terekstrak sesuai dengan kandungan likopen pada teori meskipun kadar likopen yang diperoleh belum maksimum yang dikarenakan jenis pelarut dan kondisi operasi. Sedangkan pada perbandingan 1:4,5 juga terjadi peningkatan rendemen kristal likopen dengan berbagai variasi volum antisolvent.

Yang menjadi titik ukur terhadap penelitian ini adalah rasio pelarut terhadap volume antisolvent sebagai suatu parameter terpenting dalam pembentukan kristal. Dengan penambahan antisolvent yang dilakukan dengan berbagai variasi volum terhadap ekstrak likopen yang diperoleh maka akan diperoleh kemurnian yang lebih tinggi melalui proses kristalisasi menjadi kristal dalam bentuk partikel mikro maupun nano.

Hasil penelitian ini telah sesuai dengan teori yang dilakukan oleh Zhang et al (2009) [45] dimana dengan penambahan antisolvent yang cukup besar maka akan meningkatkan rasio pengendapan zat terlarut yang terekstrak dengan baik akibat efek dilusi dan peningkatan ikatan molekul pelarut melalui ikatan hidrogen. Hal tersebut akan mempercepat laju nukleasi dan pembentukan kristal dengan konsentrasi zat terlarut yang akan semakin rendah. Dengan semakin

bertambahnya rantai panjang alkil alkohol, maka akan membentuk kristal yang lebih banyak pada waktu tertentu.

Parameter yang proses kristalisasi ini merupakan suatu gaya paksa (driving force) yakni potensial kimia antara larutan dan fasa padatan yang dilakukan pada keadaan supersaturated yaitu pendinginan, penguapan, dan penambahan

antisolvent. Selain itu, dengan adanya penambahan alkohol yang memiliki kepolaran yang lebih baik dalam karoten akan mengurangi kelarutan likopen dalam larutan sehingga membentuk kristal padatan murni.

Adapun pemilihan metanol sebagai antisolvent pada tahap kristalisasi adalah sifat kepolarannya yang lebih polar dengan nilai koefisien dielektrik yang cukup besar dibandingkan antisolvent lainnya [46]. Menurut Sriamornsak dan Kanokprorn [47], semakin banyak jumlah metanol sebagai antisolvent ditambahkan ke dalam larutan, maka laju pembentukan inti tinggi. Sehingga jumlah kristal yang diperoleh akan semakin banyak dan terbentuk berupa partikel-partikel koloid selama pengendapan berlangsung sehingga akan mempermudah pemisahan antara zat terlarut dan larutannya.

Dalam penelitian ini, kondisi supersaturated dilakukan dengan cara pemanasan, pendinginan dan penambahan antisolvent yang mempengaruhi laju pembentukan kristal dan ukuran kristal yang diperoleh.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa adanya penambahan antisolvent akan semakin meningkatkan rendemen likopen yang terekstrak. Dan hal tersebut terjadi pada jumlah volume antisolvent yang maksimal sebesar 200 ml dengan rendemen kristal likopen sebesar 2550 g/110 gram.

BAB V