• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh perbedaan waktu perendaman gigi dalam minuman berkarbonasi dan aquadest (kelompok kontrol) setelah 1 menit, 5

menit dan 25 menit terhadap kekuatan tekan gigi

Kekuatan tekan merupakan sifat mekanik yang digunakan menguji material yang rapuh / getas seperti enamel. Enamel merupakan jaringan biologis yang keras dan kaku tetapi tidak memiliki pembuluh darah dan saraf sehingga sangat berperan penting dalam menahan gaya mastikasi yang besar serta melindungi dentin dan pulpa dibawahnya yang masih vital.49 Penurunan nilai rerata kekuatan tekan gigi pada penelitian ini diperoleh juga oleh penelitian Yusuf dkk (2013)yang menggunakan sampel gigi molar mandibula dan minuman berkarbonasi (coca cola) yang diletakkan pada alat wet abrasive wear tester, kemudian sampel diputar sebanyak 250.000 putaran dengan kecepatan 100 rpm. Hasil penelitian Yusuf tersebut menunjukkan adanya penurunan kekuatan tekan gigi yang signifikan pada minuman berkarbonasi (coca cola) sebesar 2.538,80 ± 151,30 Newton jika dibandingkan dengan kekuatan tekan gigi pada air (kontrol) sebesar 3.988,40 ± 97,71 Newton.

Penelitian Yusuf dkk (2013) mendapatkan bahwa penurunan kekuatan tekan yang terjadi akibat kontak dengan minuman asam ber pH rendah juga ditemukan pada bahan restorasi dimana terjadi adanya penurunan kekuatan tekan bahan restorasi berbahan dasar komposit yang signifikan pada minuman berkarbonasi (coca cola) sebesar 2.171,6 ± 259,5 Newton jika dibandingkan dengan kekuatan tekan bahan restorasi pada air (kontrol) sebesar 5.393,0 ± 143,3 Newton.8

Penurunan nilai rerata kekuatan tekan gigi setelah perendaman dalam minuman berkarbonasi dapat dipengaruhi oleh proses demineralisasi pada enamel. Demineralisasi adalah proses hilangnya sebagian atau seluruh mineral enamel akibat pelarutan oleh asam secara kimia.50 Proses demineralisasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor (multifaktorial) seperti faktor biologis (karakteristik saliva baik dari aliran maupun efek buffernya, pelikel gigi, anatomi dan struktur gigi serta jaringan lunak disekitarnya), faktor kimia, faktor perilaku/ sikap (behavioral) serta faktor-faktor pendukung lainnya seperti status sosial ekonomi, edukasi, pengetahuan, serta

kesehatan umum.Faktor perilaku / kebiasaan yaitu kebiasaan individu mengonsumsi makanan dan minuman asam yang meliputi frekuensi dan cara minum atau makan, gaya hidup sehat dan tidak sehat, pekerjaan, kebiasaan regrugitasi (GERD), bulimia, muntah, adanya pengkonsumsian obat-obatan seperti vitamin C serta kebiasaan menggosok gigi setelah mengonsumsi makanan dan minuman asam yang dapat memperparah terjadinya erosi gigi.43,50,51

Dari hasil kuesioner didapatkan data yang menyangkut faktor perilaku/ kebiasaan sampel yaitu 60% sampel mengonsumsi minuman ringan dan 40% lainnya tidak, sedangkan 25% sampel mengonsumsi makanan asam dan 75% lainnya tidak. Kegemaran individu dalam mengonsumsi minuman ringan juga ditunjukkan oleh penelitian Kannan dkk (2013) bahwa dari 287 individu yang diteliti terdapat 279 individu yang suka mengonsumsi minuman ringan sedangkan hanya 8 individu lainnya yang tidak suka mengonsumsi minuman ringan.51 Menurut Bamise CT dkk (2009) bahwa kandungan asam seperti asam sitrat, asam fosfor, asam maleat dan asam tartarat yang umumnya terdapat dalam minuman ringan dapat berpotensi menyebabkan demineralisasi.40 Hal yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian Kannan A (2013) dkk bahwa dijumpai adanya erosi gigi pada individu yang mengonsumsi minuman ringan sedangkan tidak dijumpai adanya erosi gigi pada individu yang tidak mengonsumsi minuman ringan tersebut.51

Dari hasil kuesioner mengenai frekuensi minum sampel didapatkan 30% sampel mengonsumsi minuman ringan dengan frekuensi 1-2x/ minggu (jarang); 21,43% sampel mengonsumsi dengan frekuensi ≥ 3x/ minggu (sedang); 8,57% sampel mengonsumsi dengan frekuensi 1-2x/hari (sering) dan tidak ada sampel (0%) yang mengonsumsinya >2x/hari (sangat sering). Menurut Pintauli S (2005,2012) bahwa frekuensi mengonsumsi minuman ringan dapat mempengaruhi kemampuan erosif gigi.44 Penelitian Kannan A dkk (2013) menunjukkan bahwa erosi yang mengenai enamel lebih banyak terdapat pada individu yang mengonsumsi minuman ringan setiap hari (61,23%) dibandingkan individu yang hanya mengonsumsinya seminggu sekali (17,65%

).

51

Hasil kuesioner pada penelitian ini didapatkan bahwa kebanyakan individu mengonsumsi minuman ringan hanya dengan frekuensi 1-2x /

minggu (jarang) sehingga kemungkinan frekuensi minum ini masih belum berdampak besar terhadap keadaan sampel gigi dari individu tersebut.

Ditinjau dari metode mengonsumsi minuman, hasil kuesioner menunjukkan data mengenai cara mengonsumsi dan menghabiskan minuman ringan dimana dari cara mengonsumsi minuman ringan terdapat 38,57% sampel menggunakan sedotan; 12,86% langsung dari kemasan / botol dan 8,57% menggunakan gelas, sedangkan dari cara menghabiskan minuman ringan terdapat 30% sampel yang menghabiskan dengan cara langsung ditelan dan 30% sampel menghabiskan dengan minum sedikit demi sedikit serta tidak ada sampel yang menghabiskannya dengan cara mengulum (0%). Menurut Pintauli S (2005, 2012) bahwa selain frekuensi minum, metode mengonsumsi minuman ringan juga dapat mempengaruhi kemampuan erosif gigi.44 Bamise CT dkk (2009) berpendapat bahwa metode individu mengonsumsi minuman ringan berpengaruh terhadap lama gigi berkontak dengan minuman ringan tersebut.40 Pada dasarnya terdapat enam metode minum yaitu mengulum, menghisap pendek dan menghisap panjang baik menggunakan sedotan maupun gelas, menyusui, mengisap dari botol serta menelan langsung dimana hal ini sangat berpengaruh pada pH permukaan gigi sehingga dapat beresiko terhadap terjadinya erosi. Mengulum merupakan salah satu metode minum yang menyebabkan pH rongga mulut menurun paling banyak sehingga resiko terjadinya demineralisasi meningkat sedangkan menelan langsung merupakan metode minuman yang menyebabkan penurunan pH yang paling sedikit. 2,40,44

Metode mengonsumsi minuman ringan yang dianjurkan adalah dengan menggunakan sedotan dan langsung ditelan karena penggunaan sedotan dapat mengurangi kontak minuman ringan dengan gigi dan kebiasaan langsung menelan minuman dapat mengurangi lamanya waktu gigi terpapar dengan minuman ringan tersebut.40 Hasil kuesioner pada penelitian ini menunjukkan kebanyakan individu mengonsumsi minuman ringan dengan menggunakan sedotan yang dapat mengurangi kontak gigi dengan minuman karena minuman dapat langsung dialirkan ke tenggorokan dan tidak ada individu yang menghabiskan minuman ringan dengan

cara mengulum sehingga sampel gigi yang didapatkan dari individu ini kemungkinan masih belum banyak terpengaruh oleh efek minuman ringan tersebut.

Ditinjau dari hasil kuesioner mengenai tindakan yang dilakukan setelah mengonsumsi minuman ringan, terdapat 47,14% sampel yang tidak melakukan apa-apa; 12,86% kumur-kumur/ minum air putih dan tidak ada sampel yang menyikat gigi setelah mengonsumsi minuman ringan (0%). Beberapa hal yang disarankan agar dapat mengonsumsi minuman ringan dengan aman yaitu usahakan minum susu, air putih atau makan keju setelah mengonsumsi minuman ringan yang mengandung asam; tidak dibenarkan menyikat gigi setelah mengonsumsi minuman karena adanya trauma mekanis yang dapat mempercepat kehilangan material anorganik enamel saat kekerasan enamel menurun atau sedang terjadi pelunakan enamel; tidak dibenarkan mengulum minuman dalam mulut2,40,44,50; sebaiknya diminum langsung atau harus dicairkan; meminum minuman ringan hanya pada waktu makan; sebaiknya menggunakan sedotan.2,40,44; meminum minuman ringan yang didinginkan karena sifat erosifnya berkurang dimana suatu penelitian menunjukkan bahwa kedalaman erosi akan meningkat signifikan sesuai dengan peningkatan temperatur minuman.40,50 Hasil kuesioner pada penelitian ini menunjukkan tidak ada individu yang menyikat gigi paska mengonsumsi minuman ringan sehingga dari hasil pemeriksaan klinis didapatkan bahwa sampel gigi yang digunakan dalam penelitian ini masih dalam keadaan normal serta masih memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Hasil uji Anova satu arah pada kelompok perendaman gigi dalam minuman berkarbonasi terhadap kekuatan tekan gigi menunjukkan adanya pengaruh waktu perendaman terhadap penurunan kekuatan tekan gigi setelah 1 menit, 5 menit dan 25 menit. Besarnya penurunan kekuatan tekan gigi tergantung pada tingginya proses demineralisasi karena demineralisasi enamel oleh asam umumnya melibatkan dua fase seperti fase adhesi dan dekalsifikasi yang akan melarutkan mineral anorganik enamel sehingga memperbesar ruang antar kristal hidroksiapatit yang akhirnya membuat enamel menjadi lebih poreus.8,13 Keporeusan enamel dapat bertambah besar akibat adanya peningkatan permeabilitas enamel terhadap ion-ion asam melalui celah antar kristal apatit yang berisi matriks organik dan air dimana celah tersebut

berasal dari struktur kristal hidroksiapatit yang heksagonal sehingga sulit untuk mendapatkan ikatan yang sempurna antar kristal hidroksiapatit.13

Kemampuan enamel untuk menyerap beban mastikasi tergantung pada komposisi enamel dimana adanya proses demineralisasi atau pelarutan matriks anorganik enamel dapat menurunkan modulus elastistas atau kekakuan dari enamel sehingga kemampuan enamel untuk menyerap beban mastikasi yang diberikan juga turut berkurang dan hal inilah yang membuat enamel menjadi lebih rentan terhadap fraktur.14,15

Proses demineralisasi yang terjadi ini dapat dipengaruhi oleh salah satu faktor seperti waktu perendaman dimana hal ini juga dipaparkan oleh Jensdottir T dkk (2006) bahwa waktu perendaman satu menit merupakan awal mula terjadinya proses demineralisasi sesaat setelah enamel berkontak dengan minuman asam.45 Penelitian Seow WK (2005) melaporkan bahwa proses demineralisasi mampu terjadi dalam waktu lima menit setelah enamel direndam dalam minuman asam.52 Borjian A dkk (2010) melaporkan bahwa pH rongga mulut (pH = 6,8) membutuhkan waktu 25 menit untuk dapat menetralkan lingkungan asam pada rongga mulut paska individu mengonsumsi minuman asam.1

Hasil uji LSD menunjukkan bahwa terdapat pengaruh perbedaan waktu perendaman yang signifikan terhadap kekuatan tekan gigi pada semua kelompok waktu perendaman dalam minuman berkarbonasi dimana penurunan kekuatan tekan paling tinggi terlihat pada kelompok perendaman minuman berkarbonasi selama 25 menit dibandingkan kelompok perendaman selama 1 menit dan 5 menit. Hal ini sesuai dengan pendapat Magalhaes AC dkk (2009) bahwa peningkatan proses demineralisasi terjadi seiring dengan peningkatan waktu gigi berkontak dengan asam.41 Jager DHJ dkk (2008) melalui penelitiannya juga berpendapat bahwa potensial erosif suatu minuman asam tergantung pada waktu gigi terpapar dengan minuman asam tersebut.53

Dalam penelitian ini, pengaruh waktu perendaman gigi pada kelompok aquadest (kelompok kontrol) terhadap kekuatan tekan gigi terlihat tidak signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena nilai pH aquadest masih dalam batas normal

(pH = 7,17) dan berada diatas pH kritis (pH ≥ 5,5). Hal ini juga dinyatakan oleh Dawes C (2003) bahwa apabila nilai pH larutan lebih tinggi dari pH kritis enamel maka larutan akan menjadi sangat jenuh sehingga pelarutan mineral enamel pun tidak terjadi. 42

Namun, kejenuhan larutan tidak hanya bergantung pada pH tetapi juga produk ion dalam larutan tersebut. Aquadest tidak memiliki ion kalsium maupun ion fosfat melainkan hanya ion hidroksil sehingga lebih kecilnya jumlah produk ion (Ip) daripada konstanta keasaman (Ksp) dalam aquadest membuat larutan menjadi tidak jenuh. Hal ini menyebabkan terjadinya pelepasan ion kalsium, fosfat dan hidroksil dari enamel secara terus menerus sampai larutan aquadest menjadi jenuh (Ip = Ksp) sehingga akhirnya dapat menurunkan kekuatan tekan gigi, tetapi penurunan kekuatan tekan gigi pada kelompok perendaman aquadest (kelompok kontrol) ini masih terlihat tidak signifikan. Begitu juga penelitian Dawes C (2003) menunjukkan adanya pelarutan hidroksiapatit sebanyak 30 mg secara lambat dalam jumlah yang kecil saat gigi berada dalam satu liter air destilasi (aquadest).42

5.2 Perbedaan kekuatan tekan gigi setelah perendaman dalam minuman

Dokumen terkait